Perkataan Angel tidak terselesaikan, ketika dengan jelas melihat sosok yang kini menyunggingkan senyum tepat di depannya. Dan ketika manik mata cantik itu beralih menatap tangan kiri sang pria yang tengah memegang segerombol kunci, serta sedikit menggoyangkan benda tersebut.
"Krincing...krincing." Suara kunci yang bergoyang di tangan Handoko.Secara reflek Angel berdiri dengan cepat, akan tetapi karena sudah berjongkok cukup lumayan lama, kakinya menjadi sedikit kaku dan kesemutan sehingga tak mampu menopang tubuh itu dengan baik."Hati-hati." Seru pria yang tak lain adalah Handoko tersebut, serta dengan cepat meraih pergelangan tangan Angel dan membantunya stabil berdiri."Sudah berapa lama kau duduk di sini?." Sambung Handoko lagi, ketika melepas pergelangan tangan Angel setelah dirasanya wanita itu telah seimbang berdiri.Angel yang merasa beruntung dengan kecepatan gerak Handoko hanya bisa tersenyum canggung, terlebih ketika posisi"Masuk dulu kak.... kopi buatanku lumayan enak lho." Angel.Handoko yang telah selesai memutar gagang pintu rumah dan bersiap untuk pamit pulang, masih menampilkan wajah yang sama ketika mendengar tawaran Angel. Seakan apa yang di dengar barusan adalah hal biasa dan sebuah keharusan.Namun hanya tuhan dan hatinya saja yang tahu, bahwa sebaris pendek kalimat wanita ini adalah sebuah harapan besar, yang telah ditunggu sejak melangkah ke halaman rumah tadi."Benarkah?, patut di coba kalau begitu." Jawabnya ringan dengan sedikit mimik wajah yang seolah tengah berpikir sejenak."Tentu saja kakak harus mencobanya, meski tidak bisa di bilang mahir tapi tidak akan buruk juga." Sahut Angel dengan senyum lembut terpasang di wajah.Wanita itu merasa senang dan tulus mengundang Handoko, sebab saat ini sosok itu seperti "Superman" yang turun dari langit, dalam tanda kutip pria super pembawa "kunci" keberuntungan baginya."Ayo masuk dan duduk dulu kak...anggap rumah sendiri." Wanita itu berjalan men
"5 Menit lagi." Handoko."????." Anggara."Tidak di rumah?." Anggara ingin kembali bertanya, namun dari sisi Handoko sambungan telpon telah terputus.Pria tersebut melipat kening sejenak sebelum mematikan ponsel, ada sekilas pemikiran terlintas di benak. Namun dengan cepat segera di tepis sembari bergumam lirih. "Toh bukan urusanku." Bahasa tersebut terdengar seperti sebuah ketidak pedulian yang tengah menggambarkan kenyataan atas diri orang asing. Akan tetapi dari ekspresi yang terlihat pada wajah tampan miliknya, pada kenyataan yang ada jelas sedang menampilkan sisi tolak belakang dari yang terlontar barusan.Handoko tiba lebih cepat 2 menit dari yang dia janjikan. Dan itu memang sudah diperhitungkan nya, hal ini menjadi kebiasaan bagi sosok Handoko, bahwa ia akan menambahkan sedikit perpanjangan waktu ketika mengucapkan sebuah janji, meskipun tahu dengan benar bahwa dirinya akan tiba di sana hanya dalam hitungan 2-3 menit saja.Handoko berpikir banyak hal yang dapat terjadi di luar
"Apa kau masih perlu meragukan itu?, bahkan sejak kalian kuliah dulu bukankah dia sudah mengejar mu seperti orang gila." Handoko."Ngiiiing...."Sorot mata Anggara yang sedikit menunjukkan semangat beberapa menit lalu, segera lenyap tersapu kekuatan bibir Handoko."Hah...mengemudi saja dengan benar." Ucap Anggara kesal.Ia menyadari bahwa sosok di sampingnya saat ini tidak sedang berada di dunia yang sama dengan dirinya. "Sungguh membuat kesal." Lanjutnya masih dengan suara pelan."Kenapa?, salah?." Handoko. "Tidak...hanya mulutmu berbau busuk." Sarkas Anggara, dengan pandangan yang telah beralih ke depan.Wajah Anggara tidak menampilkan sedikitpun bias kebencian untuk Handoko, namun dengan pemahaman yang di miliki, Anggara menyadari bahwa ada gejolak asing di dalam hati untuk sahabatnya ini, ketika mengingat kedekatan diantara keduanya(A dan H)." Apa aku sedang kesal?, mengapa?." Pertanyaan itu sering hadir dalam benak Anggara beberapa hari terakhir, bahkan hingga sekarang belum jug
"Rihana?, mengapa kau di sini?." Anggara terkesiap, bibir itu hampir saja meluncurkan perkataan tersebut.Namun, ketika menoleh kearah samping dan melihat senyum sinis penuh ejekan di wajah sang sahabat, Anggara mengunci bibirnya rapat."Benar sekali, kapan kail akan memberi umpan jujur kepada ikan?." Anggara mengerti bahwa sang manager tempat tersebut sengaja menipunya, dengan mengatakan bahwa Rihana tidak lagi di sana, demi pundi-pundi uang yang di miliki.Dan tentu saja sang manager juga enggan melepas kecantikan di depannya ini, yang memiliki daya pikat tinggi serta banyak penggemar dari kalangan menengah keatas.Bagaimanapun Rihana adalah gadis dengan intelektual, pendidikan yang seolah sengaja di persiapkan untuk calon istri idaman masa depan di kalangan atas. Meskipun pada kenyataan yang ada, kini keluarganya telah jatuh dan tidak lagi memiliki kekayaan serta kemampuan seperti dulu. Akan tetapi, dengan kepandaian, kepribadian serta kecantikan yang di miliki, masih banyak pengg
"Seandainya itu kamu." Meski hanya terlintas sejenak, Anggara berharap bahwa wanita yang kini mencoba memenangkan perhatian darinya adalah sosok sekertaris baru di kantornya pagi ini. Namun ketika mengingat banyaknya permasalahan dan ketidaknyamanan diantara mereka, Anggara tersenyum miris untuk diri sendiri.Dan malam ini, pria tersebut menikmati waktu santainya dengan rasa jenuh serta penat. Niat hati mencoba mencari pelepas lelah setelah seharian bekerja, akan tetapi justru menjadi hiburan bagi orang lain(H) karena ketidakberuntungannya malam ini. ..............."Cekling...cekling...cekling.." Pagi ini banyak pemberitahuan masuk pada ponsel Angel.Karena telat bangun dan buru-buru berangkat kekantor, Angel merogoh ponsel dan hanya melirik sekilas layar yang masih menampilkan pemberitahuan di sana.Setelah memastikan dari siapa pesan yang mendarat dan mengetahui bahwa semua adalah pemberitahuan dalam grup "FIKA", Angel memasukkan kembali kedalam tas yang di bawa, dan segera masuk
"Baru datang?, bagus...Datang keruangan ku sekarang!." Lanjut suara khas yang tak akan pernah di lupakan oleh Angel tersebut."Baik." Jawab wanita itu singkat, seraya memasukkan kembali ponsel yang di pegang kedalam tas. Dan dengan cepat mengikuti langkah Anggara yang berjalan melewati dirinya, tanpa perlu menoleh kembali."Duduklah." Ucap Anggara setelah keduanya memasuki ruang kerja presdir."Terimakasih." Angel.Anggara meraih kursi dan mendudukkan tubuh, sebelum meletakkan berkas kerja yang di bawa dari rumah pada meja kecil di samping tempat duduk.Angel hanya diam menunggu hingga pria tersebut menyelesaikan semua, sebelum kembali melihat atau berinisiatif membuka pembicaraan serta memberinya perintah.Diam, sabar, dan pasif menunggu, kini telah menjadi keahlian baru Angel akhir-akhir ini.Entahlah, mungkin akibat insting yang "tok cer" atau karena pikiran yang tengah narsis, yang jelas Angel merasa bahwa sosok di depannya saat ini ingin mengatakan sesuatu kepadanya tentang peri
"????." Angel semakin bingung, ia masih diam dan hanya menatap balik kearah Anggara."Princes adalah Vanessa." Lanjut Anggara lagi, ketika melihat ekspresi sosok di depannya. Ada perasaan malas, dongkol serta campuran enggan dalam baris kalimat tersebut.Akan tetapi, melihat tindakan Angel yang menatap balik kearahnya dengan sedikit kernyitan di kening, entah mengapa ia berpikir bahwa wanita tersebut tengah menyangsikan apa yang diucapkan. "Sejak kapan seorang Anggara harus repot memberi penjelasan untuk orang lain?." Gerutunya dalam hati. Sempat juga terlintas di benak Anggara, bahwa Angel bersikap demikian adalah untuk menutupi kekesalan hati akibat ketidak keberdayaannya berurusan dengan Vanesa, yang notabene adalah keluarga Aditama.Dan karena berpikir demikian, Anggara berusaha untuk mengambil tanggung jawab dengan sedikit bersikap lunak kali ini. "Salah siapa darah yang mengalir di tubuh mereka(Anggara dan Vanesa) dari keturunan orang yang sama" Pria tersebut juga berpikir bah
"Bodoh, dasar otak udang." Ucap tajam Anggara, ketika mendengar dan melihat Angel yang ingin membuka ponsel. Wajah yang semula berusaha untuk tampil lembut, mulai menegas ketika menyadari bahwa wanita yang di anggapnya bodoh itu benar-benar tidak mengetahui apapun."Bagus...ternyata selain berotak udang, ternyata telinga juga gagal fungsi. Bagaimana mungkin akan membaca forum sekarang?, bukankah sudah di katakan semua telah di hapus oleh Handoko. Haaah...jadi dia belum membacanya?." Entah mengapa Anggara semakin kesal mengingat kekhawatirannya yang sia-sia. Gambaran kekhawatiran aneh serta tidak wajar yang mendorongnya datang ke kantor buru-buru pagi ini berkelebat jelas di benak, sehingga membuat wajah itu semakin padat dengan hawa buruk.Anggara ingin sekali menerkam Angel, melumatnya, serta membuka tulang tengkorak kepala wanita tersebut untuk melihat isi di dalamnya.Bagaimana mungkin ada wanita seperti ini di kantornya?.Anggara juga tak habis pikir mengapa masih ada keengganan