Sepuluh. Sera menghitung dalam hati sudah berapa banyak toko pakaian yang ia dan Mirna datangi. Di toko kesepuluh ini, Mirna kembali memintanya mencoba beberapa pasang pakaian.
Ini bukan hari libur kerja, tetapi sejak pukul sembilan tadi ia dan Mirna sudah mengelilingi pusat perbelanjaan. Ibunya Dimitri ini meminta izin pada anaknya atas nama Sera, demi bisa berbelanja.
Yang berbelanja Mirna, yang dibelanjakan Sera. Semua pakaian dan sepatu yang dibeli sejak tadi semuanya ukuran Sera dan memang untuk perempuan itu.
Sebenarnya sudah berusaha menolak. Pun, alasan yang Mirna katakan untuk semua ini--ingin membelikan saja-- tak bisa diterima. Namun, Sera bisa apa saat wanita yang seumuran dengan ibunya itu merajuk dan menampilkan raut sedih.
Jadilah mereka di sini, berkeliling, Mirna menghabiskan uang untuk Sera. Maudi baru akan datang 10 menit lagi. Menyusul karena mengaku tidak enak badan sejak pagi.
Mirna itu seorang ibu. Ia berpengalaman soal asam garam dunia dan sudah berhasil membesarkan dua anak. Bukan sombong, tetapi sudah pantas wanita itu mahir membaca situasi dan menebak apa yang terjadi di sekitar, melalui pengamatan.Ikut pulang satu mobil dengan Dimitri dan Sera, wanita itu diam-diam kembali memerhatikan gerak-gerik dua anak manusia itu. Jelas ada yang berbeda antara mereka yang duduk di kursi depan tersebut. Tak biasanya Dimitri bersikap peduli bahkan kelewat cemas pada seseorang, seperti yang dilihat di rumah sakit tadi.Ekspresi memang tenang, tetapi Mirna seolah bisa menangkap kesan lain dari cara putra sulungnya menatap Sera dan terus-menerus menoleh khawatir pada perempuan itu, layaknya kini.Mirna makin bingung. Bisa mengundang masalah bila semua ini diteruskan tanpa kejelasan. Sebenarnya sudah jelas, ia hanya tinggal menunggu Dimitri mengambil sikap.Ia s
Duduk bersisian di sofa ruang tamu rumah Maudi, Mirna dan Dimitri menampakkan dua ekspresi yang bertolak belakang. Satunya menegakkan punggung dengan dagu terangkat dan raut wajah tenang. Sementara si ibu terlihat beberapa kal membasahi bibir dan menautkan kesepuluh jemari. Ketegangan milik Mirna juga terpancar dari wajah kedua orang tua Maudi. Tiba-tiba dikunjungi calon besan dan menantu, sudah pasti ada hal penting. Mereka menanti pembicaraan dibuka, lalu saat Dimitri buka mulut, mengutarakan sebagian maksud, hening sesudahnya terasa mencekam dan menusuk. "Maaf karena tidak mengatakan hal ini dari awal. Saya bersalah karena sudah mempermainkan perasaan Maudi demi menghindari omelan dan paksaan Mama. Saya tidak bersedia menerima perjodohan ini, Om, Tante, Maudi." Wajah keluarga Maudi serempak memucat dengan sorot kecewa di mata. Tegas, Dimitri melanjutkan. "Saya da
"Saya ... saya mau resign, Pak. Saya akan berhenti kerja, hari ini."Di tengah kebingungannya, Dimitri mengurai pelukan. "Kamu dapat pekerjaan baru di mana? Kenapa tiba-tiba?" Pria itu semakin tak paham ketika Sera tak sudi menatap wajahnya."Apa hubungannya uang ini sama kamu resign?"Dimitri berusaha berpikiran jernih. Mungkin, Sera memang sudah mendapat pekerjaan baru. Tidak masalah bila perempuan itu tak bekerja di rumah Mirna lagi. Toh, nanti, setelah mereka menikah, mereka akan tinggal di rumah Dimitri.Tidak menjawab, Sera mengusapi wajah yang basah. "Saya pamit, Pak." Perempuan itu meninggalkan ruang tamu, hendak mengumpulkan barang-barang.Ditinggal begitu saja, jelas Dimitri semakin kebingungan. Ada apa sebenarnya? Mengapa tiba-tiba sekali Sera melakukan ini semua?Tak lama, Mirna mendatangi. Sama seperti dirinya, si ibu juga kebingungan akan pe
Sudah lewat tengah malam, di kamarnya, Sera yang duduk memeluk lutut di salah satu sudut masih betah memperdengarkan isakan, meski bulir air mata tak lagi turun.Habis sudah air mata perempuan itu menangisi semua kesedihan yang ada. Tak ada eskpresi di wajah lelahnya. Mata yang bengkak itu menyiratkan kekosongan juga luka yang mendera.Jelas, kilasan peristiwa beberapa hari lalu menari-nari di pelupuk mata. Lengkap dengan semua makian dan hinaan yang kembali menyayat sanubari.Hari itu sekitar pukul sepuluh pagi, Sera baru tiba di rumah sang ibu, karena diminta Tina untuk segera pulang. Suatu keadaan yang belum apa-apa sudah membuat ia panik.Sera diminta duduk oleh Tina yang wajahnya sudah berderai air mata. Tak ada Theo atau Hares yang bisa ditanyai perihal apa yang sudah terjadi, si ibu sempat hanya menangis selama setengah jam, tak mau menjelaskan apa-apa.Barulah ketika sebuah kotak p
Semua terulang lagi. Dimitri yang sempat uring-uringan karena Sera yang berhenti bekerja, kembali menjadi pemandangan lagi hari ini. Bedanya, kali ini lebih parah.Sepi yang menyesakkan menghuni tiap sudut di rumah besar Mirna. Mengusik setiap penghuninya dengan sesak yang terlukiskan. Bukan hanya kehilangan asisten rumah tangga yang kompeten, tetapi sekaligus calon menantu yang selama ini diidam-idamkan.Patah hatinya Dimitri menjadi patah hari seluruh penghuni rumah. Mirna yang harapnya nyaris jadi kenyataan, Dante yang tersadar pada perasaan bertepuk sebelah tangannya, bahkan Bu Tesa dan Sania yang sempat ikut merasakan kebahagiaan.Semua ikut merasa sedih, tetapi tetap saja luka Dimitri yang paling parah. Jatuh cinta yang pertama, belum dimulai, sudah harus diakhiri. Parahnya, ia tak bisa berjuang, sebab diberi ancaman paling mengerikan.Setiap hari, setelah Sera pergi, pria itu akan menghuni kamar di
Sera menatapi gedung rumah sakit yang menjulang di depannya. Gagang rantang berisi bubur dan ikan goreng dipegang kuat. Sudah berada di sana, tetapi masih ragu haruskah masuk atau tidak.Tiga hari lalu Dante datang ke resto tempatnya bekerja. Kedatangan yang kedua pria itu bertujuan untuk memberi suatu informasi.Katanya, Dimitri menagih utang. Biaya rumah sakit Sera yang dibayarkan tempo hari, belum dilunasi. Uang enam puluh juta di rekening katanya adalah uang yang berbeda.Sera tahu jika itu hanya alasan. Meski mengiyakan pada Dante, ia tak terpikirkan untuk datang ke sini. Namun, setelah bicara dengan Tina, keputusan untuk menemui Dimitri pun dibuat.Tina yang sebelumnya mendiamkan, akhirnya sudi mengajak Sera bicara lagi. Wanita itu meminta maaf dan berkata sudah memaafkan anaknya. Mereka juga membahas soal Dimitri, karena itulah Sera bersedia menjenguk hari ini."Hubungan kalian itu cukup rumit. Jika
Usai kunjungan ke tiga toko sekaligus, sore harinya Dimitri melajukan mobil ke arah rumah Sera. Pria itu resmi pulang dari rumah sakit kemarin, tepat dua hari setelah dijenguk si pujaan hati.Benar kata orang-orang. Selain obat, hati yang gembira diperlukan agar sakit tak betah di tubuh.Di kursi penumpang mobil, sepaket bingkisan berisi kue kering dan roti tampak. Buah tangan si lelaki untuk calon mertua.Biarlah ini disebut nekat. Sera belum memberi kepastian apa-apa, ia yakin menginjak rumah Tina demi membicarakan pernikahan. Dimitri tak mau menunda dan memang merasa sudah tak punya alasan untuk memundurkan rencana meresmikan hubungan bersama Sera.Sudah melihat warung milik keluarga perempuan itu, ia melambatkan laju kendaraan. Sepenuhnya memarkirkan si roda empat. Sebelum turun, Dimitri menarik napas dalam-dalam.kehadiran Dimitri disambut raut terkejut dari Tina. Sedikit bingu
Usai kunjungan ke tiga toko sekaligus, sore harinya Dimitri melajukan mobil ke arah rumah Sera. Pria itu resmi pulang dari rumah sakit kemarin, tepat dua hari setelah dijenguk si pujaan hati.Benar kata orang-orang. Selain obat, hati yang gembira diperlukan agar sakit tak betah di tubuh.Di kursi penumpang mobil, sepaket bingkisan berisi kue kering dan roti tampak. Buah tangan si lelaki untuk calon mertua.Biarlah ini disebut nekat. Sera belum memberi kepastian apa-apa, ia yakin menginjak rumah Tina demi membicarakan pernikahan. Dimitri tak mau menunda dan memang merasa sudah tak punya alasan untuk memundurkan rencana meresmikan hubungan bersama Sera.Sudah melihat warung milik keluarga perempuan itu, ia melambatkan laju kendaraan. Sepenuhnya memarkirkan si roda empat. Sebelum turun, Dimitri menarik napas dalam-dalam.kehadiran Dimitri disambut raut terkejut dari Tina. Sedikit bingu