Share

Bagian 16

last update Last Updated: 2021-12-22 23:04:55

"Ibu?" panggilku masih tak percaya. Wanita yang awalnya berdiri celingak celinguk memeriksa setiap sudut ruang tamu, serta merta menoleh. Beliau menatapku dengan sorot yang sulit kuartikan.

Aku melangkah mendekati perempuan itu, "Ada apa, Bu?" tanyaku benar-benar ingin tahu.

"Di sini rupanya kamu tinggal?" ucapnya tanpa menjawab tanyaku. Atau mungkin itulah jawabannya. Bahwa tujuan dia kemari untuk menyelidiki tempat tinggalku. Namun, entah mengapa aku merasa ada nada meremehkan dalam kalimatnya. Apalagi ketika matanya terus menilik setiap bagian ruangan itu.

"Kupikir rumah yang lebih mewah sehingga rela pindah mendadak, ternyata ...." Beliau mengedikkan bahu sambil membuka kedua tangan. Seolah ingin menunjukkan bahwa tidak tega menyebutkan kata yang pas untuk menggambarkan kondisi rumahku.

Aku mengulum senyum, "Ternyata apa, Bu?" tanyaku sabar, "Kecil? Tidak apa kecil, Bu. Yang penting menyejukkan d

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Anitha Yunitha
kenapa gak pindah aja dari pada nanti dignguin kel benalu
goodnovel comment avatar
Khaerati Hamzah
gmn cara buka kuncinnya...
goodnovel comment avatar
Marwah Cacabila
safira terlalu baik deh klo saya di posisinya ogah dah baik baik kayak gitu hahhaha
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 17

    “Iya, Pak,” jawab Nur. Sedangkan Endang cuek. “Sudah lama?” “Sudah lama banget, Pak. Sejak sekolah.” “Sudah menikah?” “Endang sudah, Pak. Saya belum.” “Sudah punya anak?” Kali ini laki-laki hampir enam puluh tahun itu beralih pada Endang. “Belum,” jawab Endang malas. “Sudah lama menikahnya?” “Dua tahun.” “Wah, lama juga. Mengapa belum jadi. Kurang genjot kali,” kelakarnya lalu terbawa dibuat seolah sangat geli. Dia sendiri yang tertawa. Kami justru menyorot tajam. Aku mengamati Bapak mertuaku itu. Mataku sampai menyipit karena terlalu heran. Mengapa gayanya seperti tebar pesona? Bertanya hal-hal yang tidak penting. Lalu tertawa berlebihan. Sangat tidak etis ditanyakan pada lawan jenis saat pertemuan pertama. Apa ini has

    Last Updated : 2021-12-22
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 18

    “Ehem.” Satu suara mengagetkan ketika aku fokus mengantar kepulangan Bu Mun dan Haykal. Sontak aku menoleh ke belakang.“Ibu juga pamit,” ucap pemilik suara. Di belakangnya Bapak juga tampak berdiri tegak.“Oh, iya. Hati-hati, Bu. Sudah segar ‘kan?” tanyaku. Wanita itu mengalihkan pandangan sejenak. Lalu mengulurkan tangan, mengajak bersalaman. Aku melongo. Jarang-jarang Ibu mau bersentuhan denganku. Biasa pada moment tertentu, jika aku ingin menyalami, tak jarang Ibu enggan mengulurkan tangan.Tak urung, kusambut juga uluran tangan beliau. Kucium takzim layaknya seorang anak kepada orangtua. Demikian juga Bapak, kucium takzim pula punggung tangan beliau.“Hati-hati, Pak, Bu, jangan lupa makan,” ucapku mengantar langkah mereka. Aku tertawa agak mengejek. Aduh, mengapa jadi kurang asem begini. Astaghfirullaha

    Last Updated : 2021-12-22
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 19

    “Jalan-jalan, yuk.” Suara Mas Harsa membangunkanku yang tenggelam dalam pikiran sendiri.“Jalan-jalan?” sambut Emyr antusias. Dalam dua minggu ini, aku tidak pernah membawanya kemana-mana karena aku pun tidak kemana-mana. Aku sengaja mengurangi keluar rumah jika tidak ada hal mendesak. Sebab menurut Bu Mun, wanita yang menjalani masa idah harus lebih banyak di rumah.Belanja keperluan sayur dan kebutuhan lain, aku meminta tolong Nur atau Endang. Memang sesekali Emyr diajak oleh mereka. Haykal pun pernah membawa bocah itu jalan-jalan. Namun, pastinya berbeda jika jalan-jalan itu bersama kedua orangtuanya.“Mau?” tanya Mas Harsa, tampak tak kalah antusias.“Mau!” seru Emyr riang.“Emyr mau jalan-jalan ke mana?” tanyanya."Ke CS," sahut Emyr menyebut salah satu nama mini market.

    Last Updated : 2021-12-23
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 20

    “Ada apa ini, San?” Kutanya Santi yang masih berdiri angkuh. Mata gadis itu menatap nyalang ke arah Ninik.“Dia itu ternyata ular, Mas. Dan sangat berbisa,” jawab Santi.“Yang jelas jawabnya. Mas gak ngerti!” ucapku kesal.“Ibu ajak kamu ke sini untuk dinikahkan dengan Harsa, Nduk. Menyelamatkan kamu dari omongan orang-orang, menaikkan derajatmu karena Ibu sangat menyayangimu. Mengapa kamu justru menikam Ibu seperti ini. Sakit, Nduk. Sakit ....” Ibu meratap pilu diujung sedannya.Dahiku semakin berkerut, semakin bingung apa yang terjadi?“Menaikkan derajat apa? Justru aku terhinakan di sini. Ibu mengatakan istri Mas Harsa itu bodoh. Tapi dia pelan dan pasti menjatuhkanku dengan sangat dalam. Santi mulai meremehkanku. Dan Mas Harsa mengingkari janjinya,” sahut perempuan itu sinis, “Kehidupan nyaman yan

    Last Updated : 2021-12-23
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 21

    Kutatap nanar dua mahluk itu bergantian. Rahang kembali bergemeletuk. Kedua tangan mengepal menahan amarah. Benar-benar pasangan tidak bermoral. Kecewa membuncah di relung jiwa.Yang satu, anak tidak dapat, bapak pun jadi.Yang satu, milik anak, bapak dulu yang coba."Kemaskan semua barang-barangmu. Jangan sampai ada yang tertinggal," ucapku tajam pada perempuan itu. Wajah innocent-nya terperangah, menatapku mengiba."Maafkan aku, Mas," ucapnya. Aku berdecih. Masih berani dia meminta maaf?"Aku tidak mau melihatmu ada di rumahku lagi setelah ini," lanjutku abai dengan permohonan maafnya. Lalu pandanganku beralih pada Bapak."Jenengan boleh ikut, Pak. Atau barangkali jenengan mau nikahi dia sekalian," ucapku miris. Laki-laki itu tergeragap sebentar membalas tatapku, lalu tertunduk di tempatnya. Berlagak menyesal. Kembali mual aku mengingat rautnya yang telah b

    Last Updated : 2021-12-24
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 22

    Aku menggeleng."Mengapa? Apa kamu benar-benar tidak mencintainya? Ibu menyesal, Sa. Selama ini mata dan hati Ibu tertutup untuk melihat siapa Safira. Dia istri yang luar biasa," ucap Ibu lirih. Meskipun suara yang keluar berat, tetapi aku tahu ada ketulusan dari hatinya saat memuji Safira."Justru saya sangat mencintai Fira, Bu. Sayangnya saya terlambat menyadari," jawabku serak, "Ketika talak selesai saya ucap, rasanya hati begitu nelangsa, Bu. Rasanya kosong, hampa. Saat melihat dia menangis, hati saya sakit, Bu." Aku tak mampu menahan air mata yang seketika pecah. Aku laki-laki lemah."Kalau begitu, Mas kembali saja sama Mbak Fira, Santi yakin Mbak masih mencintai Mas," celetuk Santi."Iya, Sa," sambung Ibu.Aku menggeleng, "Saya malu. Selama ini Fira telah berbuat banyak. Tapi, saya justru membalasnya dengan rasa sakit. Dia tidak akan bahagia bersama saya."

    Last Updated : 2021-12-24
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 23

    “Jika memang ada keperluan lain yang sangat penting, silakan minta antar saya atau Santi,” lanjutku, “Jika jenengan tidak suka dengan aturan di rumah saya, silakan mencari rumah sendiri dan membuat aturan sendiri. Jenengan masih muda, buktinya masih kuat berpetualang daun muda. Jadi pasti masih kuat juga mengurusi hidup sendiri.”Aku kembali menjeda ucapan, memberi kesempatan laki-laki itu untuk menyampaikan interupsi. Namun, dia hanya diam. Biarlah dianggap durhaka, aku lelah untuk terlalu berkompromi lagi.“Sekarang saya minta kunci dan surat menyuratnya,” ucapku lagi. Laki-laki itu bergeming di tempatnya.“Pak,” panggilku mencoba membuyarkan heningnya. Namun, dia masih terdiam.“San, carikan kunci sepeda motor Bapak dan surat menyuratnya di kamar!” titahku pelan, tetapi tegas. Adik perempuanku itu segera beranj

    Last Updated : 2021-12-24
  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 24

    "Makan, Mas," ujar Santi bertepatan dengan aku keluar kamar."Ya." Aku mengangguk sambil melipat separuh lengan kemeja. Tampak kusut. Sejak kepergian Safira, tidak ada yang mengurus pakaian apalagi menyetrika. Biar sajalah. Tidak ada gunanya tampil memesona. Separuh jiwa telah pergi, semangat lumpuh karena ketidakhadirannya."Mas mau kemana?" tanyanya. Tampak sekali rasa ingin tahu terpancar dari matanya."Mau jenguk Emyr," jawabku singkat."Ehem .... Emyr apa Mbak Fira?" Dia tersenyum menggoda. Aku mengerling tajam.Emyr atau Safira? Rindu untuk keduanya telah membaur. Tidak bisa dijawab pertanyaan lebih rindu kepada siapa?Safira. Tentu saja aku sangat merindukannya. Sangat. Bahkan setiap tarikan napas, benak selalu mengukir bayangnya. Namun, aku sadar diri untuk tidak berharap lebih. Siapalah aku, lelaki lemah yang menggantungkan kehidupan keluarga padanya

    Last Updated : 2021-12-24

Latest chapter

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 67 (TAMAT)

    Haykal berjalan beriringan bersama Harsa dan Safira, melintasi makam demi makam untuk mencari nama seseorang pada salah satu nisan di sana.Rencana Haykal dan Nur ke Bali saat itu batal. Keinginan Nur tidak terwujud. Akhirnya Safira dan Harsa yang memutuskan kembali ke Kalimantan demi mengucapkan kata maaf kepada sahabat terbaik atas apa yang terjadi, meski harus menunggu tiga bulan setelah lahiran.Selain rindu pada sanak kerabat, Safira dan Harsa merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada dia yang kini berada di dalam pusara sana. Terutama Harsa, boleh dikatakan semua berawal darinya.Setelah mengirimkan doa-doa, meminta agar nama itu diampuni dosa-dosanya, mereka meninggalkan area pemakaman."Tidak mampir?" tanya Haykal ketika mereka memutuskan akan berpisah."Tadi 'kan sudah. Lain kali kami akan berkunjung kembali," sahut Safira."Ya,

