"Kau sudah kembali?. Darimana saja kau barusan?." Ucap Heni dengan wajah menampilkan rasa kelegaan yang nyata.
"Kau ini, baru datang tapi langsung ke sungai. Bukankah itu masih disana, dan tidak akan pergi meskipun nanti atau besok kau melihatnya." Sambung Heni lagi sembari menyentuh pundak Angel, yang tampak rapuh.Bahasa itu mungkin terdengar kasar, namun itulah sosok Heni yang tak bisa berkata baik ketika ia bergulat dengan kecemasan.Heni yang telah mengetahui perihal kejadian buruk rumah tangga Angel dan Bagas, semakin cemas ketika melihat sang keponakan datang kesana dengan kehancuran jelas di mata.Bahkan, sebelum ia menempatkan barang bawaan kedalam kamar yang di siapkan, Angel menghilang dari pandangan Heni, ketika wanita itu ke dapur untuk mengambil air minum untuknya.Wanita itu berangkat kesana pagi-pagi sekali, bahkan mungkin Angel bersaing dengan ayam jantan tetangga yang bertugas membangunkan cakrawala pagi ini, setelah memutusk"Semua akan baik-baik saja, percayalah tak ada ujian yang akan melebihi batas kekuatan kita." Mereka berpelukan sebentar di sana, dan beranjak masuk dengan Heni yang masih merengkuh pundak Angel untuk membawanya masuk.Di depan pintu, Dirga sebagai putra tertua keluarga tersebut tampak telah menunggu di depan pintu."Apa kakak juga habis memancing?." Tanya Dirga dengan sedikit cibiran candaan.Ia telah mengetahui perihal kedatangan Angel pagi ini.Hal itu ia dengar bukan dari bibir sang ibu, melainkan dari Bagas sendiri, yang kebingungan lantaran Angel menghilang dari rumah pagi ini, hanya dengan secarik coretan di atas kertas, yang di letakkan di atas meja kecil samping ranjang.Bagas ingin memastikan bahwa wanita itu sudah sampai di sana dengan selamat.Namun, justru tindakannya tersebut membuat Dirga curiga dan meruntutkan banyak pertanyaan kepadanya.Bagas tidak menutupi apapun dari Dirga. Hal ini bukan karen ia takut pada sosok sang saudara
Dan disaat keduanya menyadari kehadirannya di sana, Dirga mulai membuka suara. "Apa kakak juga habis memancing?.'' .................................Setelah kejadian di hari itu, Angel menetap di keluarga tersebut untuk beberapa hari.Dan dengan kejadian yang menimpa biduk rumah tangga Angel, baik sang paman, bibi dan kedua sepupu tidak banyak mengganggu wanita tersebut.Meskipun, Angel menyendiri di dalam kamar untuk sehari penuh, atau menghabiskan waktu berkeliling di sekitar lingkungan rumah mereka, tak ada yang memberikan komentar apapun.Bagi semua anggota keluarga di sana, ketenangan dan waktu adalah jalan pemulihan terbaik untuk saat ini. Sesekali Angel memang di panggil, ketika ketika saat jam sarapan, jam makan siang ataupun saat makan malam.Namun, dengan kemelut hati yang sedang panas-panasnya, Angel hanya mengiyakan ataupun mengangguk untuk menjawab panggilan mereka.Angel mengerti bahwa semua keluarga di sana tengah
Angel yang berjalan cepat setelah keluar dari kantin rumah sakit, segera menuju kamar rawat inap Bagas.Ia berpikir untuk segera pergi dari sana, bagaimanapun caranya.Akan tetapi, mengingat sosok sang calon mantan suami masih terbaring di ranjang rumah sakit ini, tentu saja itu masih harus tetap berada di sini bagaimanapun ia ingin segera menghilang.Angel yang telah melihat Unjung dari tujuan langkah kakinya, tiba-tiba saja melambatkan langkah.Seorang pria paruh baya, tengah berdiri di sisi kanan pintu luar ruangan yang di tempati oleh Bagas."Bapak masih di sini?." Sapanya sopan, untuk sosok yang tak lain adalah pak Radjiman tersebut."Tidak non, ini baru saja datang." Jawabnya jujur."Ayo masuk pak, mengapa anda justru berdiri di luar?." Tanya Angel lagi."Tidak apa non, ini baru saja keluar. Den Bagas masih tidur, jadi saya kurang nyaman saja di dalam." Jawabnya lagi.Angel tidak merasa heran ataupun curiga dengan sosok pria yang di ang
"Baik non, silahkan." keduanya berjalan menuju gazebo rumah sakit, yang terletak tak jauh dari ruang rawat inap Bagas.Menyadari bahwa di sana bukan sebuah tempat pribadi adalah penting, namun pak Radjiman tetap harus mengutarakan apa yang tengah ia pikirkan.Oleh karena hal tersebut bangunan kecil di depan sana, dengan sedikit jarak yang membentang antara ruang rawat inap Bagas, mungkin adalah pilihan terbaik.Angel mendudukkan tubuhnya, setelah dengan sopan mempersilahkan pria yang hampir berusia setengah abad tersebut.Meski dalam hal kesenioran nya jauh lebih tinggi, namun entah mengapa pak Radjiman seolah meletakkan diri sendiri, sebagai sosok di bawah tekanan wanita itu, yang terbilang masih jauh lebih muda darinya.Di awal Angel memang merasa kurang nyaman atas perlakuan tersebut. Namun, memikirkan bahwa kebersamaan mereka tidak akan terlalu lama, ia memutuskan untuk mengabaikan.Bukankah, ini hanya akan berlangs
