Untaian kata yang menjadi nasihat untuk keyakinan akan pilihan sudah Oncom dengar dengan baik. Pertimbangan dengan dukungan orang-orang baik menjadikan Oncom akhirnya menetapkan pilihan untuk menerima sang Ustadz sebagai pendamping hidup. Sambil menyelam minum air, itulah yang menjadi tujuan pernikahannya nanti. Di mana Oncom bukan hanya memiliki suami idaman, tapi ia juga yakin Naufal bisa menuntunnya untuk menjadi manusia lebih baik.
Setelah pemasangan cincin oleh Bu Nyai sebagai simbol lamaran resmi acara berlanjut pada makan malam yang sudah di persiapkan dengan berbagai macam menu. Ruang makan yang kini terlihat luas karena tidak adanya meja beserta kursi karena mereka akan makan secara lesehan agar lebih leluasa. Naufal ditunjuk untuk memimpin doa sebelum makan setelahnya selesai mereka makan dengan khidmat. Sesekali diselingi obrolan random termasuk masalah pencalonan Sukira.
Setelah makan mereka kembali ke ruang tamu. Tidak ada yang merokok untuk menyegarkan mulut, karena mereka semua memang bukan perokok. Mereka lebih memilih memakan buah dan permen untuk menyegarkan mulut.
"Ini kalau setuju yah, Abah mau kalian menikah sesegera mungkin. Karena hal baik harus segera dilaksanakan."
"Kalau saya terserah Abah aja gimana baiknya. Abah yang tahu dan paham betul hari baik untuk pernikahan itu kapan," balas Sukira sebagai rasa hormat juga.
"Semua hari itu baik, cuma sebagai manusia kita pasti cari yang terbaik. Tanggal dua lima bulan depan. Jadi kita punya waktu satu bulan buat nyiapin semua acaranya," putus Abah Yai yang membuat Arif tersenyum.
"Kami setuju saja, Bah. Gimana buat, Oncom?" tanya Sukira pada anaknya.
"Oncom mah siap lahir batin, walaupun bohong dikit." Hal itu membuat mereka semua tertawa.
Oncom memang selalu mencairkan suasana. Disaat Naufal tidak bisa berkutik selalu ada Oncom yang menarik.
"Buat Oval sendiri gimana?" tanya Bu Nyai.
"InsyaAllah Oval lebih dari siap," jawab Naufal dengan senyum.
"Wah beneran enggak sabar ini mah kayaknya," ledek Abah Yai yang kembali membuat mereka tertawa.
Setelah menentukan tanggal pernikahan mereka melanjutkan dengan obrolan banyak hal. Sukira dan Abah Yai mengobrol masalah politik, Bu Nyai, Sutirah, Oncom dan Naufal menyusun konsep pernikahan. Waktu satu bulan akan sangat cepat jika tidak di susun dari sekarang. Naufal dan Oncom sepakat untuk konsep pesta rakyat karena itu juga merupakan salah satu impian Oncom yang tentu disetujui oleh orang tuanya maupun orang tua Naufal. Tidak ada perbedaan undangan, semua sama untuk acara mereka nanti. Mereka juga tidak akan menerima amplop atau hadiah lainnya. Menggunakan lapangan desa, untuk makanan mereka akan menggunakan jasa para pemilik catering yang ada di daerah mereka sendiri.
Mereka sepakat walaupun Naufal merupakan anak pemilik pondok tapi mereka tidak akan menyuruh para santri maupun santriwati untuk membantu di hari pernikahan mereka. Karena pada hari itu mereka semua harus menjadi tamu yang menikmati pesta dengan sukaria. Semua akan di urus oleh wedding organizer, mereka hanya tinggal menyiapkan dana saja.
"Tanpa mengurangi rasa hormat, Bah, Ibu, Ustadz. Untuk masalah dana tolong jangan dipikirkan, karena saya dan Oncom memiliki nazar kalau Oncom menikah saya akan mengadakan pesta rakyat untuk warga saya sendiri. Saya ingin mereka merasakan kebahagiaan sama seperti yang saya rasakan. Saya juga mohon izin untuk mengadakan beberapa hiburan, Bah." Izin Sukira.
Bagaimanapun calon besannya merupakan guru besar, ia harus menghargai dan meminta izin terlebih dahulu.
"Tapi bagaimanapun Abah 'kan pihak laki-laki, jadi harus ada pembagian Dana. Biar setengah-setengah aja sama, Abah. Kalau buat hiburan Abah terserah aja, yang penting jangan sampai menimbulkan kemudarathan untuk kita semua."
"Jangan, Bah. Ini udah kayak janji buat, Kira. Jadi uangnya di simpan aja buat pembangunan pesantren. Ini cuma hiburan rakyat biasa. Topeng, nasyid, bodoran sama debus palingan. Kalau paculan 'kan masuknya adat pengantin."
"Tambahin undang Lesti Kejora, Bos. Biar makin rame," celetuk Oncom.
"Banyak sekali?" tanya Bu Nyai kaget.
"Ceramah agama 'kan buat malem sambil riungan. Debus sama nasyid buat siang hari, topeng sama bodoran malem hari setelah paculan, Bu. Kalau buat artis besar kayak Lesti enggak bisa dadakan, Sayang. Jadwalnya pasti penuh." Sutirah ikut menjawab.
"Gampang itu, Bu Bos. Itu serahin sama Oncom aja. Pokoknya ada Lesti aja nantinya," keukeuh Oncom.
Entah benar atau tidak Oncom bisa mendatangkan bintang besar seperti Lesti. Jikalau sampai bisa tentu warga akan sangat heboh dan bahagia, mengingat hampir seluruh warga di desanya menyukai penyanyi bersuara merdu itu.
"Ya udah di atur aja, yang penting jangan sampe buat calon mempelai kecapean." Timpal Abah Yai lagi.
"Punten, Bah, Pak. Buat Neng Rini sendiri, maharnya minta apa?" tanya Naufal yang sedari tadi hanya mendengarkan.
Oncom menoleh saat mendengar pertanyaan Naufal. Menatap sebentar laki-laki bermata bening dengan wajah yang ditumbuhi bulu halus juga memiliki cahaya. Di tanya tentang mahar Oncom tidak tahu apa-apa dan sejujurnya terserah saja. Oncom tidak mempermasalahkan itu. Walaupun hanya dengan seribu rupiah akan Oncom terima.
"Oncom sih terserah aja. Semampunya ustadz dan tidak memberatkan. Helikopter juga gasken," jawab Oncom santai.
"Waduhn kudu jual apa ya kalo mau beli helikopter buat mahar?" canda Naufal membuat mereka semua tertawa.
"Gak usah pusing, Ustadz. 'Kan ada miniatur nya," balas Sukira yang kembali membuat ruangan ramai.
"Ya udah berarti masalah mahar terserah pihak Abah ya. Dan ingat, Oncom enggak boleh nolak nantinya."
Abah Yai mengetahui dengan jelas bagaimana Oncom yang selalu menolak pemberian dalam bentuk apa pun dari orang lain. Karena Oncom selalu merasa orang tuanya mampu memberikan apa yang ia inginkan, tanpa perlu menerima pemberian orang lain.
"Siap! Oncom terima. Tapi Oncom juga punya permintaan, Ustadz. Oncom enggak mau seperangkat alat solat di jadiin mahar, cukup di jadiin seserahan aja. Bukan karena harga, tapi tanggungjawabnya. Ibadah Oncom masih bolong-bolong soalnya. Oncom takut enggak bisa pakenya, apalagi kalau mukena nya bagus."
Bukan Oncom memandang harga, lebih pada tanggungjawab yang harus ia ambil jika alat sholat dijadikan mahar. Oncom takut jika nanti tidak dipakai olehnya, karena Oncom merupakan tipe orang yang jika sudah suka pada satu barang, maka hanya itu yang ia pakai. Sedangkan ia memiliki mukena kesyangan yang selalu menemanimu sholat walaupun bolong-bolong.
"Siap, Nyai."
Naufal hanya mengiyakan permintaan calon istrinya. Tidak masalah alat sholat yang hanya dijadikan seserahan saja yang penting fungsinya. Naufal yakin sudah menyiapkan mental dengan baik saat ia memutuskan untuk menikah dengan Oncom, yang kata orang hidupnya acak-acakan. Naufal yakin dan akan berusaha membimbing wanita yang sebenarnya cantik jika mau mengurus diri dengan baik.
Setelah itu Oncom meminta izin pada para orang tua untuk berbicara berdua dengan Naufal di sofa lain yang masih terlihat jelas oleh mereka semua. Naufal hanya mengikuti dengan penasaran apa yang ingin ditanyakan oleh calon istrinya.
Mencintai seorang laki-laki karena akhlak yang dimiliki tidak salah bukan, apalagi jika ditambah dengan fisik yang seperti tidak ada celah rasanya sangat menyenangkan. Memikirkan cara untuk bisa lebih dekat dengan sang pujaan cukup menguras pikiran di tengah tuntutan pekerjaan."Ternyata kamu beneran bisa bersinar dengan dakwah yang kamu bawa, Val. Enggak salah emang dari dulu aku suka sama kamu yang sekarang sukses jadi ustadz muda yang buat aku makin cinta," gumam wanita cantik dengan senyum yang terus terpancar sembari memandangi wajah tampan pujaannya yang ia jadikan wallpaper handphone.Namanya Firda Amanda, wanita kelahiran lampung yang saat ini menetap di Jakarta. Perempuan cantik yang berprofesi sebagai konten kreator setelah resign dari sebuah perusahaan corporation. Firda memiliki rasa pada Naufal yang saat mereka masih menggunakan seragam putih abu-abu. Naufal yang memang ia ketahui anak pemilik pesantren yang akan diw
Diam adalah gaya Naufal apalagi jika ia harus berhadapan dengan wanita, hal yang belum pernah ia lakukan setelah ia paham dengan arti dosa. Ditambah lagi wanita itu adalah Arini Wulandari, sosok wanita yang ia sebut dalam doa. Dalam hatinya diliputi rasa penasaran akan obrolan atau lebih pada pertanyaan apa yang ingin ditanyakan oleh sang calon istri. Orang lain mungkin akan berpikir jika otaknya bermasalah karena menginginkan wanita berantakan seperti Oncom, tapi apa daya hatinya yang telah memilih untuk menyukai wanita apa adanya itu. Sedangkan Oncom yang gagal menjadi anggun sedari tadi kini bersikap biasa saja setelah sebelumnya ia juga mengakui perasaan tegang di awal. Oncom akan memberikan beberapa pertanyaan dan juga tentang siapa dirinya yang sebenarnya untuk membuka pikiran Arif. "Mau ngobrol apa?" tanya Naufal setelah mereka duduk berhadapan dengan terhalang meja."Gini, Tads. Jujur aja ya Oncom masih bingung nih kenapa Ustadz mau aja dijodohin sama, Oncom. Jujur-jujuran a
Rasanya seperti tertimpa batu besar dari atas gunung saat laki-laki yang selalu ada dalam do'anya mengumumkan pernikahan. Harapan dan do'a yang selama ini ia pegang teguh seakan melebur bagaikan debu jalanan yang tiada arti. Tanpa terasa air mata menetes begitu saja saat ustadz muda nan tampan meminta doa dari para jamaah untuk pernikahan beliau."Sebelum saya tutup pembahasan kita hari ini saya mempunyai satu permintaan pada hadirin semua, saya Muhammad Naufal Afkar mengundang sekaligus meminta doa dari para Jamaah sekalian untuk berkenan hadir di acara pernikahan saya yang akan di adakan hari sabtu tanggal lima belas bulan ini. Sebelumnya saya meminta maaf jika ada kata yang salah. Wabilahitaufik wal hidayah, wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh."Semua jamaah berdo'a untuk kelancaran acara pernikahan ustadz mereka dengan bersuka ria. Namun, tidak dengan Firda yang justru diam seribu bahasa dengan mata yang menatap wajah laki-laki pujaannya. Rasanya sangat menyakitkan menden
Hari berlalu dengan cepat, terhitung tinggal lima hari pernikahan Oncom akan digelar. Pernikahan yang mengusung pesta rakyat dengan harapan masyarakat juga bahagia dan memberikan do'a untuk rumah tangganya nanti. Untung saja pagi hari setelah acara lamaran Sutirah langsung mengumpulkan para pemilik jasa catering dan juga tenda untuk menanyakan kesiapan mereka, yang ternyata mereka tidak sanggup untuk acara sebesar itu. Sehingga saat itu mereka masih memiliki waktu untuk mencari vendor yang sanggup. Dan ya, dengan kekuatan uang semua menjadi mudah.Kedua belah pihak mulai menyebarkan undangan pada para tamu jauh. Sedangkan untuk warga desanya sendiri akan di umumkan melalui rembuk warga di setiap Rt yang akan diumumkan langsung oleh Sukira. Untuk Desa lain akan di titipkan pada pejabat kepala desa masing-masing. Walaupun ia sudah bukan lagi seorang kepala desa tapi Sukira tetap mencintai masyarakatnya. Ia tidak pernah segan dalam membantu dan berbaur dengan warga. Hal itu membuat Suk
