Sherly benar-benar kesal dengan ajakan Raymond. Berani-beraninya Raymond memberikan tawaran kencan satu malam lagi padanya. Tidak puaskah Raymond menghancurkan hidup Sherly dengan kencan satu malam pada tiga tahun silam? Sherly semakin yakin bahwa Raymond memanglah laki-laki hidung belang. Ia pasti sudah sering meniduri banyak perempuan. Pantas saja Raymond tidak ingat bahwa Sherly adalah salah satu perempuan yang pernah tidur dengannya.
“Lupakan ayahmu, itu! Dia nggak cocok jadi ayah buat kamu! Kamu adalah anak mama, hanya anak mama!” ucap Sherly saat menjemput Bryan di tempat penitipan anak. Dia terpaksa pulang jalan kaki karena uangnya sudah habis untuk ongkos taksi.
Di tengah perjalanan, hak sepatunya patah. Maka terpaksalah Sherly menjinjing sepatu itu dan berjalan tanpa alas kaki. Untunglah hari sudah malam hingga aspal tidak terlalu dingin lagi. Dengan Bryan dalam gendongannya, Sherly sesekali menatap langit malam itu. Ada begitu banyak bintang di la
Sherly diam sejenak, ia tahu sikapnya sudah keterlaluan pada kakak dan ibunya itu. Tapi Sherly bersikap demikian juga karena rasa sakit hati yang ia tanggung selama tiga tahun ini. Sherly pun akhirnya bangkit berdiri. “Ya, sudah, silakan pergi. Tau pintu ke luar sebelah mana, kan?” ucap Sherly ketus.“Benar-benar tidak punya hati kamu, Dek!” hujat Sheina yang turut emosi melihat sikap adiknya yang kasar itu. Ia pun bangkit berdiri bersama sang mama yang tampak sudah berlinangan air mata.“Sheina, sebelum mama pulang, bolehkah Mama melihat wajah cucu mama dulu?” pinta Mama Rita.“Anakku bukanlah cucu Mama. Anakku tidak punya Nenek, tidak punya Kakek, tidak punya Tante, tidak punya Ayah. Anakku hanya memiliki aku seorang sebagai ibunya,” tandas Sherly perih.Sheina semakin kesal mendengar kalimat yang terucap di mulut adiknya itu. “Sudahlah, Ma. Tidak usah kita pedulikan orang yang keras kepala seperti d
Sherly dan Raymond sudah berada di dalam mobil, hendak menuju lokasi untuk bertemu dengan kliennya. Seperti biasa, Raymond yang menyetir. Sementara Sherly di sebelahnya sibuk membaca susunan agenda hari itu.“… Sore nanti, pukul setengah empat ada konferensi pers dengan media, launching produk terbaru RR Tech-““Agenda konferensi per situ kamu undur saja jadi malam. Soalnya saya nggak yakin bisa terkejar sore,” potong Raymond.“Kalau malam saya tidak bisa, Pak. Gimana kalau diundur sampai besok pagi saja, Pak?”Raymond langsung mendelik pada wanita yang duduk di sebelahnya itu. “Di sini yang bos adalah saya, ya. Saya yang berhak ngatur kamu, bukan kamu yang malah ngatur saya!” tandas Raymond.“Tapi saya benaran nggak bisa kalau malam, Pak. Kecuali kalau Bapak mau menghadiri acara konferensi pers itu tanpa saya ya silakan,” terang Raymond.“Kamu ini lancang sekali, ya! S
"Terserah Oma saja. Silakan Oma yang atur sendiri," rajuk Raymond. Setelah berkata demikian, ia langsung ke luar dari kediaman Oma Kenanga.Sherly terbelalak mendengar jawaban Raymond yang tanpa perlawanan itu. Terserah Oma? Apa itu artinya Raymond menerima perjodohan tersebut?"Sherly! Cepat!"Sherly tersentak mendengar teriakan si bos dari luar. Setelah membungkukkan badan pada Oma Kenanga dan Bella, Sherly pun bergegas menyusul Raymond.Begitu Sherly masuk ke mobil, Raymond langsung tancap, tidak kalah ngebut dengan kecepatannya saat menuju kediaman Oma Kenanga tadi."Ki-kita mau ke mana, Pak?" tanya Sherly yang terhuyung-huyung dalam mobil itu."Ketemu klien," jawab Raymond dingin."Tapi kan semua agenda hari ini sudah dicancel, Pak."Tittttt....!Raymond menginjak rem secara mendadak. Sherly benar-benar dibuat jantungan. Mobil itu menepi ke pinggir jalan, dekat jembatan. Ada bapak-bapak pedagang yang menjual minuman kaleng. Raymond t
"Apa kamu mau menikah dengan saya, Sherly?"Uhukk! Uhuk! Sherly langsung terbatuk mendengar pertanyaan itu dari mulut sang CEO. Bergegas ia menyeruput minuman yang ada di sebelahnya, karena grogi, Sherly malah jadi meminum minuman Raymond. Raymond langsung tersenyum melihat hal itu."Katanya nggak mau minum di bekas bibir saya, eh ujung-ujungnya minuman saya diembat juga," sindir Raymond.Muka Sherly langsung berubah jadi merah padam. "So-sorry, saya nggak sengaja," ucap Sherly tergagap. "Lagian bapak juga, sih. Ngaco banget ngomongnya!""Saya yang ngaco atau kamu yang grogi?" Raymond menatap sambil menaikkan sebelah alisnya. Dari jarak yang dekat itu, tatapan Raymond terlihat amat memabukkan. Namun Sherly buru-buru mengalihkan wajahnya."Pokoknya Bapak ngaco! Masa tiba-tiba ngajak nikah kayak gitu?""Hahaha." Raymond tertawa, Sherly menatap curiga pada laki-laki itu."Kamu pikir saya emang serius ngajak kamu nikah, hah? Ya enggaklah. Saya hanya me
“Happy New Year…!” Sherly mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, yang disusul oleh teman-temannya hingga gelas-gelas itu beradu dan membunyikan dentingan kecil.“Cheeerrrsss…!” Sorak mereka sebelum menenggak minuman beralkohol itu secara bersamaan.“Sher…! Gue ke sana sebentar, ya…!” ujar Bianka pada Sherly. Suara dentuman musik yang keras mengharuskan mereka bicara sambil teriak.“Hah?”“Gue mau ke sana se-ben-tar…!” ulang Bianka sambil mengeja setiap kalimatnya agar lebih mudah dimengerti oleh Sherly.“Oh, oke!” Sherly mengacungkan jempolnya lantas kembali masuk ke kerumunan, ikut berjingkrakkan dengan orang-orang yang sedang menikmati pesta tahu baru di pinggir pantai Bali itu.Namanya Sherly Agatha Siregar, keturunan campuran Medan-Jawa yang menetap di Jakarta. Umurnya 22 tahun, ia baru saja menyelesaikan sidang komprehensif untuk gelar
Tiga bulan setelah pesta tahun baru di Bali.Sherly kini berada di dalam kamarnya sambil menatap sebuah benda kecil panjang dengan dua garis samar di bagian tengahnya. Bola matanya bergerak menatap toga yang masih tergantung di dinding kamarnya. Ia baru saja menggelar acara wisuda satu bulan yang lalu, dan akan melanjutkan kuliah ke Australia bulan depan. Tapi semua rencana itu mutlak berantakan karena benda kecil yang sedang digenggamnya kini.Tubuh Sherly terasa lunglai, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang itu. Tangannya bergerak mengirimkan foto benda kecil itu pada Bianka. Dalam hitungan detik, Bianka pun meneleponnya.“Sher? Lo seriusan hamil?” Terdengar suara Sherly yang terkejut di ujung sana.Sherly meneguk ludahnya. “Gue sih berharapnya ini cuman prank, Bi,” desisnya.“Oh my god, Sherly! Lo kok ceroboh banget, sih? Emangnya kalian nggak pakai pengaman apa?”“Duh, plis, deh, Bi. G
Tiga tahun kemudian.Praangg… Brukkk… Setelah bunyi benda yang jatuh, terdengar juga suara tangisan seorang anak kecil. Sherly yang sedang memasak ikan di dapur langsung menuju kamar untuk memastikan keadaan anaknya.“Bryan! No…!” Ia berteriak begitu melihat anaknya sedang merangkak menuju pecahan gelas di lantai. Bergegas Sherly mengangkat tubuh anak berumur dua tahun itu. Tampaknya Bryan terjatuh dari kasur dan menyenggol gelas yang ada di sebelah tempat tidur itu. Untunglah kasur itu tidak terlalu tinggi.“Mana yang sakit, Sayang?” Sherly maniup-niup kepala dan lengan Bryan, berusaha menenangkan. “Astaga!” Sherly teringat masakannya di dapur. Dengan Bryan dalam gendongannya, Sherly pun kembali berlari kecil ke dapur.“Aishh! Gosong!” dengus Sherly, lantas mematikan kompor.Kriiingg… Ponselnya berdering. Sherly pun mengangkat telepon dari Bianka. “Ya, Bi?”
Setelah satu minggu mencari mencari pekerjaan di internet, mengirimkan lamaran pekerjaan melalui email, bahkan sampai mengantarkan langsung ke perusahaan terkait, akhirnya Sherly mendapatkan panggilan interview.“Yes!” Sherly sampai berseru girang bahkan melompat-lompat di atas tempat tidurnya. Bryan tertawa melihat tingkah ibunya itu.“Sebentar lagi Mama akan kerja, Sayang. Mama bisa beliin banyak barang bagus buat kamu. Mama bisa beliin kamu susu dan mainan yang banyak!” ucap Sherly lantas menciumi balita yang berumur dua tahun itu.Keesokan harinya…Pagi-pagi sekali Sherly sudah bangun. Ia mempersiapkan kebutuhan Bryan terlebih dahulu sebelum mempersiapkan kebutuhannya sendiri. Tadi malam Sherly sudah mengobrak-abrik isi lemarinya, ia menemukan beberapa setelan kemeja dan rok yang masih bisa dipakai. Untunglah badan Sherly tidak melar setelah melahirkan, sehingga ia masih bisa memakai pakaian ketika masa kuliah dahulu.
"Apa kamu mau menikah dengan saya, Sherly?"Uhukk! Uhuk! Sherly langsung terbatuk mendengar pertanyaan itu dari mulut sang CEO. Bergegas ia menyeruput minuman yang ada di sebelahnya, karena grogi, Sherly malah jadi meminum minuman Raymond. Raymond langsung tersenyum melihat hal itu."Katanya nggak mau minum di bekas bibir saya, eh ujung-ujungnya minuman saya diembat juga," sindir Raymond.Muka Sherly langsung berubah jadi merah padam. "So-sorry, saya nggak sengaja," ucap Sherly tergagap. "Lagian bapak juga, sih. Ngaco banget ngomongnya!""Saya yang ngaco atau kamu yang grogi?" Raymond menatap sambil menaikkan sebelah alisnya. Dari jarak yang dekat itu, tatapan Raymond terlihat amat memabukkan. Namun Sherly buru-buru mengalihkan wajahnya."Pokoknya Bapak ngaco! Masa tiba-tiba ngajak nikah kayak gitu?""Hahaha." Raymond tertawa, Sherly menatap curiga pada laki-laki itu."Kamu pikir saya emang serius ngajak kamu nikah, hah? Ya enggaklah. Saya hanya me
"Terserah Oma saja. Silakan Oma yang atur sendiri," rajuk Raymond. Setelah berkata demikian, ia langsung ke luar dari kediaman Oma Kenanga.Sherly terbelalak mendengar jawaban Raymond yang tanpa perlawanan itu. Terserah Oma? Apa itu artinya Raymond menerima perjodohan tersebut?"Sherly! Cepat!"Sherly tersentak mendengar teriakan si bos dari luar. Setelah membungkukkan badan pada Oma Kenanga dan Bella, Sherly pun bergegas menyusul Raymond.Begitu Sherly masuk ke mobil, Raymond langsung tancap, tidak kalah ngebut dengan kecepatannya saat menuju kediaman Oma Kenanga tadi."Ki-kita mau ke mana, Pak?" tanya Sherly yang terhuyung-huyung dalam mobil itu."Ketemu klien," jawab Raymond dingin."Tapi kan semua agenda hari ini sudah dicancel, Pak."Tittttt....!Raymond menginjak rem secara mendadak. Sherly benar-benar dibuat jantungan. Mobil itu menepi ke pinggir jalan, dekat jembatan. Ada bapak-bapak pedagang yang menjual minuman kaleng. Raymond t
Sherly dan Raymond sudah berada di dalam mobil, hendak menuju lokasi untuk bertemu dengan kliennya. Seperti biasa, Raymond yang menyetir. Sementara Sherly di sebelahnya sibuk membaca susunan agenda hari itu.“… Sore nanti, pukul setengah empat ada konferensi pers dengan media, launching produk terbaru RR Tech-““Agenda konferensi per situ kamu undur saja jadi malam. Soalnya saya nggak yakin bisa terkejar sore,” potong Raymond.“Kalau malam saya tidak bisa, Pak. Gimana kalau diundur sampai besok pagi saja, Pak?”Raymond langsung mendelik pada wanita yang duduk di sebelahnya itu. “Di sini yang bos adalah saya, ya. Saya yang berhak ngatur kamu, bukan kamu yang malah ngatur saya!” tandas Raymond.“Tapi saya benaran nggak bisa kalau malam, Pak. Kecuali kalau Bapak mau menghadiri acara konferensi pers itu tanpa saya ya silakan,” terang Raymond.“Kamu ini lancang sekali, ya! S
Sherly diam sejenak, ia tahu sikapnya sudah keterlaluan pada kakak dan ibunya itu. Tapi Sherly bersikap demikian juga karena rasa sakit hati yang ia tanggung selama tiga tahun ini. Sherly pun akhirnya bangkit berdiri. “Ya, sudah, silakan pergi. Tau pintu ke luar sebelah mana, kan?” ucap Sherly ketus.“Benar-benar tidak punya hati kamu, Dek!” hujat Sheina yang turut emosi melihat sikap adiknya yang kasar itu. Ia pun bangkit berdiri bersama sang mama yang tampak sudah berlinangan air mata.“Sheina, sebelum mama pulang, bolehkah Mama melihat wajah cucu mama dulu?” pinta Mama Rita.“Anakku bukanlah cucu Mama. Anakku tidak punya Nenek, tidak punya Kakek, tidak punya Tante, tidak punya Ayah. Anakku hanya memiliki aku seorang sebagai ibunya,” tandas Sherly perih.Sheina semakin kesal mendengar kalimat yang terucap di mulut adiknya itu. “Sudahlah, Ma. Tidak usah kita pedulikan orang yang keras kepala seperti d
Sherly benar-benar kesal dengan ajakan Raymond. Berani-beraninya Raymond memberikan tawaran kencan satu malam lagi padanya. Tidak puaskah Raymond menghancurkan hidup Sherly dengan kencan satu malam pada tiga tahun silam? Sherly semakin yakin bahwa Raymond memanglah laki-laki hidung belang. Ia pasti sudah sering meniduri banyak perempuan. Pantas saja Raymond tidak ingat bahwa Sherly adalah salah satu perempuan yang pernah tidur dengannya.“Lupakan ayahmu, itu! Dia nggak cocok jadi ayah buat kamu! Kamu adalah anak mama, hanya anak mama!” ucap Sherly saat menjemput Bryan di tempat penitipan anak. Dia terpaksa pulang jalan kaki karena uangnya sudah habis untuk ongkos taksi.Di tengah perjalanan, hak sepatunya patah. Maka terpaksalah Sherly menjinjing sepatu itu dan berjalan tanpa alas kaki. Untunglah hari sudah malam hingga aspal tidak terlalu dingin lagi. Dengan Bryan dalam gendongannya, Sherly sesekali menatap langit malam itu. Ada begitu banyak bintang di la
Raymond melepaskan jemari Sherly yang menggenggam lengannya. “Tidak bisa Sherly. Ini kita sudah terlambat. Nanti saja cari toilet di hotelnya. Lagian salah kamu juga, siapa suruh masukin obat pencahar ke minuman saya.”Raymond terus mengoceh, hingga tiba-tiba …Prutt…! Brruutt…!Raymond terbelalak mendengar suara yang diiringi aroma tidak sedap itu. Ia menghadap Sherly sambil melotot.“Maaf, Pak. Saya tidak tahan,” lirih Sherly, matanya sayu karena menahan kesakitan sedari tadi.“Aishhh…!” Raymond langsung menepikan mobilnya dan ke luar dari mobil itu.“Saya kasih kamu lima menit untung menghilangkan aroma busuk itu!” teriak Raymond dari luar mobil.Sherly menurunkan kaca mobilnya. “Apa Bapak mau membelikan celana dalam dan rok buat saya di toko itu baju itu, Pak? Kotoran saya ke luar sedikit,” pinta Sherly menahan malu sendiri.“Hah?&
Karena semalam menginap di rumah Oma-nya, Raymond jadi terlambat datang ke kantor. Raymond langsung menghampiri meja sekretarisnya. “Apa saja agenda saya hari ini?” tanya Raymond pada Sherly yang sedang asik membaca profil perusahaan.Sherly yang terkejut dengan kedatangan Raymond pun langsung berdiri. “Saya tidak tahu, Pak,” jawabnya.“Hah? Bagaimana kamu sampai tidak tahu? Kamu kan sekretaris pribadi saya? Kamu harus tahu semua jadwal saya,” bentak Raymond yang langsung tersulut emosi.“Tapi kan saya baru masuk kemarin, Pak,” balas Sherly.Raymond tampak menghembuskan napas. “Ya, sudah, kamu ikut ke ruangan saya sekarang.”“Baik, Pak.”“Di atas meja saya itu ada buku agenda, nanti kamu salin ke catatan kamu, ya. Sekalian tolong kamu cek agenda saya hari ini!” perintah Raymond. Ia tampak memasuki bilik kecil dalam ruang CEO itu untuk mengganti kemejanya yang
Raymond yang sedang berlari-lari kecil di treadmill bergegas mengurangi kecepatan alat olahraga itu ketika mendengar ponselnya berdering. Dengan menggunakan bantuan headset yang sudah terpaut di telinganya, Raymond pun mengangkat panggilan tersebut.“Halo!”“Raymond! Ini Oma.” Terdengar seseorang menyahut di ujung sana.“Ya, kenapa, Oma?”“Tadi Oma ke apartementmu, tapi apartement itu kosong. Oma juga tanya ke petugas keamanan di sana, katanya apartement itu jarang dihuni. Kamu masih rutin menginap di kantor, ya?”“Iya, Oma. Sedang banyak kerjaan sekarang. Lagian lebih efektif menginap di kantor dari pada bolak-balik ke apartemen,”“Tapi kan kamu itu seorang CEO RR Tech, Rey, masa seorang CEO menginap di kantor, seperti tidak terurus saja.”Raymond tersenyum kecil. “Kantor Raymond kan besar, Ma. Lagipula ruangan CEO-nyo juga sudah Raymond renovasi, ada kamar
Karena ditinggalkan Raymond seorang diri di restorant itu, Sherly terpaksa balik ke kantor dengan menggunakan transportasi umum. Semula ia ingin memesan taksi, tapi karena uang di sakunya hanya seratus ribu, sementara jarak restoran dan kantor tersebut cukup jauh, Sherly pun memutuskan untuk menaiki bus kota saja.Suasana jalanan yang sangat macet sore itu menyebabkan Sherly baru tiba di kantor pukul lima sore. Sherly pun bergegas menuju ruang CEO yang berada di lantai tujuh, di dalam lift, ia sibuk menyeka keringatnya sendiri, sementara karyawan lain tampak sudah bersiap untuk meninggalkan kantor.Tok! Tok! Tok!Sherly mengetuk pintu ruangan CEO. Tidak lama berselang pintu pun dibukakan oleh Raymond hanya mengenakan celana pendek dan baju kaos. Sherly mengerutkan dahi, merasa heran kenapa pria itu mengenakan pakaian informal di dalam kantornya.“Mau apa kamu?” tanya Raymond dengan nada ketus.“Hmm … tadi kan Bapak nyuruh s