“Tapi, Sha, kamu kenapa sangat baik, sih? Orang macam dia itu tidak pantas dikasih hati.” Aku hanya tersenyum melihat dia begitu.
***Meyyis***
POV DEVAN
Tidak tahu kenapa? Dari sekian banyak cewek, aku hanya menginginkan Shasha. Padahal dia jelas-jelas cewek super jutek. Tapi, setiap kali dia marah, aku malah merasa senang. Hatiku berkata, marahnya memang karena peduli.
“Lo kesambet? Sejak kapan jadi melo begitu.” Zefan mendekatiku. Zefan adalah sahabat kami. Sebenarnya, awalnya papa dan papanya Zefan yang bersahabat. Tapi menurun ke kami.
“Fan, kalau lo pingin terus deket sama cewek itu, pingin ngelindungi dia, tapi lo jugtru senang kalau dia jutek gitu, artinya kenapa?” Zefan malah tertawa mendengar penuturanku. Sialan dia. Aku ngomong serius malah dianggap bercanda.
“Lo mau mati, ngetawain gue?” Zefan memeper
“Heh, bukankah kamu ke UKS? Kenapa masih nongkrong di sini?” Zefan ngapain? Ganggu lamunan gue saja.“Gue lagi melihat pemandangan indah, kalau di UKS terus, malah tambah sakit.” Zefan kebingungan. Dia melihat kanan kiri, mungkin dia bertanya-tanya, apakah pemandangan indah itu? Bodo amat! Dia mengacaukannya. Shasha sudah pergi. Ck, dasar!Aku mengikuti Langkah dia. Dia mau ke perpus? Ngapain? Sepertinya memang aku tidak salah memilihnya. Dia gadis yang pekerja keras dan sangat peduli dengan membaca. Itu artinya, dia gadis yang pintar. Aku masuk menyelinap di belakangnya. Dia mengambil sebuah buku yang menurutku sangat bagus. Ilmu Alam? Dia menyukai itu.“Ehem! Ada tugas dari guru?” Dia menoleh. Ya Tuhan, matanya sangat tajam melebihi silet. Boleh nggak mata indah itu sedikit teduh untukku? Aku tersenyum kepadanya. Jangankan membalas, dia malah pergi meninggalkanku. Ya Tuha
Mencari arah sumber suara. Shasha? Kenapa dia? Sepertinya aku kenal melodi itu? Melodi music klasik? Tapi apa, ya? Melodi ini sangat sedih dan menyayat hati. Apa sebenarnya yang terjadi dengan dia? aku seperti ingin ikut masuk dalam kehidupannya. Rasa sakit ini, aku ingin ikut merasakannya, jika ternyata memang benar ungkapan hatinya. Dia menangis? Aku ingin memeluk dan menenangkannya. Tapi … nanti dia malah tambah bad mood lihat aku.***Meyyis***POV SHASHAAku sangat tidak mood hari ini untuk sekolah. Lebih baik ke ruang baca saja. Di sana, bis abaca atau tidur. Saat jam pulang, bisa ikutan pulang. Kenapa selalu ada Devan? Bikin tambah kacau saja. Cowok satu itu selalu membuatku kesal. Aku sudah melihat dia dari jauh, pasti akan mendekatiku.“Ehem! Ada tugas dari guru?” Sok tahu. Aku tidak menanggapi. Hanya menatapnya saja. Bisakah dia mengartikan tatapanku? Kenapa masih saja berada di d
POV DEVANAku tahu emosi Shasha sangat tidak menentu. Dia menggesek biolanya sangat keras sehingga dawainya sampai putus. Kalau gadis lain, mungkin akan menjerit karena jemarinya terluka. Tapi tidak dengan Shasha. Dia hanya meringis sedikit. Aku akan mendekatinya, tapi terlambat. Davin sudah mendekat terlebih dahulu. Sukurlah, lebih baik aku pergi saja.“Hati-hati!” Davin memegang tangannya dan memasukkannya ke mulut. Dadaku semakin bergejolak. Apakah aku cemburu? Tapi Davin memang akrab dengan Shasha dari pertama kali dia datang. Selakanya, Davin belum pernah akrab dengan wanita mana pun. Apakah dia jatuh cinta dengan Shasha? Kalau iya, apakah aku dan dia memang memiliki selera yang sama? Sepertinya, perlu melakukan wawancara kecil.Aku ke belakang sekolah saja. Sepertinya, aliran sungai yang airnya mulai keruh itu, cukup membuatku tenang sejenak. Bayangan Davin dan Shasha terus saja tidak mau lepas dari pik
“Ma, bagaimana papa?” tanyaku.“Sudah lebih baik. Papa mengalami serangan jantung mendadak.” Aku mengerutkan kening. Papa tidak pernah mengeluh apa pun, selain itu dia menerapkan gaya hidup sehat. Pasti ada yang tidak beres.***Meyyis***POV DavinAku mencari Shasha kemana-mana tapi tidak ketemu. Bahkan kata teman satu kelasnya, dia tidak masuk kelas seharian ini. Biasanya, Shasha lebih suka ngadem di perpus sambil baca buku. Ke perpus, tidak ada. Kemana sebenarnya dia. Saat melewati ruang musik, pintu terbuka sedikit. Siapa yang ceroboh membuka ruang musik? Aku membukanya. Membelalakan mata, ketika menyadari ada Shasha yang terluka karena dawai biola. Sebenarnya kenapa bisa terluka? Dawai biola jarang melukai pemakainya.“Hati-hati!” Aku panik. Langsung memasukkan jari yang terluka ke mulut tanpa persetujuannya. Tapi, ini sangat berbahaya, jik
Aku lihat, mama tidak nafsu makan. Sebaiknya, aku menyuapinya sama ketika ada papa. Saat mama mulai malas makan, lelaki dewasa itu akan memanjakannya. “Ah, mama bisa makan sendiri.” Aku menggeleng.“Biarkan lelakimu ini menyuapimu.” Aku menirukan gaya papa. Mata mama berembun.“Kau ini, jangan merayu mama. Kamu sendiri, makanlah!” Eliana menyuapi Davin. Mereka makan saling menyuapi.“Ma, jangan khawatir. Papa tidak akan bermasalah. Bukankah dia lelakimu yang sangat kuat? Om Irwan pasti akan mencarikan cara.” Eliana mengangguk.“Sekarang mama tidur. Davin mau mengerjakan tugsa sekolah. Bukankah putra kembar mama ini harus mengerjakan dua?” Eliana mengelus puncak kepala Davin.“Ya sudah, terima kasih, Sayang.” Davin mengangguk. Dia mengerjakan pekerjaan rumah miliknya, juga milik Devan. Untuk gambar flip-flop y
“Apa itu? Kelihatannya kamu panik banget? Ayolah!” Devan menyembunyikannya, tapi tinggi Davin yang lebih darinya, mampu merebutnya. Davin pura-pura tidak melihatnya. Dia mulai menjalankan sandiwaranya.***Meyyis***POV AUTHORDavin berusaha merebut gambar flip-flop itu. Dia akhirnya berhasil dan tertawa setelahnya. “Kau menyukai Shasha?” Davin pura-pura tidak tahu.“Maaf, aku bisa jelaskan. Itu anu ….” Davin menepuk pundak sang kakak kembar.“Tidak apa-apa, Van. Aku akan membantumu. Kebetulan, aku dekat dengannya, ‘kan? Kamu harus berterima kasih. Aku akan mendekatkan dia untukmu. Ah, papa gimana?” Davin berusaha mengalihkan perhatian Devan.“Belum siuman. Tadi Om Irwan datang ke kamar dan menyuruhku pulang. Jelita tidur di sini?” Davin mengangguk. Mereka bersisihan. Davin be
“Kau benar. Setidaknya kita harus mempelajari semua kemungkinan dan pencegahan adanya penyakit jantung bawaan ini. Aku juga masih tidak percaya bahwa papa menderita penyakit jantung. Apalagi lemah katup.” Devan mengangguk. Dia tahu, kembarannya itu akan melakukan segala car ajika sudah merasa tertarik dan terusik dengan salah satu kasus Kesehatan. Davin memang sangat berbakat dalam dunia Kesehatan. Maka dari itu, cocok jika cita-citanya menjadi dokter.POV AUTHOREsok harinya, Davin lebih menjauh dari Shasha. Dia tidak datang ke kelas, tapi menyuruh Devan untuk datang. Dia memberi tahu semua yang disukai Shasha. Devan yang menganggap bahwa ucapan Davin yang tidak mencintai Shasha itu benar, nurut saja waktu Davin menyuruh menemui Shasha.“Sha, ini.” Devan mengulurkan air mineral dan beberapa makanan kecil.“Terima kasih. Tidak perlu.” Shasha meninggalkan Devan dan
“Shasha.” Jelita kaget. Sebab dia tahu, jika Davin juga mencintai Shasha.“Apa ini ajang sebuah pengorbanan? Kakak tidak tanya perasaan Kak Shasha?” Davin mengangguk.“Aku atau Devan, sama saja.” Jelita menelan ludahnya.***Meyyis***POV DAVIN“Kak, kamu itu. Kalau biasanya kamu mengalah sama Kak Devan aku diam. Tapi kali ini?” Jelita mendengus. Aku tersenyum sama sepupuku tersebut.“Udah jangan cemberut. Aku saja baik-baik saja, kamu repot. Ayo pulang. Jalan, Pak!” Jelita masih manyun saja. Biarlah, paling juga sebentar lagi baikkan.“Aku akan bilang sama Kak Devan yang sebenarnya.” Aku menoleh ke arah Jelita.“Jangan macem-macem, kalau berani kamu mengatakannya, kakak nggak akan bicara sama kamu lagi.” Jelita merasa serba salah mungk