“Kamu gila! Ini ribuan,” ucapku sambil berkacak pinggang.
“Kalau kamu nggak mau tidak apa-apa, jangan banyak ngoceh. Kerjakan!” Aku mulai membantunya. Dia nampak serius. Sebenarnya, wanita ini mengigatkan aku pada seseorang. Mungkinkah dia? Aku menggeleng. Tidak mungkin itu dia.
***Meyyis***
POV DEVAN
Dia nampak serius melakukannya. Kami menyusun buku-buku itu hingga rapi ke raknya. Tidak tahu peraasaan apakah ini sebenarnya. Rasanya seperti mendidik tapi tidak panas. Terguncang tanpa badai atau bahkan diterjang angin tornado. Bergejolak, apakah seperti ini rasanya? Aku sering bersama wanita, bahkan hampir semua wanita satu kelas pernah mendekatiku. Tapi tidak dengan gadis ini. Dia seperti memiliki sesuatu yang berbeda. Bahkan aku sendiri, merasakan kagum kepadanya.
Aku mendengar perut dia berbunyi. “Apa kamu lapar? Aku akan membelikan makanan
“Jangan merasa sungkan. Aku tidak akan menangis guling-guling, apalagi sampai memusuhimu kalau kamu berata jujur.” Aku tertawa kecil. Sepertinya, dia juga pandai mencairkan suasana. Gadis ini sangat sempurna. Aku akan menyusup ke dalam kehidupannya. Walau nanti dia mengusirku, harus memiliki trik, agar masih tetap bertahan.POV SHASHAIni tidak seperti kelihatannya. Devan tadinya kelihatan tidak bersahabat, tapi ternyata dia cukup lucu. Hanya mungkin, pertemuan kita memang bukan dalam waktu yang tepat. Aku menyadari sesuatu hal, bahwa memberikan label dan penilaian tidak perlu terburu-buru.“Ayo! Aku akan mentraktirmu. Lagi pula, ini sudah sangat malam. Aku akan bertanggung jawab samoai akhir dan mengantarkanmu selamat sampai tujuan.” Kami bangkit dan mengunci perpus. Setelah dipastikan aman, kami meninggalkan ruangan itu. Kami berjalan bersisihan. Satu yang aku sadari, Devan memang sangat berbeda
“Ini hanya kita yang makan? Nanti mubazir. Tidak mungkin, kita menghabiskannya.” Aku bangkit dan mengundang Pak Yanto. Aku tahu, Devan pasti tidak akan suka. Tapi makanan ini terlalu banyak untuk kita berdua.***Meyyis***POV DAVINAku tidak mengerti, perasaan seperti ap aini? Aku hanya baru bertemu dua kali dengan Shasha. Suara membuat aku mengingatnya. Permpuan yang tegas tapi lembut. Aku melihat sesuatu di dalam setiap gerakannya. Dia memang sedikit ceroboh, namun boleh di bilang manis.“Sedang apa, Boy? Devan belum pulang?” Aku menoleh ke belakang. Itu papa yang datang menghampiriku.“Belum, Pa. Sepertinya acara sekolah belum selesai. Papa pulang lebih awal?” Papa Bayu mengangguk.“Sudah lama kita tidak bicara. Papa tunggu.” Aku menoleh kea rah kepergian papa. Aku tidak tahu, apa yang ingin papa bicara
“Ati-ati ditolak.” Dia mengerutkan kening.“Tidak ada sejarah Devan di tolak.” Dia terlalu percaya diri. “Aku mau mandi, pakai minyak wangi, bobok biar mimpiin dia.” Sudah gila ….“Stupid!” Dia meninggalkanku yang masih betah berdiri di balkon.POV SHASHA“Aku pulang.” Aku masuk ke dalam rumah hanya ada mama. Sedang papa, sudah pasti tidak akan pulang mala mini. Kakak tiriku Elsa penyebabnya. Dia selalu tidak membiarkan papa pulang. Sebenarnya, sebelumnya baik-baik saja. Aku masih ingat, Kak Elsa adalah kakak yang baik.Jarak usia kami enam tahun. Saat dulu, kakak SMP kelas satu, aku baru masuk SD. Dia selalu ada untukku. Namun, entah kenapa saat mulai menginjak kuliah dia jadi jahat banget. Tepatnya, saat mengetahui bahwa kami bukan saudara kandung. Bahkan dengan mama, dia sduah tidak sayang lagi.“M
Tidak sudi aku mengenalnya kembali. mama boleh saja mempertahankannya. Tapi tidak denganku. Aku akan melawannya, hingga dia sadar kesalahannya. Papa dulu sangat baik, dia mencintai kami. Tapi sekarang? Bahkan dia selalu ingkar janji. Aku muak dengannya. Kalau boleh didunia ini menukar darah, aku tidak mengijinkan darahnya mengalir di tubuhku.***Meyyis***POV SHASHAPagi ini, aku sudah rapi lebih dini, berharap tidak bertemu dengan papa. Aku benar-benar tidak memaafkannya. Sampai kapan pun tidak akan. Yang menyakiti hati mama, berarti menyakitiku. “Sayang, kamu sudah rapi?” Mama yang masih menghangatkan air untuk membuat kopi, bertanya padaku saat melewati depan dapur. Aku hanya menoleh, di ruang makan ada lelaki yang paling tidak ingin aku temui. Dia melipat koran paginya dan bangkit mencegat langkahku.“Tidak merindukan papa?” Dia merentangkan tangannya. Tidak sudi aku disentuh olehnya. A
“Ada di perpus. Insiden kecil terjadi di sana.” Aku tersenyum, entah untuk alasan apa. Lelaki ini kini menatapku curiga, dengan sejuta tanya tersirat di matanya. Semoga Devan tidak bilang jika aku bersamanya. Aku tidak tahu, kenapa ada rasa takut jika Davin mengetahui alasan aku menghilang kemanrin. Padahal, Davin bukan siapa pun bagiku, kecuali seseorang yang menguasai pikiran batinku saat ini. ***Meyyis*** POV SHASHA Kami sudah selesai memakan bubur ayam itu. Sebenarnya, aku pingin membayar, tapi dia buru-buru menyelonongkan uang kea bang penjual. “Tunggu aku, ya?” Davin tersenyum dan pergi dari taman itu. Dia terlihat sedikit tergesa-gesa meninggalkan taman itu. Aku tersenyum, lebih baik memainkan ponsel dari pada suntuk. Tidak berapa lama, ada yang datang. Aku mengira dia Davin. Namun setelah diteliti, dia adalah Devan. “Ngapain kamu?” Aku berbalik, bermaksud
“Pagi.” Aku membelalakkan mata, Devan kirim pesan padaku? Dari mana juga dia tahu nomor ponselku? Aku tidak membalas.“Kenapa hanya dibaca? Masih ngambek? Pasti baru bangun tidur, ya? Kelihatan dari sini.” Ini orang sotoy banget. Demi Tuhan, dia memang akar masalah dari masalah apa pun. selalu membuat aku jadi pingin, ihhhh.POV SHASHAAku masuk ke kales, dan kali ini sudah terlambat sekitar tiga menit. Guru killer,
“Apa yang kamu tertawakan?” ucap dia.“Tidak ada, apakah kalian ….”“Apa maksudmu? Yang ada dia menyusahkanku. Nggak bisa menata buku, alhasil aku semua dan dia? Dia hanya ngomel mirip burung ciblek.” Davin tertawa lagi. Aku baru melihat dia tertawa begitu. Terlihat sangat tampan.POV SHASHAAku melihat Davin ikut tertawa. Kata teman-teman, dia sangat jarang tertawa. Tapi kenapa sangat mudah membuatnya tertawa. Plis dong, jangan buat aku kegeeran seperti ini. Apakah aku termasuk orang yang special untuknya? Entahlah, yang pasti aku merasakan hal yang berbeda jika bersamanya. Tapi, tentu saja tidak berani untuk muluk-muluk sampai menginginkannya. Biarkan saja, rasa ini hanya mengendap. Karena aku takut, saat dia tahu aku menyukainya, akan ada yang berubah.“Kenapa memandangku begitu? Ada yang aneh? Di makan jangan hanya
“Tapi, Sha, kamu kenapa sangat baik, sih? Orang macam dia itu tidak pantas dikasih hati.” Aku hanya tersenyum melihat dia begitu.***Meyyis***POV DEVANTidak tahu kenapa? Dari sekian banyak cewek, aku hanya menginginkan Shasha. Padahal dia jelas-jelas cewek super jutek. Tapi, setiap kali dia marah, aku malah merasa senang. Hatiku berkata, marahnya memang karena peduli.“Lo kesambet? Sejak kapan jadi melo begitu.” Zefan mendekatiku. Zefan adalah sahabat kami. Sebenarnya, awalnya papa dan papanya Zefan yang bersahabat. Tapi menurun ke kami.“Fan, kalau lo pingin terus deket sama cewek itu, pingin ngelindungi dia, tapi lo jugtru senang kalau dia jutek gitu, artinya kenapa?” Zefan malah tertawa mendengar penuturanku. Sialan dia. Aku ngomong serius malah dianggap bercanda.“Lo mau mati, ngetawain gue?” Zefan memeper
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska