Share

Bab 67 - End

Penulis: Sinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sore ini Sera sedang berada di rumah Mirna. Bersama Dimitri dan beberapa anggota keluarga lainnnya. Ada acara makan dan bakar-bakar bersama. Tidak ada perayaan apa-apa, si ibu mertua hanya ingin merasakan hangatnya suasana saat seluruh keluarga berkumpul.

Dimitri sedang ada di halaman belakang bersama sepupu-sepupunya mempersiapkan panggangan, ikan dan daging, si istri tengah duduk di ruang tamu bersama Mirna.

Mertua dan menantu tersebut berangkulan di sofa, dengan Mirna yang memijat pelan punggung Sera.

"Jangan capek makanya." Mirna menduga pegal yang istri anaknya itu rasakan di pinggang dan punggung adalah akibat dari terlalu memaksakan diri mengerjakan pekerjaan rumah.

"Kalau orang lain lihat, disangkanya Sera yang anak Mama, sedang Dimitri yang menantu." Inka yang baru turun setelah memberi makan Erza tersenyum melihat kedekatan Mirna dan Sera.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Once then Forever   Extra Part (1)

    Bar-bar. Itu yang saat ini terbersit di pikiran Dimitri jika ada yang bertanya mengenai pengalaman menjadi suami dari istri yang sedang mengandung. Sepagi ini, Sera sudah berulah. Sesaat setelah bangun, perempuan yang perutnya sudah sedikit bundar itu langsung menyuarakan keinginan tidak realistis dan super konyol. "Aku punya tiga hal yang harus kamu lakukan hari ini. Pertama, peluk Dante dan Kak Brian di depan aku." Hah! Habis kata untuk mendebat, Dimitri memberi gelengan sebagai respon. Sudah gila memangnya? Memeluk Dante dan Brian? Untuk apa? Gunanya apa? Keinginannya--Sera bilang keinginan bayi--tidak dipenuhi, perempuan itu berbaring di karpet ruang tamu. Berkata akan terus di sana sampai si suami mau melakukan hal yang diminta. Bar-bar. Dimitri tiba-tiba-tiba saja menyesal karena selama ini Sera selalu bersikap baik. Harusnya, perempuan itu bersikap aneh-aneh saja sejak dulu. Jadi, saat hamil b

  • Once then Forever   Extra Part (2)

    Mengusap kepala belakangnya gusar, Dimitri tampak berjalan pelan menuju mobil yang terparkir di bawah sebuah pohon. Lelaki itu mengambil napas dalam, sebelum akhirnya menarik pintu dan masuk ke dalam. Sore yang lumayan menguras tenaga. Padahal, niat awalnya ialah mengajak sang istri jalan-jalan. Sekadar menghilangkan penat, terlebih si ibu hamil tampak cemberut sejak pagi hari. Namun, tidak sengaja pertengkaran tejadi. Ada ketidaksepahaman antara mereka tadi. Soal Hares. Sera kukuh ingin adiknya itu berhenti mengambil kerja sampingan di bengkel temannya Dimit. Sera tak ingin Hares kelelahan dan kuliahnya terganggu. Namun, Dimitri punya pendapat lain. Dimitri yakin Hares bisa membagi waktu. Pun, selama ini adik iparnya itu terlihat sangat bertanggungjawab atas pilihan yang dibuat. Semester lalu saja, nilai Hares lebih dari memuaskan. Perbedaan pendapat ini makin keruh karena Dimitri menolak meminta Hares berhenti bek

  • Once then Forever   Extra Part (3)

    Dimitri berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Berulang kali pria itu melirik arloji yang masih bertengger di lengan. Kemeja kerjanya saja belum diganti, demi menanti seseorang.Raut sedikit gugup mampir di parasnya yang semakin matang. Pepatah makin tua makin menjadi, cocok pria 41 tahun itu sandang.Ini hari Selasa. Dimitri pulang bekerja lebih awal, pukul satu. Harusnya, lelaki itu ingin bolos saja. Namun, seseorang itu masih saja menolak ditemani. Padahal, usianya masih tujuh tahun dan harusnya datang ke sekolah bersama orang tua.Keras kepala tampaknya turun-temurun. Di mana-mana, semua anak itu ingin ditemani ayah atau ibu mereka mengambil rapor. Tidak demikian dengan yang satu itu.Anak itu ingin mengambil rapor sendiri. Masalah konsultasi antara orang tua dan guru, bisa dilakukan di lain hari, saat dirinya tidak ikut katanya. Sungguh membingungkan dan memaksakan kehendak. Sama seperti Dimitri dulu.

  • Once then Forever   Bab 1

    Sore itu tak begitu mendung, tapi Sera sudah menggigil sedari tadi, sejak menginjakkan kaki di teras rumah Rio. Berulang kali ia memejam, menggigit kuku ibu jari sembari menelisik ulang keputusan besar yang akan diambil hari ini. Hidup itu soal pilihan. Namun, tak pernah disangka bahwa pilihan yang diberikan padanya amat buruk. Tak satu pun menguntungkan. Entah nasib yang memang terlalu sial, atau ini memang hukuman yang harus diterima karena sudah bersikap kurang ajar sebelum ini. Ditendang ke jalanan atau melompat ke kubangan dosa. "Maaf, Sera. Kamu udah lama?" Suara Rio yang baru keluar dari rumah membuat degub jantung semakin tidak karuan. Wajah pias gadis itu mendongak, sama sekali tak bisa memberikan senyuman sebagai balas ucapan tadi. "Kenapa? Ada hal penting apa sampai-sampai kamu datang ke rumahku?" Rio bertanya penuh antisipasi. Mereka memang berteman saat SMA, tetapi tidak

  • Once then Forever   Bab 2

    Jalanan padat saat Dimitri menuju rumah sore ini. Kendaraan di mana-mana, dengan pengemudi yang tak sabaran seperti dirinya. Beberapa klakson menjerit gila, padahal di depan sana jelas-jelas tak ada satu mobil atau sepeda motor yang bergerak.Membuang waktu, menunggu terciptanya sedikit kelengangan, Dimitri mengingat celotehan asal dari Romi di klub tadi. Soal dirinya yang tak pernah mau memakai jasa wanita malam dengan status perawan.Bukan takut atau kurang pengalaman. Dimitri sangat ahli dengan mereka yang masih tersegel atau tidak. Masalahnya, ya, seperti yang ia katakan tadi.Sebagai tanda keseriusan ingin memiliki seorang pendamping yang nantinya menjadikan Dimitri sebagai lelaki pertama, ia juga harus ikut menjaga eksistensi perempuan gadis, dengan cara menghindari mereka.Mengingat itu, lelaki dengan rahang tegas itu kembali mengingat semua mantan kekasihnya. Dari mulai wanita kantoran, model, penyanyi kafe, sampai anak kul

  • Once then Forever   Bab 3

    Sekitar pukul enam sore, Sera yang duduk di jok belakang sepeda motor yang tengah Rio kemudikan mendongak ke arah langit yang tampak kelabu. Tampaknya akan turun hujan malam nanti, hujan di pipi sudah tumpah sejak tadi. Seratus juta, di jumlah itulah harga dirinya bisa dinilai. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju orang yang akan memberikan uang itu.Sera bertanya dalam hati, tak lagi mendongak sebab usaha itu sia-sia. Lelehan dari mata terus jatuh entah apa pun yang coba dilakukan. Benarkah harus jalan yang ini? Tdak adakah solusi lain? Tidak adakah keajaiban di dunia ini? Sera mengepalkan kedua tangan menyadari dirinya amat ketakutan saat ini.Sepeda motor melambat lajunya, Sera kebingungan saat Rio sepenuhnya menepi di pinggir. Lelaki itu melempar tatapan yang Sera artikan sebagai ketidakyakinan."Kamu yakin, Sera? Kalau nggak ingin, kita pulang saja, ya?" Rio menarik ke atas kaca helm. Menatap Sera penuh harap. Entah kenapa, kali

