"Kamu berlebihan, padahal tidak seperti itu," ujar Mary sebelum melanjutkan sarapan. Sedangkan Victor hanya terkekeh melihat reaksinya. Setelah dua puluh menit, mereka pun selesai sarapan dan kembali ke kamar karena Victor mau bersiap-siap berangkat ke kantor. Hari ini dia kesiangan. ** “Nanti so
"Halo, Thomas," ujarnya singkat. "Sir, ada yang perlu saya sampaikan kepada Anda. Kami menemukan beberapa aktivitas mencurigakan di salah satu fasilitas produksi kita," jawab Thomas dengan nada serius di seberang telepon. "Aktivitas mencurigakan? Seperti apa?" tanya Victor, dahinya berkerut bingun
*** “Nona, saya tidak berani membawa Anda keluar tanpa izin Tuan Victor,” kata Lucy dengan tatapan penuh sesal kepada Mary. Lucy berencana pergi ke pasar untuk membeli beberapa bahan makanan yang sudah habis di kulkas, dan kebetulan Mary ingin ikut bersamanya. Mary mengeluh bahwa dia bosan di ru
“Bukan. Yang taruh Olso!,” jawab Victor dengan suara jengah. “Siapa lagi kalau bukan aku?” Mary terkikik sambil menutup mulut dengan sebelah tangan yang bebas. “Ya, namanya juga aku tidak tahu. Tapi… terima kasih ya, babi!” “Mary..?!” geram Victor, tidak suka mendengar panggilan wanita itu untuk d
*** "Tentu saja kau membawa kabar baik, bukan?" Mr. Blake duduk santai di kursi kebesarannya, menatap tajam namun serius pada seorang pria yang duduk di seberangnya. Pria itu bernama Omar, salah satu tangan kanan Mr. Blake. Dalam beberapa saat, Mr. Blake fokus mengamati ekspresi Omar yang kali ini
“Nona, Anda harus tetap makan walau sedikit. Kasihan baby-nya. Dan nanti kalau Tuan Victor tahu Anda belum makan, dia pasti akan marah,” ujar Lucy berusaha membujuk wanita itu. Mary menatap Lucy dengan serius sambil menghela napas. Bagaimana caranya dia bisa makan, sementara perutnya sudah terasa k
*** Mary terkejut dan memekik pelan ketika Victor tiba-tiba memeluknya dari belakang. Namun, saat bibir pria itu menyentuh leher jenjangnya, ia menutup mata dan memiringkan kepala ke arah berlawanan, seolah memberi ruang bagi Victor untuk menyentuh lehernya. “Apa yang kamu lakukan di dapur malam-m
Dadanya berdebar-debar, kakinya semakin lemas serta— miliknya berkedut hebat. “Aku mau menagih imbalan yang aku minta tadi siang. Masih ingat, Poppiens?” tanya Victor, suaranya serak. Ia menatap Mary dengan tatapan sayu penuh gairah yang sulit disembunyikan. Glek! Seketika Mary menelan ludah den
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu