"Maksudnya Farhan cinta pertamamu itu?" tanya Dirga terperanjat. “Yang kata Delisha kamu masih mencintai dia?” Dengan ragu Nada memberikan anggukan kepala pelan mengiyakan. Dirga semakin terperanjat, petir di siang bolong seolah menggelegar berada tepat di telinganya. Apa lagi ini? Kemarin Fathir, Delisha, dan sekarang Farhan begitu? Rahang Dirga juga dengan seketika mengeras. "Kalau begitu aku tidak izinkan kamu kerja lagi!" ucap Dirga cepat, kita baru saja menyelesaikan masalah. Terus sekarang harus menambah masalah lagi begitu? Nggak ya, Yaang! Aku mulai capek dengan masalah orang ketiga di rumah tangga kita!" "Gak bisa kayak begitu, Mas. Kemarin kita sudah sepakat dan aku juga sudah mengiyakan. Aku akan dianggap tidak profesional kalau membatalkan begitu saja apalagi ini untuk hal masalah pribadi!" jawab Nada, "Lagipula kenapa kamu harus was-was? Kamu tidak percaya sama aku? Perselingkuhan itu terjadi atas dua pihak dan kuncinya ada di perempuan. Sekalipun nanti Kak Farhan m
Nada memperhatikan suaminya yang tiba-tiba memegang dada. Kerutan di dahi dan raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang menahan sakit. "Ehh... kenapa, Mas?" tanya Nada dengan nada khawatir. "Jangan buat aku parno ya!" keluhnya, mencoba menyembunyikan rasa cemas yang mulai menyelimuti hatinya."Sa-sakit... ahh... gak kuat aku. Lemes..." erang Dirga sambil memegang dadanya. Ekspresi wajahnya menunjukkan rasa sakit yang amat sangat. "Ihh... serangan jantung?" Nada bertanya dengan wajah yang pucat pasi. Ia lantas bergegas membantu suaminya berdiri, menggandeng tangannya dengan erat. "Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Nada dengan suara yang bergetar karena rasa panik yang melanda. Dirga beranjak dari duduknya. Ia berdiri tegak, tangan kanan yang memegang dada bagian kiri dan tangan kiri yang merangkul pundak Nada. "Gak usah, kita ke kamar aja, Sayang,” ucap Dirga. "Kok ke kamar sih? Kalau kamu kenapa-kenapa bagaimana? Aku gak mau ya, Mas, menjadi janda! Aku gak mau anakku jadi yati
"Aku sangat yakin kalau yang tadi itu beneran Nada dan Kak Farhan! Tapi ... kalau itu betulan mereka, sedang apa mereka? Dan … mereka bersama?" gumam Delisha. Delisha duduk di kursi kerjanya di ruang guru, matanya menatap lurus ke papan tulis yang kosong. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja secara tidak sadar, sementara napasnya perlahan tapi dalam. Keningnya berkerut, menandakan betapa keras otaknya bekerja, memikirkan kembali apa yang baru saja dilihatnya. Di dalam benaknya, gambaran tersebut terus berulang, membuatnya bingung antara yakin dan tidak yakin apakah yang dilihatnya itu benar atau tidak."Aku harus memastikannya," gumam Delisha, suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan ruangan.*** Beberapa hari kemudian. Setelah melihat Nada dan Farhan bersama, Delisha tak bisa menyingkirkan rasa penasaran yang menggelitiknya. Matanya terus memutar kembali momen itu, mencoba memastikan apakah ia benar-benar melihat Nada. Semakin dipikirkan, semakin yakin ia bahwa penglihatannya tidak sa
Dirga tersenyum smirk mendengar Delisha berbicara, bibirnya melengkung dengan kepercayaan diri yang penuh sinisme. Ia kemudian menatap wanita itu dengan mata tajam, alisnya sedikit terangkat. "Ini ... aku tidak salah dengar?" katanya, suaranya mengandung nada ejekan."Mas?" Delisha memandang Dirga dengan mata berkaca-kaca, suaranya bergetar. "Demi apa pun, aku benar-benar minta maaf. Aku menyesali semua yang sudah aku lakukan." Suaranya semakin pelan dan penuh penyesalan. "Beberapa hari ini aku memikirkan semua yang terjadi, dan setelah dipikir-pikir, ternyata aku memang melakukan kesalahan besar. Aku menyesal, Mas.”Dirga duduk bersandar di kursinya, kedua tangannya terlipat di bawah dada. Matanya menyipit, mengamati Delisha dengan skeptis. "Kamu pasti sedang merencanakan sesuatu, kan?" tanyanya, nada suaranya penuh kecurigaan.Ia sulit mempercayai kata-kata maaf dari Delisha. Wanita sekeras kepala dan sepicik itu meminta maaf dalam waktu singkat? Rasanya terlalu aneh dan tidak masuk