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 66

    Nur terjaga lebih awal. Mata beningnya mengerjap ketika azan subuh berkumandang. Tidur terlalu larut, ditambah lelah akibat aktivitas semalam membuatnya melewatkan rutinitas sebelum subuh.Perempuan itu meregangkan otot, lalu melirik pada tubuh setengah polos yang melingkarkan tangan padanya. Ia tersenyum menatap wajah yang juga menyisakan gurat lelah itu, tetapi binar bahagia jelas terlihat di sana."Abang bangun ...," ucap Nur sambil menggoyang pelan bahu laki-laki itu. Haykal bergeming. Sepertinya ia benar-benar lelah dan mengantuk."Abang," panggil Nur lagi. Kali ini goyangan pada bahu itu ia perkuat."Hmm ... kenapa? Mau lagi?" tanya laki-laki itu serak. Ia tampak berat untuk membuka mata. Tangannya menggapai tubuh Nur."Ish, apaan, sih?" Seketika pipi Nur menghangat."Ayo .... Gak usah malu-malu begitu." Laki-laki itu menarik pin

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 65

    Haykal tercenung beberapa saat. Sarafnya seketika membawa nama itu pada otak pusatnya, menerjemahkan rasa yang ada di hati. Lalu yang ada hanya kosong, tidak ia temukan makna yang nyata.Ditatapnya wajah Nur yang sedikit berubah. Seolah ada gumpalan pekat yang coba gadis itu tutupi. Haykal mengerti."Angkatlah. Bilang jangan lama-lama, ditunggu suami," ucapnya. Diusapnya pelan punggung istrinya untuk menyingkirkan gumpalan pekat itu."Apa boleh kasih tahu Safira bahwa kita sudah menikah?" tanya Nur ragu."Lho, kamu belum kasih tahu?""Belum." Nur menggeleng, 'Kan Abang melarang," ucapnya.Laki-laki itu mengusap wajah. Ia minta hal itu saat awal pernikahan karena benar-benar belum siap menghapus nama Safira, tidak disangkanya Nur terus memegang rahasia itu hingga kini.Perasaan bersalah seketika menjalari hatinya, b

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 64

    "Kamu nanti mau punya anak berapa?" tanya Haykal.Malam ini dia mengajak Nur mencari udara segar di luar, menikmati waktu berdua sembari menunggu malam sedikit beranjak.Tangannya melingkar ringan di pinggang Nur. Sedangkan matanya menatap jauh ke depan, memperhatikan dengan penuh binar bahagia anak-anak yang bermain riang. Sudut bibirnya melengkung mengikuti setiap raut ceria para bocah yang berlari mengitari taman kota. Silih berganti memilih mainan yang disukai, perosotan, ayunan, jungkat jungkit, dan entah permainan apa lagi namanya."Hah?" sahut Nur kaget. Tidak menyangka akan menerima pertanyaan seperti itu dari Haykal. Dia terlalu fokus dengan debar-debar halus dalam hatinya akibat tangan kekar yang melingkar di pinggangnya itu. Sejak kejadian tadi siang, jangankan Haykal menyentuhnya, membayangkan disentuh saja hatinya berdesir geli. Seolah ada yang menggelitik."Kamu nanti

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 63

    "Kenapa?" Haykal terkejut melihat polah Nur. Ia mencoba membuka selimut yang menutup seluruh tubuh istrinya itu. Namun, Nur menahan. Perempuan itu menggeleng kencang."Kamu belum siap?" tanyanya lembut. Nur bergeming."Ya, sudah. Kalau belum siap gak apa. Abang gak akan memaksa. Tunggu kamu siap saja," ucap laki-laki itu, "Tapi dibuka, ya?" Ia mencoba menarik selimut itu."Jangan!" Nur berseru dari dalam sambil menahan."Kenapa?"Gadis itu hanya menggeleng kencang. Tanpa bersuara."Malu?"Tidak ada jawaban lagi dari wanita manis itu."Nur?"Hening.Haykal menghela napas. Meski kecewa, sesuatu di dalam dadanya yang sudah terlanjur membuncah, coba ia redam. Laki-laki itu memejam.Cukup lama, Nur bahkan nyaris kesulitan bernapas.

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 62

    Pintu dibuka. Tampak Nur terkulai lemah di atas ranjang. Laki-laki tua dengan tubuh setengah terbuka berada di atasnya. Separuh gaun Nur juga sudah turun hingga ke dada."Baj*ngan!" Haykal menerobos di antara tiga petugas. Serta merta satu bogem darinya melayang untuk laki-laki yang sudah menjamah istrinya itu. Ia kalap, satu pukulan lagi kembali melayang sebelum salah satu petugas menahannya.Segera ia menghampiri Nur yang tak berdaya di atas ranjang."Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanyanya sembari memeluk gadis itu. Melindunginya dari tubuh yang terbuka, cepat ia meraih selimut, lalu membalutkannya pada tubuh istrinya."Kamu gak apa-apa 'kan?" tanyanya lagi sambil menangkupkan kedua tangan pada pipi Nur.Tidak menjawab, Nur sesenggukan."Sudah, jangan menangis. Abang di sini. Semua sudah berakhir. Kita pulang," ucapnya lem

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 61

    Setelah bebas dari lembaga pemasyarakatan, Ninik dan Nai bersekongkol untuk membalas sakit hati kepada Safira, apapun caranya. Namun, ia mendapat informasi bahwa Safira telah kembali merajut rumah tangga bersama Harsa dan pindah ke NTT. Hati kian memanas, dendamnya semakin membara.Mereka mencari informasi tentang usaha Safira dan diketahui telah dilimpahkan kepada Nur. Beberapa lama mengintai, mereka paham keseharian gadis itu yang selalu dijemput Haykal saat menjelang sore. Momen itu dimanfaatkan untuk menjebak Nur dan membawanya paksa.Nur menelan saliva. Keadaan sedang tidak baik. Gadis itu berlari hendak menuju ke arah pintu, hendak membuka. Namun, pintu telah dikunci. Nur berteriak minta tolong. Kedua perempuan itu tertawa menyeringai."Ruangan ini kedap suara. Tidak akan ada yang mendengar suaramu," ucap Nai sambil terkekeh mengejek."Kalian mau apa?" Nur bertanya panik. Wajahnya

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 60

    Haykal mendesah resah. Beberapa kali ia menganjur napas berat, mencoba menenangkan pikiran, tetapi nihil. Kecemasannya pada Nur membuatnya tidak bisa tenang sedetik pun.Namun, kemana dia akan mencari?Laki-laki itu mengambil ponsel. Refleks tangannya menggulir gallery, membuka foto Nur yang ia simpan dalam folder sendiri.Sebagai upaya mencintai gadis itu, setiap hari Haykal mengambil gambar Nur dalam banyak posisi, lalu memerhatikan segala yang dia miliki, mencari nilai lebihnya dibandingkan Safira. Akan tetapi, selama ini urung dia temukan."Kemana kamu, Nur. Abang khawatir sekali. Pulanglah, Nur. Atau telpon. Kasih kabar," lirihnya sembari terus menatapi layar.Kemana lagi dia akan mencari? Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada istrinya?Lagi, pria itu menghela napas panjang."Ya Allah. Astagfirullahal'azim. Nur ... kamu di m

  • Oleh-oleh dari Mertua   Bagian 59

    Kalut, Haykal mengarahkan motornya menuju Cafe Rajawali dengan kecepatan tinggi. Ia harap cemas. Untuk apa orang itu mengatas-namakan dirinya?Pikiran buruk berkelebat. Ia berharap ini hanya prank dari Nur aja. Ia ikhlas dikerjai, asal istrinya itu tidak kenapa-kenapa.Gegas, ia memarkirkan kendaraan di pelataran cafe. Sembarang saja. Kemudian berlari ke dalam. Netranya memindai ruangan secara menyeluruh, mencari sosok Nur. Namun, nihil. Langkahnya segera menuju meja kasir yang terletak tidak jauh dari pintu masuk. Posisi duduk kasir sangat strategis untuk melihat siapa saja tamu yang datang."Wajahnya manis. Kulit kuning langsat. Bersih. Ada lesung pipi. Berjilbab. Hari ini pakai pasmina warna baby pink. Rok plisket, blouse navy masuk ke dalam. Sekitar satu jam yang lalu katanya mau ke sini," terang Haykal dengan napas yang memburu. Hatinya cemas bukan kepalang. Tidak sanggup rasanya jika sesuatu yang buruk

DMCA.com Protection Status