Entah mengapa malam terasa begitu cepat untuk Oncom yang sedang dilanda gelisah. Kebingungan melanda wanita yang biasanya tidak pernah mendengarkan omongan orang lain itu. Penampilan yang biasa seperti laki-laki dengan hanya menggunakan t-shirt dan celana jeans selutut malam ini harus berubah menjadi lebih anggun dan sopan. Menggunakan long tunik berwarna maroon dengan bawahan celana jeans berwarna hitam juga kerudung model pashmina yang tidak ia kaitkan hingga tidak menutup sempurna kepalanya.
"Segini juga udah alhamdulillah gue mah," ucapnya di depan layar handphone yang sedang tersambung dengan Gita.
Sedari tadi ia memang meminta Gita sebagai fashion desainer karena Oncom ingin memastikan penampilannya tidak mempermalukan kedua orang tuanya. Gita tidak mungkin bohong dengan mengatakan jika dirinya cantik padahal terlihat tidak pantas. Gita akan mengatakan dengan jujur jika memang pakaian yang akan dikenakan oleh Oncom sudah cukup sopan, walaupun tidak syar'i.
"Coba kerudungnya dibenerin, Com. Pake peniti kalau lu gak bisa pake jepe. Jangan malu-maluin bapak Lurah Sukira lu. Inget calon laki lu Ustadz, Coy. Yang punya Ponpes. Masa rambut lu ke mana-mana." Nasihat Gita untuk kesekian kalinya.
"Udah lu bawel ih. Justru ini biar gw tau gimana perlakuan mereka sama gue. Nerima enggak mereka punya calon mantu amburadul kayak gue. Tapi ini ngomong-ngomong aneh banget gue rasanya pake beginian. Berasa jadi cewek beneran gue kalo begini," balas Oncom keukeuh.
Mereka tertawa bersama, Gita berusaha menenangkan Oncom dengan ledekan yang membuatnya sedikit tenang.
"Udah dulu ya, Coy. Gue udah di panggil buat nemuin calon Raja."
Oncom berpamitan saat mendengar suara ibunya yang mengetuk pintu. Menarik napas terlebih dahulu sebelum ia membuka dan ikut bersama ibunya. Oncom sudah belajar bagaimana caranya senyum agar terlihat anggun. Yaitu dengan cara hanya menarik kedua sudut bibir tanpa memperlihatkan gigi. Itu yang Gita katakan.
"MasyaAllah anak Ibu cantik sekali. Terima kasih Sayang udah mau nurut kali ini sama kami," ucap ibu Sutirah saat Oncom membuka pintu.
"Apa sih, Bu? Emang selama ini Oncom bandel ya?" tanya Oncom pura-pura.
"Oncom anak ibu paling baik, paling cantik. Ibu sampe pangling liat Oncom pake tunik," balas Sutirah dengan melihat takjub anak bungsunya.
"Peres amat, Bu.".
"Ya udah hayu, udah ditungguin sama calon Raja tuh."
"Bismillah!"
Sutirah tersenyum melihat anaknya yang beberapa hari ini belajar memperbaiki diri. Wanita paruh baya itu juga sangat berterima kasih atas kebawelan Gita yang tiada henti menasihati anak tomboynya. Sutirah merasa sangat beruntung Oncom memiliki teman baik seperti Gita, karena walaupun mereka berjauhan tapi mereka tetap saling support dengan bahasa kasarnya.
Di ruang tamu semua mata tertuju pada mereka berdua, atau lebih tepatnya pada Oncom yang kali ini berpenampilan beda dari biasanya. Terlihat cantik walaupun sederhana tanpa gamis. Setidaknya malam ini Oncom berpenampilan sesuai kodratnya seorang wanita. Walaupun kerudung itu hanya menutupi sebagaian rambutnya.
"Assalamu'alaikum, Bah, Ibu. Sehat?"
Oncom langsung berlutut untuk menyalami Abah dan Ibu Nyai begitu di hadapan mereka semua. Menanyakan kabar untuk sekadar basa basi agar tidak terlalu kaku.
"Belom muhrim, Tad. Jadi salamannya begini aja oke," celetuk Oncom dengan menangkup kedua tangannya di depan dada. Hal itu sukses membuat semua yang ada di sana tertawa.
"Kayaknya Ibu udah tau ini jawabannya," goda Bu Nyai pada Naufal.
"Biar lebih jelas, Abah mau nanya sama Oncom nih. Oncom mau enggak jadi mantu, Abah?" tanya Abah Yai dengan serius.
"Yang mana dulu calon Oncom nya? Anak Abah 'kan banyak, ratusan sampe ribuan malah."
Sebisa mungkin menahan untuk bersikap anggun, tetap saja Oncom tidak bisa. Apalagi Abah Yai memang bukan tipe orang yang fanatik akan kesopanan. Walaupun beliau seorang guru besar, beliau tetap suka bercanda apalagi dengan Oncom yang sudah seperti anaknya sendiri.
"Anak Abah emang banyak, tapi 'kan yang sama Bu Nyai cuma Naufal sama Laila. Masa Oncom mau nikah sama Laila? Enggak mungkin, 'kan?"
"Berarti sama Ustadz dong?"
"Atuh iya, Sayang. Gimana, Oncom mau enggak?" giliran Bu Nyai yang bertanya.
"Hampura sesebelumnya, Bu, Abah. Kalau di tanya mau apa enggaknya jujur Oncom bingung. Tapi sebelumnya Oncom mau nanya dulu sama Ustadz, emang mau punya istri kayak Oncom, Tad?" tanya Oncom pada Arif yang sedari tadi hanya diam.
"Ditanya tuh, masa dari tadi diem aja," ledek Bu Nyai yang di sesali Naufal.
"InsyaAllah saya mau. Dan jujur saya yang minta Abah sama Ibu untuk segera melamar, Neng Rini. Itupun kalau Neng Rini mau tanpa paksaan," jawab Naufal dengan jujur jika dirinya yang meminta perjodohan itu.
"Gini ya, dengan perbedaan kita yang jauh melebihi langit dan bumi apa Ustadz enggak malu? Abah sama Ibu juga enggak malu punya menantu kayak, Oncom. Ibaratnya tuh spek surga disandingin sama spek neraka, Bah. Oncom enggak nolak cuma Oncom minta Ustadz, Abah sama Ibu bener-bener pikirin hal itu dulu. Oncom enggak mau jadi beban buat keluarga Abah yang nantinya nurunin reputasi pondok."
Sukira dan Sutirah tersenyum penuh haru dengan apa yang dijabarkan oleh Oncom. Mereka tidak menyangka anak bungsunya bisa dengan lugas menyampaikan semua itu.
"Gini, Nak. Sekarang gantian Abah yang mau tanya sama, Oncom. Darimana Oncom bisa mikir kalau Naufal spek surga sedangkan Oncom spek neraka?" tanya Abah Yai dengan serius.
"Ya Abah liat penampilan sama kelakuan Oncom kayak gimana? Berbanding terbalik sama kelakuan, Ustadz. Pokoknya susah deh di jelasinnya," jawab Oncom bingung sendiri.
"Begini, Nak. Kita semua tidak pernah ada yang tahu dosa siapa paling banyak dan siapa yang paling cepat masuk ke surga. Penilaian manusia sering kali keliru jadi jangan pernah merasa rendah diri di hadapan manusia, kecuali di hadapan Allah. Tinggal bagaimana Oncom mau atau tidak memperbaiki diri menjadi lebih baik dan lebih rapih. Berubahlah untuk Allah dan diri sendiri, jangan untuk menyenangkan hati orang lain. InsyaAllah hidup kamu akan tenang dan tentram."
Nasihat Abah Yai yang membuat semua yang ada disana menunduk terlebih Oncom. Manusia dengan berbagai penilaian masing-masing dan hanya melihat pada penampilan luar tidak akan bisa menentukan siapa yang akan masuk surga terlebih dahulu. Karena hal itu hanya Allah yang mengetahui. Bahkan seorang ulama besar pun tidak menjamin akan masuk surga terlebih dahulu dari orang biasa.
"Oncom cuma ngerasa enggak pantes dan takut buat malu Ustadz terutama keluarga, Abah."
Sepolos dan selambatnya cara berpikir Oncom ia tetap memikirkan nama baik pondok pesantren. Ia hanya takut dengan dirinya yang akan menjadi menantu hal itu akan menjadi aib bagi nama pesantren.
"Maaf kalau saya menyela. Begini, Neng. Kamu bukan aib buat siapapun. Neng bisa tanya sama ibu bapak kalau Neng Rini kebanggaan buat mereka. Jika ada yang menghina kamu sama saja mereka menghina sang Pencipta. Setinggi apa derajat mereka hingga berani menghina, Allah? Neng jangan pernah malu, karena ini saya pribadi yang meminta, bukan para orang tua yang memaksa." Tambah Naufal meyakinkan Oncom.
Oncom masih diam, masih tidak yakin untuk menerima lamaran Naufal. Oncom masih mencari jawaban pasti tentang mengapa ustadz itu mau menikah dengannya. Oncom seperti manusia yang tidak mempercayai kehendak dan kuasa Allah yang bisa dengan mudah untuk membolak-balikan hati umat-Nya. Seharusnya Oncom mengingat itu, di mata orang lain mungkin dirinya manusia berantakan nyaris tidak berguna. Namun, di mata Naufal mungkin dirinya seperti bidadari yang baru turun dari kayangan. Karena bagi orang bijak fisik bukanlah yang utama, melainkan hati dan kenyamanan yang ada pada wanitanya.
Untaian kata yang menjadi nasihat untuk keyakinan akan pilihan sudah Oncom dengar dengan baik. Pertimbangan dengan dukungan orang-orang baik menjadikan Oncom akhirnya menetapkan pilihan untuk menerima sang Ustadz sebagai pendamping hidup. Sambil menyelam minum air, itulah yang menjadi tujuan pernikahannya nanti. Di mana Oncom bukan hanya memiliki suami idaman, tapi ia juga yakin Naufal bisa menuntunnya untuk menjadi manusia lebih baik.Setelah pemasangan cincin oleh Bu Nyai sebagai simbol lamaran resmi acara berlanjut pada makan malam yang sudah di persiapkan dengan berbagai macam menu. Ruang makan yang kini terlihat luas karena tidak adanya meja beserta kursi karena mereka akan makan secara lesehan agar lebih leluasa. Naufal ditunjuk untuk memimpin doa sebelum makan setelahnya selesai mereka makan dengan khidmat. Sesekali diselingi obrolan random termasuk masalah pencalonan Sukira.Setelah makan mereka kembali ke ruang tamu. Tidak ada yang
Mencintai seorang laki-laki karena akhlak yang dimiliki tidak salah bukan, apalagi jika ditambah dengan fisik yang seperti tidak ada celah rasanya sangat menyenangkan. Memikirkan cara untuk bisa lebih dekat dengan sang pujaan cukup menguras pikiran di tengah tuntutan pekerjaan."Ternyata kamu beneran bisa bersinar dengan dakwah yang kamu bawa, Val. Enggak salah emang dari dulu aku suka sama kamu yang sekarang sukses jadi ustadz muda yang buat aku makin cinta," gumam wanita cantik dengan senyum yang terus terpancar sembari memandangi wajah tampan pujaannya yang ia jadikan wallpaper handphone.Namanya Firda Amanda, wanita kelahiran lampung yang saat ini menetap di Jakarta. Perempuan cantik yang berprofesi sebagai konten kreator setelah resign dari sebuah perusahaan corporation. Firda memiliki rasa pada Naufal yang saat mereka masih menggunakan seragam putih abu-abu. Naufal yang memang ia ketahui anak pemilik pesantren yang akan diw
Diam adalah gaya Naufal apalagi jika ia harus berhadapan dengan wanita, hal yang belum pernah ia lakukan setelah ia paham dengan arti dosa. Ditambah lagi wanita itu adalah Arini Wulandari, sosok wanita yang ia sebut dalam doa. Dalam hatinya diliputi rasa penasaran akan obrolan atau lebih pada pertanyaan apa yang ingin ditanyakan oleh sang calon istri. Orang lain mungkin akan berpikir jika otaknya bermasalah karena menginginkan wanita berantakan seperti Oncom, tapi apa daya hatinya yang telah memilih untuk menyukai wanita apa adanya itu. Sedangkan Oncom yang gagal menjadi anggun sedari tadi kini bersikap biasa saja setelah sebelumnya ia juga mengakui perasaan tegang di awal. Oncom akan memberikan beberapa pertanyaan dan juga tentang siapa dirinya yang sebenarnya untuk membuka pikiran Arif. "Mau ngobrol apa?" tanya Naufal setelah mereka duduk berhadapan dengan terhalang meja."Gini, Tads. Jujur aja ya Oncom masih bingung nih kenapa Ustadz mau aja dijodohin sama, Oncom. Jujur-jujuran a
Rasanya seperti tertimpa batu besar dari atas gunung saat laki-laki yang selalu ada dalam do'anya mengumumkan pernikahan. Harapan dan do'a yang selama ini ia pegang teguh seakan melebur bagaikan debu jalanan yang tiada arti. Tanpa terasa air mata menetes begitu saja saat ustadz muda nan tampan meminta doa dari para jamaah untuk pernikahan beliau."Sebelum saya tutup pembahasan kita hari ini saya mempunyai satu permintaan pada hadirin semua, saya Muhammad Naufal Afkar mengundang sekaligus meminta doa dari para Jamaah sekalian untuk berkenan hadir di acara pernikahan saya yang akan di adakan hari sabtu tanggal lima belas bulan ini. Sebelumnya saya meminta maaf jika ada kata yang salah. Wabilahitaufik wal hidayah, wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh."Semua jamaah berdo'a untuk kelancaran acara pernikahan ustadz mereka dengan bersuka ria. Namun, tidak dengan Firda yang justru diam seribu bahasa dengan mata yang menatap wajah laki-laki pujaannya. Rasanya sangat menyakitkan menden
Hari berlalu dengan cepat, terhitung tinggal lima hari pernikahan Oncom akan digelar. Pernikahan yang mengusung pesta rakyat dengan harapan masyarakat juga bahagia dan memberikan do'a untuk rumah tangganya nanti. Untung saja pagi hari setelah acara lamaran Sutirah langsung mengumpulkan para pemilik jasa catering dan juga tenda untuk menanyakan kesiapan mereka, yang ternyata mereka tidak sanggup untuk acara sebesar itu. Sehingga saat itu mereka masih memiliki waktu untuk mencari vendor yang sanggup. Dan ya, dengan kekuatan uang semua menjadi mudah.Kedua belah pihak mulai menyebarkan undangan pada para tamu jauh. Sedangkan untuk warga desanya sendiri akan di umumkan melalui rembuk warga di setiap Rt yang akan diumumkan langsung oleh Sukira. Untuk Desa lain akan di titipkan pada pejabat kepala desa masing-masing. Walaupun ia sudah bukan lagi seorang kepala desa tapi Sukira tetap mencintai masyarakatnya. Ia tidak pernah segan dalam membantu dan berbaur dengan warga. Hal itu membuat Suk
Tawa dan sikap masa bodoh hanyalah jalur untuk menutupi keresahan hati akan apa yang terjadi. Rumah tangga bukanlah perihal mudah. Menjalani seumur hidup dengan orang asing bukanlah hal yang patut untuk dijadikan uji coba. Salah pilih akan membuat resiko besar yang tak berkesudahan dalam hati. Karena seumur hidup itu terlalu lama jika kita bersama orang yang salah. Dan sejujurnya hal itulah yang membuat Oncom gelisah bahkan merujuk pada takut. Oncom masih belum yakin dengan jawaban jika Naufal mencintai dirinya. Melihat dari perbedaan mereka yang sangat jauh membuatnya dirundung rasa takut yang selalu menghantui. Untung saja hari ini Gita datang untuk mulai menemani. Walaupun ia tahu jika sahabatnya itu memiliki banyak rencana untuk membimbing mulai nanti malam.Mobil yang Oncom tunggu akhirnya tiba tepat di depan rumahnya, karena untuk tenda dan prosesi pernikahan nanti diadakan di samping rumahnya yang merupakan lapangan luas. Karena rumahnya nanti akan dijadikan tempat beristiraha
Kidung dari adat Sunda terdengar merdu ciri khas atas pernikahan. Riuh orang-orang yang sibuk ke sana kemari dalam mempersiapkan acara membuat hawa terasa panas walau berada di sekitar bibir gunung. Pelaminan cantik telah terbentuk dengan aroma bunga segar. Bangku-bangku tamu di tata dengan rapi. Begitu pun set alat untuk ijab qabul yang berada di tengah. Pukul sembilan nanti Naufal akan mengambil alih tanggungjawab Sukira atas anaknya yang bernama Arini Wulandari. Proses sakral yang akan merubah hidup seorang Oncom menjadi seorang istri. "Jangan tebel-tebel, Kak. Kayak topeng nantinya muka saya. Ini pake apa lagi nih?" protesnya yang merasa sudah cukup tebal dengan semua make-up yang di sapukan pada wajahnya."Ini bulu mata anti badai, Teh. Biar nyala penampilannya," jawab Janes seorang MUA profesional yang biasa mendandani artis dan para pejabat."Pakein lampu aja kalau mau nyala mah," balas Oncom santai.Oncom sudah merasakan jika pantulan wajah yang ada di dalam cermin bukanlah d
Di dalam ruangan Oncom yang sudah mendengar kata sah berpelukan dengan Gita yang justru menangis. Di susul Sutirah yang datang dengan mata merah karena menahan laju air mata."Kita keluar sekarang, Sayang." Sutirah dan Gita menuntun Oncom berjalan perlahan menuju tempat akad setelah do'a yang dipimpin oleh salah satu Ustadz ponpes. Perjalanan penuh haru dari kedua belah pihak dengan diiringi sholawat Ya Nabi Salam Alayka yang dibawakan oleh Maher Zain membuat suasana semakin syahdu. Kebaya putih bersih dengan jarik membuat langkah Oncom kian anggun. Siger yang merupakan kebanggaan bagi wanita Sunda terpasang cantik di kepala Oncom membuat kecantikan pengantin terpancar dengan nyata. Di ujung sana di tempat akad tadi Naufal yang kini telah resmi menjadi seorang suami menahan tangis melihat sang istri yang seperti bukan wanita pujaannya. Mata yang memerah menandakan betapa ia bahagia karena Allah telah begitu baik mengabulkan keinginannya. Untuk Naufal wanita yang saat ini berjalan me