Disya menundukkan wajahnya dalam, masih menangis sesenggukkan. Benarkah ucapan yang dikatakan Devan beberapa menit yang lalu? Tentang dia yang tidak akan menemui Disya lagi? Itu artinya hubungan mereka benar-benar berakhir. Padahal mereka baru memulainya kembali, tapi sudah harus diakhiri begitu saja?“Siapa yang mengundang Pak Devan untuk datang ke sini?” tanya Disya mendongakkan wajahnya menatap Samudra yang masih duduk di tempatnya semula, dengan tatapan marah tentu saja.“Naya, kita berdua sepakat untuk memberi tahu rencana pernikahan kami berdua.”Disya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Menikah… dengan alasan hanya ingin? Apa-apan itu, Bang?” tanya Disya lagi dengan suara sangat pelan, namun ada penekanan di setiap kalimatnya.“Kita saling mencintai.”Perempuan itu tersenyum miring mendengar ucapan Samudra. Bangun dari duduknya, lalu kembali duduk di kursi yang berada di sampingnya—kursi yang Devan duduki tadi, agar bisa berhadapan langsung dengan Samudra. Menatap tepat di manik m
Devan benar tentang ucapannya yang memutus hubungan kedua keluarga. Sudah tiga hari sejak kejadian itu, Kai tidak diperbolehkan untuk menemui atau bahkan mengunjungi keluarga Disya. Lelaki itu tidak main-main dengan perkataannya."Dad! Aku mau ketemu Mommy, kenapa kita tidak boleh bertemu?!" Kai bertanya, menatap Devan dengan tampang memelas.Devan tidak menjawab, memilih sibuk dengan sarapan di depannya, juga iPad yang berada di tangannya, mengabaikan rengekan Kai."Daddy, dengar aku tidak sih?!""Kamu akan baik-baik saja tanpa Mommy."Sebelum Disya hadir ditengah-tengah mereka, semuanya berjalan baik-baik saja. Ini hanya fase di mana keadaan kembali ke titik di mana sebelum mereka berdua bertemu dengan Disya. Ya... mereka bisa menjalani kehidupan seperti biasanya. Mereka akan kembali menjalani hidup berdua—hanya Kai, dan Devan."Tidak! Aku ingin bertemu Mommy!" Kai menatap wajah Devan dengan kedua manik matanya yang sudah berkaca-kaca hendak menangis.Lelaki yang lebih tua, menyimpa
“Mamah masih sedang mencoba memahami dan mengikhlaskan hubungan pertunangan kamu yang berakhir dengan Raina, Bang. Dan sekarang apa ini?” Gina memegang pundak Samudra, mengguncangnya kuat dengan kening mengkerut, dan sorot terlukanya. “Kamu meminta ijin untuk menikah dengan Naya. Naya adik Devan, kenapa?!”Disya dan Dina yang masih berada di tengah anak tangga, untuk turun menuju ruang tengah mendengar suara Gina. Disya tidak terlalu terkejut tentang ini, karena ia sudah tahu, tetapi Dina jelas baru mengetahui tentang ini. Langkahnya semakin cepat, menggenggam tangan Disya agar cepat sampai di ruang tengah.“Aku hanya meminta restu.”Gina menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Kenapa harus Naya?”“Ada masalah dengan Naya?” tanya Samudra terkesan dingin.“Jelas masalah, Bang.” Gina frustasi.Gina menatap Dina yang sudah duduk bergabung dengan Disya. “Mba, lihat! Samudra meminta ijin untuk menikah dengan Naya setelah memutuskan hubungannya dengan Raina,” adu Gina kepada Dina dengan waja
Memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Disya, Devan segera membuka safety beltnya, keluar dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk Disya. “Ayo! Saya sudah janji sama Samudra, bahwa saya tidak akan menemui kamau lagi.”“Pak Devan…,” rengek Disya mendongak menatap Devan, dengan masih duduk di kursinya, enggan beranjak dari sana.“Sya, ayo!”“Bagaimana kalau benar, mereka sudah mengenal sejak lama, Bang Sam dan Naya sudah bertemu sejak lama?”Devan menggeleng.“Bagaimana kalau benar mereka saling mencintai?” tanya Disya lagi berusaha meyakinkan lelaki itu.Devan menatap Disya dengan sorot dinginnya, seolah tidak memahami dan menyetujui ucapan mantan istrinya itu. Cinta? Yang benar saja? Sudah pasti Samudra memanfaatkan Naya untuk membalas perlakuan Devan dulu kepada Disya dan Naisnya, pikir Devan.“Cinta? Tidak masuk akal,” decih Devan menarik paksa lengan Disya untuk bangun dari duduknya, keluar dari mobil.“Apanya yang tidak masuk akal? Cinta itu masuk akal, mereka saling men
"Ada apa lagi?" Diky bertanya menatap lelaki yang sedang berkutat dengan layar komputer di depannya.Tidak menjawab, lelaki itu hanya melirik Diky sekilas dengan kening mengernyit lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.Diky terlihat menghela napasnya. Sudah bertahun-tahun Diky mengenal Devan. Dan rasanya tidak mungkin jika lelaki itu baik-baik saja dengan wajah lesu seperti itu. "Ada masalah?" tanyanya, lagi."Tidak.""Saya mengenal anda dengan baik Tuan Devano, tidak mungkin tidak terjadi apa-apa jika wajahmu ditekuk seperti itu," ucap Diky, berdiri dari duduknya lalu melangkah menghampiri meja kerja atasannya.Devan mengusap wajahnya kasar, mendesah frustasi sebelum akhirnya membuka suara. "Naya—"Diky mengangguk, memperhatikan dengan baik kalimat apa yang akan lelaki itu katakan tentang adiknya. "Iya, ada apa dengan Naya?" tanya Diky ketika Devan tidak juga melanjutkan ucapannya."Berniat menikah dengan Samudra.""Wait... what! Samudra?!" Diky cengo, membelalakkan matanya menatap
“Ada apa sebenarnya? Naya tidak mau keluar dari kamar beberapa hari ini, Kai yang terlihat sangat lesu setiap harinya, dia tidak seceria dulu, Dev. Apa yang terjadi, bisa ceritakan dengan jelas?” Maya protes, menatap Devan yang sedang fokus mengemudi.Devan masih setia dengan kebisuannya.“Apa yang terjadi dengan Disya dan Naya. Ini ada sangkut pautnya dengan mereka berdua, sehingga kamu memutuskan untuk memutuskan hubungan dua keluarga?”Bukan tanpa alasan Maya berbicara seperti itu. Naya berubah saat kembali dengan Devan dalam keadaan menangis, dan tiba-tiba Devan meminta untuk tidak boleh berkomunikasi lagi dengan Disya ataupun keluarganya. Tidak salah kan Maya berpikir itu ada sangkut pautnya.“Naya juga selalu diam jika ditanya Mamah. Ada apa kalian ini?” Maya frustasi ketika Devan tidak kunjung menjelaskan. “Mamah mohon, Dev. Jelaskan agar Mamah tidak kebingungan seperti ini.”“Kita jodohkan Naya dengan salah satu anak rekan bisnisku ataupun Papah, atau Mamah jika Mamah punya ke
Tidak saling berbicara padahal, Disya dan Naya pamit ke luar ketika melihat Devan dan Samudra meninggalkan ruangan. Yang ada dipikiran Disya adalah, bagaimana jika ada adegan adu jotos—semua orang tahu hubungan Devan dan Samudra sama sekali tidak baik—bisa saja hal itu terjadi kan?Disya dan Naya mendengar semua obrolan keduanya, hal yang cukup mengejutkan adalah ketika Devan duduk bersimpuh di depan Samudra. Disya terkejut tentu saja, begitu pula dengan Naya yang langsung menghampirinya, dan membantu Devan untuk berdiri.Hal itu baru pertama kali dilihat Disya. Mantan suaminya yang jelas begitu dihormati oleh banyak orang karena kekuasaannya—saat itu Disya lihat rela membuang jauh harga dirinya hanya untuk memohon kepada Samudra supaya mengurungkan niatnya menikahi Naya.Disya tidak melakukan apapun, ia hanya berdiri memperhatikan dan menyimak kejadian di depannya. Naya terlihat semangat sekali ketika merangkul lengan Samudra, dan membawanya ke hadapan Devan. Wajah gelisah dan ketaku
Disya menatap cincin—cincin pernikahannya dengan Devan. Tidak hanya cincin yang berada dibalik kotak beludru itu, tetapi lengkap dengan dua kalung berbandul crown yang dulu diberikan oleh Devan—kalung pertama diberikan kepada Disya ketika malam di mana pertama kalinya Disya mengetahui tentang apartemen milik Devan yang ditinggali oleh Naisya. Disya masih ingat, malam itu ia begitu yakin dan percaya kepada Devan, bahwa lelaki itu tidak bermain-main dengan perempuan lain.Benarkah dulu Disya terlalu bodoh, terlalu dibutakan oleh cinta?Kalung kedua berbandul crown yang diberikan kepada Disya harusnya menjadi bukti dan juga saksi pengungkapan cinta untuk pertama kalinya Devan kepada Disya—harusnya malam itu, malam yang sangat bahagia untuk keduanya. Tetapi, Disya malah mengetahui tentang semuanya. Mengeluarkan kalung kedua yang diberikan Devan dari dalam kotak itu. Tentu saja ada perbedaan dari kalung keduanya—kalung yang sudah berada di tangan Disya terdapat aksara sambung huruf ‘D’ te