"Jadi maksudnya tadi Baladewa sendiri yang menghubungi Nirmala?"Bhaskara mengangguk cepat. "Entah sepertinya Paman Rajendra sengaja membantu dari atas sana, tapi aku bersyukur banget, Yah. Andai saja Nirmala tidak melemparkan ponselnya pasti telepon itu tidak akan bisa aku dengar. Lebih parahnya jika yang mengangkatnya adalah Nirmala, bisa saja ia langsung terpengaruh," jelasnya dengan penuh antusias. "Woaaa ini benar-benar mukjizat!" serunya dengan kekaguman yang semakin membara.Sementara Surya terlihat terhenyak sejenak. "Jangan gembira dulu, Bhaskara. Justru bagian tersulitnya baru saja kita mulai," interupsi sang ayah membuat Bhaskara mengerucutkan bibir. "Entah bagaimana caranya, kita harus mendapatkan bukti yang kongkrit," lanjutnya menjelaskan fakta secara gamblang."Kalau dari CCTV, Yah?" celetuk Bhaskara mulai ikut berfikir.Surya menggeleng ragu. "CCTV saat itu tidak terlalu jelas mengingat teknologi belum sepesat sekarang."Benar juga, kejadian itu telah terjadi 14 tahun
Pagi itu tak seperti biasanya sinar mentari malu-malu memancarkan sinarnya. Udara yang berhembus pun lebih dingin dari biasanya. Meski begitu tak menyurutkan rencana Awal Bhaskara."Kamu mau berangkat sekarang?" Bhaskara yang tadinya tengah sibuk mengenakan sepatu, teralihkan. "Oh iya, Ma. Takut Ganesha keburu berangkat sekolah," jawab pria itu bangkit menghentak-hentakkan sepatunya.Tangan Vani saling bertaut gelisah.Bhaskara yang hendak beranjak pun menyadarinya."Ada apa, Ma? Kalau mau ada yang diomongin, bilang aja.""Mama boleh ikut? Mama ingin ikut hadir di samping mereka saat seperti ini," kata Vani melirih.Bhaskara membuang napasnya pelan. Hal itu membuat Vani berpikir macam-macam karena takut mengganggu. Sspertinya Bhaskara menilai belum saatnya ia ikut campur.Namun di luar dugaan, Bhaskara menyunggingkan cengiran. "Tentu aja boleh, Ma. Aku kurang ngerti cara nenangin orang, mama pasti bisa menangani Nirmala nanti," jawab anak lelakinya tersenyum meyakinkan.***"Eh Kak
Seorang pria berlari tunggang langgang memasuki rumahnya. Ia tak memedulikan kopernya yang tertinggal di halaman rumah."AYAH!! AYAH!!" Belum juga semenit masuk, ia sudah membuat keributan di rumahnya. Bak berada di hutan pedalaman, ia berteriak kencang mencari sosok ayahnya ke segala arah."Astaga, Bhaskara kau ini kenapa?" tanya seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Kamu ini baru pulang bukannya ngasih salam malah teriak-teriak kayak dihutan," sambungnya menatap sang anak sengit.Sang anak yang mendengar ayahnya berujar demikian hanya menyengir tak merasa bersalah. "Maaf, Yah," ucapnya diselingi ringisan. "Habisnya Bhaskara udah nggak sabar. Jadi gimana hasilnya, Yah?" tanya Bhaskara dengan mendesak.Surya berjalan melewati Bhaskara menuju meja makan dan mengambil segelas air putih. "Sudah keluar surat penahanan dan esok hari akan langsung diadakan persidangan," jawab Surya menjelaskan.Bhaskara segera membuang napas lega. "Syukurlah. Maaf ya yah Bhaskara
Blugh!Pintu mobil segera ditutup dengan kencang. Kemudian Bhaskara berlari memasuki kursi kemudinya. Ia langsung memasang seatbelt, tapi bukannya segera menjalankan mobilnya, ia justru menoleh kepada Nirmala yang terduduk tenang di sampingnya."Mala ... kau sunggung hebat!" serunya menatap Nirmala takjub. "Aku tak menyangka kau bisa menjatuhkannya begitu keras. Aku kagum padamu, Nirmala," lanjutnya diiringi tepukan tangan apresiasi.Nirmala tersenyum simpul. "Kukira aku tidak akan tega, tapi ternyata aku bisa melakukannya." Pandangannya beredar liar menatap kafe yang tadi ia masuki. "Ternyata selega ini bisa melampiaskan segala emosi yang selama ini aku pendam," sambungnya tersenyum lega.Bhaskara yang melihat raut menggemaskan wanita di sebelahnya bergerak mengacak rambutnya. "Kau sudah melakukan yang terbaik. Terima kasih sudah bertahan," gumam pria tersebut tersenyum penuh arti."Hey! Kau membuat rambutku berantakan lagi, Bhaskara!" seru Nirmala merajuk karena rambutnya yang semul
Selepas telepon ditutup, wajah Nirmala menjadi rumit. Berbagai pertanyaan segera berkeliaran dalam kepalanya. "Siapa?" tanya Bhaskara telah berdiri di samping nirmala sembari sesekali menyerot es kelapa muda yang ada di tangannya. Nirmala melirik sejenak Bhaskara kemudian pemikiran cemerlang terlintas. Secara mendadak wanita itu menarik kuat lengan Bhaskara. Pria di sampingnya tentu terkejut apalagi tengah menyedot air menyegarkan dalam kelapa itu. Bahkan ia sampai terbatuk batuk akibat gerakan tiba-tiba yang menyasarnya. "Ada apa wey? Kau hampir membuatku mati konyol tertusuk sedotan!" protes Bhaskara seketika berteriak tak terima. Meski begitu Nirmala tak peduli, ia terus saja menarik lengan Bhaskara menuju parkiran sepeda motor. Sedangkan Bhaskara yang tak diindahkan hanya bisa pasrah menuruti kemanapun langkah Nirmala membawanya. Dan ketika sampai ditempat terparkirnya motor sport Bhaskara, barulah ia melepas tarikan tangannya. "Ayo kita ke Rajya Corp. Baru aja Pak Ge
Sepanjang keluar dari ruang rapat, Bhaskara tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ia terus berjalan tak memedulikan sosok Nirmala yang senantiasa mengikutinya.Nirmala yang membuntuti sesekali menatap Bhaskara dengan berdecih kecil. Setelah Nirmala mengucapkan perkataan konyol dalam rapat tadi, Bhaskara terus saja terdiam. Bhaskara tak mampu membantah apalagi melihat respon para pemegang saham yang justru terlihat mempertimbangkan.Tibalah mereka di lantai dasar di mana lobi berada. Bhaskara masih belum sadar dan mengucapkan sepatah kalimat. Hal itu membuat Nirmala mengacak rambutnya frustrasi. Ia menjadi malu sendiri melihat respon Bhaskara yang terlihat menolaknya mentah-mentah."Argh! Gimana aku harus menghadapinya sekarang?" gumamnya mengacak rambut. "Mulut sialan!" umpatnya kecil menabok mulutnya sendiri.Tanpa disadari Bhaskara menghentikan langkahnya, Nirmala yang sibuk mengomeli dirinya sendiri tentu tak tahu jika pria di depannya berhenti dan ...Dugh!"ASTAGA?!" pekik Nir
Suara lantai berderit terdengar ketika roda bankar menyusuri lorong rumah sakit. Bankar berisi seorang wanita paruh baya yang tak sadarkan diri itu dilarikan celat ke UGD."Mohon maaf, Mas, bisa tunggu di sini saja," tegur seorang perawat yang hendak menutup pintu UGD.Wajah pria penuh kekhawatiran itu akhirnya berhenti pasrah menatap nanar ruangan gawat darurat yang perlahan tertutup. Saat ia tengah kalut dalam kekhawatiran, tangannya menghangat merasakan seseorang menyentuhnya."Duduklah, tenang aja Tante Veda akan baik-baik saja," ucap wanita di belakangnya menatapnya lembut.Baladewa memandang jajaran kursi tunggu di seberang tempatnya berdiri. Ia akhirnya menghela napas kemudian terduduk lemas."Ini semua gara-gara Nirmala," gumam pria itu mengepalkan tangannya kuat-kuat.Mendengar sesuatu yang menarik, Viola yang tadinya duduk berjarak kini mendekat. Menyadari sosok lain disebelahnya, Baladewa menoleh."Terima kasih, Viola. Tanpa kau sepertinya bunda tak akan bisa dibawa ke rum
Surya bergegas bangkit dari duduknya. Hal itu tentu mengundang kekhawatiran Bhaskara."Ayah, aku tak akan menerimanya jadi ... "Sorot tajam seketika diterimanya. Sang ayah menatap lamat anaknya yang ikut berdiri dengan takut. Surya memandang penuh perhitungan. "Ayah akan bicara dengan Nirmala," putusnya mencoba menggali lebih lanjut maksud Nirmala itu.Bhaskara terbelalak, ia segera menahan lengan ayahnya berniat mencegah. "Tunggu ayah, aku sudah menolaknya jadi ayah nggak perlu terlibat lebih jauh. Bhaskara bisa mengatasinya kok," sergah Bhaskara ketar-ketir."Kau tidak berpacaran dengannya, kan?!"Lelaki berkepala dua itu menelan ludahnya susah payah. "Ng—nggak loh, Yah. Di antara kami nggak ada hubungan apa-apa."Ayahnya sepertinya salah paham. Ia pikir antara anaknya dengan anak mantan atasannya menjalin hubungan. Wajar saja karena ia sebenarnya dari jauh-jauh hari mengkhawatirkan hal itu terjadi."Kalau begitu jangan halangi ayah."Surya berlalu begitu saja menyisakan Bhaskara y
Dalam perjalanan pulang, Nirmala merasa pikirannya semakin kacau. Kata-kata Arya terus membayangi, tetapi ia juga teringat peringatan Gergio tentang sifat manipulatif Arya.“Mungkin Arya hanya ingin menanamkan keraguan,” pikirnya. Tetapi bagaimana jika apa yang Arya katakan benar?Nirmala belum bisa mempercayai peringatan Gergio, tapi ia juga belum mempercayai ucapan Arya. Tapi hari ini ia menemukan satu fakta pahit yang memang jelas kebenarannya, yaitu ayahnya memiliki sangkut paut dengan kebangkrutan keluarga Bhaskara.Setelah terlarut dalam pikirannya beberapa saat, tanpa sadar langkahnya telah menginjak pekarangan rumah. Ia segera kembali ke dunia nyata, memasuki rumah dengan pikiran penuh dan campur aduk.Nirmala disambut oleh Ganesha, yang langsung menyadari perubahan di wajah kakaknya.“Kak, kenapa? Kenapa wajahmu seperti habis bertemu hantu,” kata Ganesha sambil menyodorkan secangkir teh hangat.Nirmala tersenyum lemah. Ia menerima secangkir teh hangat itu. “Mana ada hantu. Ka
Nirmala terus saja berpikir keras. Ia tak tahu anakan pihak yang benar Kata-kata Arya seperti duri yang menusuk pikirannya, menciptakan rasa ragu yang semakin dalam terhadap sosok Surya yang selama ini ia percayai dan ia segani. Namun, semakin ia memikirkan hal itu, semakin ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Meskipun Surya dikenal tegas dan kadang keras, Nirmala sulit mempercayai bahwa pria itu akan sekejam itu.“Apa Pak Arya itu mengatakan yang sebenarnya? Bagaimana kalau justru sebaliknya” gumam Nirmala berpikir keras. Ia menatap ponselnya yang menyala dengan nomor Arya yang terpampang di sana. Ada dorongan untuk menghubunginya lagi untuk meminta penjelasan lebih lanjut karena ia pasti info banyak mengenai ayahnya, tetapi ada juga rasa ragu dan takut jika sebenarnya ini semua hanyalah kebohongan belaka. Nirmala tak ingin terus tercuci otaknya dan terseret lebih jauh dalam jaring kebohongan.Saat Nirmala menggulir Log panggilan, matanya memicing. "Pak Gergio..." gumamnya memba
Nirmala memandangi pesan di ponselnya dengan perasaan bercampur aduk. Pesan itu singkat memberikan sebuah informasi, tetapi cukup pikiran Nirmala semakin berkecambuk.—'Kau tidak tau apa yang sedang terjadi. Jika ingin tahu kebenarannya, temui aku besok di tempat ini.'Ia berulang kali membaca pesan yang disertai titik lokasi. Titik lokasi itu terasa asing baginya dan terasa sedikit mencurigakan. Alamat yang dikirim berada di pinggiran kota. Yang membuat mencurigakan tempat itu jauh dari pusat bisnis dan gedung-gedung megah yang biasa para pembisnis kunjungi.“Aishh! Siapa sih yang mengirimkan pesan anonim ini? Apa aku harus pergi? Tapi bagaimana kalau ini hanyalah orang iseng atau orang yang hanya akan memperkeruh keadaan?” gumamnya dengan ragu.Namun, rasa ingin tahu tentang masa lalu ayahnua itu jauh lebih besar dari kecurigaan yang singgah dibenaknya. Akhirnya, setelah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan buruk, Nirmala memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut karena ia te
Malam semakin larut, tapi Nirmala masih saja kesulitan menutup mata. Kata-kata Aditama terus bergema di kepalanya membuatnya terus terjaga dalam kegelisahan.'Ayahmu pernah membuat Surya bangkrut dan jatuh miskin.'Apa yang sebetulnya terjadi? Mengapa tak ada seorang pun yang menceritakan hal ini kepadanya? Bahkan Surya, yang selama ini membantunya dan memberi arahan kepadanya, tak sama sekali menunjukka adanya hubungan buruk kepada ayahnya.Di kamarnya yany cukup sunyi, ia mencoba kembali memutar ulang semua percakapan yang pernah dilakukan dengan Surya, Vani, bahkan Gergio. Dan ia tak menemukan ada yang pernah menyebut masa lalu Rajendra dengan Surya. Semua terasa seperti rahasia besar yang sengaja disembunyikan darinya.“Aku harus mencari tahu,” gumamnya sambil memandang pantulan dirinya di kaca. Tetapi pertanyaannya adalah, di mana ia harus mencari tahu? Dan bagaimana ia harus mulai?***Keesokan harinya, Nirmala memutuskan untuk menemui Vani. Ia berpikir, jika ada orang yang mung
Siang itu, ruang rapat di Rajya Corp dipenuhi ketegangan. Para pemegang saham, investor, dan dewan direksi hadir dalam pertemuan yang disebut-sebut pertemuan penting untuk menentukan langkah perusahaan ke depannyaSelain tokoh penting itu, rupanya Nirmala juga hadir. Ia duduk di tengah perkumpulan itu dengan punggung tegak, mencoba terlihat tenang meskipun pikirannya kalut. Ia tahu bahwa kehadirannya di rapat kali ini akan menjadi sorotan utama. Lebih dari itu, apa yang ia ucapkan nanti akan membawa dampak besar untuk perusahaan inu.Aditama, yang kali ini memimpin rapat, membuka pertemuan dengan pembahasan tentang kebijakan perusahaan untuk menangani krisis. Ia memaparkan situasi finansial terkini dan langkah strategis yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas. Namun, semua itu hanyalah pembuka, nyatanya pembahasannya lebih luas dari itu.Ketika pembahasan mulai mengarah pada pengangkatan CEO baru, suasana berubah lebih tegang.“Baik,” ucap Aditama sambil menatap sekeliling mej
Malam itu, kamar Nirmala terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin yang bertiup dari jendela, melainkan karena rasa hampa yang memenuhi dadanya. Keputusan yang ia buat semalem untuk membuat Bhaskara kecewa yang berujung menghancurkam hatinya terus menggerogoti pikiran Nirmala. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya dengan erat mencoba meredam kehampaan yang tak kunjung reda."Aku melakukannya untuk dia," gumam wanita itu dengan suara serak. "Aku ingin melindunginya."Sayangnya hatinya tak sejalan dengan ucapannya. Rasa bersalah terus menghantuinya, bahkan membuatnya merasa seperti menghianati cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Memori beberapa hari lalu kembali berputar dalam benak Nirmala.~~~"Coba kau pilih kau rela melihatnua kecewa atau melihatnya merasakan kembali trauma masa lalunya?"Kata-kata itu menggema di kepalanya seperti palu yang memukul hati kecilnya. Surya memang tak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud trauma masa lalunya, sampai V
Malam itu tak seperti biasanya langit begitu kelam, seolah menyimpan rahasia gelap yang tak ingin diungkap. Tak ada bintang, apalagi bulan. Hanya ada angin dingin yang menusuk tulang, berembus lembut dari jendela kamar yang terbuka. Nirmala termenung di sana, menopangkan kepalanya pada kusen jendela. Rambut sebahunya bergoyang lembut ditiup angin, wajahnya terlihat berat penuh beban. Pandangannya menerawang jauh menembus pekarangan rumah yang sunyi tetapi pikirannya melayang entah kemana."Huh .... "Helaan napas kembali lolos dari bibirnya. Pundak yang beberapa waktu lalu mulai ringan, kini kembali memberat oleh segala tekanan yang menghimpit."Apa yang harus aku lakukan? Kenapa tidak berjalan seperti yang aku inginkan," gumamnya dengan suara yang dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan.Ponsel di meja bergetar, menyental lamun wanita itu. Layar ponselnya menyala dan terpampang satu nama yang membuat hatinya bergetar. 'Bhaskara's Calling'.Panggilan itu sudah muncul lebih dari
Sudah beberapa hari ini Nirmala berusaha untuk tidak menghubungi Bhaskara. Meski begitu ia masih menanti di roomchat dan melihat puluhan kali pesan terakhir yang ia kirim belum juga mendapat balasan.“Harus sampai kapan?” gumam Nirmala menggigit bibir bawahnya. Rasa khawatir terus menghantui pikirannya beberapa hari ini.Ingatan tentang percakapan dengan Vani beberapa hari lalu kembali menggema di kepalanya.'Untuk sementara waktu, tolong jangan menghubungi Bhaskara dahulu. Tante takut ayahnya akan berbuat macam-macam kepadanya.'Hatinya terasa berat, seperti dihimpit batu besar. Ia tak ingin egois membuat kekasihnya terjebak dalam masalah, tapi hatinya juga tersiksa.Ketika pikirannya masih berkecambuk, ponselnya tiba-tiba bergetar. Ia meraihnya cepat, berharap itu dari Bhaskara, tetapi ternyata bukan."Nirmala, kita perlu bicara. Bisa temui aku besok di kantor pusat? Aditama."Pesan singkat yang mengatas namakan Aditama itu pikiran Nirmala kembali terpecah. “Ada apa ini? Apa yang in
Di kamar utama rumahnya, Vani duduk di kursi dekat ranjang dengan wajah yang tampak kusut. Ia baru saja menyaksikan Bhaskara mengunci diri di kamar setelah perbincangan sengit dengannya. Air mata Vani yang tertahan sejak tadi akhirnya mengalir. Ia tahu betapa besar tekanan yang kini dirasakan putranya.Pintu kamar terbuka perlahan dan sosok pria paruh baya masuk dengan langkah berat. Wajahnya masih menyiratkan sisa-sisa kemarahan yang belum reda.Vani segera mengusap air matanya dan terdiam memangu.“Mas Surya,” panggil Vani pelan. Ketika sang istri telah memanggil dengan sebutan nama, dapat diketahui akan ada perbincangan yang serius. Dan Surya sudah paham akan mengarah kemana pembicaraan itu.“Aku tidak ingin membicarakan apa pun, Vani,” jawab Surya dingin kemudian memasuki kamar mandi dalam kamarnya. Jika seperti ini Vani harus sedikit lebih sabar. Ia akan menunggu hingga suaminya keluar.Lima belas menit Vani menunggu, akhirnya suara shower terhenti pertanda sebentar lagi Surya