*** "Apa yang aku katakan benar, kan? Wanita itu berulah lagi!" dengus Lucy sambil menatap Olso. Saat ini, ia dan sang kekasih sedang duduk di sofa ruang tengah, dan mereka bisa mendengar dengan jelas teriakan Victor yang menggelegar dari lantai atas. Sebelumnya, Lucy sempat meminta Olso untuk nai
“Ada apa?” tanya Victor kepada Mary setelah menyadari tatapan wanita itu. “Tangannya patah. Kasihan dia,” ujar Mary pelan. “Hanya satu yang patah, bukan keduanya,” balas Victor tanpa ragu. Mary memilih diam setelah melihat Olso menatapnya dengan penuh arti, seolah memberi isyarat agar tidak memper
Bercinta? Ya, Mary dan Victor hampir tak pernah melewatkan pagi tanpa bercinta— sudah menjadi rutinitas bagi mereka. Tidak hanya di pagi hari, tetapi juga malam sebelum tidur. Victor seolah tak akan membiarkan Mary tidur sebelum mereka menikmati momen penuh gairah bersama. Mendesah dan mengerang n
*** Dengan amarah yang memenuhi jiwanya, Alea masuk ke kamar dan menutup pintu dengan keras, membuatnya tidak mungkin tidak terdengar oleh Victor dan Mary yang sedang berada di meja makan. Alea menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, mengerang singkat saat tangannya yang cedera tertimpa oleh tubuhnya
Mary langsung menghentikan kunyahnya dan melirik tajam ke arah Alea. “Bagaimana kalau aku patahkan saja tanganmu yang satunya? Setelah itu aku akan layani semua kebutuhanmu. Mau?” ucap Mary dengan nada dingin. Hening… tak ada suara yang terdengar di meja makan, termasuk dari Alea, yang langsung ter
*** Beberapa minggu kemudian… Hari ini adalah jadwal cek rutin untuk Mary. Seperti bulan-bulan sebelumnya, ia pergi ke rumah sakit bersama Victor. Pria itu selalu meluangkan waktu untuk mendampinginya, tak ingin melewatkan satupun kesempatan melihat calon buah hatinya dalam kandungan Mary. Pemeri
Dokter kemudian memberikan beberapa arahan untuk latihan pemulihan agar tangan Alea kembali kuat sepenuhnya. Setelah pemeriksaan selesai, Alea, Mary, dan Victor beranjak keluar dari ruang Dokter. Alea tampak lega, sesekali merenggangkan jari-jarinya, menikmati kebebasan tanpa balutan perban yang se
*** Keesokan harinya... Victor terkejut mendengar kabar bahwa Dominic dan istrinya, Hannah, berada di Florida hari ini, dan pasangan itu kini sudah berada di rumahnya. Tepat pukul tiga sore, Victor memutuskan untuk pulang setelah menerima telepon dari Mary tentang kedatangan Dominic dan Hannah.
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu