“Seharusnya yang perlu kau ingatkan bukan aku, tetapi keponakanmu. Mary pergi bukan karena aku, tetapi untuk menghindari pria itu! Dan kedatanganku kesini adalah untuk menjemputnya. Menjemput milikku! Dia adalah milikku! Kau dengar? Mary Popiens adalah milikku!” “Jangan ikut campur kalau kau tidak
*** “Selamat pagi, Tuan,” sapa Daisy saat ia masuk ke dalam mobil Nathan dan duduk di kursi penumpang samping kemudi. “Pagi, Daisy. Maaf, aku membangunkanmu terlalu pagi,” kata Nathan dengan perasaan tidak enak terhadap wanita itu. Sambil mengikat sabuk pengaman, Daisy melirik sekilas ke arah Nat
“Kamu tidak mencoba menghubungi orang-orang yang dekat dengan Mary?” tanya Chiara, sambil mengedikkan bahu. “Mungkin saja kamu kenal salah satunya selain aku.” “Aku tidak banyak mengenal mereka,” jawab Nathan dengan nada lesu. Sementara itu, di dalam rumah, Mary tampak cemas. Wanita itu melangkah
*** Selesai membayar barang belanjaannya, Mary bergegas keluar dari toko. Ia memperhatikan awan yang mulai gelap dan mendung. “Sepertinya akan turun hujan,” gumam Mary pelan sambil melangkah cepat menuju flatnya. Di sisi lain, Victor sengaja menghentikan mobilnya dengan jarak agak jauh sambil mem
*** PLAK! Victor tak dapat melanjutkan kalimatnya, terganti dengan suara tamparan keras dari tangan Mary di pipinya. “Tutup mulutmu dan berhenti menghakimiku seperti itu! Kamu tidak pantas melakukannya!” Mary terengah-engah membalas tatapan tajam Victor dengan berani. “Kamu tahu mengapa aku sepe
Victor menatap Mary dalam diam, memperhatikan setiap ekspresi yang ditunjukkan oleh wanita itu. Tak dapat dipungkiri, di hati kecil Victor, dia mengakui keberanian Mary dalam menghadapi dirinya. 'Sangat pemberani. Jauh dari kata lemah lembut. Hem... Cukup menarik,' batin Victor penuh makna. Sejena
*** Setelah meninggalkan kedai kopi Chiara, Nathan tidak langsung pulang ke kota. Ia berkeliling di sekitar desa Willowbrook cukup lama berharap dapat menemukan Mary. Namun, usahanya sia-sia karena Mary tak kunjung ditemukan. Bahkan, setelah Nathan keluar dari desa Willowbrook, ia singgah di desa X
Nathan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Saat ini sudah jam setengah sembilan malam. “Kita tidur berdua di ranjang ini,” putus Nathan setelah mempertimbangkan beberapa saat. Sontak Daisy melongo. “Berdua, Tuan?” Wajahnya seketika bersemu merah. Tidur berdua? Seranjang deng
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu