"Ah, jangan mengalihkan pembicaraan, Sena!" gertak Rayna.
"Aku tidak mengalihkan pembicaraanmu, Na. Tapi beneran aku melihat kakakmu," sahut Sena, membuat Rayna menoleh.
"Kakak, dengan siapa dia?" gumam Rayna.
"Mungkin kliennya," jawab Sena.
"Bisa jadi, jangan tampakkan wajah jelekmu, Sena. Kita pura-pura tidak tahu," bisik Rayna menarik tubuh temannya itu, agar tidak ketahuan oleh kakaknya.
"Seluruh dunia tahu, kalau aku adalah pria paling keren dan tampan di muka bumi ini. Hanya kamu seorang yang bilang aku jelek!" gertak Sena melotot tajam kearah Rayna.
"Nggak usah gitu amat, Sena. Biasa aja keles," ketus Rayan, sambil memasukkan kentang goreng ke mulutnya.
"Biasa. Kamu bilang aku harus biasa. Ingat ya, ucapanmu barusan merendahkan harga diri dan martabatku," bisik Sena dengan penuh percaya diri.
"Martabak aja, lebay banget," ketus Rayna.
"Martabat, Rayna! Bukan martabak! Kalau martabak mah, yang di gang lima itu enak," tegas Sena masih dengan berbisik.
"Pulang, beliin ya," jawab Rayna.
"Huh, giliran makanan aja, semangat," ketus Sena melengos malas.
Tidak lama, Risa bersama pria gagah dan tampan itu beranjak pergi dari kursinya. Mereka berdua terlihat sangat akrab dan serasi. Rayna yang melihatnya pun hanya tersenyum geli. Dia berpikir kalau itu adalah calon kakak iparnya nanti.
"Siapa sih, yang bareng kakakmu itu?" tanya Sena penasaran.
"Calon suaminya lah, ganteng, ya," sahut Rayna.
"Gantengan aku," ketus Sena.
Rayna hanya mengernyitkan keningnya penuh kesal. Sesekali Rayna melihat dalam wajah temannya itu, dalam hati Rayna, tidak memungkiri kalau Sena memang tampan. Tapi sayang, Sena bukanlah tipe Rayna yang Badas dan galak.
"Kamu nih, kelewat gila, ya," timpal Rayna lagi.
Sena hanya terkekeh melihat lucu wajah Rayna yang berubah merah padam menahan marah. Sesekali wanita cantik itu melengos kesal dari tatapan Sena.
"Urusan kita sudah selesai, kan. Apakah aku sudah boleh pergi?" tanya Rayna, membuat Sena tersedak.
"Bentar lagi napa. Kita sudah lama nggak jumpa," rengek Sena.
"Nggak usah banyak alasan. Aku masih ada banyak urusan," jawab Rayna dan beranjak pergi dari kursinya.
"Terus, ini semua, siapa yang bayarin?" tanya Sena serius.
"Ya ampun, Sena. Jangan bikin malu perusahaan, deh! Siapa yang ngajakin nongkrong di sini?"
"Aku," lirih Sena.
"Ya kamulah, yang bayarin!" tegas Rayna, mengundang puluhan pasang mata menatap ke arah mereka.
"Tuh, kan. Banyak yang lihatin kita. Gara-gara kamu, sih," bisik Sena.
"Yaudah, kita putus!" teriak Rayna yang pura-pura bertengkar dengan Sena sebagai kekasih.
"Loh, kok," jawab Sena kebingungan.
Sementara pengunjung lainnya terlihat prihatin dengan hubungan mereka. Tidak sedikit yang menyemangati Sena, karena aru saja di putusin okeh kekasihnya. Rasa empati mereka, membuat Sena risi dan panik.
"Apa mereka putus karena cowoknya matre, ya?" bisik salah seorang wanita dari meja sebelah.
"Bukan, tapi aku dengar tadi, si cowok minta di bayarin sama ceweknya. Makanya mereka putus," sambung temannya lagi.
"Suasana macam apa ini," gerutu Sena yang terlihat malu dan bingung. Pria tampan itu hanya menebar senyum kepada seluruh pengunjung kafe dan pergi menuju kasir.
Selesai melakukan pembayaran, Sena langsung menelpon Rayna. Dia ingin wanita cantik itu mempertanggung jawabkan atas perbuatannya barusan. Tapi sayang, Rayna memilih mematikan ponselnya. Dia masih ingin menenangkan diri.
****
"Cie ... yang habis kencan," ledek Rayna, saat melihat kakaknya baru saja pulang.
"Apaan sih, siapa juga yang kencan," ketus Risa.
"Nggak usah malu untuk mengakui. Barusan Rayna lihat dengan mata kepala sendiri kok, kalau Kak Risa sedang berduaan di sebuah kafe," ledek Rayna lagi.
"Kok kamu tahu, kalau aku tadi ke kafe?" tanya Risa.
"Jadi bener, kan. Kalau Kakak tadi kencan buta. Tenang, Kak. Aku sudah restuin kok. Dia sangat tampan," bisik Rayna kegirangan.
"Jadi, kamu tadi kencan dengan, Nak Praga?" tanya ibu yang tiba-tiba datang.
"Praga, siapa? Orang Risa ketemu klien. Itu tadi Pak Rifki. Dia datang untuk memesan beberapa model gaun, yang akan digunakan keluarganya nanti, saat acara resepsi pernikahannya." jelas Risa.
"Oh, jadi gitu ceritanya. Kirain jalan dengan, Nak Praga." sahut ibu.
"Kalian ini, ada-ada aja," ucap Risa, sambil nyelonong masuk.
Rayna hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, sementara ibu terus menatap putri bungsunya itu yang terus cengengesan.
"Lain kali, cari sumber informasi yang akurat," bisik ibu dan pergi.
"Hah, kalau dia hanya klien. Terus, wajah calon Kakak iparku, seperti apa, dong," batin Rayna, sambil berjalan masuk menuju kamarnya.
Dilemparkan tubuh mungil itu ke atas tempat tidur kesayangannya. Rasanya hari ini begitu melelahkan bagi Rayna. Sesekali dia mengambil nafas panjang untuk mengimbangi rasa yang meluap di dalam dadanya.
"Hah, bosen banget," gumam Rayna, sambil menggeser kontak telepon di ponselnya.
"Aku sangat penasaran dengan calonnya, Kakak," batin Rayna, sambil terus membayangkan wajah calon kakak iparnya.
Setelah lama menyendiri, Rayna akhirnya berjalan keluar kamar. Dia mengintip tudung nasi yang ada di atas meja makan. Pelan-pelan dia mulai membuka dan siap menyantapnya. Kebetulan perutnya sudah keroncongan sejak tadi karena lapar.
"Hayo, mau makan sendiri!" gertak Risa yang melihat adiknya itu membuka penutup nasi.
"Kakak, ngagetin aja. Lapar nih, mau makan," ketus Rayna, membuat tergelak Risa.
Dengan wajah cemberutnya, Rayna mulai menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Ya!" Tiba-tiba Risa menerima panggilan dari seseorang yang membuat wajah cantiknya bersinar riang.
"Kenapa, seneng banget?" tanya Rayna yang melihat kakaknya itu senyum-senyum sendirian.
"Kakak mau keluar sebentar. Ini yang dinamakan kencan buta," bisik Risa, membuat Rayna melongo.
"Dasar, abg tua!" teriak Rayna yang masih fokus dengan piringnya.
Risa langsung bersiap dan mempercantik diri, karena Gama mengajaknya bertemu di sebuah rumah makan yang cukup terkenal di pusat kota, sore ini.
"Aku berangkat dulu, ya. Tolong sampaikan pamitku pada, Ibu," ucap Risa yang langsung nyelonong pergi.