Tawa dan sikap masa bodoh hanyalah jalur untuk menutupi keresahan hati akan apa yang terjadi. Rumah tangga bukanlah perihal mudah. Menjalani seumur hidup dengan orang asing bukanlah hal yang patut untuk dijadikan uji coba. Salah pilih akan membuat resiko besar yang tak berkesudahan dalam hati. Karena seumur hidup itu terlalu lama jika kita bersama orang yang salah. Dan sejujurnya hal itulah yang membuat Oncom gelisah bahkan merujuk pada takut. Oncom masih belum yakin dengan jawaban jika Naufal mencintai dirinya. Melihat dari perbedaan mereka yang sangat jauh membuatnya dirundung rasa takut yang selalu menghantui. Untung saja hari ini Gita datang untuk mulai menemani. Walaupun ia tahu jika sahabatnya itu memiliki banyak rencana untuk membimbing mulai nanti malam.Mobil yang Oncom tunggu akhirnya tiba tepat di depan rumahnya, karena untuk tenda dan prosesi pernikahan nanti diadakan di samping rumahnya yang merupakan lapangan luas. Karena rumahnya nanti akan dijadikan tempat beristiraha
Kidung dari adat Sunda terdengar merdu ciri khas atas pernikahan. Riuh orang-orang yang sibuk ke sana kemari dalam mempersiapkan acara membuat hawa terasa panas walau berada di sekitar bibir gunung. Pelaminan cantik telah terbentuk dengan aroma bunga segar. Bangku-bangku tamu di tata dengan rapi. Begitu pun set alat untuk ijab qabul yang berada di tengah. Pukul sembilan nanti Naufal akan mengambil alih tanggungjawab Sukira atas anaknya yang bernama Arini Wulandari. Proses sakral yang akan merubah hidup seorang Oncom menjadi seorang istri. "Jangan tebel-tebel, Kak. Kayak topeng nantinya muka saya. Ini pake apa lagi nih?" protesnya yang merasa sudah cukup tebal dengan semua make-up yang di sapukan pada wajahnya."Ini bulu mata anti badai, Teh. Biar nyala penampilannya," jawab Janes seorang MUA profesional yang biasa mendandani artis dan para pejabat."Pakein lampu aja kalau mau nyala mah," balas Oncom santai.Oncom sudah merasakan jika pantulan wajah yang ada di dalam cermin bukanlah d
Di dalam ruangan Oncom yang sudah mendengar kata sah berpelukan dengan Gita yang justru menangis. Di susul Sutirah yang datang dengan mata merah karena menahan laju air mata."Kita keluar sekarang, Sayang." Sutirah dan Gita menuntun Oncom berjalan perlahan menuju tempat akad setelah do'a yang dipimpin oleh salah satu Ustadz ponpes. Perjalanan penuh haru dari kedua belah pihak dengan diiringi sholawat Ya Nabi Salam Alayka yang dibawakan oleh Maher Zain membuat suasana semakin syahdu. Kebaya putih bersih dengan jarik membuat langkah Oncom kian anggun. Siger yang merupakan kebanggaan bagi wanita Sunda terpasang cantik di kepala Oncom membuat kecantikan pengantin terpancar dengan nyata. Di ujung sana di tempat akad tadi Naufal yang kini telah resmi menjadi seorang suami menahan tangis melihat sang istri yang seperti bukan wanita pujaannya. Mata yang memerah menandakan betapa ia bahagia karena Allah telah begitu baik mengabulkan keinginannya. Untuk Naufal wanita yang saat ini berjalan me
Meriahnya acara membuat semua orang bersuka ria menikmati pesta yang memang digelar untuk rakyat. Para warga yang terus berdatangan untuk memberikan doa serta ucapan selamat membuat kaki Oncom terasa bengkak saking lamanya ia berdiri. Kent yang sangat peka meminta MUA mengambilkan sandal biasa untuk alas kaki yang digunakan selirnya agar Oncom nyaman. "Pake ini." Kent memberikan sandal dengan busa tinggi yang empuk membuat Oncom tersenyum."Makasih, Koko. Tau banget kalo Oncom kesakitan," balas Oncom sambil memegangi pundak Kent yang sedang memakaikan sandalnya. Oncom memakai gaun besar hingga alas kakinya tidak akan terlihat, hal itu tidak akan mempengaruhi riasan cantiknya hari ini."Kakinya sakit ya?" tanya Naufal karena melihat istrinya berdiri tidak mau diam."Jangan ditanya, pegel banget ini. Udahan yuk Oncom pengen tiduran," jawab Oncom memasang wajah melas."Kasian banget sih. Aa ngomong dulu ya sama, Abah."Jam baru menunjukkan pukul tiga sore dan sudah bisa dipastikan tamu