Rasanya seperti tertimpa batu besar dari atas gunung saat laki-laki yang selalu ada dalam do'anya mengumumkan pernikahan. Harapan dan do'a yang selama ini ia pegang teguh seakan melebur bagaikan debu jalanan yang tiada arti. Tanpa terasa air mata menetes begitu saja saat ustadz muda nan tampan meminta doa dari para jamaah untuk pernikahan beliau.
"Sebelum saya tutup pembahasan kita hari ini saya mempunyai satu permintaan pada hadirin semua, saya Muhammad Naufal Afkar mengundang sekaligus meminta doa dari para Jamaah sekalian untuk berkenan hadir di acara pernikahan saya yang akan di adakan hari sabtu tanggal lima belas bulan ini. Sebelumnya saya meminta maaf jika ada kata yang salah. Wabilahitaufik wal hidayah, wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh."Semua jamaah berdo'a untuk kelancaran acara pernikahan ustadz mereka dengan bersuka ria. Namun, tidak dengan Firda yang justru diam seribu bahasa dengan mata yang menatap wajah laki-laki pujaannya. Rasanya sangat menyakitkan mendengar pernikahan yang akan dilangsungkan hanya tinggal hitungan hari. Bertanya siapa wanita beruntung yang bisa mendapatkan hati juga raga laki-laki itu."Sabar ya."Rima mengerti bagaimana perasaan temannya yang kini hanya diam disaat semua jamaah sibuk berhamburan satu persatu untuk pulang."Aku enggak percaya, Ma. Kayaknya dia bohong deh," balas Firda menyenangkan hatinya."Dia enggak mungkin bohong, Da. Apalagi untuk masalah pernikahan.""Aku harus ngobrol langsung sama dia."Firda mencari nomor Naufal yang dia simpan dengan nama Calon Suami di ponselnya. Sebelum menelepon ia mengirimkan pesan terlebih dahulu yang belum juga dibaca oleh Naufal.๐๐ด๐ด๐ข๐ญ๐ข๐ฎ๐ถ'๐ข๐ญ๐ข๐ช๐ฌ๐ถ๐ฎ, ๐๐ด๐ต๐ข๐ฅ๐ป. ๐๐ข๐บ๐ข ๐๐ช๐ณ๐ฅ๐ข ๐ซ๐ข๐ฎ๐ข๐ข๐ฉ ๐ด๐ฆ๐ฌ๐ข๐ญ๐ช๐จ๐ถ๐ด ๐ต๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ ๐ด๐ฆ๐ฌ๐ฐ๐ญ๐ข๐ฉ ๐๐ด๐ต๐ข๐ฅ๐ป. ๐๐ฅ๐ข ๐ฉ๐ข๐ญ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ช๐ฏ๐จ๐ช๐ฏ ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ฃ๐ช๐ค๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ด๐ฆ๐ค๐ข๐ณ๐ข ๐ญ๐ข๐ฏ๐จ๐ด๐ถ๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข ๐๐ด๐ต๐ข๐ฅ๐ป, ๐ฌ๐ฆ๐ฃ๐ฆ๐ต๐ถ๐ญ๐ข๐ฏ ๐ฉ๐ข๐ณ๐ช ๐ช๐ฏ๐ช ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ฉ๐ข๐ฅ๐ช๐ณ ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ฌ๐ข๐ซ๐ช๐ข๐ฏ ๐บ๐ข๐ฃ๐จ ๐ถ๐ด๐ต๐ข๐ฅ๐ป ๐ด๐ข๐ฎ๐ฑ๐ข๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ. ๐๐ช๐ฌ๐ข ๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฏ ๐ด๐ข๐บ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ถ๐ฏ๐จ๐จ๐ถ ๐ฅ๐ช ๐ฅ๐ฆ๐ฑ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ข๐ด๐ซ๐ช. ๐๐ฆ๐ณ๐ช๐ฎ๐ข ๐ฌ๐ข๐ด๐ช๐ฉ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ข๐ข๐ง ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ฆ๐ญ๐ถ๐ฎ๐ฏ๐บ๐ข.Ustadz muda itu masih duduk di masjid tempat acara berlangsung. Mengobrol dan sibuk mengundang secara pribadi pada pada tokoh yang ada di sana hingga ia belum sempat membuka ponselnya.Firda menunggu dengan sabar di depan masjid bersama Rima yang tadi sudah membujuknya untuk pulang. Namun, rasa penasaran akan siapa wanita beruntung yang akan menemani hidup Naufal tidak membuat wanita itu mendengar ajakan temannya. Firda akan menebalkan muka demi mendapatkan kepastian dan kejelasan tentang calon istri laki-laki pujaannya. Ia juga harus memastikan jika wanita itu lebih baik dari segala hal dari dirinya."Kamu pulang duluan aja enggak apa-apa, aku mau ngobrol dulu sama Ustadz, Naufal."Firda yakin Naufal mengingat dirinya dan akan menerima ajakan dirinya untuk berbicara karena bagaimanapun ia mengenal Naufal dengan baik."Assalamu'alaikum, Firda?"Baru saja ia meyakinkan pikirannya dan sekarang laki-laki yang diharapkan olehnya sudah berada di belakang dengan jarak satu meter lebih. Tersenyum lembut yang membuat jantung wanita itu tidak aman. Naufal berdiri tegap dengan dua orang santri sebagai pendampingnya."Waalaikumsalam, Ustadz. Alhamdulillah Ustadz masih kenal sama saya," jawab Firda dengan membalas senyum indahnya."InsyaAllah saya masih ingat. Bagaimana kabarnya?" tanya Naufal basa-basi."Alhamdulillah baik."Ingin rasanya Firda menjawab jika kabarnya tidak baik-baik saja dan ia dilanda rasa sakit mendalam, tapi ia tidak mungkin mengatakan itu karena yang sakit adalah hatinya bukan fisiknya. Namun, Firda masih cukup waras untuk tidak mempermalukan dirinya di tempat umum yang ada banyak orang seperti saat ini."Oh iya, tadi katanya ada yang mau dibicarakan? Perihal apa?" tanya Naufal yang sebenarnya sudah ingin pulang.Pernikahannya tinggal sebentar lagi hingga dirinya butuh istirahat. Ustadz muda itu sudah mengosongkan jadwal kajiannya untuk satu bulan ke depan karena ia ingin fokus mengurus acara bahagianya bersama sang calon istri."Bisa kita bicara ditempat lain? Di restoran biar saya traktir sekalian. Soalnya pertanyaan saya banyak." Firda merasa tidak nyaman jika di berbicara di sana."Baik, tapi teman kamu dan kedua santri saya tetap ikut. Saya yang akan mentraktir, silahkan kamu duluan."Naufal ingin segera pulang untuk istirahat jadi ia mengiyakan ajakan Firda. Lagi pula mereka tidak berdua jadi tidak masalah. Naufal juga akan berniat menitipkan undangan fisik pada Firda untuk teman alumninya.Mereka masuk ke dalam mobil masing-masing, mobil Firda berjalan terlebih dahulu sebagai penentu tempat yang disusul oleh mobil Naufal. Mereka berhenti di tempat makan padang yang terkenal di Indonesia dengan rasa dan harganya, atau yang biasa disebut rumah makan padang mewah karena menjadi langganan para artis dan orang kaya. Tanpa perlu memesan pramusaji sudah membawakan banyak menu yang ditutup menggunakan plastik wrap."Mau makan apa buka aja ya," titah Naufal pada kedua santrinya yang tidak akan berani mengambil makanan jika tidak ia perintahkan."Syukron, Ustadz." Jawab kedua laki-laki muda itu kompak.Duduk berhadapan walaupun terhalang meja cukup besar dengan laki-laki yang dicintai rasanya sangat mendebarkan. Apalagi laki-laki itu memiliki aura yang sangat kuat dalam menarik perhatiannya."Kamu beneran mau menikah?" Akhirnya setelah beberapa saat hanya diam Firda menanyakan hal yang membuatnya penasaran."InsyaAllah, oh iya nanti saya juga mau minta tolong titip surat undangan buat temen alumni yang dekat sama kamu ya," jawab Naufal semangat."Sama siapa?" tanya Firda tidak peduli."Sama cinta pertama kalau kata orang-orang," jawab Naufal santai.Firda menunduk mendengar jawaban Naufal, menarik napas pelan sambil mencoba menebak siapa wanita yang menjadi cinta pertama laki-laki itu. Di sebelahnya Rima mengusap punggung Firda untuk menenangkan sahabatnya, hal itu tidak luput dari pandangan Naufal. Ia tahu bagaimana perasaan Firda padanya karena wanita itu pernah mengungkapkan secara langsung melalui direct message pada sebuah aplikasi sebelum Firda mendapatkan nomornya dari grup alumni.Hari berlalu dengan cepat, terhitung tinggal lima hari pernikahan Oncom akan digelar. Pernikahan yang mengusung pesta rakyat dengan harapan masyarakat juga bahagia dan memberikan do'a untuk rumah tangganya nanti. Untung saja pagi hari setelah acara lamaran Sutirah langsung mengumpulkan para pemilik jasa catering dan juga tenda untuk menanyakan kesiapan mereka, yang ternyata mereka tidak sanggup untuk acara sebesar itu. Sehingga saat itu mereka masih memiliki waktu untuk mencari vendor yang sanggup. Dan ya, dengan kekuatan uang semua menjadi mudah.Kedua belah pihak mulai menyebarkan undangan pada para tamu jauh. Sedangkan untuk warga desanya sendiri akan di umumkan melalui rembuk warga di setiap Rt yang akan diumumkan langsung oleh Sukira. Untuk Desa lain akan di titipkan pada pejabat kepala desa masing-masing. Walaupun ia sudah bukan lagi seorang kepala desa tapi Sukira tetap mencintai masyarakatnya. Ia tidak pernah segan dalam membantu dan berbaur dengan warga. Hal itu membuat Suk
Tawa dan sikap masa bodoh hanyalah jalur untuk menutupi keresahan hati akan apa yang terjadi. Rumah tangga bukanlah perihal mudah. Menjalani seumur hidup dengan orang asing bukanlah hal yang patut untuk dijadikan uji coba. Salah pilih akan membuat resiko besar yang tak berkesudahan dalam hati. Karena seumur hidup itu terlalu lama jika kita bersama orang yang salah. Dan sejujurnya hal itulah yang membuat Oncom gelisah bahkan merujuk pada takut. Oncom masih belum yakin dengan jawaban jika Naufal mencintai dirinya. Melihat dari perbedaan mereka yang sangat jauh membuatnya dirundung rasa takut yang selalu menghantui. Untung saja hari ini Gita datang untuk mulai menemani. Walaupun ia tahu jika sahabatnya itu memiliki banyak rencana untuk membimbing mulai nanti malam.Mobil yang Oncom tunggu akhirnya tiba tepat di depan rumahnya, karena untuk tenda dan prosesi pernikahan nanti diadakan di samping rumahnya yang merupakan lapangan luas. Karena rumahnya nanti akan dijadikan tempat beristiraha
Kidung dari adat Sunda terdengar merdu ciri khas atas pernikahan. Riuh orang-orang yang sibuk ke sana kemari dalam mempersiapkan acara membuat hawa terasa panas walau berada di sekitar bibir gunung. Pelaminan cantik telah terbentuk dengan aroma bunga segar. Bangku-bangku tamu di tata dengan rapi. Begitu pun set alat untuk ijab qabul yang berada di tengah. Pukul sembilan nanti Naufal akan mengambil alih tanggungjawab Sukira atas anaknya yang bernama Arini Wulandari. Proses sakral yang akan merubah hidup seorang Oncom menjadi seorang istri. "Jangan tebel-tebel, Kak. Kayak topeng nantinya muka saya. Ini pake apa lagi nih?" protesnya yang merasa sudah cukup tebal dengan semua make-up yang di sapukan pada wajahnya."Ini bulu mata anti badai, Teh. Biar nyala penampilannya," jawab Janes seorang MUA profesional yang biasa mendandani artis dan para pejabat."Pakein lampu aja kalau mau nyala mah," balas Oncom santai.Oncom sudah merasakan jika pantulan wajah yang ada di dalam cermin bukanlah d
Di dalam ruangan Oncom yang sudah mendengar kata sah berpelukan dengan Gita yang justru menangis. Di susul Sutirah yang datang dengan mata merah karena menahan laju air mata."Kita keluar sekarang, Sayang." Sutirah dan Gita menuntun Oncom berjalan perlahan menuju tempat akad setelah do'a yang dipimpin oleh salah satu Ustadz ponpes. Perjalanan penuh haru dari kedua belah pihak dengan diiringi sholawat Ya Nabi Salam Alayka yang dibawakan oleh Maher Zain membuat suasana semakin syahdu. Kebaya putih bersih dengan jarik membuat langkah Oncom kian anggun. Siger yang merupakan kebanggaan bagi wanita Sunda terpasang cantik di kepala Oncom membuat kecantikan pengantin terpancar dengan nyata. Di ujung sana di tempat akad tadi Naufal yang kini telah resmi menjadi seorang suami menahan tangis melihat sang istri yang seperti bukan wanita pujaannya. Mata yang memerah menandakan betapa ia bahagia karena Allah telah begitu baik mengabulkan keinginannya. Untuk Naufal wanita yang saat ini berjalan me
