"Aku kenapa?" tanya Risa yang tidak mau lagi berbasa-basi.
"Aku tidak mau menunda lagi pernikahan kita. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Gama terlihat mantap mengungkapkannya. Sontak pernyataan dari mulut pria tampan itu, membuat Risa langsung tersipu malu.
"Apakah kamu terkejut dengan pernyataanku ini?" tanya Gama lagi.
Risa menatap wajah tampan Gama. Dia masih belum percaya, kalau pria tampan yang ada di hadapannya ini sedang melamarnya.
"Hmm ... gimana ya? Apakah hatimu sudah matang?" tanya Risa dengan wajah serius.
"Ayah dan Ibu, memintaku untuk segera melamarmu, sebelum terlambat," sahut Gama.
"Ayah dan Ibu? Jadi kamu melamarku karena perintah kedua orang tuamu!" gertak Risa sambil tersenyum sinis.
"Maaf, Ris. Tapi ... jodohku ada di tangan mereka berdua. Siapapun pilihan mereka, berarti dialah jodohku," sahut Gama, membuat Risa tergelak.
"Hah, jadi kesannya kamu itu menikahiku karena terpaksa, ya," sambung Risa, membuat Gama terdiam dan menatap wanita yang ada di hadapannya itu.
Gama menggeleng dan tersenyum. Dia masih terus memantapkan hatinya pada Risa. Setelah lama terdiam, pria itu kembali menatap Risa dan menggenggam kedua tangannya.
"Risa aku sudah mantap untuk menikahimu. Tidak ada yang bisa menggoyahkan niatku lagi," ucap Gama lebih meyakinkan Risa.
"Serius?"
"Lebih dari serius. Aku ikhlas menjalaninya," jawab Gama lagi.
"Maksudnya ikhlas?" tanya Risa bingung.
"Maksudnya, aku ingin menjalani semuanya dengan rasa ikhlas bersamamu," sahut Gama dengan senyum manis di bibirnya.
Risa kembali tergelak dan menggeleng. Risa tidak percaya kalau Gama bisa humoris juga.
"Baiklah, ayo kita makan dulu," ucap Risa, saat makanan pesanannya sudah datang.
Mereka mulai menikmati makanannya dan bercengkrama, seakan keduanya sudah begitu mantap untuk melanjutkan hubungannya ke pelaminan.
"Kapan kamu mau melamarku secara resmi?" tanya Risa, membuat Gama terdiam dan menghentikan makannya.
"Jadi kamu menerima lamaran abal-abal ku ini?" tanya Gama dengan senyum lebar bahagia.
Risa hanya mengangguk dan tersenyum. Membuat keduanya saling berdebat dan malu. Walau sebutir rasa cinta Gama pada Rayna masih membekas dan sulit untuk di hapus. Gama tetap berusaha melupakan.
"Maaf, kayaknya aku harus pergi. Karena ada jadwal mengajar nanti jam satu," pamit Gama kepada Risa.
"Oh, begitu, ya. Baiklah. Aku juga mau segera ke butik, banyak pesanan yang belum di pack," jawab Risa.
Keduanya keluar restoran dan pergi ke tempat tujuannya masing-masing.
Risa pulang dengan senyum terus menyungging di bibirnya. Hatinya begitu bahagia, akhirnya jodoh yang ditunggu-tunggu selama ini datang juga. Sebelum pulang, Risa menyempatkan diri untuk pergi ke butiknya. Di sana sudah ada Yeni anak buahnya yang selalu setia menjaga dan melayani di toko butiknya.
"Yen, bagaimana hari ini?"
"Eh, Mbak Risa. Alhamdulillah nanti jam dua akan ada klien datang, untuk memesan beberapa motif desain yang nomor satu itu, Mbak."
"Oh, begitu ya. Kamu bisa nggak menemui mereka sendirian. Soalnya, aku ada urusan mendadak," ucap Risa.
"Bisa, Mbak. Nanti akan saya arahkan," jawab Yeni dengan senyum manis di bibirnya.
Risa pun segera kembali pulang untuk memberitahukan kabar gembira itu.
"Ibu! Ibu!"
"Risa! Kenapa kamu teriak-teriak nggak jelas gitu. Ada apa?" tanya Ibu yang terlihat kesal karena teriakan dari putri sulungnya.
"Ibu, Pragama ingin melamarku," ucap Risa.
"Apakah Ibu bermimpi?"
"Tidak, Ibu tidak bermimpi. Ini nyata, kalau besok malam Pragama akan datang menemui keluarga kita untuk melamar Risa secara resmi," jelas Risa.
Ibu langsung memeluk hangat tubuh putrinya itu karena bahagia.
"Ih, kalian. Jam berapa ini, main peluk-peluk," ketus Rayna yang baru saja sampai dari luar bersama Sena.
"Rayna. Besok malam kakakmu akan dilamar oleh, Nak Praga."
"Wah, sebentar lagi aku punya kakak ipar, dong," sahut Rayna sambil berjalan mendekati Risa dan memeluknya.
"Selamat ya, Kak. Semoga dia orang yang baik dan bisa membawa Kak Risa ke jalan yang lebih baik lagi. Rayna sangat bahagia, Kak," lirih Rayna berbisik dan memeluk erat kakaknya.
Waktu begitu cepat berlalu, malam yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ayah, Ibu, Risa dan juga Rayna telah siap menyambut kedatangan keluarga calon besan. Jantung Risa berdebar begitu kencang. Membuat keringat dingin di tangannya terus keluar.
"Kamu kenapa, Kak. Gugup atau apa?" tanya Rayna yang melihat gelisah wajah kakaknya.
"Oh, tidak," jawab Risa sambil tertunduk.
Setelah lebih dari satu jam menunggu. Terdengar suara mobil berhenti di halaman rumahnya. Rayna yang penasaran pun segera menarik tangan kakaknya untuk menyambut calon kakak iparnya.
Kedua orang tua Gama dan Gama pun mulai turun dari mobil. Mereka membawa beberapa bingkisan mahal di tangan masing-masing. Wajah Risa dan Rayna terus tersenyum menyambut kedatangan mereka. Tiba-tiba, Rayna berubah aneh, saat melihat seorang pria yang tidak asing lagi baginya. Dengan perlahan, Rayna melepaskan pelukannya dari Risa. Risa yang melihat pun merasa aneh pada perubahan aneh adiknya.
"Kamu kenapa, Ray?" bisik Risa.
"Siapa dia, Kak?" tanya Rayna pada Risa masih dengan bisikan.
"Pragama, calon kakak iparmu," jawab Risa dengan senyum manis di bibirnya.
Risa seketika lemas tak berdaya. Ternyata calon kakak ipar yang dinantikannya selama ini adalah Gama, pacarnya sendiri.
"Selamat malam Pak Wira sekeluarga." sapa orang tua dari Gama.
"Selamat malam, Pak. Ayo masuk-masuk." sahut Wira dengan senang hati, mengajak keluarga Gama untuk segera masuk.
Rayna masih tertunduk di tepi pintu, menahan segala rasa di dalam hatinya. Gama pun melewatinya, seakan dirinya tidak saling kenal. Mereka begitu asing. Begitu juga, orang tua Gama yang bertindak santai saat melihat ada Rayna di sana.
"Siapa dia?" tanya ayah dari Gama kepada Wira, saat melihat Rayna yang masih berdiri di samping pintu.
"Rayna, sini," panggil Wira kepada putri bungsunya itu.
Rayna pun akhirnya berjalan malas menuju ruang tamu.
"Perkenalkan, dia putri bungsu kami. Adik dari Risa," jawab Wira dengan wajah bangganya.
Sontak jawaban dari Wira tersebut, membuat keluarga Gama tersentak kaget. Begitu juga Gama yang tidak bisa berkata-kata lagi. Dia terlihat sangat gugup dan gelisah.
"Selamat malam, perkenalkan nama saya, Rayna. Adik dari Kak Risa dan putri bungsu dari Pak Wira. Senang bertemu dengan kalian malam ini."
Gama dan keluarganya terlihat gugup dan bingung.
"Ayo di cicipi hidangannya, Nak Gama," ucap Ibu kepada calon menantunya.
"I_iya, Tante," sahut Gama terlihat takut dan gugup.
"Kalau begitu, saya mau pamit dulu. Tiba-tiba saya ada urusan lain. Selamat kepada Kak Risa dan Kak Gama!" tegas Rayna membuat suasana menjadi canggung.
"Ray, nggak sopan, Nak. Sebentar lagi aja perginya," bisik ibu.
"Maaf, Bu. Tapi Rayna ada urusan penting nih. Masalah masa depan," lirih Rayna sambil melirik tajam ke arah Gama yang saat ini juga menatapnya.
"Baiklah," sahut ibu dan Rayna pun pergi dari ruang tamu mengerikan itu.
"Ayo di cicipi, Jeng," ucap Ibu mencoba mencairkan suasana.
"Iya, terimakasih," jawab ibu dari Gama dan suaminya.
Risa yang tidak tahu apa-apa, hanya tersenyum penuh bahagia, akhirnya dia mendapatkan calon suami idaman.
"Akhhh!"
Rayna membanting beberapa bantal miliknya ke lantai. Hatinya begitu marah dan terluka. "Mereka tidak menyetujui hubunganku dengan Gama. Tapi, kenapa harus memilih kakakku untuk menjadi istri dari anaknya," gerutu Rayna, penuh kebencian.Wanita itu terlihat semakin putus asa dan lelah. Dia tidak menyangka, kalau calon suami dari kakaknya adalah pacarnya sendiri. Sesekali air matanya jatuh menetes membasahi kedua pipinya."Rayna ... Rayna ... gini amat nasibmu," ucapnya sambil menatap wajah sendiri di kaca cermin yang ada di hadapannya."Ray!" panggil ibu dari balik pintu."Iya, Bu." jawab Rayna begitu malas.Ibu pun masuk dan mendekati putrinya yang saat ini sedang duduk termenung di depan meja rias."Keluarganya Nak Pragama, mau pamit tuh. Temui dulu, nggak enak," ucap Ibu sambil mengusap lembut pundak putrinya."Gama, Bu. Namanya Gama!" tegas Rayna yang keceplosan, karena kesal."Kamu ini, hati-hati memanggil calon kakak iparmu. Namanya Pragama. Dari mana kamu punya panggilan sendir
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
"Dia bersama dengan seorang pria, pergi menuju bandara," ucap ayah terbata-bata. Sontak jawaban dari pria paruh baya itu membuat ibu dan Risa terkejut. Mereka berdua saling menatap dan menggeleng. "Siapa pria itu? tanya ibu kepada Risa, dan putrinya itu pun hanya menggeleng lemah. Mereka bergegas pergi meninggalkan rumah, menuju bandara. Secepat mungkin Risa mengendarai mobilnya menuju tempat di mana adik dan teman prianya itu berada. "Pelan-pelan, Ris." ucap ibu yang saat ini berada satu mobil dengan Risa. "Risa sangat penasaran, Bu. Saat ini Rayna dengan siapa? Kenapa dia bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kita," ucap Risa dengan wajah begitu panik. Dua puluh lima menit berlalu, mobil merah maroon itu sudah terparkir rapi. Dengan cepat, kedua wanita itu berjalan menyusuri bandara. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rayna."Di mana dia," gumam Risa yang semakin panik. Di tengah kepanikan itu, ponsel Risa berdering, panggilan dari Gama membuatnya sedikit le
Tanya ayah kepada Rayna. "Dia teman Rayna, Yah," jawab Rayna yang langsung berlalu dari hadapan ayahnya. "Sudah, Yah. Jangan marah-marah dulu. Biarkan Rayna tenang dulu." sahut Ibu juga ikut berlalu mengikuti putrinya. Tidak lama, masuklah Gama bersama istrinya. "Maafkan Rayna, dia masih kekanak-kanakan. Karena ulahnya, membuat Kalian berdua ikut kerepotan," ucap Ayah kepada Gama dan juga Risa. "Tidak apa-apa, Yah. Bagaimanapun, dia juga tanggung jawab kami," sahut Gama, membuat istrinya tersenyum bahagia. Risa merasa hidupnya sangat sempurna setelah menikah dengan Gama, seorang pria yang baik hati dan penuh cinta. "Apakah kamu mau minum sesuatu?" tanya Risa kepada suaminya. "Terserah," jawab pria itu sambil tersenyum. Risa pun langsung bergegas ke dapur membuatkan jus jambu untuk suaminya. "Untuk siapa, Kak?" tanya Rayna yang kebetulan juga ke dapur. "Untuk, Mas Gama." jawab Risa. "Bukannya ... Kak Gama tidak suka jus jambu," jawab Rayna yang keceplosan. "Kok kamu tahu, k
Tidak sengaja Risa melihat suami dan adiknya sedang berada di dalam satu kamar. "Aku mau mengambil minyak oles yang kemarin malam dipinjam oleh Rayna." ucap Gama sedikit terbata-bata. "Kenapa kamu tidak ngomong langsung kepadaku. Biar aku saja yang mengambilkannya," sahut Risa masih dengan wajah santainya. "Kakak," lirih Rayna melihat aneh pada kakaknya. "Kamu juga, lain kali hati-hati. Jangan menggunakan sandal di dalam kamar. Kepleset kan, jadinya. Untung ada Kakak iparmu yang menjaga. Coba kalau tidak, bagaimana nasibmu," ucap Risa membuat Rayna dan gama saling menatap. "Baiklah Ayo kita kembali ke kamar, Mas," ajak Risa kepada suaminya. Gama pun berlalu dari kamar Rayna. Sesekali dia menoleh ke belakang karena khawatir. Rayna kini duduk termenung menatap dirinya dalam kaca. Wajah cantik dengan rambut ikal menjadi daya tarik tersendiri bagi Gama. Selain itu sikapnya yang ceria, membuat pria tampan itu tidak bisa beralih ke lain hati. Gama terlihat bingung dengan sikap istriny
Gama langsung beranjak dari kursinya. Dia pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Karena bingung, Risa pun menghentikan aktivitasnya dan berjalan mengikuti suaminya yang saat ini menuju garasi rumah. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Risa kebingungan. "Aku mau keluar sebentar, ada urusan dengan tim seleksi di kampus. Nanti aku hubungi kamu lagi," jawab Gama yang langsung berlalu begitu saja.Risa hanya berdiri mematung, menatap kepergian suaminya. Dia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Gama saat ini. Setelah suaminya tidak terlihat lagi, Risa pun kembali masuk ke dalam rumah. Tidak sengaja, Risa berpapasan dengan Rayna yang juga ingin pergi. "Loh, kamu mau ke mana, Ray?" tanya Risa sedikit penasaran."Aku ada janji dengan teman, Kak." jawab Rayna santai. "Oh ... gitu, ya." sahut Risa setengah canggung. Rayna pun langsung berlalu dari kakaknya. Dia pergi keluar untuk mencari taksi. Setelah beberapa saat menanti, lewatlah taksi dan membawanya ke suatu tempat. Setelah satu
Risa pun mengambil dompet yang saat ini ada foto seseorang. "Maaf, aku tidak tau kalau dompetnya terjatuh," ucap Gama yang langsung mengambil dompet tersebut dari tangan istrinya. Risa hanya bisa tersenyum kecut dan mengangguk. Dalam hatinya begitu penasaran dengan foto yang barusan di lihatnya. Di tengah kebingungannya, Risa terkejut saat suaminya memanggil. Gama mencari baju tidur yang biasa dia pakai. "Ya ampun, Mas. Aku lupa belum mencucinya. Kamu bisa pakai yang lain dulu. Memangnya, kenapa sih dengan baju itu? Perasaan, kamu dan Rayna memiliki kesukaan yang sama," sahut Risa sambil mencarikan pakaian tidur untuk suaminya. "Sama? Sama bagaimana maksudnya?" tanya Gama sedikit terkejut. "Iya, dia sangat suka karakter lucu seperti kamu. Lihat tuh, pakaian tidur aja kalian sama," jawab Risa sambil terkekeh. "Oh," sahut Gama sedikit canggung. Setelah Gama mengenakan baju tidur, Risa kembali merapat ke pelukan Gama yang gagah. Saat itu, Gama sedang bersiap untuk tidur setelah s
Keduanya langsung tergelak tiada henti saat melihat alarm di ponsel masing-masing berbunyi. Ternyata, mereka memiliki waktu alarm yang bersamaan."Kamu Pasang alarm untuk apa?" tanya Rayna kepada mantan kekasihnya itu. "Biasanya jam segini, aku ada kelas. Yah, untuk pengingat saja. Agar aku tidak lupa, makanya buat alarm." jelas Gama dengan wajah santainya. "Ada kelas,"sahut Rayna sedikit bingung. "Kamu lupa, bagaimana kerjanya dosen. Kadang kita ada kelas lain, kelas tambahan, sampai pindah jam lagi. Bukannya kita pernah bertatap muka di jam delapan malam," sahut Gama membuat Rayna terkekeh dan memukul pundak pria itu.Tiba-tiba terdengar suara perut Rayna yang keroncongan, membuat Gama tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kamu mau ke mana?" tanya Rayna kepada Gama, yang beranjak dari kursinya. "Ingin membuat sesuatu, untuk mengisi perutmu yang sudah berteriak itu," sahut Gama, yang membuat Rayna tersenyum dan menggeleng. Kini Rayna mengekor di belakang suami dari kakaknya i
Gama langsung beranjak dari kursinya. Dia pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Karena bingung, Risa pun menghentikan aktivitasnya dan berjalan mengikuti suaminya yang saat ini menuju garasi rumah. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Risa kebingungan. "Aku mau keluar sebentar, ada urusan dengan tim seleksi di kampus. Nanti aku hubungi kamu lagi," jawab Gama yang langsung berlalu begitu saja.Risa hanya berdiri mematung, menatap kepergian suaminya. Dia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Gama saat ini. Setelah suaminya tidak terlihat lagi, Risa pun kembali masuk ke dalam rumah. Tidak sengaja, Risa berpapasan dengan Rayna yang juga ingin pergi. "Loh, kamu mau ke mana, Ray?" tanya Risa sedikit penasaran."Aku ada janji dengan teman, Kak." jawab Rayna santai. "Oh ... gitu, ya." sahut Risa setengah canggung. Rayna pun langsung berlalu dari kakaknya. Dia pergi keluar untuk mencari taksi. Setelah beberapa saat menanti, lewatlah taksi dan membawanya ke suatu tempat. Setelah satu
Tidak sengaja Risa melihat suami dan adiknya sedang berada di dalam satu kamar. "Aku mau mengambil minyak oles yang kemarin malam dipinjam oleh Rayna." ucap Gama sedikit terbata-bata. "Kenapa kamu tidak ngomong langsung kepadaku. Biar aku saja yang mengambilkannya," sahut Risa masih dengan wajah santainya. "Kakak," lirih Rayna melihat aneh pada kakaknya. "Kamu juga, lain kali hati-hati. Jangan menggunakan sandal di dalam kamar. Kepleset kan, jadinya. Untung ada Kakak iparmu yang menjaga. Coba kalau tidak, bagaimana nasibmu," ucap Risa membuat Rayna dan gama saling menatap. "Baiklah Ayo kita kembali ke kamar, Mas," ajak Risa kepada suaminya. Gama pun berlalu dari kamar Rayna. Sesekali dia menoleh ke belakang karena khawatir. Rayna kini duduk termenung menatap dirinya dalam kaca. Wajah cantik dengan rambut ikal menjadi daya tarik tersendiri bagi Gama. Selain itu sikapnya yang ceria, membuat pria tampan itu tidak bisa beralih ke lain hati. Gama terlihat bingung dengan sikap istriny
Tanya ayah kepada Rayna. "Dia teman Rayna, Yah," jawab Rayna yang langsung berlalu dari hadapan ayahnya. "Sudah, Yah. Jangan marah-marah dulu. Biarkan Rayna tenang dulu." sahut Ibu juga ikut berlalu mengikuti putrinya. Tidak lama, masuklah Gama bersama istrinya. "Maafkan Rayna, dia masih kekanak-kanakan. Karena ulahnya, membuat Kalian berdua ikut kerepotan," ucap Ayah kepada Gama dan juga Risa. "Tidak apa-apa, Yah. Bagaimanapun, dia juga tanggung jawab kami," sahut Gama, membuat istrinya tersenyum bahagia. Risa merasa hidupnya sangat sempurna setelah menikah dengan Gama, seorang pria yang baik hati dan penuh cinta. "Apakah kamu mau minum sesuatu?" tanya Risa kepada suaminya. "Terserah," jawab pria itu sambil tersenyum. Risa pun langsung bergegas ke dapur membuatkan jus jambu untuk suaminya. "Untuk siapa, Kak?" tanya Rayna yang kebetulan juga ke dapur. "Untuk, Mas Gama." jawab Risa. "Bukannya ... Kak Gama tidak suka jus jambu," jawab Rayna yang keceplosan. "Kok kamu tahu, k
"Dia bersama dengan seorang pria, pergi menuju bandara," ucap ayah terbata-bata. Sontak jawaban dari pria paruh baya itu membuat ibu dan Risa terkejut. Mereka berdua saling menatap dan menggeleng. "Siapa pria itu? tanya ibu kepada Risa, dan putrinya itu pun hanya menggeleng lemah. Mereka bergegas pergi meninggalkan rumah, menuju bandara. Secepat mungkin Risa mengendarai mobilnya menuju tempat di mana adik dan teman prianya itu berada. "Pelan-pelan, Ris." ucap ibu yang saat ini berada satu mobil dengan Risa. "Risa sangat penasaran, Bu. Saat ini Rayna dengan siapa? Kenapa dia bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kita," ucap Risa dengan wajah begitu panik. Dua puluh lima menit berlalu, mobil merah maroon itu sudah terparkir rapi. Dengan cepat, kedua wanita itu berjalan menyusuri bandara. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rayna."Di mana dia," gumam Risa yang semakin panik. Di tengah kepanikan itu, ponsel Risa berdering, panggilan dari Gama membuatnya sedikit le
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h