“Ayo, berikan aku ciuman!” desak Victor. Dia memang pria yang pemaksa. “Victor!” Mary menggeram. Ia kesal karena tangan nakal pria itu tak berhenti meremas bokongnya. “Makanya cium supaya tanganku berhenti. Kalau kamu tidak mau cium, maka dia akan lebih nakal daripada ini,” ujar Victor, dan bisa-
*** Setelah cumbuan singkat tadi, Victor melanjutkan persiapannya dengan bantuan Mary. Seperti biasa, setiap hari Victor pergi ke kantor, kecuali pada akhir pekan— meskipun kadang-kadang ia masih tetap bekerja. Entah itu di ruang kerjanya yang berada di rumah atau pergi ke markas— meskipun hanya
Inilah sebabnya dia memutuskan untuk memperketat pengawasan di sekitar rumah, menempatkan orang-orang terpercayanya—mereka yang dia tahu akan berjuang hingga titik darah penghabisan untuk melindungi apa yang paling berharga baginya. Victor menarik pandangannya dari para bodyguard—ia menoleh, memper
*** Victor menatap kosong ke tumpukan berkas di meja kerjanya, pikirannya terus berputar mencari jalan keluar dari masalah yang semakin hari semakin menjerat. Keputusan besar menantinya, dan waktu terus berdetak, menambah beban di pundaknya. Pembatalan pengiriman besar kemarin telah mengguncang po
Aldrich terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis, menunjukkan bahwa ia menikmati permainan ini. "Kau benar, kami menguasai pasar internasional dengan barang-barang seperti itu. Kami bisa memastikan bahwa setiap kirimanmu tidak akan terganggu oleh pihak berwajib atau pesaing. Kami memiliki jalur yang am
Mary lalu beranjak meninggalkan Lucy di ruang TV. Ia melangkah ringan menuju pintu depan. Setibanya di sana, ia berhenti sejenak di teras, memperhatikan para bodyguard yang selalu siaga. Ketika melihat kehadirannya, mereka semua langsung mengalihkan pandangan ke arah lain, kecuali satu orang yang t
*** Mary mengambil alih tas kerja Victor dari tangan pria itu. "Ternyata kamu pulang cepat hari ini. Artinya, kita jadi pergi ke butik?" tanyanya sambil melirik sekilas pada Victor, lalu menuju meja dan menyimpan tas kerja pria itu di sana. "Iya, kita pergi ke butik sore ini. Supaya besok seharia
Beberapa menit kemudian… "Aku mau gaun yang ini saja," kata Mary, yang kini tengah berdiri di depan cermin dengan Victor di belakangnya. Pria itu menatap kagum pantulan wanita itu dalam cermin. Lalu Mary menoleh, "Bagus tidak?" tanyanya pada Victor. "Hmm," jawabnya dengan dehem singkat sambil mena
*** Hari itu penuh dengan aktivitas seru. Mereka menjelajahi jalur hiking pendek yang mudah untuk anak-anak, melewati hutan mangrove yang teduh. Zack bersama Calvin dan Valentin tampak kagum melihat kepiting kecil di sela-sela akar pohon, sementara Katty dan Cassandra sibuk mengumpulkan daun-daun u
*** Setibanya di lokasi camping, keluarga Victor dan Mary langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka. Taman itu memiliki pemandangan yang memanjakan mata: pepohonan mangrove yang rimbun, udara segar dengan aroma laut yang khas, dan suara burung-burung yang berkicau merd
*** "Katty sudah dibantu oleh Daddy, Mom," jawab Zack sambil menunjuk ke arah luar rumah. Mary hanya mengangguk pelan, merasa lega mendengar semua sudah terkendali. Sementara itu, di halaman depan, Katty yang berusia tiga tahun tampak bersemangat membantu Victor memuat barang-barang ke dalam mobil
*** Empat Tahun Kemudian… Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah lima tahun usia pernikahan Mary dan Victor. Kehidupan mereka dipenuhi kebahagiaan, berkat cinta yang terus tumbuh dan keluarga kecil yang mereka bina bersama. Dari pernikahan mereka, Tuhan menganugerahi dua buah hati yang menj
*** Victor kemudian menegakkan tubuh, berdiri menjulang di hadapan Mary yang tengah terengah-engah. Kedua tangannya bergerak menurunkan celana serta boxer, kemudian berlanjut dengan kaos hitam yang melapisi tubuh atletisnya. Hingga kini, Victor berdiri dengan tubuh polos tanpa sehelai benang yang m
*** "Victor!" pekik Mary terkejut, tubuhnya memantul ringan saat ditempatkan di permukaan kayu yang dingin. Refleks, tangannya mencengkeram bahu kokoh suaminya, mencari keseimbangan. Victor menatapnya lekat, wajahnya begitu dekat hingga Mary bisa merasakan hangat napasnya. Ada intensitas di matany
*** Mary mengalihkan pandangannya ke dinding kamar, memperhatikan jam besar di sana. Jarum jam menunjukkan waktu yang sudah cukup larut. Ia menghela napas, menyadari suaminya masih saja sibuk di ruang kerja. "Sudah jam segini, tapi dia masih bekerja," gumamnya pelan, nada suaranya seperti protes ke
*** Langit Miami, Florida, kini telah diselimuti kegelapan malam. Mary, baru saja menyelesaikan ritual malamnya setelah menidurkan putra kecilnya, Zack. Anak lelaki itu telah lelap di kamarnya, meninggalkan keheningan di rumah mereka. Mary melangkah masuk ke dalam kamar mandi, membasuh wajahnya d
Dominic menghela napas panjang, seolah beban berat terangkat dari pundaknya. “Syukurlah,” gumamnya, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Namun, matanya melirik sekilas ke arah Michael, seolah ingin memastikan reaksi menantunya. Michael, yang sedari tadi memperhatikan dengan seksama, memicing