*** Tepat pukul empat pagi, tangis melengking Baby Zack memecah keheningan kamar. Bayi mungil nan menggemaskan itu menangis kencang, matanya basah oleh air mata, sementara Victor dan Mary masih terlelap di ranjang mereka. Tangis Zack akhirnya membangunkan Mary, yang dengan gerakan malas mulai b
*** “Sayang, tampaknya kamu terburu-buru sekali. Apakah ada masalah di kantor?” suara Mary yang lembut membuyarkan lamunan Victor. Ia melangkah mendekat, lalu berhenti tepat di hadapan sang mantan Mafia itu. Mereka berdua berada di dalam walk-in closet. Victor sedang bersiap-siap, mengenakan pak
Di luar ruangannya, berdiri Liana yang tengah menunggunya. Matanya bertemu dengan Victor sesaat, namun ekspresi pria itu tetap dingin. Tanpa banyak basa-basi, ia melontarkan perintah tegas. "Aku ingin bicara. Masuklah ke ruanganku," ucapnya, suaranya terdengar datar namun penuh wibawa. Ia hanya me
Liana merasa seluruh tubuhnya bergetar. Ia mengalihkan pandangan dari layar, menatap Victor yang kini memandangnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Matanya tetap dingin. "Jawab pertanyaanku, mengapa kau berani menyentuh barang pribadiku?" desak Victor dengan suara rendah yang sarat dengan kemara
*** Takdir Tuhan memang penuh misteri, tak seorang pun mampu menebaknya. Ia datang seperti gelombang pasang, sering kali mengejutkan dan tak jarang membawa cerita yang jauh dari dugaan. Begitu pula kisah hidup seorang Victor Marson, pria yang pernah menjadi simbol kebengisan, kejahatan, dan kehampa
Dalam tiga bulan terakhir, mereka mempersiapkan segala sesuatu dengan hati-hati untuk momen istimewa ini. Mary, meski sering dihantui keraguan, tidak dapat menahan rasa haru setiap kali melihat Victor begitu antusias mengurus detail-detail kecil untuk hari besar mereka. Sang pria, yang dulu sering
Di sudut ruangan, Chiara, Lucy, dan Moretti menatap haru. Terutama Chiara, yang sangat memahami bagaimana perasaan Mary. “Sudah, jangan bersedih lagi. Ini adalah hari besarmu bersama Victor. Kamu harus tersenyum dan bahagia,” kata Jihan sambil mengurai pelukannya. Ia menatap sahabatnya dengan senyu
Keluarga Hilton, menjadi yang pertama maju untuk memberikan ucapan selamat serta doa untuk keduanya. Kehangatan semakin terasa ketika keluarga besar Alexander's maju. Keluarga ini datang khusus untuk Mary karena kedekatan wanita dengan Jihan, menantu mereka. Di tengah suasana hangat pesta, berdiri
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu