Hari ini Arin meminta Samuel untuk mengantarnya jalan-jalan. Dia ingin menghabiskan waktu di luar bersama suaminya. Arin menatap keluar jendela dia terlihat tersenyum, Samuel hanya memperhatikan istrinya itu. Dia mengelus rambut Arin membuat Arin menoleh, keduanya turun di taman kota. Pagi itu banyak yang berjogging, udara pun terasa segar. Samuel menggenggam tangan Arin, mereka berjalan beriringan. "Kalau lelah bilang ya," ujar Samuel. "Sepertinya sudah puluhan kali Mas mengatakan itu," gumam Arin membuat Samuel terkekeh. Keduanya memutari taman itu, ada beberapa pasangan yang mengajak anak mereka pula. Arin tersenyum melihatnya membayangkan bagaimana dia dan Samuel bersama anak mereka nanti. "Mas," panggil Arin membuat Samuel menoleh ke arahnya. "Aku ingin suatu saat kita seperti itu," ucap Arin. "Iya Sayang, weekend Mas nanti untuk kalian," ujar Samuel yang kemudian mencium kening Arin. "Mas foto yuk," ajak Arin yang kemudian mengeluarkan ponselnya. Samuel langsung menuruti
Setelah makan malam Arin kembali ke kamar untuk tidur, dia sudah berganti baju tidur. "Baby," panggil Samuel membuat Arin menoleh. "Iya kenapa Mas?" tanya Arin. Samuel berjalan ke arahnya dia lalu menunjukkan macbook nya. "Coba kamu lihat lebih suka yang mana?" ucap Samuel menunjukkan beberapa gambar pesawat pribadi. "Untuk apa?""Untukmu, kamu mau yang mana?""Mas?""Jangan menolak," ucap Samuel segera dia sama sekali tidak menerima penolakan. "Ini yang memiliki jendela terbesar di perusahaannya dan terkenal sebagai pesawat untuk berlibur, level suaranya juga renda. Kalau yang ini dikenal sebagai pesawat jarak jauh yang paling maju. Kapasitas 19 penumpang, mesin kolaborasi dari Rolls-Royce. Yang satu ini terkenal dengan kabin yang besar daripada dia pesawat yang tadi," Samuel menjelaskan sedikit tentang pesawat pribadi yang akan dia beli untuk Arin. Arin nampak bingung karena dia tidak mengerti tentang apa yang Samuel jelaskan. Dia juga tidak tahu pesawat itu akan dia gunakan kem
Kakek Indra mengantar Arin hingga keluar dari rumah, hari ini Arin akan kembali. Sebenarnya Arin mengatakan kepada Samuel jika ia akan kembali besok tetapi tiba-tiba Arin ingin sekali bertemu Samuel. Padahal mereka baru berpisah sebentar. Arin memutuskan untuk segera kembali ini, "Kek pamit ya, kapan-kapan Arin main lagi kesini," pamit Arin. "Iya Arin, hati-hati ya kabari jika sudah sampai," ucap Kakek Indra. "Selalu jaga kesehatan jangan sampai kelelahan apalagi sakit, katakan pada Samuel apapun yang kamu butuhkan kalau tidak kamu bisa mengatakan kepada Kakek. Meskipun kita tidak bersama tapi Kakek bisa melakukan apapun untukmu," jelas Kakek Indra membuat Arin tersenyum. Ia memeluk Kakek Indra dengan erat seakan tidak ingin berpisah dengan Kakeknya. "Arin sayang Kakek.""Kakek juga sayang kamu," balas Kakek Indra. Arin pun segera masuk ke dalam mobil, dia pulang bersama Fani, Sinta dan Rocky. Rocky yang menyetir mobil dan di samping Arin ada Fani di sana. "Saya mengantuk," ucap A
Arin bersama duduk di sofa menemani Samuel yang tengah bekerja. Dia lalu merebahkan dirinya di sofa dengan memainkan ponselnya itu. "Sayang kalau kamu lelah masuk ke kamar saja istirahat," tutur Samuel kepada Arin. "Tidak mau aku ingin tetap bersama Mas," rengek Arin. "Sebentar lagi Mas ada rapat, apa kamu mau ikut saja?" "Memangnya boleh?""Tentu saja boleh," jawab Samuel membuat Arin tersenyum lebar. Selang beberapa menit kemudian Hendrik mengetuk pintu ruangan Samuel. Dia datang untuk mengatakan jika rapat bulanan akan segera dimulai. Samuel pun bangkit diikuti oleh Arin, dia lalu menggandeng tangan Arin. Mereka menuju ke ruangan yang ada di samping ruangan Samuel. Saat Samuel dan Arin masuk para karyawan yang ada di sana terpesona dengan Arin. Arin nampak cantik dan anggun. Samuel menarikan kursi untuk Arin duduk, lalu rapat pun dimulai. Arin ikut menyimak apa yang mereka sampaikan, ini juga pertama kalinya dia bisa melihat suaminya memimpin rapat sebagai CEO bukan dosen. S
Sejak tadi Arin terus muntah-muntah membuat Samuel panik karena kali ini lebih parah dari sebelumnya. Samuel menggendong Arin menuju ke tempat tidur dia merebahkan tubuh Arin yang lemas itu dengan hati-hati. "Sayang kamu makan dulu ya sejak tadi muntah dan kamu belum sarapan," tutur Samuel dengan lembut. "Tidak mau! Perutku mual Mas mengerti tidak sih!" tolak Arin dengan kesal. "Lalu bagaimana? Di panggilkan dokter tidak mau, makan tidak mau. Kamu mau apa Baby?" "Bisa diam tidak! Aku lelah mau istirahat.""Tapi perutmu harus diisi," ucap Samuel yang masih berusaha membujuk Arin. "Aku tidak mau, sebaiknya Mas keluar jika terus cerewet seperti itu!""Sayang.""Mas tidak mengerti apa yang aku rasakan, Mas hanya bisa menuntutku untuk makan.""Mas minta maaf," ucap Samuel mengusap kepala Arin dengan lembut. "Jangan pegang-pegang!" Arin menepis tangan Samuel. "Kalau ada yang kamu inginkan katakan pada Mas ya.""Aku bilang aku tidak mau makan!""Iya Sayang, jangan marah-marah lagi ya
"Mas tidak bekerja?" tanya Arin ketika Samuel selesai mengeringkan rambutnya. "Tidak Sayang, hari ini Mas mau di rumah jagain kamu dan anak kita." "Mas ke kantor saja, aku sudah tidak apa-apa kok lagipula ada Fani dan Sinta yang akan menemaniku," tutur Arin yang menatap wajah suaminya itu. "Tidak mau Sayang, lagipula Mas sudah meminta Hendrik untuk menambah sekretaris agar pekerjaan lebih ringan. "Hm baiklah," ucap Arin. "Mas ke supermarket yuk," ajak Arin. "Ada yang mau kamu beli? Biar Mas minta maid saja kesana, Mas takut kamu kelelahan," tutur Samuel dengan lembut. "Mau beli susu ibu hamil." "Memangnya harus minum susu ya?" tanya Samuel dengan polosnya yang dijawab anggukan kepala oleh Arin. "Kenapa kamu baru mengatakannya Sayang? Mas benar-benar tidak tahu, maaf," ucap Samuel yang merasa bersalah. "Tidak apa-apa Mas." "Mas suruh maid saja ya." "Jangan, aku mau ke supermarket sama Mas," pinta Arin dengan tatapan memohon. "Baiklah Sayang, ayo kita jalan,"
Arin sudah naik ke atas tempat tidur sedangkan Samuel berada di ruang kerjanya bersama dengan Hendrik. Setelah makan malam tadi Hendrik datang untuk mendiskusikan sesuatu. Arin pun tidak masalah dengan itu, dia kini mau tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Arin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tak lama pintu kamarnya dibuka. "Sayang, maaf ya aku lama," ucap Samuel dengan rasa bersalah. "Iya Mas tidak apa-apa kok," jawab Arin yang mengerti tentang pekerjaan suaminya yang padat. "Kamu sudah minum susu?" tanya Samuel yang kini duduk di tepi tempat tidur. Arin menjawabnya dengang gelengan kepala dan menyengir. "Kenapa belum minum susu hm?""Buatin," pinta Arin membuat Samuel mengusap kepalanya. "Mau rasa apa?""Coklat," jawab Arin. "Untuk tadi Mas tidak mengikuti perkataanmu.""Perkataan apa?""Kamu minta susu strawberry, apa kamu lupa?" ucap Samuel membuat Arin terkekeh. "Ya sudah kamu tunggu sini dulu ya."Samuel pun keluar dari kamar menuju ke dapur, sa