"Dasar abg tua," gerutu Rayna.
Setelah selesai makan, Rayna membawa piring kotornya ke dapur. Di sana terlihat ibu sedang membersihkan dapur dan sekitarnya. Sambil berdehem, Rayna mendekati ibunya.
"Ibu, Kak Risa barusan keluar lagi," ucap Rayna sambil menaruh piring kotornya.
"Kemana? Kok nggak pamit dengan, Ibu?" tanya ibu.
"Maklum, calon iparku telepon. Makanya dia kegirangan dan lupa sama, Ibu," jawab Rayna.
"Nak Praga menghubungi Risa?" tanya ibu lagi terlihat senang.
"Iya, Ibu juga. Biasa aja kali," ketus Rayna.
"Kamu jangan iri gitu. Berdoa aja, semoga kamu dapat suami yang baik dan ganteng seperti Nak Praga," sambung ibu.
"Siapa juga yang iri. Rayna hanya heran aja, ternyata cinta bisa merubah yang tua menjadi muda," lirih Rayna.
Ibu pun terkekeh mendengar celotehan dari putrinya itu. Wanita ramah itu pun menghampiri Rayna, lalu memeluknya.
"Doa Ibu, selalu untuk putri-putriku tercinta ini," lirih ibu sambil terus memeluk tubuh Rayna.
"Ibu, terimakasih selalu ada untuk kita," lirih Rayna. Yang di balas senyuman dan ciuman dari wanita paruh baya itu.
****
Risa melambai menyapa Gama yang baru saja sampai di depan restoran Anata. Wanita itu penuh antusias menyambut kedatangan calon suaminya.
"Hai, apa kabar?" sapa Risa dengan nada lembut.
"Hai juga. Kabarku baik. Bagaimana dengan kamu?" Gama balik bertanya.
"Baik."
"Kamu pesan saja dulu," ucap Gama menyodorkan buku menu kepada Risa.
"Oke ... kamu mau apa?" tanya Risa, sambil memilih-milih menu.
"Apa aja, yang penting jangan seafood," jawab Gama
"Oh, baiklah."
"Risa, sebelumnya aku mau minta maaf kalau ini terlihat lancang. Maksud pertemuan kita sore ini. Aku hanya ingin menyampaikan kalau aku tidak ...."
"Aku kenapa?" tanya Risa yang tidak mau lagi berbasa-basi."Aku tidak mau menunda lagi pernikahan kita. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Gama terlihat mantap mengungkapkannya. Sontak pernyataan dari mulut pria tampan itu, membuat Risa langsung tersipu malu. "Apakah kamu terkejut dengan pernyataanku ini?" tanya Gama lagi.Risa menatap wajah tampan Gama. Dia masih belum percaya, kalau pria tampan yang ada di hadapannya ini sedang melamarnya."Hmm ... gimana ya? Apakah hatimu sudah matang?" tanya Risa dengan wajah serius."Ayah dan Ibu, memintaku untuk segera melamarmu, sebelum terlambat," sahut Gama."Ayah dan Ibu? Jadi kamu melamarku karena perintah kedua orang tuamu!" gertak Risa sambil tersenyum sinis."Maaf, Ris. Tapi ... jodohku ada di tangan mereka berdua. Siapapun pilihan mereka, berarti dialah jodohku," sahut Gama, membuat Risa tergelak."Hah, jadi kesannya kamu itu menikahiku karena terpaksa, ya," sambung Risa, membuat Gama terdiam dan menatap wanita yang ada di hadapannya
