Beranda / CEO / Ok, Aku Nyerah Bos! / Ban 13. Terkilir

Share

Ban 13. Terkilir

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-16 00:16:24

"Jadi?"

Aku menatap wajah Nadia dengan tampang memelas. Suasana ramai yang ada di sekitar kedai makanan yang kami kunjungi tak membuatku bersemangat, bahkan di saat kue yang sedang viral itu tersaji di depanku, itu tidak membuatku goyah untuk mengangkat wajah.

Helaan napas pasrah kini terembus dari hidung mancungku. "Harapan untuk bisa menicure, pedicure, dan shopping pun langsung kandas gegara pak Tama sialan itu, Nad," keluhku lemas.

Sengaja aku gak mengangkat panggilan yang entah sudah keberapa kalinya dari orang yang sama. Siapa lagi kalau bukan Gartama Wirasesa. Setelah mematikan panggilan tadi, aku lebih memilih menarik Nadia ke gerai makanan.

"Kayaknya itu bos emang beneran cinta deh sama kamu, Na. Eh, biasa aja kali gak usah melotot gitu!"

Kupalangkan wajahku ke arah lain. Sial banget nasibku. "Mau sampai lebaran monyet pun, itu orang kagak bakalan bisa jadi jodohku, Nad. Jadi, Lo gak usah berkhayal terlalu tinggi! Jatuhnya nanti situ malah koid gegara aku gak jadi nikah sam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 14. Uwu ala drakor

    "Sepertinya," jawabku."Oh.""Oh?" Aku membeo ucapan dari pria tua di hadapanku. Mataku menatap penuh tanya dari maksud satu kalimat pendek yang seperti tak ada artinya itu. Pak tua itu tiba-tiba bangun dari posisi jongkoknya dan meninggalkanku tanpa berniat membantuku berdiri. "Kamu bisa jalan sendiri, 'kan? Kalau begitu aku tunggu di mobil!""What?!" Mulutku melongo dengan mata melotot. "Seriusly dia nyuruh aku buat jalan sendiri? Wah!" Aku menunjuk diriku sendiri dengan tak oercaya. "Gila! Laki macam apa dia?" Aku menepuk bagian dadaku yang terasa dongkol akan tingkah menyebalkan Pak Tama. Andai saja aku tahu jika dia akan meninggalkanku seperti ini, aku tak akan pernah mau datang ke sini.Pandanganku kini menatap punggung pria tua itu dengan sorot mata yang tajam. Sementara dia terus melangkah dengan gagahnya keluar lobi dan meninggalkanku yang kini seperti pengemis terduduk di lantai nan dingin ini. Seribu umpatan, bahkan makian sudah berada diujung tenggorokanku, tetapi lagi-

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-17
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 15. Baper

    Kini kami telah sampai di kediaman yang tidak pantas disebut dengan rumah. Mansion, atau istana jika kalian ini membayangkan. Bagaimana tidak, pilar-pilar tinggi dan besar itu seolah menegaskan betapa besar dan mewahnya rumah keluarga Wirasesa."Padahal ini bukan kali pertama aku datang, tapi tetap saja masih kagum sama desain ini mansion," gumamku saat mobil kami sudah memasuki halaman luas kediaman Wirasesa.Kali ini adalah kunjunganku yang entah ke berapa karena sudah tidak bisa dihitung, tapi itu bohong. Karena kenyataannya ini adalah kali ketiga aku berkunjung ke mansion ini. Dulu aku datang saat perayaan ulang tahun yang entah keberapa dari orang tua Pak Tama.Kedua, karena saat itu aku tidak sengaja bertemu dengan Anggun Lir–ibu dari Pak Tama– di mall dan kami lanjut memintaku mengibrol di mansion. Sekarang, aku kembali datang atas ajakan dari anaknya, itu pun karena tidak berdaya.“Kamu bisa jalan, kan?” Aku melirik pria itu, lalu tersenyum dengan sinis. “Maaf, Pak. Tugas saya

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-17
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 16. Pernyataan Cinta

    "Kalau begini ...." Sambil menahan napas, aku berusaha mundur secara perlahan, tetapi tangan Pak Tama justru menahan pinggangku hingga tubuh kami kembali menempel. Aku menelan kasar saat pria tua itu terus mendekatkan wajahnya. "P-pak ....""Iya, Naina?"Wajahku langsung melengos saat jarak kami begitu dekat. Jantungku tiba-tiba berdetak tak terkontrol, apalagi ketika aku merasakan embusan napas pria itu menyentuh leher jenjangku. "Shit! Ini, gak boleh! Pokoknya kamu harus bisa lepas dari dia, Na!" rapalku dalam hati."I-itu nyo-nya u-dah nung-guin, P-pak." Ada apa dengan suaraku? Kenapa aku menjadi gugup seperti ini? Oh, Tuhan. Makhluk apa yang sedang ada di depanku? "Mama sudah masuk sedari tadi, Naina. Jadi, kamu gak perlu takut, atau kamu ingin mama tahu jika kit--""Stop, ah ... pak!" Aku menggigit bibirku yang sudah begitu lancang mengeluarkan suara yang sangat menjijikkan. Kutatap pria itu protes, tetapi Pak Tama justru tersenyum menyeringai."Mendesah, eoh?"Sial! Bos kuampr

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-18
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 17. Dijodohkan

    "Maaf, Pak. Aku gak bisa." Setelah itu, aku pun beringsut mundur. Berdeham untuk menetralkan rasa yang sempat menghampiriku. "S-sebaiknya bapak segera masuk ke dalam!" tuturku lagi. Aku tak lagi mau melihat wajah Pak Tama. Aku justru sibuk melihat sepatuku sampai aku bisa merasakan usapan di kepala dan karena hal itu pula aku mendongak, menatapnya bingung. Pria tua itu tersenyum kecil, tetapi terlihat begitu menyedihkan dan apa benar itu karena ulahku? Tiba-tiba, rasa bersalah langsung menyelimuti hatiku. "Baiklah, jika memang kamu belum bersedia memberiku kesempatan. Tapi, kamu gak akan menjauhiku, 'kan?"Keningku langsung mengernyit. Pria itu menggaruk belakang kepalanya. "Apa kamu tidak ingat? Saat itu kamu selalu menghindar jika bertemu denganku, bahkan kamu sampai putar arah ketika kita tidak sengaja berpapasan?"Bibirku tersenyum meringis. Kini, gantian aku yang menggaruk tengkukku tak enak hati. "S-soal itu ... em, sebaiknya kita tak perlu bahas, Pak. Lagian, mana mungkin sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 18. Ok, Aku Mau

    Aku segera keluar mansion milik Pak Tama. Sumpah, asli aku udah tak bisa kalau berada satu ruangan lagi dengan mereka. Mereka seolah menyudutkanku dalam sebuah jurang yang akan siap menangkap ku kapan saja.Lelah. Hati dan pikiranku kini sudah tak tahu harus bagaimana. Belum usai pengakuan cinta Pak Tama tadi, sekarang aku kembali terlibat dalam masalah yang jauh lebih pelik. "Calon masa depan? Huh! Gila kali itu orang!" Aku mendengkus kesal sambil menghentakkan kaki ke lantai."Lagian, ada apa dengan pria tua itu? Apa dia pikir setelah membuat jantungku berdebar akan kata-katanya yang romantis, aku akan terpesona? Oh, tidak semudah itu Ferguso!Aku sudah belasan tahun hidup sendiri tanpa bantuan orang tua, bahkan siapa pun. Aku berdiri sendiri, mencari jati diriku hingga kini bisa berdiri tegak seperti ini. Hah! Lalu, apa dia kira akan bisa membeliku dengan kata-kata murahannya itu? Menggelikan!"Kuhentikan langkahku saat sudah berada di kursi taman milik keluarga Wirasesa. Kutolehka

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 19. Jiwa Babu

    Setelah kembali ke apartemen, aku memilih langsung ke kamar. Melepas asal sepatuku dan menaruh tas yang sedari tadi kubawa. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Setelah habis, kutaruh lagi gelas itu. Lanjut pergi ke kamar, di sana ternyata ranjang sudah memanggilku untuk menidurinya. "Fyuhhh!" Kuhempaskan tubuh lelah inidi atas ranjang yang empuk dan nyaman.Sambil memeluk guling favoritku, kupejamkan mata mencoba untuk terlelap, tetapi nyatanya mata ini justru tak mau diajak kerjasama. Kejadian tadi di mansion milik keluarga Wirasesa cukup banyak mengambil alih.Kujadikan tanganku sebagai bantal, lalu netra ini menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna putih. Aku mengabaikan tubuhku yang sudah lengket oleh keringat. Perasaanku jauh lebih penting sekarang daripada mandi. "Bego! Bego! Bego! Bego!" Kutendang selimut yang ada di bawah kaki dengan perasaan kesal, gemas, dan juga nelangsa. Kutarik salah satu bantal dan kututup wajah ini saking rumitnya kejadian hari i

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 20. Ngehamilin Anak Orang

    Setelah drama weekend yang Gatot, alias gagal total. Pagi ini aku sudah berada di kantor, berangkat seorang diri tanpa perlu mengawal si pak tua itu. Aku mendesah lega karena Pak Tama tiba-tiba harus pergi ke tempat yang jauh bersama Gilang dan itu bagaikan angin segar dong untukku.Kenapa aku tidak ikut? Heuh, seperti diriku tak ada kerjaan lain saja selalu ngintilin dia. Lagipula, dia tidak mungkin membiarkanku tinggal di kantor hanya untuk berleha-leha saja. Sudah ada setumpuk dokumen yang harus aku lihat sebelum diberikan kepadanya.Sialan banget memang itu bos kampret. Entah kenapa setiap hari selalu saja ada cara dia membuatku emosi. Capek emang kerja sama orang gila kerja macam pak Tama. Sedang asyik-asyiknya mengghibahi atasan, aku justru berpapasan dengan beberapa karyawan kantor yang hendak naik lift. Aku memberikan senyuman ramah ala-ala wanita berpendidikan tinggi kepada mereka yang satu divisi dengan Nadia.Eh? Memang cara tersenyum orang berpendidikan beda, yah? Iyakah

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 21. Salting Brutal

    Dua hari tanpa keberadaan Pak Tama sudah seperti Surga Dunia bagiku. Aku bebas dari kata lembur, bebas dari gangguan setiap malam ketika aku ingin tidur, bebas juga dari panggilan telepon yang selalu membuatku jengkel setengah mampus."Seneng amat, Bes? Kirain kamu bakalan ngegalau gegara ditinggal suami minggat," goda Nadia sambil menyerahkan satu map di atas mejaku.Dia bahkan tak sungkan mengambil satu bungkus permen yang memang selalu ada di gelas khusus di atas meja. "Ish, ini permen apa, sih? Kok, asem banget kayak hidupmu?""Sialan kalau ngoceh!" Kutimpuk Nadia dengan map yang baru saja dia bawa. “Lagian, apa gunanya juga aku ngegala, kalau hidup seperti inilah yang aku inginkan,” balasku sambil mengibaskan rambutku yang hari ini digerai.“Preeettt!”Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Nadia. Hari ini adalah hari ke-3 pak Tama dan juga Gilang dinas di luar, tetapi harusnya hari ini mereka pulang. "Eh, hari ini ternyata ada rapat sama klien Jepang,” ucapku sambil memeg

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20

Bab terbaru

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 121. End

    “Mama! Di mana kaos Abang?”“Huwaa! Abang kenapa buang dasi Nina?”Suara teriakan dan tangisan mengawali pagiku hari ini. Astaga! Kepalaku hampir pecah mengurus dua bocil kesayangan Tama. Setiap hari, bahkan setiap pagi telingaku hampir berdengung mendengar teriakan duo kembar itu.Itu sebenarnya anak siapa, sih? Sumpah berisik banget.“Mah, gak usah dumel dalam hati, deh! Buruan bantu Abang cariin kaos kaki!” Teriakan dari dalam kamar anak pertamaku kembali terdengar. Aku menghela napas. Tangan yang sedang memegang spatula rasanya sudah gatal ingin melempar benda tersebut. Namun, jika teringat bagaimana aku mengandung, melahirkan, dan menyusui, semua amarahku langsung luruh.Berganti menjadi rasa sayang. “Mama lagi masak, Abang,” balasku berteriak. Berharap Nino mau mengerti akan kesibukan mamanya juga.Ya, Nina dan Nino adalah anakku dan Mas Tama. Mereka kini sudah besar, bahkan sudah belajar di sekolah swasta, kelas 2. Usia mereka 8 tahun dan sedang aktif-aktifnya. Jadi, ibunya ju

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 120. Menyambut Kelahiran Penerus Wirasesa

    Masa kehamilan adalah masa di mana semua para ibu harus bekerja extra untuk menjaga diri serta calon jabang bayi di dalam kandungan. Dia tidak boleh stres, tidak boleh makan makanannya yang terlalu manis, atau pedas, dan masih banyak pantangan lainnya.Seperti yang sedang kurasakan sekarang. Pada trimester pertama dan kedua, aku tak begitu banyak keluhan. Namun, ketika trimester akhir, aku jadi sulit tidur, tidak leluasa bergerak, bahkan ketika bangun tidur pun kesulitan bangun.Oh my God. Ini jelas sangat menyiksa. Namun, tidak semua ibu hamil buruk, kok. Ada kalanya aku merasa menjadi orang yang spesial, yaitu ketika semua keluarga memberikan apa pun yang aku inginkan. Dari perhatian hingga semua kasih sayang tercurah untukku.I’m so happy.Kini di usia kehamilanku yang sudah mencapai 37 minggu, perutku sudah beberapa kali mengalami yang namanya kontraksi palsu. Aku sedikit ada cerita. Waktu itu, pada saat pertama kali mengalami kontraksi palsu, aku sampai heboh dan memanggil Mas T

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 119. Kunjungan

    “Ya, aku memang gila karena dirimu. Jadi, jangan pernah bermain-main denganku! Mengerti!”Aku terkikik, mengangguk sambil menangkupkan kedua tangan dengan menundukkan kepala sebagai tanda menyerah. “Ok, aku takut dikutuk eh kamu, Sayang. Jadi, kita akhiri inis emua sebelum merembet ke mana-mana!”“Nah, gitu, dong! Itu baru istri Gratama Wirasesa.” Senyumnya culas. Perdebatan kecil itu pun berakhir dengan kemenangan Mas Tama. Lebih tepatnya aku yang mengalah.Astaga, random banget emang itu calon bapak satu. Dia pikir manusia bisa memilih? Jelas tidak. Takdir itu sudah diatur oleh Tuhan. Jodoh, rezeki, anak, hidup, dan mati seseorang semua hanyalah Tuhan yang tahu. Jadi, daripada perdebatan kami tak selesai, akhirnya aku mengalah. “Mas, kita telpon kakek, yuk!”“Ah, benar. Sebentar, biar aku ambilkan ponselmu.”Aku menunggu dengan kaki selonjor yang digoyang-goyang, lucu. Apalagi sandal bulu dengan kepala boneka kelinci yang besar semakin membuat gak henti memainkannya.Mas Tama data

