"Oh, please ... gimana cara membuka gaun ini tanpa bantuan orang lain?!" sungut Belevia kesal berulangkali mencoba meraih pengait di belakang punggung.Rasanya ingin berteriak memanggil salah satu pelayan namun segera diurungkan mengingat mereka lelah setelah dari kemarin mengurus pernikahan mendadak ini.Huff--! Belevia mencoba menarik nafas dalam-dalam tetapi gaunnya terlalu ketat membuat makin sesak."Perlu bantuan, sayang?" tegur Michael tiba-tiba saja sudah berada di dalam kamar."Grr-- sayang, sayang apa, kau ga liat aku susah membuka gaunku sendiri dari tadi?!" omelnya sebal.Gaun berharga mahal yang tak sepadan jika sulit melepaskan diri dari balutan kain putih mengurai panjang membuatnya terpaku tak bisa kemana-mana."Hmm ... sini, biar ku bantu melepaskan!"Michael berdiri di belakang menyentuh bahu halus mulus sang istri yang dirindukan sejak awal tadi. Jarinya mengusap pelan menjalar ke leher Belevia kemudian turun ke bawah perlahan membuka pengait gaun.Glek! Belevia tak
Gaun tidur yang dibelikan Michael begitu tipis di kulitnya, tali kecil menempel di bahu terbuka seperti gaun pernikahan tadi. Belevia belum sempat berbelanja sibuk mengurus keponakan demam dan pernikahan yang mendadak sejak tiba di Puri Lombardy. Dia buru-buru menuju kamar suaminya mengetuk pelan, lalu membuka dan melihat Bianca belum tidur asyik tertawa dan bercanda mendengarkan cerita lucu dalam buku dongeng yang dibacakan papanya. Dihampiri mereka berdua di atas ranjang besar seraya menyodorkan tangan menggendongnya, "Ayolah sayang, sudah malam, Mama temani tidur di kamarmu atau di kamarku saja?" "No!" Bianca menggeleng kuat. "Aku mau di sini tidur sama papa dan mama!" "Tapi, sayang ... " Belevia balik menggeleng. Michael langsung menyela jawaban istri sambil beranjak menyerahkan putri kecil mereka, giliran mandi dan mengganti pakaian yang dikenakan di pesta pernikahan tadi. "Tidurlah di sini, ini malam pertama kita setelah menikah. Biarkan Bianca merasakan kebahagiaan memiliki
Michael diam seribu bahasa menikmati makan pagi tanpa mempedulikan Belevia setelah perdebatan di atas ranjangnya tadi. Baru menikah sehari namun seperti puluhan tahun menghadapi wanita cerewet menuntut lebih banyak tanpa mau menghargai hasil kerja kerasnya selama ini. "Selesaikan makanmu, sementara aku pergi sebentar ke ruang kerja.," ucapnya datar. Kopinya diteguk sampai tandas kemudian meninggalkan istrinya sendirian. Belevia berhenti menyuap memandangi punggung suaminya melangkah tergesa-gesa. Mau apa lagi dia ke kantor, bukankah ini akhir pekan?! Hatinya terus bertanya-tanya. Puri Lombardy terasa sepi sunyi tanpa celotehan Bianca yang sengaja dibawa berjalan-jalan bersama Damien memberi waktu yang panjang bagi Michael dan Belevia di kamar. Sayangnya bukan kemesraan di antara mama dan papanya, tapi kekecewaan mendalam terlukis di wajah sang mafia. Malam pertama yang gagal termasuk pagi ini bagi pasangan pengantin baru. Sajian di meja makan berlimpah ruah, croissant, omelette,
"Apa kau punya masalah kesehatan sampai kita harus ke rumah sakit pagi begini?" Belevia menatap Michael lekat ketika porsche merahnya berhenti di area parkir VVIP."No," Sang mafia menggelengkan kepala. "Aku baik-baik saja, sehat dan sempurna."Belevia tak percaya tetap menaruh curiga meskipun tahu suaminya selalu gesit dan gagah dalam keseharian. Kini pria itu memutar membuka pintu mobil untuknya. Semenjak mereka menikah Michael kian berubah lebih perhatian dan memanjakan dirinya."Ayo sayang, kita sedang ditunggu Dokter Henry di kantornya!"Michael menggenggam tangan Belevia erat menuju lobi terus berjalan mengacuhkan orang-orang menyapa dan membalas dengan senyuman datar. Bertambah lagi kecurigaan adik Nicholas Dupuis saat melihat mereka juga menunduk hormat ketika berpapasan.Melewati selasar kemudian tiba di depan pintu kantor pimpinan rumah sakit. Michael langsung masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Dokter Henry telah menanti kedatangannya sejak dari tadi."Hai Michael," sambutnya
Sepulang dari rumah sakit dan berbelanja, Michael Delano Carleone mendapati Bianca Elenora sedang terisak digendongan pengawal Damien sesaat tiba di halaman Puri Lombardy. Belevia mematikan mesin porsche dan suaminya meloncat cepat menghampiri anak kecil itu tanpa menunggu dirinya."Damien, kenapa dengan putriku huh?!" seru Michael memarahi, merengkuh Bianca dari gendongannya."Grr-- kau tanyalah padanya apa yang diinginkan pagi tadi, aku tak bisa menjawabnya sendiri," elak pengawal setia keluarga Delano Carleone melirik ke bocah kecil yang tak berhenti menangis walau telah membujuknya."Duh, putri Papa Michael yang cantik memangnya kamu minta apa, sayang?" tanyanya lembut. "Bukankah ada Zio Damien menemanimu berjalan-jalan sejak tadi?"Bibir kecil Bianca menekuk cemberut, lalu berkata sangat mengejutkan orang-orang dewasa mengelilinginya, "Papa Michael, aku mau dua adik bayi laki dan perempuan!"Hah! Michael tercengang menoleh ke arah Damien dan Belevia.Pertanyaan berat baginya, pan
Akhir pekan menghebohkan bagi semua orang sejak Bianca Elenora memaksa orang tuanya segera memberi adik bayi untuknya. Raut wajahnya begitu senang dan gembira seakan Belevia segera hamil setelah menikahi Michael kemarin padahal tak semudah itu dalam benak anak usia tiga tahun.Sang pewaris Delano Carleone tak banyak bicara di meja makan membiarkan putrinya berceloteh riang terus membayangkan betapa bahagia memiliki adik perempuan dan laki-laki diajak bermain dan berlarian di dekat Danau Como atau halaman Puri Lombardy."Mama Belevia, adik bayiku namanya siapa jika lahir perempuan dan laki-laki nanti?" rajuk Bianca menatapnya penuh harap, lalu menoleh ke Papa Michael yang cuma tersenyum padanya."Hmm-- siapa ya," gugup adik Nicholas menjawab pertanyaan si kecil berulang kali mendesaknya. "Kan masih lama sayang adik bayi lahir nanti, tidak bisa terburu-buru seperti itu."Mulai lagi putrinya merajuk menghentikan suapannya. "Pokoknya aku ingin adik bayi dari Mama Belevia dan Papa Michael,
Bianca Elenora tak pernah tahu mengapa dirinya diperebutkan di pengadilan. Anak kecil itu terlihat bingung dipelukan pengasuh Gina, merunduk ketakutan di antara orang-orang dewasa menggunakan jubah hitam tradisional. Pagi ini Michael membawa mereka terbang ke kota kecil dekat Marseille di mana persidangan akan dilakukan setelah surat panggilan pertama diterima di Milan. Tiga pengawal pribadi bersiaga mengawasi kedua wanita cantik sebelum mereka memasuki ruang sidang. Damien mengambil alih menggendong Bianca menenangkan jiwa anak sebatang kara seharusnya berbahagia karena om dan tantenya telah menikah demi memperjuangkan masa depannya. "Nona Bianca," bisiknya pelan. "Nanti berbicaralah tenang di dalam sana ya sayang, sampaikan keinginanmu agar Papa Michael dan Mama Belevia dapat mengasuhmu hingga dewasa." Bocah kecil itu mengangguk. "Aku mau tinggal dengan Papa dan Mama baruku, karena Mama Michelle dan Papa Nicholas berada di surga bersama II Nonno dan Nonna Delano Carleone." "Ah,
Hakim Beaufort melanjutkan persidangan setelah beristirahat di kantornya sekaligus menyusun rencana ulang bersama Aubert tadi. Proses alot antara pengacara tergugat dan penggugat membuatnya sulit memberikan keputusan akhir nanti.Pihak Michael dan Belevia sepatutnya menang perkara namun mereka menghalangi demi keuntungan besar di depan mata. Hakim tercela selama memimpin banyak kasus sidang melakukan tebang pilih membela yang bayar, bukan yang benar."Beaufort, kau harus berjanji mengalahkan mereka bagaimanapun caranya," pesan Aubert mengancam. "Aku telah menyuap begitu banyak, belum lagi hasil keuntungan jika perusahaan cargo milik Nicholas jadi milikku!"Pria paruh baya itu berkilah. "Tenanglah, Aubert, kau pasti menang! Jangan lupa komisi ketika kolegamu Alain Wood menyelundupkan narkoba ke seluruh Eropa Barat atau aku jebloskan kau berdua ke dalam penjara!"Masing-masing telah memegang kartu As saling menggertak dan mengancam namun mereka tetaplah satu lingkaran setan memainkan si
Perjalanan pulang dari rumah sakit diiringi rasa galau. Pengawal Damien melirik ke kaca melihat situasi aneh terjadi dalam diri istri Michael yang berada di belakang kursi pengemudi. "Kau tak apa-apa, Nyonya Delano?" sidiknya penasaran. "Apakah ada masalah?" "Entahlah," jawabnya gusar memalingkan keluar jendela. "Mungkin Michael pernah bilang padamu ingin pergi berbulan madu, semua orang membicarakan pernikahan kami di rapat tadi. Dokter Henry pun hampir percaya rumor bersiap mengubah wakil pimpinan rumah sakit ke Dokter Carlotta." Tegas Damien menggeleng ikut kebingungan. "Suamimu tak pernah mengatakannya, darimana pihak rumah sakit tahu soal kalian pergi berlibur merayakan usai pernikahan berminggu-minggu berlalu?" Kesibukan di kantor Michael dan Belevia hampir tidak sempat keluar dari Eropa, apalagi setelah menghadapi pengadilan Perancis Selatan demi merebut hak asuh putri Michelle dan Nicholas dari keparat Aubert Bailey. "Sesuatu sedang terjadi dalam kepemimpinan rumah sakit," t
Menyelinap di kamar pasien kosong, Carlotta dan Justino membicarakan kejadian akhir pekan di klub malam. Michael dan Belevia memang berseteru namun hingga pagi ini belum ada kabar selanjutnya. Harapan mereka pasangan itu bercerai secepatnya. "Sungguh sial, istrinya memergoki mencium Michael malam itu," sungut Carlotta. "Seandainya aku segera membawa pulang maka ceritanya akan berbeda." "Uhmm .. masalahmu sama denganku," umpat Justino. "Belevia pergi meninggalkanku di meja bar, pengawal dan penjaga klub malam menghajarku sampai babak belur." Masih terlihat memar di wajah walaupun sudah dikompres beberapa kali dalam dua hari tetap saja lebam itu tak hilang juga. Keduanya merasakan kesialan yang serupa. "Kita tidak bisa tinggal diam," desak Carlotta tak sabar. "Gunakan akalmu agar Michael cemburu memisahkan mereka." Jas putih Justino dicengkram kuat. Desah nafas memburu, nafsunya mengalahkan logika. Bayangan meraih kekuasaan putra Delano Carleone tanpa harus berbagi dengan dokter Belevi
Matahari bersinar menerangi kamar. Hari mulai beranjak siang ketika Michael terbangun mendengar dering gawai mengganggu tidur mereka. Tak sengaja tangannya bergerak membuat kepala Belevia sedikit terusik. Huff-! Manik biru Michael melirik wajah cantik istri tertidur lelap lagi. Putri mereka di Puri Lombardy sedang menghubungi menanyakan keberadaan orang tuanya. "Papa ada di mana, sekarang?!" jerit Bianca. "Mama juga tidak ada di kamarnya!" Terdengar nada kesal dan kecewa dari suara balita saat mereka tidak ada waktu makan pagi tadi. "Hai sayang," sapanya pelan. "Kau sudah sarapan?" "Iya, tapi aku tak menemukan Papa dan Mama, memangnya sekarang ada di mana?" desak Bianca lagi. "Maafkan sayang, Papa dan Mama sedang menginap di hotel," jawab Michael jujur. "Bukankah kamu ingin punya adik bayi secepatnya?" Yes-! Terdengar keras pekik gembira balita di ujung sambungan gawai. Melonjak-lonjak kesenangan hampir saja menjatuhkan gawai milik Paman Damien bila tak segera diambil alih. Suara
Sikap Michael Delano Carleone di luar dugaan. Tubuh mungil Belevia Avryl direngkuh dibopong keluar dari klub malam saat itu juga. Mereka harus menyelesaikan masalah di tempat yang lebih tenang. "Michael, cepat turunkan aku!" seru Belevia memukuli punggung suami. "Tidak, kita harus bicara soal ancamanmu tadi," balas Michael kesal. "Seenaknya saja kau menamparku, seolah dirimu tak bersalah mengapa akhirnya aku pergi mencari hiburan di sini!" Oh, tidak! Giliran Belevia merasa ketakutan sang mafia membalas dendam atas sikapnya di ruang VVIP tadi. "Aku mau pulang sendiri!" desaknya sesaat mereka tiba di lobi menunggu porsche hitam suaminya datang. "Ya, kita pulang bersama-sama!" tegas Michael menerima kunci mobil dari penjaga dan langsung meletakkan tubuh istrinya di kursi lalu memasangkan seatbelt erat. Wajah pias adik Nicholas Dupuis makin rona memerah akibat mabuk dan emosi. Kesadarannya menghilang yang tinggal hanya kemarahan semata. Di depan pintu lobi, Damien memandang bingung. Se
"Andai aku tahu kau suka pergi ke klub malam, tadi sore kita tidak perlu berseteru," bisik Justino di samping Belevia sedang duduk meneguk tandas segelas minuman. Hampir saja dia tak mampu menelan saliva ketika memandang istri cantik mempesona milik sang pewaris Delano Carleone. "Pergilah, aku tak perlu ditemani siapapun!" Belevia geram. "Biarkan aku sendiri di sini!" "Wow! Ternyata kau masih menyimpan kekesalan padaku, ayolah kita nikmati saja malam ini dengan minum dan berdansa," tukas Justino memesan tambahan minuman mereka berdua. Lirikan tajam adik Nicholas Dupuis tak berarti bagi lawan bicara. Pria itu senang mencari masalah cuma untuk meraih puncak karirnya di rumah sakit. Setelah beberapa minggu mereka bekerja di tempat yang sama terus mengamati Belevia penuh seksama. "Justino, aku peringatkan kau terakhir kali," ancamnya tegas. "Michael dan pengawalnya segera bertindak bila kau berani macam-macam lagi denganku!" "Belevia, tenangkan dirimu dulu, jujur aku menyukaimu dari aw
Malam telah larut Belevia membereskan berkas-berkas penting di atas meja. Tugas sebagai wakil pimpinan rumah sakit berikut dokter praktik menyita banyak waktu hingga melupakan anak dan suami. Rasa bersalah mendera karena dia sendiri memaksa kembali berkarir bukan cuma berumah tangga bersama sang pewaris Delano Carleone. Ketika membuka kamar terlihat pengawal Damien lalu lalang di depan pintu. "Hai, kenapa kau belum tidur?" tegur Belevia heran. "Di mana Michael, bukankah kalian tadi sedang membicarakan bisnis?" "Maaf mengganggu, Nyonya," ujar Damien sopan. "Ku pikir Michael sedang bersamamu saat ini." "Tidak, aku baru selesai mengerjakan berkas rumah sakit," gelengnya kuat. "Memangnya ada apa?" Sial-! Umpat pengawal senior. "Aku harus segera membawa adik Michelle pulang dari klub malam jika tidak dia akan meracau di sana," kata Damien cemas. "Sungguh berbahaya baginya karena banyak wanita jalang mengincar sampai detik ini." "Aa-paa!" teriak Belevia terkejut. "Tunggu aku ganti baju
Laporan Damien cukup jelas bagi Michael begitupun kesaksian dari anak buahnya, Milano. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua," tanyanya curiga. "Belevia telah berselingkuh dariku?" "Tidak Tuan, sikap Nyonya Belevia begitu marah dan muak saat dokter Justino lancang menyentuh bahunya," bela Milano cepat tak ingin membuat sang mafia gusar karena laporan mereka. "Kau ingat percakapan yang dibicarakan mereka sebelumnya?" Mata biru Michael Delano Carleone berkilat tajam bagai pedang. Kesalahan utama dilakukan Milano tidak menemani setiap saat istrinya membutuhkan pengawalan membiarkan kejadian itu terdengar olehnya. "Tak semua, tapi terakhir Nyonya mengancam untuk menceritakan prilaku busuk dokter bajingan itu padamu, disitulah datang menemui sampai ke ruang kantor dan pulang ke Puri Lombardy." Wajah Milano tunduk malu. Sebelumnya dia melapor ke pengawal senior Damien diteruskan malam ini juga ke sang mafia untuk mencari jalan keluar demi keselamatan istri dan adik Nicholas D
"Papa Michael, kapan aku memiliki adik bayi?" rajuk Bianca Elenora di sela makan malam. "Papa dan Mama 'kan sudah janji sejak lama!" Bibirnya tertekuk cemberut tak mau menghabisi isi piringnya lagi. Giliran sang mafia kebingungan menjawab, menoleh ke arah Belevia yang juga tertegun atas pertanyaan dan permintaan putri mereka. Bagaimana memiliki bayi jika mereka tak pernah melakukan hubungan suami istri sampai detik ini. "Aku mau bayi kembar, Papa!" desak Bianca lagi. "Semuanya harus berasal dari perut Mama!" Hah! Kelopak mata Michael dan Belevia membelalak lebar. Putri mereka mulai pintar berbicara beradu debat dengan orang tuanya, dan tak lama akan bersekolah. "Baiklah, sayang," sahut sang pewaris Delano Carleone mengakhiri ketegangan. "Nanti Papa dan Mama berdiskusi dulu karena keluarga di sini tak satupun memiliki keturunan kembar." "Michael," bisik Belevia mengalihkan perhatian. "Keluarga Mama memiliki saudara kembar tapi mereka jarang bertemu karena bermukim di Spanyol dan Jer
"Nyonya Belevia," sapa Milano penuh hormat. "Apa sudah waktunya untuk pulang?" "Tunggu sebentar," sergahnya terburu-buru menahan pengawal diam berdiri di luar ruang praktik. "Aku harus mengambil mantel dan berkas dulu di ruang atas untuk dibawa pulang." Milano menggeleng, mendebat istri sang mafia. "Sebaiknya aku temani Nyonya ke lantai atas sesuai perintah Tuan Michael agar menjagamu kemanapun kau pergi." Grr-- dasar konyol! Ruang praktik dan kantor wakil kepala rumah sakit hanya beda dua lantai. Belevia merasa dikekang suaminya sendiri, diamati kebebasan selama bekerja pengawal suruhan Michael Delano Carleone. "Aku baik-baik saja, kau terlalu kaku dan baku terhadap aturan suamiku!" lontarnya kesal pergi meninggalkan seorang diri. Jubah putih praktik masih dikenakan segera diganti mantel hangat mengusir hawa dingin musim salju ini. Terlihat semburat wajah kesal pengawal setia keluarga Delano Carleone sambil melirik jam tangan menanti dirinya kembali. Rumah sakit besar yang terke