"Selamat Siang korban kecelakaan atas nama Arga Wiryawan?!'' seru pria gagah dan tinggi bertanya di meja resepsionis Rumah Sakit.
''Oh! Iya pak. Tunggu sebentar, kami periksa dulu datanya...'' ujar petugas resepsionis itu terkejut karena pria tinggi dengan penampilan urakan itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
''Iya. Ada pak. Korban kecelakaan atas nama Pak Arga Wiryawan 45 tahun''
''Iya betul''
''Beliau ada di IGD. Ruang Triage merah bagian kritis. Silakan bapak langsung ke IGD saja dan bertanya lagi dengan petugas di sana''
''Baik, terima kasih''
Segera pria itu pergi meninggalkan petugas resepsionis dan bergerak menuju IGD yang di tunjuk petugas resepsionis tadi. Dia segera masuk ke dalam ruang IGD dan mencari ruangan IGD yang bertuliskan merah. Tepat di ruangan yang bertuliskan merah itu ada meja dokter yang berjaga.
''Maaf dok, saya adik dari korban kecelakaan Bapak Arga Wiryawan''
''Oh, sudah datang. Mari pak. Pak Arga ada di sini'' ujar dokter yang bertugas jaga di ruang IGD.
Pria yang tampak urakan dengan wajah berkumis dan berjanggut rambut acak-acakan di ikat asal saja. Tampak berlinang air matanya melihat kondisi kakak yang amat di sayanginya lemah tak berdaya dengan berbagai kabel dan selang menempel di tubuhnya terhubung dengan beberapa layar monitor di kedua sisi tempat tidur tempat kakak laki-lakinya terbaring.
''Pak Arga kecelakaan siang tadi bersama istrinya. Sekarang beliau dalam kondisi kritis. Maaf pak, tidak banyak yang bisa kami lakukan sekarang''
''Bersama istrinya?!'' pekik Ardan bertanya dengan wajah terkejut, ''Lalu bagaimana keadaannya sekarang Dok?'' tanya Ardan cemas.
''Ibu Aisyah, istri pak Arga tewas di tempat pak. Maaf...'' ujar dokter menjawab dengan wajah menyesal.
Terasa sesak dada Ardan mendengar istri yang baru di nikahi kakaknya empat tahun yang lalu itu meninggal dunia. Ardan bertemu dengan Aisyah untuk pertama kalinya tepat di hari pernikahan mereka, kakak dan istri keduanya itu menikah empat tahun yang lalu. Acara pernikahan yang di lakukan dengan cara yang sangat sederhana.
**
''Saya terima nikahnya Aisyah binti adam dengan mas kawin seperangkat perhiasan emas seberat sepuluh gram di bayar tunai'' ujar Pak Arga mengucapkan kalimat Ijab dengan lancar dan tegas.
''Bagaimana saksi?'' tanya penghulu.
SAH
Serempak pemirsa yang hadir menjawab.
ALHAMDULILLAH
Penghulu dan juga keluarga kedua mempelai mengucap syukur berbarengan, diiringi dengan tepuk tangan para undangan yang menyaksikan.
Dengan khidmat Ijab kabul dilangsungkan antara Pak Arga Wiryawan dengan wali hakim untuk Ibu Aisyah telah berlangsung dengan lancar tanpa kendala berarti. Pernikahan antara Janda dan Duda yang sama-sama beranak satu akhirnya selesai dengan baik. Pernikahan sederhana yang di langsungkan di rumah Pak Arga dengan sangat sederhana yang hanya di hadiri oleh pihak keluarga dekat saja.
Di salah satu sudut ruangan terlihat wajah semringah seorang anak perempuan yang mengenakan setelan berwarna biru berbalut jilbab putih tersenyum bahagia melihat ibu yang amat di cintainya akhirnya menemukan tambatan hati setelah lama menjanda. Di sebelahnya berdiri seorang remaja yang seumuran dengannya anak dari pria yang baru saja di nikahi ibunya.
Tidak jauh bersisian dengan mereka berdua, juga berdiri tegak, seorang pria dengan raut wajah yang tak jauh berbeda dengan dua kakak beradik itu. Dia tampak bahagia menyaksikan kakak laki-lakinya yang selama puluhan tahun hidup sendirian tanpa pendamping, akhirnya sekarang bisa merasakan lagi indahnya kehidupan manis rumah tangga.
Baik Ardan, adik Pak Arga, juga anak laki-laki pak Ardan, Gavin. Begitu pun Aruna, anak Ibu Aisyah. Ketiganya, mereka semua sama-sama dengan tulus mendoakan kebahagiaan kedua orang yang amat mereka sayangi.
''Mamang. Ini, kata emak mamang makan dulu...'' ujar Aruna sembari menyerahkan sepiring nasi beserta lauknya.
{Mang/Mamang, Cing/Encing dalam bahasa Betawi-Banten bisa di artikan sebagai Paman/Om}
''Makasih'' ujar Ardan singkat dan datar. Tangannya menjulur menerima sepiring nasi yang di bawa Aruna.
Aruna heran tapi dia tidak mau ambil pusing. Ardan, nama yang hampir selalu terdengar dari mulut pak Arga tampak acuh saja dengannya. Aruna juga tidak mau sok PEDE untuk berakrab ria dengannya. Aruna gugup dan canggung menghadapi Ardan, tapi dia tidak peduli. Hari ini hari bahagia untuk ibunya, dia tidak mau merusaknya hanya karena hal yang tidak penting.
Karena Ardan bersikap acuh dan tidak peduli dengannya, Aruna juga tidak mau terlalu percaya diri sok akrab dengannya. Aruna melenggang pergi meninggalkan Ardan, setelah selesai menunaikan apa yang di amanatkan oleh ibunya.
''Vin, lu di panggil kakek tuh!'' seru Aruna mengalihkan pandangannya ke arah Gavin, saudara tirinya, tepat sejak hari ini.
''Iya. Entar gua samperin... Makan dulu, gue laper'' ujar Gavin menjawab Aruna sambil menyendok makanan dari meja prasmanan.
''Ya, udah. Gua tinggal deh!'' seru Aruna kemudian pergi meninggalkan Gavin dan pamannya.
''Gih, sono!'' seru Gavin menjawab aruna dengan santai.
''Elu bisa akrab ama dia Vin?'' tanya Ardan sambil menyendok nasi ke dalam mulutnya.
''Kenapa emang?! Enggak ada masalah kok sama dia. Bocahnya juga asik di ajak ngobrolnya'' jawab Gavin yang ikut duduk dengan sepiring nasi dan lauk di hadapannya.
''Bocah?!'' seru Ardan sambil melihat Gavin dengan mimik wajah aneh, ''Emang lu bukan bocah?'' tanya Ardan lagi dengan wajah meledek.
''Tua'an kita tiga bulan dari dia om...'' jawab Gavin acuh, tidak memedulikan wajah Ardan yang menggodanya.
''Sengke amat lu'' ujar Ardan dengan nada angkuh, ''Baru juga tua'an tiga bulan, lagu' lu udah tua banget...'' tambahnya lagi sambil menendang kaki Gavin di bawah meja.
''Kok jadi om yang sewot sih, si Aruna aja gak komplen kok'' sahut Gavin kesal tapi tetap menyuap makanannya ke dalam mulut.
''Gue ngingetin elu tong, jangan ampe kebablasan!'' seru Ardan, dia juga sedikit mengetuk piring Gavin dengan sendoknya.
''Tenang om...'' ujar Gavin menjawab dengan lantang, ''Si Aruna ama emaknya juga selon kok orangnya. Makanya Gavin juga bisa cocok ama mereka'' tambahnya lagi dengan wajah penuh percaya diri.
''Ya bagus dah kalo gitu. Elu jagain tuh... Pan dia adek lu sekarang'' ujar Ardan tersenyum melihat kemenakannya mulai dewasa.
''Ya, iya dong om. Gavin juga tahu... Terus ini om, mau cabut lagi?'' tanya Gavin melihat Ardan yang tampak seperti sedang membereskan sesuatu.
''Napa?'' tanya Ardan melirik Gavin, ''Lu kangen ma gue...'' tambahnya kemudian sambil menaik turunkan alisnya.
''GE-ER!'' seru Gavin langsung menyahut dengan wajah malas, ''Tapi, bapak no... Dia sering bengong mikirin om Ardan'' lanjut Gavin menjelaskan. ''Lagian Om Ardan kenapa sih, kagak bisa diem di rumah?'' tanya Gavin lagi, ''Malah keluyuran gak puguh lagu gitu!'' seru Gavin malah sok menasihati paman yang tujuh belas tahun lebih tua darinya.