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 118. Dikutuk Suami

    Setelah aku mengusir Mas Tama, aku tidak mendengar suara apa pun lagi. Aku pikir, dia pergi dan lebih memilih mementingkan egonya. Tanpa sadar, aku mendengkus dan menitikkan air mata.Bodoh.Akan tetapi, aku langsung menghentikan tanganku yang hendak mengusap mata. Mataku mengerjap ketika merasakan sisi ranjang di belakang punggungku bergerak. Aku sedikit berjengit kala kepalaku diangkat olehnya.Akan tetapi, yang membuat bibirku tak bisa menahan senyum adalah saat tangan Mas Tama dijadikan bantalan untuk kepalaku. Semua emosi yang sempat mengisi relung hatiku seketika luruh. Digantikan oleh rasa hangat dan nyaman di mana darahku berdesir mendapati perhatian-perhatian kecil itu. Aku tetapi, aku tetap bergeming. Tak mengatakan apa-apa, walau kini tubuhku sudah ditarik untuk didekap erat olehnya. Bibir bagian bawahku seketika turun. Ragu, antara ingin tetap diam, atau bicara padanya.“Maaf, Naina,” bisiknya tepat di sisi telingaku.Aku melipat bibir ke dalam, menunggu kelanjutan ucapa

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 117. UGD

    Sebuah kecelakaan baru saja terjadi. Mobil yang kami tumpangi ditabrak oleh mobil yang lawan arah. “Ada apa ini?” Mas Tama keluar dari mobil untuk mengecek kondisi di luar.Sementara diriku hendak menyusul dan membuka pintu, tetapi mulutku langsung merintih kesakitan sambil memegang bagian perut. “Arkh, kenapa sakit sekali?” tanyaku bingung.Aku menarik napas, membuangnya lewat mulut, berusaha untuk menetralisir rasa sakit itu. Namun, hal itu sama sekali tidak membantu. Perutku terasa melilit, seperti diaduk-aduk hingga membuat keringat mulai keluar dari pori-pori kulitku.“M-mas,” panggilku tertatih. Aku mendongak, menatap Mas Tama dari kaca jendela. Dia sedang berdebat di luar. Aku kembali menunduk, memelukku perutku sendiri. Rasanya, aku ingin meraung dan menangis sejadi-jadinya. Ini benar-benar sakit sekali.“Nona.”Kepalaku mendongak saat mendengar bunyi pintu dibuka dan ditutup dari depan. Jack–supir pribadi Mas Tama– masuk untuk mengecek keadaanku. “Nona? Nona kenapa?” Wajah

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 116. Kecelakaan

    "Bagaimana, Dok?” tanya Mas Tama tak sabar.Aku sendiri baru saja duduk di kursi samping Mas Tama, setelah dokter memeriksa perutku. Entah cream apa yang digunakan karena terasa dingin di kulit perutku. Tangan kami saling bertaut satu sama lain di bawah meja. Aku yakin Mas Tama juga merasakan apa yang sedang kurasakan. “Sebentar, yah!” Dokter bernama Karina tersenyum sambil menulis sesuatu di kertas catatan milikku. Untuk sementara waktu, kami semua dilingkupi keheningan hingga perasaan gugup dan juga deg-degan begitu terasa. Dokter Karina sendiri tetap santai di kursinya dan jujur aku kesal.Dia tak tahu saja jika sekarang jantungku dugun-dugun gak jelas, kayak lagi nungguin Mas Tama nyatain cinta sama aku. Jadi, please, deh, Dok! Gak usah bikin anak orang mati penasaran.“Dok,” panggil Mas Tama sekali lagi.Aku melirik Mas Tama yang juga sudah tak sabar menunggu hasil pemeriksaan. Aku menepuk punggung tangannya dan mengusapnya lembut. Dia lalu mengangguk, tersenyum kecil sambil m

