PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 35"Emily, mau kemana?"Aku terdiam sejenak. Suara Bang Arga menghentikan langkahku. Jam tujuh malam, dan aku berjanji akan datang kesana lagi. Berjanji pada diriku sendiri. Sekali lagi sebelum dia pergi."Aku ada janji sama Riana, Bang. Sudah pamit Mama tadi."Ya Allah, maafkan Emi karena bohong. Tapi aku tak bisa memberikan alasan sebenarnya pada Bang Arga kali ini.Bang Arga menghembuskan nafas. "Mau pergi sama Riana aja kok tegang gitu. Sini Abang anter.""Eehh, nggak usah, Bang. Ini… emm.. Urusan cewek. Riana minta dianterin beli underwear." Mata Bang Arga membola, lalu sejenak kemudian dia tertawa."Ya udah deh. Naik mobil saja ya, takut hujan.""Siap, Bang.""Salam buat Riana."Sesaat, aku terpaku. Aku memandang wajah Bang Arga dalam-dalam. Bang Arga menghela nafas, lalu menarikku duduk di teras. Kami memandang langit yang kelabu. Bintang-bintang yang di hari cerah bertaburan menghiasi langit, hari ini bersembunyi entah dimana. Sementara itu, bulan h
Aku menatap mobil Hi-ace putih yang membawa Winda bersama Adit dan Mbak Nurul, meluncur membelah jalanan. Malam ini juga, mereka berdua pergi mengantarkan Winda ke suatu tempat yang akan menjadi wasilah kesembuhannya. Ya. Aku sangat yakin Winda akan sembuh. Dia tidak gila, dia hanya depresi karena tekanan dan obat yang sengaja dijejalkan oleh orang tuanya. Dan aku yakin, dengan izin Allah, dia akan sembuh. Dan disana, Winda akan lahir kembali sebagai Winda yang baru.Mas Arfan menggandeng tanganku, menuju mobil setelah mengunci pintu rumah yang kini kosong. Besok, pengurus rumah akan datang untuk membersihkan rumah dan merawat ikan mas koi di belakang."Aku pulang sendiri aja Mas. Nggak usah dianter."Mas Arfan menggeleng tegas. Dia membuka pintu penumpang mobilku, mobil pesangon darinya, dan menyuruhku naik. Dia lalu berjalan memutar dan naik ke kursi sopir."Nanti pulangnya gimana?""Gampang. Nggak usah mikirin aku, Emi. Yang penting aku melihat kamu pulang dan masuk ke rumah dalam
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 36"SEKARANG?!"Seruan itu bukan hanya keluar dari mulutku, tapi juga dari mulut Mama, yang tiba-tiba saja datang, berjalan tergesa-gesa dari dalam, menyeruak tubuh Bang Arga dan berdiri di hadapan kami, melotot."Memangnya apa yang sudah kalian lakukan?"Tanya Mama kemudian, tatapannya menuduh, bolak balik antara aku dan Mas Arfan.Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, merasa terjebak pada situasi yang menggelikan ini. Terasa seperti ada kupu-kupu tengah mengepakkan sayap di perutku. Geli dan membuatku gelisah. Oh, Bang Arga baru melihat Mas Arfan mengusap kepalaku saja, dia langsung menyuruh kami menikah. Aku merinding. Aku memang ingin menikah dengannya, tapi usiaku baru dua puluh dua."Emily Cahaya Dinata!""Eehh, iya Ma…""Apa yang terjadi dengan kalian? Apa yang kamu lakukan sehingga Abangmu menyuruh kalian segera menikah?""Nggak ngapa-ngapain, Ma. Cuma…"Duh, kenapa aku jadi gugup begini sih? Aku kan tadi nggak ngapa-ngapain? Cuma…"Mas Arfan cuma usa
"Yeayyy! Emi akhirnya kawin!"Riana bersorak-sorai saat dia datang ke rumahku keesokan harinya. Kami sedang berbaring di atas karpet, tengkurap sambil ngobrol kesana kemari."Hussyy berisik ih. Jangan keras-keras deh kamu, Na."Dia malah ngakak. "Bilang Bos, tolong angkat aku jadi asistennya aja deh. Eh, asistenmu.""Asisten rumah tangga?""Yah, nggak jadi lah." Dia mengubah posisi tubuhnya menjadi telentang. Aku tertawa."Kerja yang bagus, Non. Pasti karirmu bakalan naik.""Hu'um ya. Pak Arfan semuda itu aja sudah dipercaya pegang perusahaan besar. Emang bokapnya kemana?""Bapaknya pensiun dini. Kabarnya sih beliau punya penyakit berat jadi hanya kerja di belakang layar. Penasihat kayaknya.""Oh ya benar. Jadi, aku bakalan dikasih seragam bridesmaid kan? Ungu ya."Hahaha… aku tertawa. "Terserah aku dong. Dan yang jelas aku nggak suka warna ungu." Aku meleletkan lidah. Riana lemas lagi.Tok… tok… tok…"Emi? Dek?!"Suara Bang Arga di depan pintu. Aku bangkit dari karpet dan membuka da
