"Apa! Putus!" teriak Rayna, siang itu di sebuah kafe langganannya.
"Iya," sahut Gama berusaha tenang.
"Kamu bercanda, kan," ucap Rayna lagi, masih belum percaya dengan apa yang barusan di ungkapkan oleh kekasihnya itu.
Gama memilih diam sejenak. Dia seperti sedang berpikir dan mematangkan keputusannya, untuk berpisah dengan kekasihnya itu. Sesekali dia mengusap kasar wajahnya karena bimbang. Setelah lebih dari sepuluh menit terdiam tanpa kata. Gama kembali mendongak, menatap dalam kedua mata Rayna.
"Aku serius, Na. Aku ingin kita putus!" tegas Gama, yang membuat hati Rayna seketika hancur berkeping-keping.
Wanita cantik itu, memilih pergi meninggalkan kekasihnya yang masih terdiam di meja kafe. Air mata yang sejak tadi tertahan, kini mulai mengalir deras membasahi kedua pipinya. Langkahnya begitu lelah, menyusuri teriknya matahari yang menyengat kulitnya hingga terasa nyeri di dalam hatinya.
"Lima tahun tanpa arti," lirih Rayna yang saat ini sudah roboh di bahu jalan.
"Rayna!" panggil Gama, yang masih sulit untuk melepaskan.
Panggilan Gama yang terus terdengar di telinganya membuat hati Rayna, bertambah sakit. Segera, wanita cantik itu berdiri dan berlari menjauh dari tempat itu. Sebuah taksi di berhentikan oleh Rayna, untuk membawanya kembali pulang ke rumah.
Beberapa menit kemudian, sampailah taksi yang membawa Rayna di halaman rumahnya. Segera wanita itu berlari dan berhambur ke dalam pelukan kakaknya, yang kebetulan saat ini sedang berdiri di depan pintu. Keduanya hanyut dalam suasana yang menyakitkan ini. Isak tangis Rayna, menambah pilu hati seorang Risa, yang merupakan kakak kandungnya.
"Aku tidak menyangka, akan berakhir seperti ini, Kak. Padahal bulan depan, Rayna berniat ingin memperkenalkan dia kepada keluarga kita. Jahat banget dia," celoteh Rayna, membuat Risa semakin erat memeluk adiknya.
"Sabar, Na. Sabar. Kakak yakin, kamu akan mendapatkan seorang pengganti yang lebih baik dari dia!" tegas Risa, sambil mengusap lembut, punggung adiknya.
"Rayna sudah muak dengan cinta. Rayna tidak percaya lagi dengan laki-laki!" teriak Rayna.
Suara kakak beradik itu, terdengar keras hingga kedapur, yang membuat ibu panik dan berlari keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, di depan sana.
"Rayna, kenapa teriak-teriak gitu! Malu didengar tetangga, Nak!" gertak ibunya, yang terkejut dengan suara gaduh kedua putrinya.
"Rayna, Bu. Dia sedang patah hati," sambung Risa dengan senyum manis menyungging di bibirnya.
"Memangnya kamu sudah punya pacar? Kok nggak pernah di kenalin sama kita?" tanya ibu penasaran.
"Ibu!" teriak Rayna lagi, sambil menghapus air matanya.
"Ternyata, anak Ibu sudah dewasa. Kenapa kamu tidak mau memperkenalkan pacarmu itu kepada kita? Setidaknya, Ayah dan Ibu bisa mengenalnya lebih dekat?" tanya Ibu lagi, membuat Rayna semakin sedih.
"Kenapa Rayna, tidak mau memperkenalkan dia kepada kalian. Karena Rayna punya alasan sendiri, Bu. Lihat, Kak Risa. Dia usianya jauh lebih tua dariku, tapi belum membawa calon suaminya ke hadapan Ayah dan Ibu. Jadi, terlihat lancang bagi Rayna, kalau sampai mendahului, Kakak," jelas wanita cantik itu.
Seketika, Risa langsung memeluk adiknya itu. Keduanya terlihat sangat hangat dan kompak. Tidak pernah ada pertengkaran diantara mereka berdua. Sebuah hubungan keluarga yang begitu harmonis, hingga membuat iri teman-temannya.
"Terimakasih, adikku. Kamu selalu menjaga perasaanku," ucap Risa dengan senyum manisnya.
"Ingat, Ris. Nanti malam kamu akan bertemu dengan anak dari teman ayahmu. Dandan yang cantik," ucap Ibu sambil menepuk pundak putri sulungnya.
"Hah, Kakak mau di lamar? Serius?" tanya Rayna dengan wajah meledek.
"Kamu apaan, sih. Hanya di kenalkan, Na," sahut Risa sedikit malu.
"Wah, semoga anak teman Ayah itu, menyukaimu, Kak. Tapi, kalau menurut Rayna, sih ... pria itu akan kelepek-klepek melihat kecantikan kakakku yang mirip bidadari ini," sambung Rayna, sambil terkekeh.
"Bukannya tadi kamu bersedih, kok jadi cengengesan gini," sindir Risa.
"Lupakan dulu," ketus Rayna.
Kedua wanita cantik dan manis itu saling terkekeh dan berpelukan kembali. Untuk sejenak Rayna bisa melupakan sakit hatinya karena Gama. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Risa sudah bersiap untuk pergi ke acara makan malam diluar, bersama ayah dan ibunya.
"Loh, kamu kok belum siap-siap, Na?" tanya Risa yang melihat adiknya itu masih berantakan.
"Malas, kalian aja yang pergi. Semoga acaranya sukses," sahut Rayna sambil mencium pipi kakaknya.
"Beneran, kamu nggak mau ikut? Jangan sampai kepo nanti," ledek Risa.
"Akhh ... aku nggak bakalan kepo. Palingan calon kakak iparku nanti berkacamata dan pendiam. Nggak seru, mirip Kakak," ketus Rayna, membuat Risa ingin mencubit lebih kedua pipi adiknya.
"Ya sudah, kita berangkat dulu, ya. Baik-baik di rumah. Awas, jangan gantung diri, hanya karena laki-laki kurang ajar itu," bisik Risa, membuat kesal Rayna.
"Pergi, nggak!!" teriak Rayna yang sudah membawa sandal untuk dilempar pada kakaknya.
"Rayna," lirih ibu dengan senyum ramahnya.
"Awas kalau pulang, nggak dibungkusin!" teriak Rayna lagi yang di acungi jempol terbalik oleh Risa.
Suasana di dalam rumah kembali sunyi. Rayna yang tadinya sedikit lupa akan masalahnya bersama Gama, kini kembali mengusik pikirannya lagi. Karena bosan dan kesal, wanita cantik itu pun memilih pergi menuju kamarnya untuk menenangkan diri.
"Apa kurangnya aku, sih?" batin Rayna sambil menatap wajahnya pada kaca cermin yang ada di hadapannya.
"Hah, dasar pria! Ternyata sama aja! Masa bodoh dengan cinta! Semua itu semu dan palsu!" gerutu Rayna sambil membanting parfum ke lantai.
Sekali lagi, air mata yang masih terbendung, kini mulai meluap membasahi sudut matanya.
"Gama," lirih Rayna, sambil menatap layar ponsel miliknya.
****
Mobil keluarga Risa telah sampai di restoran. Mereka langsung berjalan masuk ke dalam rumah makan yang telah di pesan oleh teman ayahnya itu. Terlihat seorang pemuda tampan, sedang duduk manis mengamati kedatangan Risa, menuju mejanya.
"Selamat malam, Pak Wira!" sapa Ajun, ayah dari Gama kepada ayah Risa.
"Selamat malam juga, Pak Ajun. Maaf kami sedikit telat, maklum jalanan ibu kota sangat macet," sambung Wira.
"Oh, tidak apa-apa, Pak Wira. Kami juga baru saja sampai. Oh ya, perkenalkan. Ini putra kami, Pragama Susena." jawab Ajun memperkenalkan Gama pada keluarga Wira.
"Salam kenal juga, Nak Gama. Perkenalkan, dia Risa ayustiana. Putri sulung kami," balas Wira memperkenalkan Risa pada Gama dan keluarganya.
Mereka saling terkekeh dan bertegur sapa. Jantung Gama, tiba-tiba berdetak begitu cepat, saat mendengar nama belakang Risa yang sama seperti nama belakang Rayna. Sesekali Gama mengusap kasar wajahnya dan panik.
"Kamu kenapa, Gama? Kok terlihat sangat gelisah? Salah tingkah, ya ..." ledek Ajun kada putranya.
"Ayah," lirih Gama berubah malu.
Ibu Gama juga terlihat sangat senang, dengan keluarga Risa. Wanita paruh baya itu, kini yakin ingin menjodohkan putranya dengan Risa.
"Nak Risa, sekarang sibuk kerja di mana?" tanya ibu dari Gama.
"Oh, saya sedang sibuk di butik, Tante. Kebetulan, saya punya toko butik sendiri," sahut Risa dengan senyum manisnya.
"Aduh, kalian sepertinya sangat cocok, ya. Satunya di butik. Satunya lagi, menjadi dosen. Sama-sama berkarir," sambung Nada, ibu dari Gama.
Mereka semua langsung terkekeh bahagia, mendengar pujian dari wanita paruh baya itu. Tiba-tiba ponsel milik Gama bergetar. Panggilan dari Rayna terpajang jelas di layar ponsel milik pria tampan itu.
"Kok, nggak diangkat?" tanya Nada.
"Nggak penting, Bu," sahut Gama dengan senyum aneh di wajahnya.
"Jangan-jangan, pacar kamu yang telepon," timpal Risa, membuat Gama tersedak.
"Pelan-pelan, Gama," ketus Nada, sambil mengusap lembut pundak putranya.
"Nih, tisu," ucap Risa, menyodorkan sebuah tisu untuk Gama, untuk membersihkan sisa makanan di mulutnya.
"Terimakasih," sahut Gama.
Pria tampan itu, mulai tertarik pada wanita cantik yang saat ini duduk depannya. Wajahnya yang tegas dan keibuan, membuat Gama sedikit tersipu.
Kini ganti ponsel milik Risa bergetar. Panggilan dari adiknya, membuat wanita cantik itu tersenyum.
"Siapa?"
Ibu melihat ponsel putrinya berdering."Biasa, si chubby," sahut Risa sambil terkekeh."Kok, nggak diangkat?" tanya Wira."Biasa, cuma miscall doang, Yah," sahut Risa."Tuh anak, memang jahil. Tadi diajak nggak mau, sekarang malah bikin gaduh," sambung Inara, ibu dari Risa.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Keluarga Risa berpamitan pada Gama dan kedua orang tuanya. Mereka sudah terlihat akrab sekali. Sebelum pergi, Gama meminta nomor telepon Risa, untuk di simpan. Dengan senang hati, Risa pun langsung memberikan nomor ponsel miliknya kepada pria tampan yang merupakan cinta pertamanya itu. Risa sudah menyimpan rasa pada Gama, sejak pertama bertemu."Nanti, sampai rumah aku hubungin kamu," ucap Gama. Risa mengangguk dan tersenyum. Lalu pergi meninggalkan Gama yang masih berdiri menatapnya. Sesekali wanita cantik itu menoleh kebelakang, dan tersenyum pada pria yang baru saja di kenalnya itu. Risa tidak bisa melupakan hidung mancung, dan wajah tegas dari Gama. Bayangan wajah p
Risa membuka pintu kamar adiknya. Dia mendengar Rayna berteriak histeris, memanggil-manggil nama Gama."Siapa Gama?" tanya Risa yang terlihat panik melihat adiknya."Gama," lirih Rayna lagi masih mengatur nafasnya."Minum dulu," Risa menyodorkan gelas berisi air putih kepada adiknya, yang baru saja terbangun dari tidurnya."Mimpi apa kamu? Sampai kaget begitu? Apa kamu mimpi ketemu mantan?" tanya Risa sedikit meledek adiknya yang baru saja mengerjapkan matanya itu."Kakak," lirih Rayna dan kembali memeluk kakaknya."Udah dong, manjanya. Kamu sudah berumur dua puluh lima tahun, loh. Malu di lihat ayam sama kucing di belakang rumah," timpal Risa yang dipukul kasar oleh Rayna."Kakak nggak ada perhatiannya sama adik sendiri. Sejak kemarin, terus saja meledek," gerutu Rayna terlihat kesal.Risa memenangkan adiknya. Kini keduanya duduk manis di tepi ranjang dan saling berbincang. Rayna, mulai menceritakan semua masalahnya kepada kakaknya. Wanita dua puluh lima tahun itu mulai berkeluh-kesa
"Ah, jangan mengalihkan pembicaraan, Sena!" gertak Rayna."Aku tidak mengalihkan pembicaraanmu, Na. Tapi beneran aku melihat kakakmu," sahut Sena, membuat Rayna menoleh."Kakak, dengan siapa dia?" gumam Rayna."Mungkin kliennya," jawab Sena."Bisa jadi, jangan tampakkan wajah jelekmu, Sena. Kita pura-pura tidak tahu," bisik Rayna menarik tubuh temannya itu, agar tidak ketahuan oleh kakaknya."Seluruh dunia tahu, kalau aku adalah pria paling keren dan tampan di muka bumi ini. Hanya kamu seorang yang bilang aku jelek!" gertak Sena melotot tajam kearah Rayna."Nggak usah gitu amat, Sena. Biasa aja keles," ketus Rayan, sambil memasukkan kentang goreng ke mulutnya."Biasa. Kamu bilang aku harus biasa. Ingat ya, ucapanmu barusan merendahkan harga diri dan martabatku," bisik Sena dengan penuh percaya diri."Martabak aja, lebay banget," ketus Rayna."Martabat, Rayna! Bukan martabak! Kalau martabak mah, yang di gang lima itu enak," tegas Sena masih dengan berbisik."Pulang, beliin ya," jawab R
"Aku kenapa?" tanya Risa yang tidak mau lagi berbasa-basi."Aku tidak mau menunda lagi pernikahan kita. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Gama terlihat mantap mengungkapkannya. Sontak pernyataan dari mulut pria tampan itu, membuat Risa langsung tersipu malu. "Apakah kamu terkejut dengan pernyataanku ini?" tanya Gama lagi.Risa menatap wajah tampan Gama. Dia masih belum percaya, kalau pria tampan yang ada di hadapannya ini sedang melamarnya."Hmm ... gimana ya? Apakah hatimu sudah matang?" tanya Risa dengan wajah serius."Ayah dan Ibu, memintaku untuk segera melamarmu, sebelum terlambat," sahut Gama."Ayah dan Ibu? Jadi kamu melamarku karena perintah kedua orang tuamu!" gertak Risa sambil tersenyum sinis."Maaf, Ris. Tapi ... jodohku ada di tangan mereka berdua. Siapapun pilihan mereka, berarti dialah jodohku," sahut Gama, membuat Risa tergelak."Hah, jadi kesannya kamu itu menikahiku karena terpaksa, ya," sambung Risa, membuat Gama terdiam dan menatap wanita yang ada di hadapannya
Rayna membanting beberapa bantal miliknya ke lantai. Hatinya begitu marah dan terluka. "Mereka tidak menyetujui hubunganku dengan Gama. Tapi, kenapa harus memilih kakakku untuk menjadi istri dari anaknya," gerutu Rayna, penuh kebencian.Wanita itu terlihat semakin putus asa dan lelah. Dia tidak menyangka, kalau calon suami dari kakaknya adalah pacarnya sendiri. Sesekali air matanya jatuh menetes membasahi kedua pipinya."Rayna ... Rayna ... gini amat nasibmu," ucapnya sambil menatap wajah sendiri di kaca cermin yang ada di hadapannya."Ray!" panggil ibu dari balik pintu."Iya, Bu." jawab Rayna begitu malas.Ibu pun masuk dan mendekati putrinya yang saat ini sedang duduk termenung di depan meja rias."Keluarganya Nak Pragama, mau pamit tuh. Temui dulu, nggak enak," ucap Ibu sambil mengusap lembut pundak putrinya."Gama, Bu. Namanya Gama!" tegas Rayna yang keceplosan, karena kesal."Kamu ini, hati-hati memanggil calon kakak iparmu. Namanya Pragama. Dari mana kamu punya panggilan sendir
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
Risa pun mengambil dompet yang saat ini ada foto seseorang. "Maaf, aku tidak tau kalau dompetnya terjatuh," ucap Gama yang langsung mengambil dompet tersebut dari tangan istrinya. Risa hanya bisa tersenyum kecut dan mengangguk. Dalam hatinya begitu penasaran dengan foto yang barusan di lihatnya. Di tengah kebingungannya, Risa terkejut saat suaminya memanggil. Gama mencari baju tidur yang biasa dia pakai. "Ya ampun, Mas. Aku lupa belum mencucinya. Kamu bisa pakai yang lain dulu. Memangnya, kenapa sih dengan baju itu? Perasaan, kamu dan Rayna memiliki kesukaan yang sama," sahut Risa sambil mencarikan pakaian tidur untuk suaminya. "Sama? Sama bagaimana maksudnya?" tanya Gama sedikit terkejut. "Iya, dia sangat suka karakter lucu seperti kamu. Lihat tuh, pakaian tidur aja kalian sama," jawab Risa sambil terkekeh. "Oh," sahut Gama sedikit canggung. Setelah Gama mengenakan baju tidur, Risa kembali merapat ke pelukan Gama yang gagah. Saat itu, Gama sedang bersiap untuk tidur setelah s
Keduanya langsung tergelak tiada henti saat melihat alarm di ponsel masing-masing berbunyi. Ternyata, mereka memiliki waktu alarm yang bersamaan."Kamu Pasang alarm untuk apa?" tanya Rayna kepada mantan kekasihnya itu. "Biasanya jam segini, aku ada kelas. Yah, untuk pengingat saja. Agar aku tidak lupa, makanya buat alarm." jelas Gama dengan wajah santainya. "Ada kelas,"sahut Rayna sedikit bingung. "Kamu lupa, bagaimana kerjanya dosen. Kadang kita ada kelas lain, kelas tambahan, sampai pindah jam lagi. Bukannya kita pernah bertatap muka di jam delapan malam," sahut Gama membuat Rayna terkekeh dan memukul pundak pria itu.Tiba-tiba terdengar suara perut Rayna yang keroncongan, membuat Gama tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kamu mau ke mana?" tanya Rayna kepada Gama, yang beranjak dari kursinya. "Ingin membuat sesuatu, untuk mengisi perutmu yang sudah berteriak itu," sahut Gama, yang membuat Rayna tersenyum dan menggeleng. Kini Rayna mengekor di belakang suami dari kakaknya i
Gama langsung beranjak dari kursinya. Dia pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Karena bingung, Risa pun menghentikan aktivitasnya dan berjalan mengikuti suaminya yang saat ini menuju garasi rumah. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Risa kebingungan. "Aku mau keluar sebentar, ada urusan dengan tim seleksi di kampus. Nanti aku hubungi kamu lagi," jawab Gama yang langsung berlalu begitu saja.Risa hanya berdiri mematung, menatap kepergian suaminya. Dia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Gama saat ini. Setelah suaminya tidak terlihat lagi, Risa pun kembali masuk ke dalam rumah. Tidak sengaja, Risa berpapasan dengan Rayna yang juga ingin pergi. "Loh, kamu mau ke mana, Ray?" tanya Risa sedikit penasaran."Aku ada janji dengan teman, Kak." jawab Rayna santai. "Oh ... gitu, ya." sahut Risa setengah canggung. Rayna pun langsung berlalu dari kakaknya. Dia pergi keluar untuk mencari taksi. Setelah beberapa saat menanti, lewatlah taksi dan membawanya ke suatu tempat. Setelah satu
Tidak sengaja Risa melihat suami dan adiknya sedang berada di dalam satu kamar. "Aku mau mengambil minyak oles yang kemarin malam dipinjam oleh Rayna." ucap Gama sedikit terbata-bata. "Kenapa kamu tidak ngomong langsung kepadaku. Biar aku saja yang mengambilkannya," sahut Risa masih dengan wajah santainya. "Kakak," lirih Rayna melihat aneh pada kakaknya. "Kamu juga, lain kali hati-hati. Jangan menggunakan sandal di dalam kamar. Kepleset kan, jadinya. Untung ada Kakak iparmu yang menjaga. Coba kalau tidak, bagaimana nasibmu," ucap Risa membuat Rayna dan gama saling menatap. "Baiklah Ayo kita kembali ke kamar, Mas," ajak Risa kepada suaminya. Gama pun berlalu dari kamar Rayna. Sesekali dia menoleh ke belakang karena khawatir. Rayna kini duduk termenung menatap dirinya dalam kaca. Wajah cantik dengan rambut ikal menjadi daya tarik tersendiri bagi Gama. Selain itu sikapnya yang ceria, membuat pria tampan itu tidak bisa beralih ke lain hati. Gama terlihat bingung dengan sikap istriny
Tanya ayah kepada Rayna. "Dia teman Rayna, Yah," jawab Rayna yang langsung berlalu dari hadapan ayahnya. "Sudah, Yah. Jangan marah-marah dulu. Biarkan Rayna tenang dulu." sahut Ibu juga ikut berlalu mengikuti putrinya. Tidak lama, masuklah Gama bersama istrinya. "Maafkan Rayna, dia masih kekanak-kanakan. Karena ulahnya, membuat Kalian berdua ikut kerepotan," ucap Ayah kepada Gama dan juga Risa. "Tidak apa-apa, Yah. Bagaimanapun, dia juga tanggung jawab kami," sahut Gama, membuat istrinya tersenyum bahagia. Risa merasa hidupnya sangat sempurna setelah menikah dengan Gama, seorang pria yang baik hati dan penuh cinta. "Apakah kamu mau minum sesuatu?" tanya Risa kepada suaminya. "Terserah," jawab pria itu sambil tersenyum. Risa pun langsung bergegas ke dapur membuatkan jus jambu untuk suaminya. "Untuk siapa, Kak?" tanya Rayna yang kebetulan juga ke dapur. "Untuk, Mas Gama." jawab Risa. "Bukannya ... Kak Gama tidak suka jus jambu," jawab Rayna yang keceplosan. "Kok kamu tahu, k
"Dia bersama dengan seorang pria, pergi menuju bandara," ucap ayah terbata-bata. Sontak jawaban dari pria paruh baya itu membuat ibu dan Risa terkejut. Mereka berdua saling menatap dan menggeleng. "Siapa pria itu? tanya ibu kepada Risa, dan putrinya itu pun hanya menggeleng lemah. Mereka bergegas pergi meninggalkan rumah, menuju bandara. Secepat mungkin Risa mengendarai mobilnya menuju tempat di mana adik dan teman prianya itu berada. "Pelan-pelan, Ris." ucap ibu yang saat ini berada satu mobil dengan Risa. "Risa sangat penasaran, Bu. Saat ini Rayna dengan siapa? Kenapa dia bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kita," ucap Risa dengan wajah begitu panik. Dua puluh lima menit berlalu, mobil merah maroon itu sudah terparkir rapi. Dengan cepat, kedua wanita itu berjalan menyusuri bandara. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rayna."Di mana dia," gumam Risa yang semakin panik. Di tengah kepanikan itu, ponsel Risa berdering, panggilan dari Gama membuatnya sedikit le
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h