''Anak kecil gak perlu tahu!'' seru Ardan menjawab sambil menyentil dahi Gavin.
''Yang dewasa juga kudu ngerti!'' seru Gavin menyahut sambil menggosok-gosok dahinya dengan mulut manyun, ''Masa kalah ama Gavin yang masih SMP. Gavin aja gak pernah bikin bapak sampe nangis gitu...'' ujar Gavin melanjutkan kata-katanya tanpa memikirkan akan bagaimana pamannya bereaksi.
Kecut hati Ardan, wajahnya langsung berubah teduh mendengar kemenakannya bilang kalau kakak lelakinya sampai menangis karena dirinya. Ardan diam, dia tidak lagi punya semangat untuk berdebat dengan kemenakannya itu.
''Om!'' panggil Gavin, ''Mau kemana?'' tanya Gavin dengan wajah memelas sambil menarik lengan pamannya.
''Balik!'' seru Ardan menjawab dengan suara datar.
''Lah! Kagak mau pamitan dulu ama bapak?'' tanya Gavin dengan wajah cemas, tangannya erat memegangi tangan Ardan, ''Kakek ama nenek juga pan mesti nyariin om Ardan...'' seru Gavin berusaha menghentikan Ardan. Wajah Gavin tampak memelas sambil terus menahan tangan Ardan.
''Eum'' Ardan menjawab Gavin singkat saja sambil mengangguk dengan wajah teduhnya.
''Om Ardan!... Om!'' seru Gavin memanggil Ardan, memburunya. ''Gavin salah ngomong ya, kalau iya. Maafin Gavin, jangan ngambek dong om!'' seru Gavin merayu Ardan. Gavin tampak menyesal dengan wajahnya memelas pada Ardan.
''Emang gue bocah!'' seru Ardan menjitak kepala Gavin, ''Gua enggak bakalan ngambek ama hal kek gitu... Elu kagak salah'' ujarnya lagi sambil mengacak-acak rambut Gavin. ''Udah gih sono, gue ada urusan!'' seru Ardan berkilah dengan mata yang mengalihkan pandangannya dari Gavin.
''Om!... Om Ardan!'' seru Gavin berusaha mengejar Ardan yang segera melesat pergi.
Gavin tidak lagi bisa mencegah kepergian Ardan. Ardan pergi begitu saja menampakkan punggungnya yang tampak dingin dan kesepian. Desahan panjang keluar dari mulut Gavin yang sedih melihat om yang selama ini selalu mengayominya tampak memprihatinkan.
Setelah semua acara selesai, tidak mau berbasa-basi lagi Ardan segera pergi meninggalkan kerumunan tanpa ada yang menyadarinya. Setelah semua kesibukan usai. Benar saja dugaan Pak Arga, Ardan pergi begitu saja dan hanya meninggalkan salam di gawainya melalui pesan W******p. Pak Arga hanya bisa menggelengkan kepala dan mengelus dadanya mengingat kelakuan adik yang sudah seperti putra baginya. Sudah lebih dari tujuh tahun semenjak dia meninggalkan rumah tanpa sebab yang jelas, membuat Pak Arga selalu mengelus dada jika mengingatnya.
**
Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
Ardan menitikkan air mata, mengingat pertemuan pertama dan terakhirnya dengan istri kedua dari kakak laki-lakinya. Dia hanya pernah melihatnya sekali, dan hanya pernah menyalaminya sekali saat mereka berdua menikah, itu saja. Dadanya terasa sakit, terbersit penyesalan di hatinya. Seandainya saja saat itu, dia bisa meluangkan waktu lebih banyak dan berbicara lebih banyak pada kakak iparnya.''Ibu Aisyah, istri Pak Arga meninggal di tempat kejadian perkara, tapi anak dalam kandungannya berhasil di selamatkan'' ujar dokter memberitahu sesuatu yang membuat Ardan terkejut.''Anak?!'' seru Ardan terpekik kaget.''Benar pak, Ibu Aisyah sedang mengandung. Anak kembar, usia kandungannya sudah cukup bulan'' dokter menjawab dengan wajah semringah.''Di mana anak-anak itu sekarang Dok?'' tanya Ardan dengan sangat bersemangat.''Ada di ruang NICU'' jawab dokter itu dengan wajah sedikit memelas.''Bagaimana keadaan mereka dok?'' tanya Ardan cemas.''Masih dalam pantauan. Pak Arga juga harus segera d
Aruna terdiam memperhatikan Ardan dari bawah ke atas dengan seksama, sedang berpikir apa yang harus di lakukannya pada tamu keras kepala di hadapannya. ''Cepetan dong!'' seru Ardan menghardik Aruna, ''Gue enggak bisa lama-lama'' ujarnya lagi mendesak Aruna. ''Eum gini aja...'' ujar Aruna acuh dengan wajah Ardan yang kembali dengan sikap seriusnya, ''Katanya pan adeknya bapak...'' ''Bukan katanya!... Tapi, emang gue adeknya'' potong Ardan yang sudah tidak sabaran. ''Ya, sabar dulu dong pak, denger dulu penjelasan saya. Enggak sabaran amat sih!?'' seru Aruna menghardik, '' Ya udah cepetan!'' seru Ardan langsung menyahut. ''Nah, 'kan berarti mamang dong... Karena adeknya bapak. Kalau begitu, bapak pasti punya nomor telepon bapak saya... Entar tunggu dulu!'' seru Aruna teringat sesuatu, dia meminta Ardan menunggu dengan kode tangannya, ''Maaf ya, saya tutup dulu pintunya...'' ujar Aruna masih dengan sopan tapi dia tetap menutup pintu bahkan menguncinya. ''Lah...'' ujar Ardan terperan
Sesampainya di Rumah sakit, Aruna segera mencari kamar tempat ayah tirinya di rawat. Sejak di bonceng ojek online tadi Aruna terus saja berusaha menghubungi Gavin dengan gawainya, tapi tidak bisa tersambung.''Gavin bego, ngapain aja sih?!'' seru Aruna bertanya sambil mengumpat, ''Dari tadi hp gak di angkat-angkat,'' ujar Aruna sambil meluapkan kekesalannya pada gawai di tangannya. ''Gavin!... Angkat dong!'' panggil Aruna ke gawainya dengan nada merengek dengan sangat kesal.Aruna terus saja menekan-nekan keypad di smartphonenya, bahkan sampai terdengar bunyi ketukan jarinya di layar smartphone.''Gavin!!!'' seru Aruna memekik, memanggil dengan gemas, masih dengan meluapkan kekesalan pada gawainya, ''Buat apa lu punya hp?!... Pas begini malah gak bisa di bel...'' ujar Aruna semakin kesal dia kemudian melanjutkan lagi meluapkan kekesalannya pada gawainya.Sambil menaiki lift yang membawanya naik, Aruna terus saja menggerutu meluapkan kekesalannya pada gawai yang sudah menemaninya bebera
Aruna yang masih sangat muda tak kuasa menghadapi amarah Karsih yang memang sangat membenci wanita-wanita jalang. Dan menurut Karsih, Aruna adalah salah satu dari wanita jalang menurut kriteria Karsih. Trauma masa lalu membuatnya membenci Aruna karena Insiden di masa lalu Aruna. Karsih menandai Aruna sejak saat itu, tidak peduli apakah yang dia dengar itu benar atau tidak.Kejadian itu terjadi tiga tahun yang lalu, tepat satu bulan sebelum Aruna lulus dari masa SMPnya. Tiga bulan semenjak Aruna memasuki rumah yang jadi tempat tinggalnya sekarang. Tepat tiga bulan setelah Ibunya Aisyah menikahi Pak Arga, ayah tirinya sekarang.***Kurang lebih ada sekitar seribuan lebih riuh ramai bising suara siswa dan siswi yang berhamburan keluar dari kelas masing-masing dan sebagian besar yang di buru oleh mereka adalah Kantin dan Toilet. Dari semua siswa dan siswi yang berlarian keluar dengan gembira karena akhirnya masa istirahat tiba juga. Ada seorang siswi yang ternyata malah sedang duduk dicera
Miss. Arin masih terganggu dengan pemandangan belum lama di lihatnya di lorong belakang sekolah tadi. Miss. Arin duduk termangu mejanya. Pikirannya menerawang terus memikirkan Aruna. ''Apa yang terjadi dengan anak itu?'' ''Apa yang aku lihat tadi, mungkinkah?!'' ''Kalau iya... Aku harus bagaimana?'' 'Haruskah kulaporkan pada kepala sekolah?' ''Bagaimana ini? Aku pusing... Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja...'' ''Ujian hanya tinggal seminggu lagi...'' Miss. Arin terus saja bergumam, dia bingung memikirkan tindakan apa yang harus di ambilnya sebagai seorang guru untuk menghadapi permasalahan Aruna yang sudah enam bulan di tanganinya. Tapi, sampai hari ini dia tidak bisa mendapatkan apa pun darinya. Sedang kan Kepala Sekolah juga telah berulang kali menegurnya.\ Kepala sekolah sudah berulang kali meminta Miss. Arin dan wali kelasnya untuk segera mengambil tindakan tegas perihal Aruna. Tapi, Miss Arin meminta untuk di berikan kesempatan sekali lagi pada Aruna, mengingat i
Sesampainya Gavin dan Aruna di rumah ternyata sudah ada seorang wanita sebaya mereka, menanti mereka, menghalangi pintu masuk di pagar rumah.''Vin!'' Atikah memanggil Gavin sambil berkacak pinggang, ''Pantesin elu enggak pernah mau pulang bareng gue... Elu balik nyamperin Aruna?!''Ternyata Atikah menghadang di depan pintu pagar rumah, menegur Gavin dan Aruna dengan ketus. Terlihat jelas kalau dia merasa kesal.''Owh! Elu Tik... Iya, emang napa?'' sahut Gavin malah balik bertanya dengan santainya, padahal dia tahu kalau Atikah sedang kesal.Gavin yang sudah sejak balita bermain bersama Atikah tahu betul dengan sifat manja Atikah. Selama ini biasanya Atikah akan di bonceng oleh Gavin saat pulang sekolah karena mereka bersekolah di SMP yang sama.''Kagak! Gue pikir elu jemput cewek elu...'' Atikah menjawab sambil melirik tajam pada Aruna yang duduk di belakang di boncengan motor Gavin.''Gua cuma bosen... Balik bareng elu mulu... Kali-kali, gue pen ganti suasana,'' ujar Gavin menjawab A
Gavin tahu kalau Aruna sudah mulai terpancing emosinya. Aruna yang baru tiga bulan menyandang status sebagai adiknya itu, tipe wanita keras kepala yang tidak mau kalah kalau dia merasa ada di posisi yang benar. Hal itulah yang di tangkap Gavin selama beberapa bulan mengenal Aruna. Hal itu sebetulnya tidak buruk tapi waktunya tidak tepat untuk saat ini. Bagi Gavin sekarang sebaiknya menghindari pertikaian dengan bibinya yang juga sama keras kepalanya seperti Aruna.*****''Bang! Karsih tauk semuanya... Karsih tauk, kenapa si Aisyah bisa keguguran...''''Maksud lu apa, Sih?! Ngegosip apa lagi lu... gue baru pulang tauk-tauk lu ngomong aneh...''''Bukan aneh, orang Karsih emang tahu kejadiannya...''''Jangan ngegosip! Apa lagi yang lu omongin bininya bang Arga...''''Karsih enggak ngegosip... Orang Karsih jelas denger sendiri, si Aisyah masuk rumah sakit pasti gegara dia kaget, itu dia kenapa jadinya dia keguguran... gegara ada guru yang dateng kerumah. Tuh guru, laporan semuanya ama si A
Aisyah terkejut mendengar Suaminya menyebut nama Aruna putrinya. Aisyah bingung, tapi akhirnya dia pasrah setelah melihat wajah Pak Arga suaminya yang menatap lembut merayunya untuk agar tenang dan menceritakan semua kegelisahannya. Ibu Aisyah pasrah, dia takluk dengan pesona suaminya. Tapi, Aisyah juga memang tidak pernah berniat menyembunyikan apa pun dari suaminya. Hanya saja dia belum mendapatkan waktu yang tepat.**''Makanya Bang... Aisyah juga bingung enggak ngerti... Emang, kapan Aruna pernah hamil?... Sumpah bang. Aisyah enggak lagi nutup-nutupin keburukan Aruna. Tapi, sesibuk-sibuknya Aisyah, masa sih, Aisyah enggak tahu kalau Aruna hamil terus ngegugurin kandungan... Kalau pun iya. Di mana? Lagian, punya duit dari mana dia?''''Jadi, guru juga belum jelas, sama masalahnya?! Bukannya, gurunya juga bilang itu cuma isu. Gosip?''''Iya sih, bang.''''Makanya... Yang di tanya, ya, si Arunanya, biar jelas.''''Aisyah belum sempet bang... 'Kan terus di rawat di Rumah Sakit.''''Ya,