Jam menunjukkan pukul dua siang, Arin masih duduk di ruang kerja, setelah makan siang dia langsung ke ruang kerja untuk melihat laporan yang ada. Dering telepon terdengar membuat Arin meraih teleponnya tertera nama Samuel di sana. "Halo Mas, ada apa?""Kenapa kamu tidak tidur Sayang?" tanya Samuel. "Beberapa hari aku belum sempat melihat laporan yang masuk Mas, ini baru sempat," jelas Arin. "Oh ya nanti sore aku mau ke hotel, boleh kan?" tanya Arin meminta izin. "Kamu tidak lelah?""Tidak Mas.""Ya sudah boleh, nanti pulang dari kantor aku akan mampir," tutur Samuel. "Baiklah Mas, sampai jumpa nanti.""Iya Sayang."Arin pun menutup teleponnya dia lalu melanjutkan pekerjaannya. Arin menatap layar macbook dengan sangat serius menatap angka demi angka disana. Arin mencurigai ada penggelapan dana di setiap laporan bulanan. ***Arin tengah bersiap untuk pergi dia memilih memakai rok pendek berwarna hitam dengan atasan crop top putih yang menampilkan perutnya yang masih rata. Arin juga
Pernikahan Mila dan Rocky berjalan dengan sangat lancar. Arin yang ikut menyaksikan pernikahan mereka pun ikut merasa senang. Pernikahan yang penuh kebahagiaan dan rasa haru itu mampu membuat Arin sedikit iri. Iri karena kedua orang tua Mila yang hadir, kasih sayang orang tua Mila membuat Arin merindukan kedua orang tuanya. Samuel yang menggandeng tangan Arin merasakan tangan itu semakin dingin. "Apa kamu baik-baik saja, Baby?" tanah Samuel yang nampak cemas. Arin menganggukan kepalanya dengan tersenyum kecil. Samuel tak bisa ia bohong dia mengerti jika Arin sedang tidak baik-baik saja. Tapi Samuel tak mau bertanya lebih karena mereka belum kembali ke rumah. Keduanya berjalan keluar dari gedung pernikahan itu, Alec membukakan pintu mobil untuk mereka. Arin dan Samuel pun segera masuk ke dalam mobil. Samuel membawa Arin agar bersandar di dadanya. Pria itu mencium puncak kepala Arin membuat Arin merasa nyaman. Diusapnya perut Arin yang sudah membesar itu. "Baik-baik ya Sayang di dal
Arin merebahkan dirinya di atas tempat tidur, hari ini cukup melelahkan bagi Arin. Tapi dia cukup puas karena telah mendapatkan kembali perusahaan yang di bangun oleh Ayahnya. Meskipun perdebatan cukup panjang dengan Irawan dan Clara tapi dia puas dengan hasilnya. Suara pintu dibuka membuat Arin menoleh, ternyata Samuel sudah pulang dari kantor. Arin pun melihat jam yang menunjukkan pukul lima sore. "Sayang," panggil Samuel yang mendekat ke arah Arin. "Kamu pasti lelah?""Lumayan tapi aku cukup puas melihat mereka diseret keluar dari Venus," jawab Arin yang tidak bisa melupakan kejadian dimana Irawan dan Clara di seret begitu saja oleh security atas perintah dari para pemegang saham. Mereka sangat geram dengan apa yang Irawan lakukan. Irawan dan Clara pun tersungkur di depan para karyawan. Mereka pastinya sangat malu diperlakukan seperti itu. Bahkan pandangan Irawan dan Clara nampak tajam ke arah Arin. "Oh ya kapan Mas kasih nomorku ke Clara?""Tadi pagi dia ke kantor, apa dia men