Sebuah rasa malu, karena perkataan Angel juga dapat bermakna. "Bisakah jangan terlalu ikut campur".Di sela rasa hormat dan kekagumannya, atas kesopanan dan juga kejujuran sosok pria itu dalam proses perawatan Bagas, bukan berarti Angel harus menerima semua tindakan orang lain, yang di rasanya sedikit menyimpang dan menyentuh batas miliknya.Menghormati, dan mengagumi adalah sisi yang bersanding dengan kesopanan dalam memperlakukan orang tersebut.Namun, tetap saja itu bukan sebuah hal yang bisa menjadi harga toleransi, untuk menyinggung hal privasinya.Angel diam setelah mengatakan hal tersebut, dan dengan ketenangan yang tidak di buat-buat, ia masih menunggu sosok di depannya untuk memulai pembicaraan.Dan setelah beberapa saat, akhirnya pak Radjiman mulai membuka suara."Den Bagas tidak ingin memanggil keluarganya, ia hanya menunggu non Angel datang sejak kemarin." Pria itu menceritakan dari awal ia membawa Bagas ke rumah sakit, hingga sampai ketika kedatangan Angel di sana.Ia jug
"Dan saya juga tengah memperjuangkan kebahagiaan, dengan bertahan seperti sekarang." Sambung Angel lagi.Pada akhirnya, perbincangan tersebut berakhir ketika di rasa semuanya telah jelas.Tentu saja, hal itu berbeda dalam kategori bahasan untuk takaran masing-masing.Seperti kejelasan dalam pemahaman pak Radjiman tentang Angel, bahwa apa yang dipikirkan dalam dua hari ini, ternyata bukanlah kebenaran yang sesungguhnya.Sosok wanita yang di ketahui sebagai istri dari Bagas, semula merupakan wanita acuh dan mengabaikan sang suami, nyatanya memliki polemik tersendiri yang mungkin telah mampu di tebak sebabnya..Sementara untuk Angel yang enggan mengulas perihal kehidupan pribadinya secara langsung, merasa lega ketika mengetahui pria yang dianggapnya tulus dan baik ini memahami apa kesulitan yang dia hadapi, serta alasan dari tindakan yang di lakukan.Setelah perbincangan tersebut, Angel lebih dulu beranjak pergi dari gazebo.Dengan langkah kaki yang jau
"Mas...sepertinya kita harus bicara, aku mohon demi hari-hari baik yang terlewati selama ini, bisakah kita bicara dengan baik sekarang?." Ucap Angel, setelah menarik sebuah kursi, serta mendudukkan tubuhnya disana, tepat di samping ranjang. Ada sedikit ragu tercetak dalam hati wanita itu saat mengatakan semua.Namun, melihat Bagas yang kian membaik, serta mengingat penjelasan pak Radjiman tentang kebenaran kondisi Bagas yang tidak seburuk perkiraan, Angel kembali berdamai dengan keraguan itu.Sementara Bagas yang menjadi pendengar di sana, tidak menunjukkan perubahan yang terlalu signifikan.Wajahnya yang tampan dan sedikit lesu, masih menampilkan raut yang sama seperti ketika ia masuk keruangan beberapa saat yang lalu.Hanya saja, tatapan mata itu sedikit berubah dengan tambahan kilasan kecil, sebuah kesedihan yang tengah di tekan.Bagas menunduk, setalah beberapa saat menatap sosok di depannya.Saat ini hanya hatinya dan tuhan saja yang tahu, sebe
Untuk kita!, untuk kita!. Itu untukmu, hanya untukmu, bagaimana kau mengatakan itu untuk kita?." Bagas ingin meneriakkannya dengan keras.Sebesar apa kekuatan kemarahan dan kecewa yang di miliki, sebesar itu dorongan dirinya untuk segera bersuara.Namun, mengingat apa dan mengapa kehidupan rumah tangganya berakhir hingga di titik sekarang, tenggorokan Bagas seolah mengatup kuat. Tak ada perkataan apapun yang meluncur dari sana, bahkan ketika hati dan pikiran tidakak setuju.Bagas hanya bisa bungkam dan tidak menyahuti sama sekali.Seketika ruang menjadi hening sejenak, keduanya hanya saling tatap dengan pikiran masing-masing.Hingga beberapa saat kemudian, dengan perasaan marah yang berusaha untuk di tekan, Bagas kembali membuka suara. "Een...Aku lelah, biar aku pikirkan dulu. Kita lanjutkan lagi nanti."Bagas membaringkan tubuh, serta memunggungi sosok Angel yang terpaku di tepi ranjang."Tapi mas." Sahutnya reflek, Angel menolak mengakhiri pembicaraan.Ia tahu bahwa Bagas sengaja in