Meriahnya acara membuat semua orang bersuka ria menikmati pesta yang memang digelar untuk rakyat. Para warga yang terus berdatangan untuk memberikan doa serta ucapan selamat membuat kaki Oncom terasa bengkak saking lamanya ia berdiri. Kent yang sangat peka meminta MUA mengambilkan sandal biasa untuk alas kaki yang digunakan selirnya agar Oncom nyaman. "Pake ini." Kent memberikan sandal dengan busa tinggi yang empuk membuat Oncom tersenyum."Makasih, Koko. Tau banget kalo Oncom kesakitan," balas Oncom sambil memegangi pundak Kent yang sedang memakaikan sandalnya. Oncom memakai gaun besar hingga alas kakinya tidak akan terlihat, hal itu tidak akan mempengaruhi riasan cantiknya hari ini."Kakinya sakit ya?" tanya Naufal karena melihat istrinya berdiri tidak mau diam."Jangan ditanya, pegel banget ini. Udahan yuk Oncom pengen tiduran," jawab Oncom memasang wajah melas."Kasian banget sih. Aa ngomong dulu ya sama, Abah."Jam baru menunjukkan pukul tiga sore dan sudah bisa dipastikan tamu
Setelah menjahili istrinya Naufal berjalan pelan untuk kembali menuju pelaminan. Rasanya menyenangkan walaupun diiringi perasaan grogi yang sangat dalam. Menyembunyikan senyum karena takut terlihat oleh orang lain yang membuatnya malu. "Ustadz, Naufal."Naufal menoleh saat sudah memasuki tenda ketika ada yang memanggil namanya. Dua wanita dengan pakaian muslim rapi dan cantik tersenyum ke arahnya. Firda dan Rima yang ternyata datang untuk memberikan doa restu padanya."Hai, assalamu'alaikum, Firda, Rima. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang ke pernikahan saya.""Sama-sama, Ustadz. Selamat ya do'anya yang terbaik pokoknya," balas Rima dengan menangkup tangan di depan dadanya."Terima kasih untuk do'anya. Oh iya ngomong-ngomong udah pada makan belum? Makan dulu dan maaf seadanya.""Udah, Ustadz. Oh iya mana istrinya?"Hanya Rima yang mengeluarkan suara karena ternyata Firda tidak mampu untuk melakukan itu. Hatinya terlalu sakit untuk menerima kenyataan jika laki-laki yang
Naufal kembali ke kamar pengantin setelah ia menemui beberapa tamu undangan untuk melaksanakan sholat ashar. Acara ditutup sementara dan akan kembali dibuka setelah sholat maghrib. Abah Yai beserta rombongannya sudah pulang saat waktu memasuki sholat tadi. Mengetuk pintu sebanyak tiga kali tapi tetap tidak mendapatkan jawaban apalagi dibuka, memberanikan diri menekan handle dan membukanya secara perlahan. Melangkah masuk setelah mengucapkan salam yang tidak mendapatkan balasan. Di atas ranjang ternyata istrinya sedang tertidur pulas dengan make-up yang belum dihapus."Neng..." Naufal membangunkan istrinya perlahan tanpa menyentuh. Memandang dengan senyum wajah istrinya yang tertutup make-up membuat Naufal kurang puas. Ia lebih suka wajah itu tanpa riasan karena menurutnya terlihat lebih cantik alami. Dengan menguatkan niat dan meyakinkan diri laki-laki itu ikut merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri. Tangannya maju mundur untuk memeluk wanita yang terhibur pulas karena kelelahan i
"Teh, ini gimana muka Oncom bedaknya kaga mau bersih?" tanya Oncom begitu ia sampai di ruang tengah. Ruang tengah rumahnya menjadi tempat istirahat para MUA beserta semua peralatannya. Mereka sedang berkumpul dengan ponsel masing-masing dan langsung sigap begitu mendengar suara Oncom yang mengeluh."Oh, maaf Teh saya lupa. Sini saya bersihin, Teh."MUA itu sigap mengeluarkan cairan pembersih make-up, ia lupa tidak memberitahu pada kliennya yang memang tidak pernah merias wajah jika make-up yang diaplikasikan pada wajah kliennya itu tahan air hingga jika di hapus bukannya bersih justru akan berantakan. Oncom duduk bersila menghadap perempuan yang merias wajahnya, menutup mata saat kapas mulai diusapkan, rasanya ringan setelah semua make-up di permukaan wajahnya terangkat."Akhirnya muka Oncom enteng juga. Kenapa enggak dibilangin sih kalo bersihinnya harus pake beginian?" keluh Oncom setelah wajahnya kembali bersih."Lupa, Teh.