Mobil berhenti di depan pintu lobby, Fani keluar dari mobil dia membukakan pintu mobil untuk Arin. Langkahnya dihentikan oleh satpam tapi sekretaris Miko yang bernama Laras langsung menghampiri Arin. "Selamat siang Bu Arin," sapa Laras. Arin tersenyum mendengar Laras menyapanya, dia lalu mengikuti langkah Laras ke ruang meeting tempat para pemegang saham sedang berkumpul. Para karyawan yang ada di lobby menatap bingung dengan kedatangan Arin. Mereka tidak mengenali siapa Arin apalagi saat Laras menyapa dan menundukkan badannya. Itu semua membuat mereka bertanya-tanya tentang siapa Arin. Laras membuka ruang meeting itu tanpa permisi membuat Irawan nampak marah. "Ngapain kamu masuk sini!" seru Irawan. Dia masih dalam tekanan sehingga emosinya tak bisa dikendalikan. Arin melangkah masuk ke ruangan itu, langkahnya yang tegas itu membuat semua mata menatap ke arahnya. "Kau?""Hey Om Irawan apa kabar? Kenapa terkejut melihatku disini?" Arin nampak sangat percaya diri dengan senyum merek
Arin tertidur di mobil dengan bersandar di dada Samuel. Dia tertidur saat perjalanan pulang dari pesta pernikahan Ola dan Elio. Arin nampak melelahkan sehingga saat mereka sampai Samuel tidak membangunkannya. Dia menggendong Arin menuju ke kamar mereka. Merebahkannya di atas tempat tidur dengn hati-hati lalu melepas heels yang Arin kenalan. Setelah itu Samuel pun berganti pakaian dan segera merebahkan dirinya di samping Arin. Namun ketika Samuel telah sepenuhnya masuk ke alam mimpi, Arin justru terbangun. Dia menatap Samuel yang telah terlelap lalu dirinya menatap jam dinding yang ternyata pukul sepuluh lewat lima belas menit. Arin menyingkirkan tangan Elio yang tengah memeluknya, dia pelan-pelan turun dari tempat tidur. Arin segera menghapus make up dan mengganti pakaiannya. Setelah lima belas menit dia pun selesai dan memilih keluar dari kamar untuk mencari sesuatu karena perutnya yang lapar. Alec yang berjaga di lantai tiga pun langsung menghampiri Arin. "Ada yang bisa saya ban
Samuel baru saja selesai makan siang dengan klien di sebuah restoran mewah. Dia berjalan keluar seorang diri karena Rocky sudah lebih dulu kembali ke kantor untuk bertemu tamu penting.Seseorang tiba-tiba menabrak dirinya membuat langkah Samuel terhenti. Seorang wanita terjatuh di lantai, Samuel menatap wanita itu. "Akh kakiku," eluh wanita itu. Samuel menaikan sudut bibirnya dia lalu mengulurkan tangannya. Saat wanita itu mendongakkan wajah terlihat jelas jika dia sedang berakting. "Tuan Samuel?" ucap Clara yang pura-pura terkejut. "Apa kita saling mengenal?" tanya Samuel yang sebenarnya dia tahu siapa wanita di depannya itu. Clara bangkit dengan ekspresi menahan rasa sakit. "Saya Clara anak Pak Irawan," jelas Clara. "Hm pantas Anda nampak tidak asing Nona," ucap Samuel dengan sopan. "Apa perlu ke rumah sakit?" tanya Samuel yang menatap kaki Clara. "Tidak perlu Tuan, hanya perlu istirahat di rumah saja pasti besok juga sudah membaik," tutur Clara dengan lembut. "Baiklah kalau b
Arin berada di bawah selimut dengan tangan Samuel yang masih melingkar di perutnya. Samuel mencium pundak Arin membuat Arin menoleh ke arah Samuel. "Mau makan malam apa?" tanya Samuel. "Sushi," jawab Arin. "Sayang masih hamil tidak baik makan makanan mentah," tutur Samuel mengingatkan. "Yang lain ya," sambung Samuel dengan membujuk lembut Arin. "Sate taichan.""Ada lagi?" Arin menggelengkan kepalanya. Samuel pun langsung meraih ponsel yang ada di makassar dia menghubungi Alfred untuk menyiapkan makan malam mereka. Setelah itu Samuel meletakkan ponselnya kembali. "Apa kamu lelah Sayang?""Tentu saja!""Jadi apa kamu akan mengulanginya?" tanya Samuel yang membuat Arin terdiam. Dia kini mengingat penyebab Samuel memberikannya hukuman. "Baby, kamu tidak menjawab pertanyaanku?""Tadi hanya penasaran karena film itu booming.""Jadi apa kamu melihat milik pria lain?""Tentu saja tidak, filmnya tidak sevulgar itu."Samuel pun menganggukkan kepalanya tanda dia percaya dengan perkataan Ari
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore tapi Mila masih di rumah Arin. Keduanya tertidur setelah mereka menonton film bersama. Sofa yang besar itu cukup nyaman untuk mereka tidur hingga mereka tidak menyadari jika Samuel dan Rocky sudah datang. "Apa yang mereka tonton," gumam Samuel yang penasaran. Dia lalu membuka ponselnya dan melihat CCTV beberapa jam yang lalu. Rocky yang penasaran pun mendekat dan ikut melihat ponsel Samuel. "Ini film apa?" tanya Samuel karena dia tidak tahu film yang mereka tonton. Samuel melihat wajah Rocky yang nampak kesal. "Ky?" "Film 21+." Mata Samuel membulat mendengarnya. "Sepertinya ini bukan ide Mila." "Jadi kamu menuduh istriku?" ucap Samuel dengan tatapan ingin membunuh. "Mungkin otak Nyonya ternodai karena Anda." "Ya!" teriak Samuel yang kesal membuat dia wanita itu terbangun. "Mas sudah pulang?" Suara Arin membuat Samuel menoleh ke arahnya. Rocky langsung menghampiri Mila yang tengah mengucek matanya. "Sayang ayo pulang," ajak R
Mila keluar dari kamar, saat ini jam menunjukkan pukul delapan. Dia memang bangun kesiangan karena semalam susah tidur. Mila yang belum mandi terlihat penampilannya yang masih berantakan. Rambutnya yang mengembang dengan mata yang belum terbuka sempurna. Gadis itu berjalan ke arah dapur untuk minum air putih. "Udah bangun sayang."Pyar! Gelas yang ada di tangannya terjatuh karena dia terkejut tiba-tiba mendengar suara Rocky. Sebuah tangan langsung menahan badan Mila agar tidak melangkah dan menginjak pecahan gelas. "Kenapa tidak pakai alas kaki," ucap Rocky yang langsung mengangkat tubuh Mila agar duduk di meja dapur. "Diam disana, aku bersihkan dulu," sambung Rocky. Mila yang masih terkejut pun belum bersuara. Ketika dia tersadar maka dia langsung merapikan rambutnya. "Mas kok belum berangkat?" tanya Mila. "Ada yang ketinggalan makannya aku pulang," jawab Rocky sambil menyapu pecahan gelas itu. Setelah selesai Rocky mencuci piring lalu kembali ke arah Mila. "Kenapa tidak pakai a
Arin terbangun dari tidurnya saat merasakan ada yang memeluk dirinya. Arin yang mengingat jika Samuel tidak di rumah pun langsung berbalin dan segera menjauh. "Kenapa Baby?""Mas mengagetkanku," gerutu Arin memukul dada Samuel. "Kenapa pulang tidak memberi kabar?""Maaf sayang, Mas hanya khawatir tentang kamu soal kejadian tadi," jelas jujur Samuel yang menatap lembut istrinya itu. Samuel mengusap pipi Arin dengan lembut, Arin menatap Samuel terlihat lega saat suaminya ada di sampingnya. Samuel tak pernah terima jika seseorang mengganggu istrinya dia ingin langsung menghabisi keluarga Irawan. Tapi lagi-lagi Samuel tidak bisa melakukan itu, cara dia dan Arin untuk membalas dendam sangat berbeda. Arin tak akan bermain fisik berbeda dengan Samuel yang akan menyiksa mereka hingga mati. Samuel menarik Arin untuk masuk ke dalam pelukannya, dalam posisi seperti itu Arin bisa merasakan detak jantung Samuel. Terdengar kencang dan tak beraturan membuat Arin segera menatap wajah Samuel. Meski