Rayna membanting beberapa bantal miliknya ke lantai. Hatinya begitu marah dan terluka. "Mereka tidak menyetujui hubunganku dengan Gama. Tapi, kenapa harus memilih kakakku untuk menjadi istri dari anaknya," gerutu Rayna, penuh kebencian.Wanita itu terlihat semakin putus asa dan lelah. Dia tidak menyangka, kalau calon suami dari kakaknya adalah pacarnya sendiri. Sesekali air matanya jatuh menetes membasahi kedua pipinya."Rayna ... Rayna ... gini amat nasibmu," ucapnya sambil menatap wajah sendiri di kaca cermin yang ada di hadapannya."Ray!" panggil ibu dari balik pintu."Iya, Bu." jawab Rayna begitu malas.Ibu pun masuk dan mendekati putrinya yang saat ini sedang duduk termenung di depan meja rias."Keluarganya Nak Pragama, mau pamit tuh. Temui dulu, nggak enak," ucap Ibu sambil mengusap lembut pundak putrinya."Gama, Bu. Namanya Gama!" tegas Rayna yang keceplosan, karena kesal."Kamu ini, hati-hati memanggil calon kakak iparmu. Namanya Pragama. Dari mana kamu punya panggilan sendir
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
"Dia bersama dengan seorang pria, pergi menuju bandara," ucap ayah terbata-bata. Sontak jawaban dari pria paruh baya itu membuat ibu dan Risa terkejut. Mereka berdua saling menatap dan menggeleng. "Siapa pria itu? tanya ibu kepada Risa, dan putrinya itu pun hanya menggeleng lemah. Mereka bergegas pergi meninggalkan rumah, menuju bandara. Secepat mungkin Risa mengendarai mobilnya menuju tempat di mana adik dan teman prianya itu berada. "Pelan-pelan, Ris." ucap ibu yang saat ini berada satu mobil dengan Risa. "Risa sangat penasaran, Bu. Saat ini Rayna dengan siapa? Kenapa dia bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kita," ucap Risa dengan wajah begitu panik. Dua puluh lima menit berlalu, mobil merah maroon itu sudah terparkir rapi. Dengan cepat, kedua wanita itu berjalan menyusuri bandara. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rayna."Di mana dia," gumam Risa yang semakin panik. Di tengah kepanikan itu, ponsel Risa berdering, panggilan dari Gama membuatnya sedikit le
Tanya ayah kepada Rayna. "Dia teman Rayna, Yah," jawab Rayna yang langsung berlalu dari hadapan ayahnya. "Sudah, Yah. Jangan marah-marah dulu. Biarkan Rayna tenang dulu." sahut Ibu juga ikut berlalu mengikuti putrinya. Tidak lama, masuklah Gama bersama istrinya. "Maafkan Rayna, dia masih kekanak-kanakan. Karena ulahnya, membuat Kalian berdua ikut kerepotan," ucap Ayah kepada Gama dan juga Risa. "Tidak apa-apa, Yah. Bagaimanapun, dia juga tanggung jawab kami," sahut Gama, membuat istrinya tersenyum bahagia. Risa merasa hidupnya sangat sempurna setelah menikah dengan Gama, seorang pria yang baik hati dan penuh cinta. "Apakah kamu mau minum sesuatu?" tanya Risa kepada suaminya. "Terserah," jawab pria itu sambil tersenyum. Risa pun langsung bergegas ke dapur membuatkan jus jambu untuk suaminya. "Untuk siapa, Kak?" tanya Rayna yang kebetulan juga ke dapur. "Untuk, Mas Gama." jawab Risa. "Bukannya ... Kak Gama tidak suka jus jambu," jawab Rayna yang keceplosan. "Kok kamu tahu, k
Tidak sengaja Risa melihat suami dan adiknya sedang berada di dalam satu kamar. "Aku mau mengambil minyak oles yang kemarin malam dipinjam oleh Rayna." ucap Gama sedikit terbata-bata. "Kenapa kamu tidak ngomong langsung kepadaku. Biar aku saja yang mengambilkannya," sahut Risa masih dengan wajah santainya. "Kakak," lirih Rayna melihat aneh pada kakaknya. "Kamu juga, lain kali hati-hati. Jangan menggunakan sandal di dalam kamar. Kepleset kan, jadinya. Untung ada Kakak iparmu yang menjaga. Coba kalau tidak, bagaimana nasibmu," ucap Risa membuat Rayna dan gama saling menatap. "Baiklah Ayo kita kembali ke kamar, Mas," ajak Risa kepada suaminya. Gama pun berlalu dari kamar Rayna. Sesekali dia menoleh ke belakang karena khawatir. Rayna kini duduk termenung menatap dirinya dalam kaca. Wajah cantik dengan rambut ikal menjadi daya tarik tersendiri bagi Gama. Selain itu sikapnya yang ceria, membuat pria tampan itu tidak bisa beralih ke lain hati. Gama terlihat bingung dengan sikap istriny
Risa pun mengambil dompet yang saat ini ada foto seseorang. "Maaf, aku tidak tau kalau dompetnya terjatuh," ucap Gama yang langsung mengambil dompet tersebut dari tangan istrinya. Risa hanya bisa tersenyum kecut dan mengangguk. Dalam hatinya begitu penasaran dengan foto yang barusan di lihatnya. Di tengah kebingungannya, Risa terkejut saat suaminya memanggil. Gama mencari baju tidur yang biasa dia pakai. "Ya ampun, Mas. Aku lupa belum mencucinya. Kamu bisa pakai yang lain dulu. Memangnya, kenapa sih dengan baju itu? Perasaan, kamu dan Rayna memiliki kesukaan yang sama," sahut Risa sambil mencarikan pakaian tidur untuk suaminya. "Sama? Sama bagaimana maksudnya?" tanya Gama sedikit terkejut. "Iya, dia sangat suka karakter lucu seperti kamu. Lihat tuh, pakaian tidur aja kalian sama," jawab Risa sambil terkekeh. "Oh," sahut Gama sedikit canggung. Setelah Gama mengenakan baju tidur, Risa kembali merapat ke pelukan Gama yang gagah. Saat itu, Gama sedang bersiap untuk tidur setelah s
Keduanya langsung tergelak tiada henti saat melihat alarm di ponsel masing-masing berbunyi. Ternyata, mereka memiliki waktu alarm yang bersamaan."Kamu Pasang alarm untuk apa?" tanya Rayna kepada mantan kekasihnya itu. "Biasanya jam segini, aku ada kelas. Yah, untuk pengingat saja. Agar aku tidak lupa, makanya buat alarm." jelas Gama dengan wajah santainya. "Ada kelas,"sahut Rayna sedikit bingung. "Kamu lupa, bagaimana kerjanya dosen. Kadang kita ada kelas lain, kelas tambahan, sampai pindah jam lagi. Bukannya kita pernah bertatap muka di jam delapan malam," sahut Gama membuat Rayna terkekeh dan memukul pundak pria itu.Tiba-tiba terdengar suara perut Rayna yang keroncongan, membuat Gama tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kamu mau ke mana?" tanya Rayna kepada Gama, yang beranjak dari kursinya. "Ingin membuat sesuatu, untuk mengisi perutmu yang sudah berteriak itu," sahut Gama, yang membuat Rayna tersenyum dan menggeleng. Kini Rayna mengekor di belakang suami dari kakaknya i
Gama langsung beranjak dari kursinya. Dia pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Karena bingung, Risa pun menghentikan aktivitasnya dan berjalan mengikuti suaminya yang saat ini menuju garasi rumah. "Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Risa kebingungan. "Aku mau keluar sebentar, ada urusan dengan tim seleksi di kampus. Nanti aku hubungi kamu lagi," jawab Gama yang langsung berlalu begitu saja.Risa hanya berdiri mematung, menatap kepergian suaminya. Dia tidak tahu apa yang sedang disembunyikan oleh Gama saat ini. Setelah suaminya tidak terlihat lagi, Risa pun kembali masuk ke dalam rumah. Tidak sengaja, Risa berpapasan dengan Rayna yang juga ingin pergi. "Loh, kamu mau ke mana, Ray?" tanya Risa sedikit penasaran."Aku ada janji dengan teman, Kak." jawab Rayna santai. "Oh ... gitu, ya." sahut Risa setengah canggung. Rayna pun langsung berlalu dari kakaknya. Dia pergi keluar untuk mencari taksi. Setelah beberapa saat menanti, lewatlah taksi dan membawanya ke suatu tempat. Setelah satu
Tidak sengaja Risa melihat suami dan adiknya sedang berada di dalam satu kamar. "Aku mau mengambil minyak oles yang kemarin malam dipinjam oleh Rayna." ucap Gama sedikit terbata-bata. "Kenapa kamu tidak ngomong langsung kepadaku. Biar aku saja yang mengambilkannya," sahut Risa masih dengan wajah santainya. "Kakak," lirih Rayna melihat aneh pada kakaknya. "Kamu juga, lain kali hati-hati. Jangan menggunakan sandal di dalam kamar. Kepleset kan, jadinya. Untung ada Kakak iparmu yang menjaga. Coba kalau tidak, bagaimana nasibmu," ucap Risa membuat Rayna dan gama saling menatap. "Baiklah Ayo kita kembali ke kamar, Mas," ajak Risa kepada suaminya. Gama pun berlalu dari kamar Rayna. Sesekali dia menoleh ke belakang karena khawatir. Rayna kini duduk termenung menatap dirinya dalam kaca. Wajah cantik dengan rambut ikal menjadi daya tarik tersendiri bagi Gama. Selain itu sikapnya yang ceria, membuat pria tampan itu tidak bisa beralih ke lain hati. Gama terlihat bingung dengan sikap istriny
Tanya ayah kepada Rayna. "Dia teman Rayna, Yah," jawab Rayna yang langsung berlalu dari hadapan ayahnya. "Sudah, Yah. Jangan marah-marah dulu. Biarkan Rayna tenang dulu." sahut Ibu juga ikut berlalu mengikuti putrinya. Tidak lama, masuklah Gama bersama istrinya. "Maafkan Rayna, dia masih kekanak-kanakan. Karena ulahnya, membuat Kalian berdua ikut kerepotan," ucap Ayah kepada Gama dan juga Risa. "Tidak apa-apa, Yah. Bagaimanapun, dia juga tanggung jawab kami," sahut Gama, membuat istrinya tersenyum bahagia. Risa merasa hidupnya sangat sempurna setelah menikah dengan Gama, seorang pria yang baik hati dan penuh cinta. "Apakah kamu mau minum sesuatu?" tanya Risa kepada suaminya. "Terserah," jawab pria itu sambil tersenyum. Risa pun langsung bergegas ke dapur membuatkan jus jambu untuk suaminya. "Untuk siapa, Kak?" tanya Rayna yang kebetulan juga ke dapur. "Untuk, Mas Gama." jawab Risa. "Bukannya ... Kak Gama tidak suka jus jambu," jawab Rayna yang keceplosan. "Kok kamu tahu, k
"Dia bersama dengan seorang pria, pergi menuju bandara," ucap ayah terbata-bata. Sontak jawaban dari pria paruh baya itu membuat ibu dan Risa terkejut. Mereka berdua saling menatap dan menggeleng. "Siapa pria itu? tanya ibu kepada Risa, dan putrinya itu pun hanya menggeleng lemah. Mereka bergegas pergi meninggalkan rumah, menuju bandara. Secepat mungkin Risa mengendarai mobilnya menuju tempat di mana adik dan teman prianya itu berada. "Pelan-pelan, Ris." ucap ibu yang saat ini berada satu mobil dengan Risa. "Risa sangat penasaran, Bu. Saat ini Rayna dengan siapa? Kenapa dia bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada kita," ucap Risa dengan wajah begitu panik. Dua puluh lima menit berlalu, mobil merah maroon itu sudah terparkir rapi. Dengan cepat, kedua wanita itu berjalan menyusuri bandara. Mereka celingak-celinguk mencari keberadaan Rayna."Di mana dia," gumam Risa yang semakin panik. Di tengah kepanikan itu, ponsel Risa berdering, panggilan dari Gama membuatnya sedikit le
"Rayna," ucap Risa yang saat ini membukakan pintu kamarnya. Mendengar kata, Rayna. Gama pun langsung terbangun. "Aku mau pinjam minyak oles punya Kakak. Punyaku entah kemana," ucap Rayna. "Oh ... sebentar, Kakak ambilkan dulu," jawab Risa yang kini berjalan mengambilkan minyak oles yang biasa dia gunakan. "Maafkan aku mengganggu istirahat kalian," ketus Rayna dan berlalu dari kamar kakaknya. Risa hanya tersenyum dan menggeleng. Kini dia menutup kembali pintu kamarnya."Maafkan Reyna. Dia mengganggu tidurmu," ucap Risa yang kini sudah kembali menaiki tempat tidurnya. Gama tidak menjawab ucapan dari Risa. Pria tampan itu kembali berbaring dan membelakangi istrinya lagi. Keadaan itu, membuat Risa sedikit canggung dan sedih. "Kamu kenapa? Aku lihat, sejak tadi wajahmu berubah murung dan banyak diam. Apa kamu menyesal menikah denganku?" tanya Risa sedikit ragu. "Ini sudah malam, tidak usah berpikir yang aneh-aneh. Mendingan sekarang kamu istirahat saja," jawab Gama Risa tidak mau m
Ibu dari Gama, memanggil putranya yang saat ini masih berdiri mematung menatap kepergian Rayna. "Ibu," sahut Gama menoleh kearah wanita paruh baya yang saat ini sedang berjalan menghampirinya."Kamu ngapain di sini? Kamu sudah ditungguin Risa dan orang tuanya, tuh. Malah ngelamun di sini?" tanya Ibu dengan wajah marahnya. "Maafkan aku, Bu." jawab Gama yang langsung berlalu dari hadapan ibunya. Pria tampan itu berjalan gagah menuju meja akad nikahnya, bersama Risa. Semua tamu undangan duduk dengan khidmat, menyaksikan proses akad nikah yang saat ini sedang berlangsung. Seorang penghulu, mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Tapi pria itu masih terdiam dan melamun, membuat Risa yang saat ini melihatnya langsung menyenggol lengan calon suaminya itu. "Gamma," bisik Risa.Sontak pria tampan itu terkejut dan tersadar dari lamunannya. Sekali lagi penghulu mengucapkan ikrar janji pernikahan kepada Gama. Dengan tegas kekasih dari Rayna itu menjawab dan mengikrarkan janji suci per
Gamma memilih pergi meninggalkan kedua orang tuanya, dia kini duduk merenung di dalam kamarnya. Pikirannya gundah, kacau, dan berantakan. Dia bingung dengan keputusannya saat ini, kembali dia melihat ponsel miliknya, nomor yang tidak dikenal kembali menghubunginya. Tapi Gama memilih membiarkan panggilan tersebut, karena dia mengira itu adalah Rayna. Sementara di luar kamar, kedua orang tua dari Gama, sedikit bertengkar. Ayah Gama ingin putranya itu segera menikah dalam waktu dekat ini. Sementara Ibu menghargai keputusan dari keluarga Risa yang ingin menikahkan Risa dengan putranya, dua bulan ke depan. "Pokoknya bulan ini, Gamma dan Risa harus segera menikah. Aku akan bilang kepada keluarga Risa, kalau pernikahan harus segera digelar," ucap Bapak Gama kepada istrinya. "Terserah kamu, Pak. Yang penting mereka setuju dengan keputusan kita," jawab ibu kepada pria berwajah galak itu. "Setelah menikah, aku ingin mereka berdua tinggal di apartemen. Besok aku akan carikan apartemen untuk h