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 115. Cek Kandungan

    Tiga hari kemudian, aku dikejutkan dengan suara seseorang yang tengah muntah-muntah. “Itu siapa, sih?” keluhku. Aku meraba ke sisi ranjang, mencari keberadaan suami tercintaku. Namun, kosong. Sontak, mataku terbuka. Rasa kantukku langsung hilang tatkala menyadari jika Mas Tama tak ada di mana-mana. “Mas, kamu di mana?” Suaraku serak. Aku segera bangun, duduk di atas ranjang dengan sedikit sisa kantuk. Aku mengucek kelopak mataku, lalu bergumam, “Mas Tama ke mana, sih? Masa iya, dia udah ke kantor?”Mulutku menguap, tetapi segera kututup dengan lengan. Setelah itu, mataku mengedar dengan tangan menggaruk rambut, linglung. Sekitar kosong, dan lagi-lagi suara itu kembali terdengar. “Itu siapa, sih, yang lagi muntah? Atau, jangan-jangan….”Mas Tama.Sontak, perasaanku dilingkupi cemas. “Mas, apa kamu di dalam?” Aku segera turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Rambut segera ku gelung ke atas agar tidak mengganggu. Ketika tiba di depan pintu kamar mandi yang terbuka, suara

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 114. Tama Berubah

    Sepanjang perjalanan, Mas Tama tak pernah melepaskan tautan tangan kami. Dia bahkan melakukan pemindahan perseneling saja masih dengan tangan kami seperti itu.Seneng, sih, dapat perhatian, dan merasa disayang. Tapi, ngeri-ngeri sedep juga, kalau terjadi sesuatu. Apalagi, kita kan lagi di jalan raya, dan tahu dong, bagaimana kondisi lalu lintasnya? Mau heran, tapi dia suamiku. “Kita mau makan apa, Dear?” tanya Mas Tama. Dia melirik ke arahku sekilas, lalu kembali melihat ke arah depan.“Mas. Bukankah kita baru saja makan tadi di rumah mama?” Aku bertanya heran. Ya, kali perutnya yang udah kek roti sobek itu mau dihancurkan dengan makan malam, lagi. “Aku lapar, Sayang. Aku pengin makan di tempat langganan aku beli. Kamu mau ikut, kan?” Wajahnya begitu memelas. Aku pun menggaruk belakang kepala. Mau menolak, tetapi gak enak. Tapi, kalau aku iyakan, mau ditaruh mana itu makanan. Secara, aku masih kenyang. Kalaupun diisi, palingan hanya minuman saja yang muat.“Apa aku punya pilihan?”

  • Ok, Aku Nyerah Bos!   Bab 113. Apaan, sih?

    Menjadi seorang istri adalah hal yang baru buatku. Namun, untuk membuatkan sarapan, menyiapkan teh, dan juga baju untuk Mas Tama, itu sudah menjadi kebiasaan untukku beberapa tahun lalu. Maksudnya, aku hanya menyiapkan roti panggang dengan selai saja. Untuk memasak, aku masih harus menjalani kursus agar tidak membakar apartemen suamiku.Tidak lucu, kan, kalau pasangan suami istri yang baru saja menikah dikabarkan mati, dikarenakan si istri membakar rumahnya karena lupa cara mematikan kompor. Itu jelas nanti akan sangat mencoreng nama baik Naina. Jadi, hari ini aku berkesempatan untuk mengikuti les memasak dengan para mama muda yang usianya di bawahku. Iya, kalian gak salah lihat. Seorang Naina rela meluangkan waktunya hanya untuk membuat dirinya dianggap sebagai istri yang pandai memasak. Aish, tolong jangan melihatku dengan syirik begitu. Santai saja.Tapi, aku sedikit canggung karena, you know lah, usiaku paling tua di sini. Huhuhu, nyesel banget sekarang. Kenapa gak sedari dulu

DMCA.com Protection Status