Seorang pria dengan setelan kemeja kerja tengah duduk dengan tenang di kursi kebesarannya. Kepalanya tertunduk menatap layar laptop yang sedang menyala. Bola matanya bergerak mendikte tiap kalimat yang tertampil pada layar laptopnya. Sedangkan tangan kanannya sesekali menekan mouse yang terlihat kecil di genggamannya.Tok ... tok ....Fokusnya teralih, ia mendongak dengan iris coklat yang menyorot pintu yang terketuk."Masuk."Derit pintu seketika terdengar begitu sang empu mempersilakan untuk masuk. Dan dari balik pintu nampak seorang wanita berambut bob menenteng sebuah map pada lengannya. "Selamat pagi, Pak Bhaskara. Saya datang untuk menyerahkan dokumen keuangan yang anda minta," tuturnya begitu sampai di depan meja bertuliskan 'Direktur Bhaskara' itu.Tangan Bhaskara terulur menerima map merah tersebut. "Terima kasih," ucapnya lantas meletakkan dokumen itu di sampingnya.Ketika Bhaskara kembali fokus berkutat dengan laptop, kepala bagian keuangan itu tak kunjung pergi."Ada apa?
"Waw lihatlah ternyata kau berbakat juga meyakinkan orang lain. Sepertinya kau perlahan sudah siap menjadi CEO yaa," goda Bhaskara yang tak kunjung diam sedari tadi.Nirmala yang jengah hanya bisa mendengus kesal. Meski begitu ia tetap melanjutkan makan siangnya menandaskan semangkuk bakso sebagai hadiah perayaannya. "Tapi bener-bener nggak elit, bisa-bisanya kau mentraktir mentormu dengan semangkuk bakso," ujar Bhaskara usai menandaskan semangkuk bakso jumbo. Iyap, setelah berita gembira itu di dapatkan Bhaskara membujuk Nirmala untuk merayakan. Dan berakhirlah mereka di warung bakso yang tak jauh dari kantor Bhaskara."Yeee kau pikir aku orang berduit sepertimu? Kau harusnya ingat aku baru calon doang, belum resmi. Nanti kalau resmi baru deh aku traktir apapun buat pak mentor," tandas Nirmala membalas gerutuan.Lelaki itu hampir menyemburkan kuah bakso ketika melihat wajah mencibir Nirmala. Menurutnya lucu apalagi di kedua sudut mulut Nirmala ada bercak kecap."Kau ini kayak anak
Pria berpawakan tinggi berjalan memasuki lobi perusahaan. Ia mengenakan setelan abu dengan tatanan rambut twoblock seperti biasanya. Dengan begitu percaya diri ia bersiul melewati beberapa pegawai yang menatap heran. Meski begitu mereka memilih menunduk tak ingin terlihat mencolok, kecuali satu orang wanita yang menantinya di depan lift."Halo, Baladewa! Apa kau merindukanku?" Seruan melengking itu membuat Baladewa menghentikan langkahnya tetap di depannya. Tak seperti biasanya ia justru menghampiri wanita centil itu. Meskipun raut wajahnya tak berubah ramah.Viola dengan wajah tertarik itu berdiri lebih dekat. Tak melihat reaksi penolakan Baladewa yang biasanya ditunjukkan kepadanya, wanita itu kian berseru girang."Oma bilang kau setuju untuk berkencan denganku," ucap wanita itu memainkan dasi biru yang Dewa kenakan. Tanpa tahu malu, eanita itu kembali berucap. "Jadi kapan kau akan mengajakku berkencan?"Ya, setelah lama Viola vakum menjadi cegil Baladewa, kini ia menemukan momen u
"Balaslah perasaan putri Aditama."Baladewa terbelalak mendengar perintah tak masuk akal yang tiba-tiba omanya inginkan. Padahal beberapa saat lalu omanya mengatakan akan membantunya membalaskan dendam, tapi mengapa justru ia memintanya untuk menerima cinta orang yang membuatnya risih?"Maksud oma ... Viola?" tanyanya memastikan dan segera disambut anggukan. "Tidak! Apa apaan oma ini, kenapa Dewa malah disuruh menerima cinta wanita pengganggu itu?" sungutnya tak terima. Veda yang ikut menyimak pun tak kalah dibuat bingung dengan pola pikir mertuanya. Helena meletakkan cangkir berisi teh panas yang dibuatkan oleh Veda. "Katanya kau tak ingin balas dendam dengan cara ayahmu, kan? Jadi kau harus menuruti apa kata oma.""Tapi oma kenapa Dewa harus menerima Viola? Itu tidak masuk akal!" tentang Baladewa semakin keras. Veda yang ada di sebelah Baladewa mengusap punggungnya meminta untuk tenang. Ia takut kejadian bertengkarnya dengan sang oma akan berlanjut."Memang tidak masuk akal, tapi
Sejoli terlihat bergandengan tangan memasuki sebuah kafe yang terletak di seberang jalan. Melihat interaksinya, mereka nampak sangat akrab dan berbahagia. Wanita yang memakaian setelan serba babyblue itu nampak serasi dengan pria berkemeja krem.Sayangnya di tengah kebahagiaan mereka, ada sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan tak suka. Bukan, bukan tak suka, melainkan tatapan terluka.Cengkeraman pada kemudinya mengeras. Meski amarahnya mulai membara, ia tak kunjung mengalihkan pandangannya dari pemandangan panas itu."Baladewa!!"Panggilan itu tak cukup mampu membuat kesadarannya kembali. Wanita yang kini duduk di sampingnya itu menatapnya kesal. "Tatap saja terus mantanmu itu sampai matamu keluar!" seru Viola menatap Nirmala dari kejauhan dengan tatapan benci. "AKU AKAN TURUN!" bentaknya lantas membuka pintu mobil. Baladewa yang mendengar pintu mobil terbuka kontan menoleh. Ia terkejut ketika melihat Viola hendak keluar dari mobilnya."Kau mau kemana?" tanyanya mencekal le
"Kakak, Ganesha udah masak. Makan bareng yuk," ajak Genesha ketika melihat kakaknya itu baru pulang dari luar. Ini kali pertama ia berhasil memasak nasi goreng. Ia begitu antusias memperlihatkan sepiring besar nasi goreng yang dihias sedemikian menarik kepada kakaknya berharap ia akan senang. Namun sayangnya respon Nirmala jauh dari ekspektasi Anes.Nirmala justru hanya melirik dengan raut datar. "Maaf, Anes, kakak lagi nggak nafsu makan. Kamu makan sendiri dulu aja ya," jawabnya lemah.Senyuman antusias Anes luntur. Melihat raut wajah kakaknya pasti ada masalah yang sedang ia hadapi. "Ada apa, Kak? Apa ada masalah lagi?"Sang kakak yang sedang melepas kaos kaki menoleh sejenak. "Hanya masalah kecil," tanggapnya menipiskan bibirnya.Setelah itu ia memasuki kamarnya dan menguncinya. Bohong jika ia menerima kekalahan, bohong jika ia baik-baik saja. Nyatanya seikhlas bagaimanapun ia mencoba menerima, ada rasa tak rela yang bersemayam di dadanya. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku jak
"Pelan-pelan, Mala, nanti bisa tersedak!"Dugh.Segelas air putih itu langsung tandas dalam sekali angkat. Wanita itu benar-benar meminum 100ml air mineral itu dalam satu kali teguk. Sungguh impresive.Bhaskara yang melihat wajah Nirmala masih pias, masih merasa khawatir."Lagi?"Isyarat menolak segera di tujukkan oleh Nirmala. Setelah membasahi kerongkongannya yang mendadak kering, ia mengusap wajahnya yang penuh peluh dan air mata."Sebenarnya mimpi apa yang kau alami, Mala? Kenapa kau sampai histeris begitu?" tanya Bhaskara dengan beruntun. Tidak biasanya ia melhat wajah Nirmala seketakutan ini. Sebelum menjawab pertanyaan itu, Nirmala yang tadinya terbengong menatap arah lain kini menoleh pada Bhaskara dengan tatapan penuh tanya. Ia heran mengapa pria ini bisa ada di rumahnya sepagi ini. Tapi karena energi yang terkuras ia tak sedikitpun mengeluarkan pertanyaan.Bhaskara menghela napas berat. "Tadi Anes nelpon aku karena kamu tiba-tiba masuk kamar terus dikunci. Adikmu khawatir s
Bhaskara termenung di depan rumahnya menatap sekumpulan tumbuhan yang tumbuh subur. Raganya memang tengah ada di rumah, namun pikirannya sedang melang-lang buana ke segala tempat. Otaknya tak bisa berhenti berfikir mengenai apa yang dikatakan Nirmala pagi tadi."Anehnya aku melihat ayah baladewa tertawa di samping mobil ayah dan ibuku yang telah remuk dihantam truk." Seperti itulah kalimat yang terus terbayang-bayang dalam kepala Bhaskara.Usai tadi mendengar keluh kesah Nirmala persoalan mimpi. Nirmala mengaku merasa aneh karena dapat melihat jelas proses kecelakaan itu karena terlibat langsung, namun bagi Bhaskara itu tidaklah aneh. Bhaskara justru memikirkan satu hal kecil yang menarik. Mengapa ada kehadiran Maharaja dalam mimpinya."Bhaskara apa yang kau lakukan? Bukannya kamu udah berangkat ke kantor pagi buta tadi?" Lamun Bhaskara seketika buyar begitu mendengar suara bariton ayahnya yang menyapa. "Tadi bukan ke kantor, aku ke rumah Nirmala."Mendengar nama Nirmala, gerakan S