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 37"Emily."Aku tersenyum, bagaimanapun, dia calon Mama mertuaku kan?"Tante, kebetulan lewat? Silahkan mampir Tante."Tante Rose melirik ke teras rumahku, pada pintunya yang masih terbuka. Mungkin berusaha menembus ke kedalaman. Oh, rumahku memang tak semewah rumah keluarga Mas Arfan. Papa dan Mama, meski punya cukup uang untuk membangun rumah yang mewah, menyukai rumah yang sederhana dan bersahaja. Di dalam, fasilitas penunjang hidup disediakan lengkap oleh almarhum Papa. Tapi dari luar, rumah kami terlihat sederhana saja. Tanaman mawar dan bougenville Mama yang lebih mendominasi. Juga sebatang pohon mangga yang baru saja lewat musimnya."Aku hanya ingin tahu, seperti apa rumah gadis yang membuat anakku tergila-gila.""Rumah kami sederhana saja, Tante. Tapi ada surga disini."Dia tertegun sejenak. Aku tersenyum menatapnya."Papa saya sudah meninggal dunia, Mama mengurusi toko kue, saya punya satu kakak lelaki yang tengah meritis karir, dan saya, setelah meng
"Dari sekian banyak peringatan Ibunya Pak Arfan, yang lo inget cuma kemungkinan kalau dia bakalan digaet cewek lain. Fix, ada yang konslet sama otak lo."Riana mengetuk-ngetuk keningku seenaknya. Dia baru saja pulang kerja, masih pakai seragam dan dengan santainya nyelonong masuk rumah, mencium tangan Mama dan kini, seperti penyusup, ikut tiduran di sampingku. "Ya gimana, Mas Arfan itu ganteng maksimal, Na. Dan aku? Masih kayak bocah katanya. Hikss…"Aku pura-pura mau nangis.Riana tertawa. Dia berdiri dan mengibaskan rambut panjangnya."Sini, diajarin dulu cara dandan cantik ala calon kakak ipar."Deg. Dan aku tertegun, seketika terlupa pada masalahku sendiri. Aku menatap Riana sambil menghela nafas, teringat pada seseorang yang yang kini jauh di Bogor sana. Mbak Nurul terus mengabariku, bahwa Winda sudah tiba dan diterima dengan baik disana. Tapi tentu saja masih butuh waktu yang lama untuknya agar pulih seperti semula. Dan apakah dalam rentang waktu itu, cinta Bang Arga akan terki
PACAR ABANGKU SAKIT JIWA 38PoV ARFAN"Erik akan segera pulang ke Indonesia. Dia akan bekerja di perusahaan Papamu. Ingat Arfan, perusahaan itu bukan hanya milikmu."Aku terdiam sejenak, lalu tersenyum."Mama, jangan melewati batasan. Aku tidak melarang Erik bekerja di perusahaan. Tapi tolong pastikan dulu dia bukan lagi tukang buat onar seperti dulu."Wajah Mama merah padam. Aku bergegas naik ke lantai atas tanpa peduli pada teriakannya. Astaga. Dua puluh empat tahun menjadi istri Papa, tidak bisakah Mama bersikap sedikit elegan? Aku hanya takut Papa mendengar dan kesehatannya kembali drop.Dua tahun yang lalu, Papa terpaksa mengirim Erik ke Aussie, setelah melewati perjuangan panjang membebaskan dia dari penjara akibat narkoba dan main perempuan. Dua kesalahan sangat fatal yang pasti akan mencemari nama besar Nada Pratama seandainya orang-orang tahu bahwa si biang onar itu adalah anak Papa, meski hanya anak tiri. Setelah menggelontorkan uang yang tak sedikit jumlahnya, si Bengal itu
Aku ternganga sejenak. Kaget, karena ternyata ada orang yang begitu gemar mencari kesalahan orang lain tanpa menyadari kesalahannya sendiri."Tante sebaiknya berhenti membuat malu diri sendiri. Laura melakukan kejahatan. Dia bahkan seharusnya dihukum lebih lama daripada hanya sekedar sepuluh bulan penjara.""Kamu… Arfan… kamu akan menyesal karena telah menyakiti anakku.""Dan Tante akan menyesal kalau mencoba mengganggu Emily lagi. Aku tahu, Laura melakukan itu atas persetujuan Tante dan kalian dengan sengaja menjadikan Winda sebagai tumbal."Dia terkejut sejenak."Winda? Bagaimana kau tahu…"Aku tersenyum."Aku tahu segalanya. Ingat bahwa aku punya lebih banyak uang dari kalian. Dan uang, bisa melakukan apa saja."Tante Luisa menatapku tak berkedip."Kalau kau pikir hanya aku dan Laura yang akan berusaha sekuat tenaga memisahkan kalian, Arfan. Kau salah."Aku diam saja. Oh, tentu aku sudah tahu apa maksudnya. Mama, Mama lah ancaman terbesar bagiku dan Emily. Oh, tidak bisakah aku mem