"Sedang melancarkan rencana baru lagi? Rencana apa yang sekarang sedang kamu lakukan?" Delisha terperanjat saat melihat Ryan yang berdiri di depannya. Langkahnya terhenti seketika, mata mereka bertemu dalam keheningan yang tegang.Sejak tadi, Ryan memang mendengar pembicaraan Dirga dan Delisha. Ekspresinya datar, tapi matanya menyiratkan ketidakpercayaan. Sama seperti Dirga, ia tidak bisa mempercayai kata-kata Delisha tentang penyesalan dan permintaan maaf. "A–aku ... aku—""Pfftttt ... sepertinya dugaanku dan Dirga benar. Kamu tidak tulus meminta maaf dan sedang merencanakan sesuatu. Katakan. Apa yang sedang kamu rencanakan? Aaahhh ... aku tebak. Kamu akan berpura-pura menyesal, kemudian mendekati Dirga perlahan agar dia kembali percaya padamu lagi. Lalu setelah itu, kamu akan menjebak dia tidur denganmu. Saat Dirga bangun, kamu akan berpura-pura menangis seolah menjadi korban. Lalu akhirnya meminta tanggung jawab. Begitu?"Delisha menatap Ryan dengan tatapan tak percaya. Berpikir
"Aku pun menyesal sudah banyak mengatakan kata dan mengatai dia dengan kata-kata menyakitkan," ucap Dirga setelah mendengar cerita Ryan yang mengatakan jika kemarin sore dia melihat Delisha melakukan hal baik pada orang lain."Tapi ... jujur saja aku masih sedikit ragu, hal apa yang membuat dia berubah sedrastis itu? Bukankah ini aneh? Tidak salah kan kalau aku mencurigai dia?" "Kita berhusnudzon saja," jawab Dirga, "Ya mungkin belum lama ini dia tertampar oleh sesuatu sampai akhirnya dia menyadari kalau yang dia lakukan selama ini salah. Kita kan tidak tahu hari-hari yang dia lalui bagaimana. Lagipula Allah itu maha membolak-balikkan hati, tidak ada yang tidak mungkin dalam perihal hidayah yang Dia berikan pada manusia." "Aaahhh ... iya, kamu bener juga. Aku sampai melupakan kekuasaan Allah," jawab Ryan. "Aku baru ingat. Saat dia datang ke rumah sakit, ibuku banyak mengatakan kata hinaan pada dia. Mengatakan kata-kata yang cukup menyakitkan dan suaranya terdengar lantang. Aku yaki
1 pekan kemudian. Nada tersenyum melihat Lily yang dengan semangat membereskan buku-bukunya. "Karena sudah selesai, simpan bukunya dan makan siang," ucap Farhan pada putrinya, senyuman lembut terukir di wajahnya. Ia kemudian mengalihkan pandangan pada Nada. "Kamu juga pasti belum makan siang, kan, Nad? Kamu ikut makan saja dengan Lily," ujarnya.Nada membuka mulut hendak menjawab, ingin menolak halus ajakan Farhan, tapi sebelum sempat berkata apa-apa, Lily sudah lebih dulu melompat mendekat pada Ayahnya dengan mata berbinar. "Abi? Lily ingin makan di luar. Ayo kita makan di luar bersama Ibu Nada," ajak Lily dengan penuh antusias.Nada dan Farhan sontak saling beradu pandang sejenak, memasang raut wajah bingung di wajah masing-masing.Makan di luar bersama?Nada termenung sejenak. Makan bersama dengan pria tanpa istri dan anaknya? Bukankah nanti orang-orang malah akan beranggapan jika mereka adalah keluarga kecil yang bahagia?Nada memejamkan mata sejenak, berusaha mengusir pikiran t
[Nina? Apa ini adik iparmu? Aku tidak sengaja melihatnya.] Send! Delisha mengirimkan pesan tersebut beserta dengan sebuah foto yang tadi ia ambil. Sengaja mengirimkannya pada kakak dari Dirga karena ia tahu, Nada dengan satu kakak iparnya tidak begitu akur. Saat menjalin hubungan terlarang dengan Dirga, pria itu sempat mengatakan jika hubungannya dengan Nada tidak begitu disukai oleh kakak keduanya entah karena apa alasannya. Dan sebuah ide yang tadi terlintas di pikiran Delisha agar namanya tetap bersih tapi ia ingin Dirga melihat Nada sedang bersama pria lain ialah dengan memanfaatkan Nina. Ia akan menjadikan Nina sebagai perantara rusaknya hubungan Dirga dan Nada, tanpa harus ia yang turun tangan. Tadi, ia mencari sosial media Nina. Ia yakin jika Dirga dan kakaknya pasti saling mengikuti di aplikasi Ig. Jadi ia mencarinya dan ternyata berhasil. Setelah menemukan akun milik Nina, Delisha juga mencari akun yang dirasa dia adalah teman dari Nina. Dia akan berpura-pura untuk menj