  • Once then Forever   Bab 4

    "Tolong, Dim. Sebisa mungkin jangan kasar apalagi sampai aneh-aneh."Baru saja menanggalkan kemeja, Dimitri menghela napas sebagai reaksi atas ucapan Rio di seberang sana. Lelaki ini penasaran mengapa Rio harus segila ini memberinya peringatan, tetapi juga gerah karena Rio terus mengulang kalimat yang maksudnya sama. Dia harus memperlakukan perempuan yang dikirim nanti dengan baik."Orangnya aja belum nyampe, Ri,""Dia udah masuk ke rumahmu. Aku enggak berani ikut masuk. Nanti aku jemput. Aku titip, ya, Dim."Sambungan diputus, Dimitri melempar ponsel ke sofa di belakang. Aneh sekali hari ini. Setelah harus mengusir Mirna dan Dante yang datang tanpa pemberitahuan, masih saja harus menghadapi Rio yang tumben menjadi super cerewet dan banyak aturan. Rasanya ingin sekali cepat-cepat mandi, meluruhkan penat. Namun, ketukan di pintu memaksa harus kembali mengenakan kemeja."Ada yang ingin berte

  • Once then Forever   Bab 5

    Mengubah posisi tidur, Sera yang kedinginan menekuk kaki, meringkuk berusaha mencari rasa hangat. Setengah sadar, ia membuka mata kemudian memejam lagi. Sebuah bau aneh masuk ke hidung, ia mengikuti insting. Menggeliat seperti ulat ke arah depan, kemudian berhenti saat hidung sudah dipenuhi bau yang dicari.Sera sudah hampir terlelap lagi kala sentuhan di pipi datang tiba-tiba. Membuka mata, jemari di pipi tadi membawa wajahnya untuk mendongak. Berkedip beberapa kali, perempuan itu menautkan alis. Mencerna keadaan yang ada sebentar, lalu menurunkan pandangan."Maaf," lirihnya. Perlahan bergeser menjauh. "Boleh saya pinjam selimut ini?" Tidak diberi jawaban, tapi lelaki itu beranjak turun dari tempat tidur. Sera menganggap itu sebagai persetujuan.Duduk di tepi, ia melilitkan selimut ke tubuh. Kedua mata dibawa mengitari ruangan, cemas mulai datang saat didapati jarum jam hampir di angka sepuluh. Membasahi tenggorokan suaranya mulai keluar. 

Bab terbaru

  • Once then Forever   Extra Part (3)

    Dimitri berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Berulang kali pria itu melirik arloji yang masih bertengger di lengan. Kemeja kerjanya saja belum diganti, demi menanti seseorang.Raut sedikit gugup mampir di parasnya yang semakin matang. Pepatah makin tua makin menjadi, cocok pria 41 tahun itu sandang.Ini hari Selasa. Dimitri pulang bekerja lebih awal, pukul satu. Harusnya, lelaki itu ingin bolos saja. Namun, seseorang itu masih saja menolak ditemani. Padahal, usianya masih tujuh tahun dan harusnya datang ke sekolah bersama orang tua.Keras kepala tampaknya turun-temurun. Di mana-mana, semua anak itu ingin ditemani ayah atau ibu mereka mengambil rapor. Tidak demikian dengan yang satu itu.Anak itu ingin mengambil rapor sendiri. Masalah konsultasi antara orang tua dan guru, bisa dilakukan di lain hari, saat dirinya tidak ikut katanya. Sungguh membingungkan dan memaksakan kehendak. Sama seperti Dimitri dulu.

  • Once then Forever   Extra Part (2)

    Mengusap kepala belakangnya gusar, Dimitri tampak berjalan pelan menuju mobil yang terparkir di bawah sebuah pohon. Lelaki itu mengambil napas dalam, sebelum akhirnya menarik pintu dan masuk ke dalam. Sore yang lumayan menguras tenaga. Padahal, niat awalnya ialah mengajak sang istri jalan-jalan. Sekadar menghilangkan penat, terlebih si ibu hamil tampak cemberut sejak pagi hari. Namun, tidak sengaja pertengkaran tejadi. Ada ketidaksepahaman antara mereka tadi. Soal Hares. Sera kukuh ingin adiknya itu berhenti mengambil kerja sampingan di bengkel temannya Dimit. Sera tak ingin Hares kelelahan dan kuliahnya terganggu. Namun, Dimitri punya pendapat lain. Dimitri yakin Hares bisa membagi waktu. Pun, selama ini adik iparnya itu terlihat sangat bertanggungjawab atas pilihan yang dibuat. Semester lalu saja, nilai Hares lebih dari memuaskan. Perbedaan pendapat ini makin keruh karena Dimitri menolak meminta Hares berhenti bek

  • Once then Forever   Extra Part (1)

    Bar-bar. Itu yang saat ini terbersit di pikiran Dimitri jika ada yang bertanya mengenai pengalaman menjadi suami dari istri yang sedang mengandung. Sepagi ini, Sera sudah berulah. Sesaat setelah bangun, perempuan yang perutnya sudah sedikit bundar itu langsung menyuarakan keinginan tidak realistis dan super konyol. "Aku punya tiga hal yang harus kamu lakukan hari ini. Pertama, peluk Dante dan Kak Brian di depan aku." Hah! Habis kata untuk mendebat, Dimitri memberi gelengan sebagai respon. Sudah gila memangnya? Memeluk Dante dan Brian? Untuk apa? Gunanya apa? Keinginannya--Sera bilang keinginan bayi--tidak dipenuhi, perempuan itu berbaring di karpet ruang tamu. Berkata akan terus di sana sampai si suami mau melakukan hal yang diminta. Bar-bar. Dimitri tiba-tiba-tiba saja menyesal karena selama ini Sera selalu bersikap baik. Harusnya, perempuan itu bersikap aneh-aneh saja sejak dulu. Jadi, saat hamil b

  • Once then Forever   Bab 67 - End

    Sore ini Sera sedang berada di rumah Mirna. Bersama Dimitri dan beberapa anggota keluarga lainnnya. Ada acara makan dan bakar-bakar bersama. Tidak ada perayaan apa-apa, si ibu mertua hanya ingin merasakan hangatnya suasana saat seluruh keluarga berkumpul. Dimitri sedang ada di halaman belakang bersama sepupu-sepupunya mempersiapkan panggangan, ikan dan daging, si istri tengah duduk di ruang tamu bersama Mirna. Mertua dan menantu tersebut berangkulan di sofa, dengan Mirna yang memijat pelan punggung Sera. "Jangan capek makanya." Mirna menduga pegal yang istri anaknya itu rasakan di pinggang dan punggung adalah akibat dari terlalu memaksakan diri mengerjakan pekerjaan rumah. "Kalau orang lain lihat, disangkanya Sera yang anak Mama, sedang Dimitri yang menantu." Inka yang baru turun setelah memberi makan Erza tersenyum melihat kedekatan Mirna dan Sera.

  • Once then Forever   Bab 66

    Langkah Sera tergesa menuju kamar. Menyusul suaminya yang sudah lebih dulu masuk ke sana. Mereka baru saja pulang dari jalan-jalan ke stadion olahraga di kampus Dimitri dulu.Mencapai pintu, suara orang muntah langsung mengisi telinga. Dari arah kamar mandi di ruangan itu, yang saat ini dihuni Dimitri.Berdiri di belakang tubuh lelaki yang membungkuk di depan wastafel, Sera mengusap-usap punggung itu. Dahinya ikut mengernyit tak nyaman."Perasaan enggak terlambat makan. Asam lambungnya kambuh?" Tangan Sera berpindah ke tengkuk Dimitri. Memberi pijatan pelan di sana. Pria itu terus muntah, tetapi tidak keluar apa-apa dari mulut kecuali liur.Yang ditanyai menggeleng. Tak tahu dan juga heran. Setibanya di rumah, perut tiba-tiba bergejolak, seolah ada yang mendesak ingin dikeluarkan. Namun, tidak ada apa pun kecuali air.Gejolak itu kembali datang, Dimitri menjulurkan lidah. Tangannya

  • Once then Forever   Bab 65

    Suara derap langkah kaki yang menuruni tangga sampai ke telinga Dimitri yang tengah meneguk air dingin di depan meja makan. Berikutnya, suara si nyonya rumah terdengar."Bu Ima, Dimitri udah pergi?""Belum, Buk." Bu Ima yang sedang mencuci piring menyahut.Menaruh botol di atas meja, saat mulut masih menampung air, Dimitri menoleh ke asal suara. Kontan, air mancur buatan keluar dari mulut pria itu. Dia tersedak kemudian."Kenapa aku enggak dibangunkan?" Mendapati suaminya di sana, Sera berkacak pinggang. Dahinya berlipat tak senang. Ini sudah pukul sepuluh dan ia baru saja terjaga.Biasanya sudah bangun pukul enam. Menyiapkan sarapan, pakaian Dimitri, terkadang ikut suaminya lari pagi. Namun, hari ini semua aktivitas itu absen dilakukan.Ini yang ketiga kali dalam dua bulan terakhir Sera bangun kesiangan. Semua ini tentu saja karena ulah Dimitri. Pria itu membuatnya

  • Once then Forever   Bab 64

    Hati-hati memikirkan sesuatu. Karena, terkadang, apa yang terus-terusan kamu pikirkan bisa menjadi kenyataan.Pikirkan hal buruk sejarang mungkin. Selalulah berpikiran soal hal baik dan positif.Dimitri menyesal. Entah sudah berapa kali mulut pria itu mengumpati diri sendiri di dalam mobil yang dilajukan secepat mungkin.Beberapa saat lalu, lelaki itu sedang berada di salah satu kantor pengacara. Berkonsultasi dengan Bimo, salah satu pengacara kenalan keluarganya. Bukan untuk urusan bisnis, kali ini Dimitri ingin membicarakan perihal perceraian.Memang kepala batu. Meski sudah diberi tamparan, pria itu masih kukuh untuk menyudahi pernikahan tampaknya. Membicarakan perceraian dengan seorang pengacara, itu salah satu bentuk keseriusan.Ia sudah sempat bicara sedikit dengan Bimo di kantor pengacara itu, sampai sebuah telepon dari nomor Sera masuk.Ketika dijawab, yang menyapa bukan Sera. Melainkan seora

  • Once then Forever   Bab 63

    "Buk, mau tidur?"Sera yang hampir terlelap di sofa mau tak mau membuka mata mendengar tanya itu. Dilihatnya Bu Ima berdiri di dekat meja. Sebagai jawaban, perempuan itu mengangguk pelan."Enggak makan dulu? Belum makan siang, 'kan?" Wanita itu melirik ke jam di dinding. Pukul empat, sudah amat terlambat untuk makan siang.Yang ditanyai tersenyum tanda terima kasih, mata mulai terpejam lagi. "Aku ngantuk, Buk. Enggak selera juga. Capek banget, padahal enggak melakukan apa-apa."Bu Ima mengangguk, meski raut cemas masih terpatri di wajah. Sebelum pergi, ia memakaikan selimut pada Sera.Suasana tenang membuat kantuk semakin menyerang. Namun, Sera masih harus menunda tidur karena ponsel di atas meja bergetar.Sebuah pesan gambar dari nomor tak dikenal datang. Berkedip beberapa kali untuk menjernihkan penglihatan, Sera mengetuk layar. Tak lama sebuah foto muncul.Gambar itu berisi Dimitri dan seorang perempuan. Sedang berdiri bersisian da

  • Once then Forever   Bab 62

    Suara tepuk tangan mengisi salah satu ruangan di panti asuhan Harapan. Pemenang lomba menggambar baru saja diumumkan.Senyum semringah terlukis di wajah Sera. Perempuan dengan gaun selutut berwarna biru itu maju ke depan dan memberikan hadiah pada si kecil Yasa. Anak lelaki berusia delapan tahun itu menerima bingkisan berisi tas, buku dan alat tulis itu dengan senyum lebar."Latihan terus gambarnya, biar makin pintar." Sera mengusap pucuk kepala Yasa. Sudah akan kembali ke kursi, tetapi lengannya ditarik.Yasa masih setia mempertontonkan deretan gigi. Menaruh hadiahnya di lantai, ia meminta wanita di hadapan untuk berjongkok.Sera menurut, meski sedikit bingung. Ketika wajah sudah sejajar dengan Yasa, anak lelaki itu memegangi pipi dan membuatnya menghadapkan pandang ke depan.Tulus, Yasa memberi satu ciuman sayang di pipi Sera. "Makasih banyak. Sayang Bu Sera banyak-banyak."

DMCA.com Protection Status