Tawa dan sikap masa bodoh hanyalah jalur untuk menutupi keresahan hati akan apa yang terjadi. Rumah tangga bukanlah perihal mudah. Menjalani seumur hidup dengan orang asing bukanlah hal yang patut untuk dijadikan uji coba. Salah pilih akan membuat resiko besar yang tak berkesudahan dalam hati. Karena seumur hidup itu terlalu lama jika kita bersama orang yang salah. Dan sejujurnya hal itulah yang membuat Oncom gelisah bahkan merujuk pada takut. Oncom masih belum yakin dengan jawaban jika Naufal mencintai dirinya. Melihat dari perbedaan mereka yang sangat jauh membuatnya dirundung rasa takut yang selalu menghantui. Untung saja hari ini Gita datang untuk mulai menemani. Walaupun ia tahu jika sahabatnya itu memiliki banyak rencana untuk membimbing mulai nanti malam.Mobil yang Oncom tunggu akhirnya tiba tepat di depan rumahnya, karena untuk tenda dan prosesi pernikahan nanti diadakan di samping rumahnya yang merupakan lapangan luas. Karena rumahnya nanti akan dijadikan tempat beristiraha
Kidung dari adat Sunda terdengar merdu ciri khas atas pernikahan. Riuh orang-orang yang sibuk ke sana kemari dalam mempersiapkan acara membuat hawa terasa panas walau berada di sekitar bibir gunung. Pelaminan cantik telah terbentuk dengan aroma bunga segar. Bangku-bangku tamu di tata dengan rapi. Begitu pun set alat untuk ijab qabul yang berada di tengah. Pukul sembilan nanti Naufal akan mengambil alih tanggungjawab Sukira atas anaknya yang bernama Arini Wulandari. Proses sakral yang akan merubah hidup seorang Oncom menjadi seorang istri. "Jangan tebel-tebel, Kak. Kayak topeng nantinya muka saya. Ini pake apa lagi nih?" protesnya yang merasa sudah cukup tebal dengan semua make-up yang di sapukan pada wajahnya."Ini bulu mata anti badai, Teh. Biar nyala penampilannya," jawab Janes seorang MUA profesional yang biasa mendandani artis dan para pejabat."Pakein lampu aja kalau mau nyala mah," balas Oncom santai.Oncom sudah merasakan jika pantulan wajah yang ada di dalam cermin bukanlah d
Di dalam ruangan Oncom yang sudah mendengar kata sah berpelukan dengan Gita yang justru menangis. Di susul Sutirah yang datang dengan mata merah karena menahan laju air mata."Kita keluar sekarang, Sayang." Sutirah dan Gita menuntun Oncom berjalan perlahan menuju tempat akad setelah do'a yang dipimpin oleh salah satu Ustadz ponpes. Perjalanan penuh haru dari kedua belah pihak dengan diiringi sholawat Ya Nabi Salam Alayka yang dibawakan oleh Maher Zain membuat suasana semakin syahdu. Kebaya putih bersih dengan jarik membuat langkah Oncom kian anggun. Siger yang merupakan kebanggaan bagi wanita Sunda terpasang cantik di kepala Oncom membuat kecantikan pengantin terpancar dengan nyata. Di ujung sana di tempat akad tadi Naufal yang kini telah resmi menjadi seorang suami menahan tangis melihat sang istri yang seperti bukan wanita pujaannya. Mata yang memerah menandakan betapa ia bahagia karena Allah telah begitu baik mengabulkan keinginannya. Untuk Naufal wanita yang saat ini berjalan me
Meriahnya acara membuat semua orang bersuka ria menikmati pesta yang memang digelar untuk rakyat. Para warga yang terus berdatangan untuk memberikan doa serta ucapan selamat membuat kaki Oncom terasa bengkak saking lamanya ia berdiri. Kent yang sangat peka meminta MUA mengambilkan sandal biasa untuk alas kaki yang digunakan selirnya agar Oncom nyaman. "Pake ini." Kent memberikan sandal dengan busa tinggi yang empuk membuat Oncom tersenyum."Makasih, Koko. Tau banget kalo Oncom kesakitan," balas Oncom sambil memegangi pundak Kent yang sedang memakaikan sandalnya. Oncom memakai gaun besar hingga alas kakinya tidak akan terlihat, hal itu tidak akan mempengaruhi riasan cantiknya hari ini."Kakinya sakit ya?" tanya Naufal karena melihat istrinya berdiri tidak mau diam."Jangan ditanya, pegel banget ini. Udahan yuk Oncom pengen tiduran," jawab Oncom memasang wajah melas."Kasian banget sih. Aa ngomong dulu ya sama, Abah."Jam baru menunjukkan pukul tiga sore dan sudah bisa dipastikan tamu
Setelah menjahili istrinya Naufal berjalan pelan untuk kembali menuju pelaminan. Rasanya menyenangkan walaupun diiringi perasaan grogi yang sangat dalam. Menyembunyikan senyum karena takut terlihat oleh orang lain yang membuatnya malu. "Ustadz, Naufal."Naufal menoleh saat sudah memasuki tenda ketika ada yang memanggil namanya. Dua wanita dengan pakaian muslim rapi dan cantik tersenyum ke arahnya. Firda dan Rima yang ternyata datang untuk memberikan doa restu padanya."Hai, assalamu'alaikum, Firda, Rima. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang ke pernikahan saya.""Sama-sama, Ustadz. Selamat ya do'anya yang terbaik pokoknya," balas Rima dengan menangkup tangan di depan dadanya."Terima kasih untuk do'anya. Oh iya ngomong-ngomong udah pada makan belum? Makan dulu dan maaf seadanya.""Udah, Ustadz. Oh iya mana istrinya?"Hanya Rima yang mengeluarkan suara karena ternyata Firda tidak mampu untuk melakukan itu. Hatinya terlalu sakit untuk menerima kenyataan jika laki-laki yang
Naufal kembali ke kamar pengantin setelah ia menemui beberapa tamu undangan untuk melaksanakan sholat ashar. Acara ditutup sementara dan akan kembali dibuka setelah sholat maghrib. Abah Yai beserta rombongannya sudah pulang saat waktu memasuki sholat tadi. Mengetuk pintu sebanyak tiga kali tapi tetap tidak mendapatkan jawaban apalagi dibuka, memberanikan diri menekan handle dan membukanya secara perlahan. Melangkah masuk setelah mengucapkan salam yang tidak mendapatkan balasan. Di atas ranjang ternyata istrinya sedang tertidur pulas dengan make-up yang belum dihapus."Neng..." Naufal membangunkan istrinya perlahan tanpa menyentuh. Memandang dengan senyum wajah istrinya yang tertutup make-up membuat Naufal kurang puas. Ia lebih suka wajah itu tanpa riasan karena menurutnya terlihat lebih cantik alami. Dengan menguatkan niat dan meyakinkan diri laki-laki itu ikut merebahkan tubuhnya di sebelah sang istri. Tangannya maju mundur untuk memeluk wanita yang terhibur pulas karena kelelahan i
"Teh, ini gimana muka Oncom bedaknya kaga mau bersih?" tanya Oncom begitu ia sampai di ruang tengah. Ruang tengah rumahnya menjadi tempat istirahat para MUA beserta semua peralatannya. Mereka sedang berkumpul dengan ponsel masing-masing dan langsung sigap begitu mendengar suara Oncom yang mengeluh."Oh, maaf Teh saya lupa. Sini saya bersihin, Teh."MUA itu sigap mengeluarkan cairan pembersih make-up, ia lupa tidak memberitahu pada kliennya yang memang tidak pernah merias wajah jika make-up yang diaplikasikan pada wajah kliennya itu tahan air hingga jika di hapus bukannya bersih justru akan berantakan. Oncom duduk bersila menghadap perempuan yang merias wajahnya, menutup mata saat kapas mulai diusapkan, rasanya ringan setelah semua make-up di permukaan wajahnya terangkat."Akhirnya muka Oncom enteng juga. Kenapa enggak dibilangin sih kalo bersihinnya harus pake beginian?" keluh Oncom setelah wajahnya kembali bersih."Lupa, Teh.
Biasanya setelah sholat dilanjutkan dengan dzikir oleh Naufal, tapi untuk kali ini harus ia tunda apalagi saat mendengar isakan dari istrinya yang membuat Naufal segera berbalik untuk melihat. "Neng kok nangis? Kenapa?" tanya Naufal sambil mengusap kepalanya."Oncom terharu," jawab sang istri jujur.Naufal menarik pelan Oncom dalam pelukannya, mengusap dengan lembut punggung yang masih terbalut mukenah dan tak lupa memberikan kecupan pada puncak kepalanya. "Ustadz tau enggak kayaknya ini pertama kali Oncom sholat dengan khusyuk mangkanya Oncom sedih," ujarnya masih dengan isakan kecil. "Emang selama ini sholatnya gimana?" tanya Naufal penasaran."Ya cuma sholat gitu aja, gerakannya juga cepet. Ini lama banget sholatnya sampe pegel kaki, Oncom.""Mulai sekarang belajar sedikit demi sedikit ya diperbaiki sholatnya. Kita belajar sama-sama, berdo'a untuk tujuan yang sama semoga kita sampai ke surga-Nya."Mendengar perkataan suaminya semakin membuat Oncom merasa sedih. Selama ini hidupn