“Kangen denganku, nggak?” Bayu menciumi rambut yang baru dikerigkan itu. Aroma shampo khas istrinya menyeruak ke indra penciumannya, membuat dirinya ingin terus menciuminya.
“Aku kira sudah tidur.” Eliana membalik tubuhnya, sehingga dapat melihat wajah suaminya yang begitu selalu dirindukan. Napas mereka saling beradu. Satu lumatan selamat datang meremas bibir kenyal sang istri. Eliana menutup matanya, tanda mengijinkan. Bayu melepaskan ciumannya dan membiarkan istrinya mempersiapkan oksigen untuk serangan ke dua.
“Tadi sudah, tapi aku kebangun dengar kamu nyalain pengering rambut.” Bayu menyentuh bibir lembut yang selalu dia inginkan. Dia menyugar rambut sang istri yang terasa halus selesai keramas.
“Oh, ya? Aku minta maaf kalau begitu.” Eliana membelai pipi suaminya, sehingga Bayu menyediakan lengannya untuk sang istri merebahkan kepalanya.
Hari ini Bayu nampak buru-buru datang ke kantor. Dia bahkan tidak mencium kening sang putra yang ada di taman belakang sedang bermain ayunan. Dia hanya pamit dengan sang istri dan mencium keningnya sekilas. Dia tidak bersama supir hari ini karena Pak yanto juga belum datang. Masih terlalu pagi memang, sebab Bayu harus mengurus dua perusahaan sekaligus. Dia belum percaya dengan orang lain sepenuhnya. Kejadian dengan Stefan membuat dia selalu waspada. Udara pagi bergerak tanpa perintah mengembuskan embun basah, sehingga rasa dingin akibat hujan semalam turut menyumbangkan kesejukan.Rupanya nasib sejuk cuaca tidak sesejuk nasibnya. Karena faktanya nasib nahas membawa dia harus menepi di sebuah jalan alternatif. Mobilnya mengalami pecah ban padahal jauh dari area perkampungan. Apalagi perbengkelan juga tidak nampak. Yang ada hanya Gedung-gedung tinggi berbaris, sepertinya area perkantoran. Dia menepikan mobilnya, kemudian meraih ponselnya untuk menghubu
“Om Pambudi?” Lelaki itu berlari karena melihat Bayu.Bayu menghampiri lelaki itu tapi melihat sosok Bayu lelaki itu langsung berdiri dan berlari menjauh.“Om, Om Pambudi!” Bayu mengikuti larinya. Pambudi nampak trerpincang-pincang, apagi tanpa sandal di kakinya. Seluruh kekayaan yang dulu melekat padanya, lenyap tanpa sisa. Semua menguap, tanpa ada bekas. Siapa saja, tidak akan menyangka, bahwa lelaki itu adalah bekas konglomerat yang memiliki kekayaan mutlak sebelumnya.Bayu masih saja mengikutinya, ke mana dia pergi. Bayu terus saja berlari menguntit Pambudi hingga lelaki itu tidak dapat mengelak lagi. Panas pagi dan keringat yang membanjiri dahi dan bajunya tidak dia hiraukan. Untung saja, dia melepas jas mahalnya tadi, karena hari ini memang tidak ada banyak ketemu dengan partner. Lelaki itu terlihat masuk gang, Bayu tidak putus asa dia te
Bayu meninggalkan Pambudi dengan uang yang diberikan. Sejujurnya dia tahu kemampuan pembudi mengelola perusahaan tapi karena sifat Pambudi sebelumnya dan putrinya maka dia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.Sementara itu Pambudi terbengong dengan uang satu juta yang ada di tangannya. Dia sejurus kemudian meneteskan air mata walau tidak sampai basah kuyup. Lelaki yang dia hina habis-habisan dulu, ternyata menjadi penolongnya saat ini. Jika boleh memutar waktu, bukan Stefan yang akan dia sandingkan dengan seorang Miranda. Namun ada Bayu yang sekarang sukses. Namun penyesalan tidak pernah dapat menjadi waktu berputar mundur. Penyesalan hanya akan menjadi seonggok kata yang menyesakkan dada.Taksi online yang Bayu pesan sudah sampai. Dia melambai ke arah Pambudi dan melaju ke perusahaan hari ini. Hari ini, dia akan begitu repot dengan banyak hal. Mengurus beberapa perusahaan dengan latar belakang yang berbeda memang sed
Sedang mengadakan pertemuan dengan Ajisaka yang notabennya teman SMA-nya. Bayu mendapati telepon berdering. Dia meminta waktu untuk menerima telepon tersebut.“Silakan,” ijin Ajisaka. Bayu menepi untuk mengangkat telepon.“Iya, Sayang. Ada apa?” tanya Bayu setelah mengusap tombol terima.“Kemana, Mas. Aku sama kembar ke kantor tapi kosong. Kamu rapat ke luar?” Eliana terlihat menggendong si kecil satu, yang satu digendong Mbak Asih sang pengasuh.“Aku ada di resto Alkay di depan. Kesini saja.” Eliana mengangguk walau sejujurnya tidak akan dapat dilihat oleh suaminya. Eliana mengajak pengasuh dua putranya untuk mengikutinya. Sedangkan Bayu sudah kembali ke meja makan untuk menemui tamunya.“Jadi bagaimana? Maaf, Presiden baru menelepon.” Bayu tertawa mendapati ucapannya.“Istrimu? Masih me
“Maaf, Nona Rara. Apa saya bisa mewakili bos saya, dia sedang tidak konsen. Sebaiknya Anda kirim filenya ke kami biar bisa kami pelajari.” Tidak lama Bayu bergabung kembali dengan mereka.“Maaf, ya? Sampai mana rapatnya?” Bayu menghempaskan tubuhnya di kursi, sedangkan Rara pamit ke toilet untuk buang air kecil.Saat Rara ke toilet, sekretarisnya Ajisaka juga mengikuti. Dia paham bahwa bosnya tersebut sepertinya menyukai Rara.“Nona Rara,” panggil Davina.“Nona Davina,” sapa Rara.“Sepertinya kita terlalu kaku. Bagaimana kalau kita tinggalkan sejenak ke formaan dan mencoba menjadi pribadi yang hangat.” Rara menoleh ke arah Davina.“Begitu juga boleh, apakah rapat ini akan segera diselesaikan tanpa hasil? Atau memang akan diselesaikan lain hari.” Melihat Ajisaka yang sepe
“Tidak! Aku ingin move on.” Ajisaka menyesap kopinya.“Oke, aku akan coba bantu bilang sama Pak Handoyo sebagai sang ayah, tapi kalau ketahuan kamu hanya ingin menjadikan Rara sebagai pelarian saja, aku orang pertama yang akan membunuhmu.” Ajisaka mengangguk.Bayu mencolek tangan Ajisaka ketika dua sekretaris itu terlihat berjalan mendekati meja. Dua sekretaris itu sudah kembali kemeja makan. Mereka mulai makan sambil sesekali melemparkan candaan. Kecuali Rara yang hanya diam saja. Setelah selesai makan, mereka membahas tentang proyek tersebut. Namun beberapa kali Ajisaka tidak konsentrasi sehingga Bayu menyarankan untuk menunda rapat antara mereka. Bayu menggelengkan kepalanya. “Mungkin memang Ajisaka ada rasa dengan Rara,” batin Bayu.“Oke, rapat hari ini kita sudahi, aku juga sudah Lelah. Hari ini bangak sangat yang harus diurus. Ra, kamu ‘kan satu ar
“Tidak sama sekali, tidak merepotkan. Lagi pula kita searah, kok. Bahkan rumahku lebih jauh dari rumahmu. Tapi kita mengantarkan Davina dulu ke rumahnya nggak papa ‘kan?” Rara mengangguk tanda setuju. Walau sebenarnya penuh dnegan kegamangan. Jujur Saja Ini pertama kali setelah Bayu dia dekat dengan orang yang memiliki posisi bagus di perusahaan. Bukan dia silau, namun sangat takut di cap sebagai aji mumpung. Rara tidak punya banyak teman, dia sudah menjadi bahan gossip di semua lini di kantor. Jangan sampai kedekatannya dengan Ajisaka juga menambah daftar gossip yang dia ciptakan. Selain itu, menurut kabar burung yang diterima, para Bos itu selalu meminta lebih ketika berdekatan dengan wanita. Mereka akhirnya bersama dalam diam. Hanya Davina yang sesekali melemparkan candaan dan dibalas oleh mereka dengan senyuman. Aji merasa sedikit kesel karena hanya menjadi obat nyamuk saat Davina dan juga Rara terlibat pembicaraan. Mereka bahkan tertawa ceria Ajisaka meli
Hai Readers ... mana suaranya? Kok nggak kedengeran?“Awas!” Ajisaka banting stir ke kiri.“Kan hampir saja aku jatuh dan hampir juga kita celaka. Ini bahaya, loh.”“Oke, aku akan menepi sebentar. Kamu pindah.” Akhirnya Ajisaka menepi, membuat Rara terpaksa turun dan berpindah ke depan mengikuti kemauan Ajisaka. Jangan ditanya, efek dari hampir kecelakaan tadi. Rara masih saja bergemuruh dadanya.Ajisaka menepikan mobilnya sehingga Rara pindah ke depan lelaki itu menyunggingkan senyumnya melihat Rara yang duduk di sampingnya. Tangan kiri Ajisaka meraih radio tip dan memutar lagu, mengganti lagu menjadi lagu romantis. Karena dari tadi yang berdendang adalah lagu-lagu broken heart kesukaan dari sekretarisnya, yaitu Davina. Sejujurnya Ajisaka memang kaku dan lurus. Maka dari itu kemungkinan Sabrina tidak menyukainya. Teta