"Kau ini hanya anak kemarin sore, Baladewa. Kau tak mengerti apapun persaingan dalam dunia bisnis. Oma yakin Nirmala menggodamu hingga membuatmu jatuh hati kepadanya tak lebih karena ingin memperdayamu!"Merasa direndahkan juga tersinggung karena kekasihnya yang dituduh tidak-tidak, Baladewa berbalik marah. "Oma gak boleh menuduh orang sembarangan. Baladewa lebih tahu dari siapapun, siapa dan bagaimana sosok Nirmala itu!" ujarnya tegas.Raja yang melihat perdebatan sengit antara anak dan ibunya, bergagas melerai."CUKUP! Kita bicarakan baik-baik. Oma sampai menuduhkan hal itu pasti punya bukti yang akurat, kan?" "Tentu, Aditama yang selama ini telah menyelidiki," sambar Helena tak ingin kalah.Baladewa memberenggut kesal. "Mana buktinya. Katakan kepadaku.""Aditama ... " panggil Raja membuat anak buahnya itu mendongak. "Jelaskan!"Aditama yang merasa bertanggung jawab atas pecahnya pertengkaran ini pun seger menjelaskan."Sebelumnya maafkan saya yang bekerja sama dengan Oma Helena t
Di tengah kegelapan pagi itu, terlihat seorang wanita terduduk di depan pintu. Ia nampak terdiam seolah sengaja menjelma sebagai patung di kegelapan.Ceklek Pintu segera terbuka menampakkan seorang gadis belia yang telah mengenakan seragam putih birunya. Saat ia hendak mengambil kaus kaki, ia dikejutkan dengan tubuh seseorang di depannya."ASTAGA KAKAK! Apa yang kakak lakukan di sini? Kenapa belum berangkat kerja?" pekiknya terkejut melihat kakaknya duduk terdiam.Nirmala menoleh dengan raut datarnya. Ia terlihat menatap kosong kepada adiknya. "Entahlah, Nes. Kakak kayaknya nggak sanggup berangkat kerja hari ini.""HAH?! Kakak sakit?"Perkataan ambigu kakaknya itu membuat Anes khawatir. Pasalnya kemarin bahkan semalam ia melihat kakaknya sehat-sehat saja walaupun terkadang terlihat tak fokus.Nirmala kembali menatap lurus tanpa menjawab. Lama ia termagu menatap langit hitam di atasnya. Hingga helaan napas membuat Anes menatap khawatir."Kakak gak punya muka dihadapan Kak Baladewa la
"Untuk apa meminta maaf jika kau masih memandangku sebagai tuanmu, bukan kekasihmu?"Nirmala segera terdiam tak percay. Ia menatap kekasihnya meminta penjelasan."Tanpa kau sadari, selama ini masih ada penghalangan di antara kita. Kau tidak merasa, ya?" Baladewa terkekeh sedih. "Bagi seorang kekasih tak seharusnya memandang nominal pada hadiah yang diberikan. Terlebih merasa sungkan menerima sesuatu yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari."Wanita itu masih tertunduk menyesal. Jawaban itu mampu menohok hatinya yang terdalam. Selama ini ia mengira semua baik-baik saja, namun ternyata itu hanya kelihatannya saja."Salahku sendiri yang kurang bisa membuatmu nyaman.""TIDAK! Selama ini kamu telah membuatku nyaman hingga aku tak tahan didiamkan olehmu barang sejenak," sergah Nirmala cepat. "Sepertinya apa yang kau katakan benar adanya. Selama ini aku masih denial hingga tanpa sadar memperlakukanmu sebagai tuanku bukan kekasihku."Tangan Nirmala terulur menyentuh punggung tangan Baladewa. "U
Usai saling berbaikan, akhirnya Nirmala dan Baladewa pulang bersama. Keadaan kantor kala itu sudah sepi karena waktu sudah hampir malam. Tak terasa ternyata mereka menghabiskan hampir 1 jam untuk berbincang dan menuntaskan semuanya."Sudah hampir malam aku antar kamu, ya," usul Baladewa sembari menyelipkan anak rambut Nirmala yang terjatuh ke depan.Nirmala membalas dengan senyuman indah. "Kita lihat dulu kalau aman kamu boleh mengantarkanku."Baladewa mendesah pelan. "Kira-kira sampai kapan kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Aku kan juga ingin memamerkan kekasihku yang cantik ini," ujarnya pura-pura merajuk.Melihat kekasihnya bertingkah demikian, Nirmala terkekeh kecil. Ia lantas meninju lengan lelakinya pelan. "Kau ini berhentilah menggombal." Wanita itu berusaha menutupi rasa tersipunya hingga salah tingkah sendiri."Kenapa gitu? Cieee ada yang salting nih ye," goda Baladewa sembari mencolek dagu Nirmala gemas.Nirmala tak tahan terus menerus di goda. Karena tak kuasa mered
"Sepertinya hubungan mereka mulai renggang, Nyonya. Tadi saya melihat sendiri respon Baladewa yang dingin dan mengacuhkan OG itu."" .... ""Baik, Nyonya, saya akan mengawasi dan berusaha membuat mereka berpisah."Sambungan telepon di tutup sepihak. Aditama menarik napas panjang menatap ponselnya nanar."Apa yang ayah lakukan? Ayah mengawasi Baladewa?"Pria itu tersentak memdengar sebuah suara dari ambang pintu. Ia segera menyorot tajam anaknya yang tanpa izin menguping pembicaraannya."Kau ... tidak sopan!"Viola memutar bola matanya malas kemudian bersedekap dada. "Bukankah itu tadi Oma Helena?" tanyanya tak terusik dengan amarah ayahnya.Lagi-lagi ayahnya itu menghela napas berat. Ia tertunduk kemudian mengacak rambutnya. "Jangan ikut campur, Viola, ayah tak yakin kau bisa menerima konsekuensinya," sahut Adi dengan suara rendah."Kalau kubilang aku telah mencintai Baladewa apa ayah masih melarangku?" Pertanyaan Viola itu membuat Adi tersentak. Ia menatap anaknya penuh arti. "Aku
Sebuah mobil van hitam melaju kencang di jalanan raya. Mobil itu tampak tergesa menyusuri jalanan yang ramai kendaraan. Seorang pria di dalamnya mengemudikan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajahnya menegang dengan cengkeraman erat pada kemudinya.Tersirat sorot mata kekecewaan dan amarah yang menjadi satu. Laju mobilnya terhenti ketika di hadapannya ada kemacetan panjang yang menghalanginya untuk berjalan.Brakk!Pria itu memukul kemudinya tanpa ampun."Sialan!" geramnya dengan gemeretuk gigi berusaha menekan amarahnya yang menggebu. Satu tangannya merogoh saku jaketnya mengambil kertas kecil yang tersimpan di dalamnya."Nirmala, kenapa kau tega membohongiku!" serunya marah ia meremas kartu nama yang ia pegang.Tak berselang lama, bahu pria itu terlihat tergetar hebat. Kepalanya tertunduk dalam. Matanya tak bisa berbohong, sekalipun ada amarah di dalamnya, air matanya meluruh mencoba menyembuhkan kekecewaan yang tak akan mungkin menghilang. Lelaki itu menangis, menangisi takd
"Baladewa tunggu!" Langkah kecilnya kewalahan mengejar langkah lebar kekasihnya. Saking tergesanya ia mengejar, sesekali hampir tergelincir akibat bebatuan di bawah alas kakinya. Meski begitu ia tak gentar untuk terus mengejar."Baladewa tolong dengarkan aku dulu!!" teriaknya lagi dengan selingan isakan tangis. Seiring langkahnya bergerak, satu persatu air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sayangnya pria yang berjalan cepat di depannya tak menggubris. Ia justru semakin mempercepat langkahnya menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya kini.Rahang tegasnya nampak menonjol dengan bibir yang terkatup rapat. Matanya yang kelam menyorot penuh amarah dengan telinga yang berusaha ia buat tuli. Ceklek Tangan besarnya membuka pintu mobil dengan cepat kemudian membantingnya dengan keras.Tok ... tok ...Baru juga pintunya tertutup, dari jendela luar terdapat seorang wanita yang mengetuknya. "Baladewa! Tunggu!" teriaknya berharap suaranya dapat didengar Baladewa Seorang wanita m
Seorang wanita terduduk di bangku pasien dalam keadaan tertunduk. Tatapannya kosong namun pikirannya tengah berkecambuk. Dadanya bergemuruh begitu bayang-bayang kekasihnya mulai melintasi pikirannya.Tatapan kelam itu,Sorot amarah,Dan kebencian.Sesak, dadanya sesak hingga berusaha ia redam dengan pukulan kecil. Dadanya naik turun mencari pasokan oksigen yang semakin menurun dalam paru-parunya.Air matanya mulai meluruh membasahi pipi tirusnya. Semakin deras ketika ingatannya berputar pada kejadian siang tadi."Nirmala."Panggilan itu membuat Nirmala segera mengubah arah duduknya, membelakangi pria paruh baya untuk menutupi kesedihannya."Pulanglah saja, Nirmala," ucap Surya ikut duduk di sebelah Nirmala yang sibuk mengusapi air matanya. Meski berusaha ditutupi, Surya tahu gadis itu tengah terguncang. Setelah memastikan wajahnya segar kembali, Nirmala duduk lurus menghadap tembok kemudian menoleh ke arah Surya dengan tersenyum paksa."Tidak apa, Om. Saya yang tadi membuat Bhaskara