Silver berlari menjauh tanpa mengatakan apa-apa, menyeret pendosa yang berdiri tidak jauh darinya menuju tempat Winter yang berdiri diam di dekat Kaizen. Pendosa yang tidak tau kenapa silver bersikap aneh, tidak bertanya ada apa.
Karena dia tau pasti dari ekspresi Silver, bahwa akan ada sesuatu yang terjadi jika mereka tidak bicara dengan hati-hati lagi. Seperti penyerangan gadis merah untuk pertama kali.Winter yang sedang menatap lekat memar di pipi Kaizen, mengernyit tidak senang akan interupsi orang lain secara tiba-tiba. Tapi dia berhasil mengatur emosinya dan bertanya"Ada apa?"Pendosa menggeleng, pertanda bahwa dia memang tidak tau ada apa. Silver memberi gestur agar mereka diam dan menunjuk ke arah jendela, tapi begitu mereka melihat ke arah yang dimaksud Silver, mereka tidak menemukan apa-apa.Bahkan tangan diluar pun menghilang.Silver tergagap dan mulai menjelaskan"Aku bersumpah disana tadi ada-""Ssssstt!" Potong Kaizen.Tidak seperti sebelumnya, Silver tidak melanjutkan ataupun membantah interupsi Kaizen. Dia diam begitu disuruh untuk diam, tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti pertama kali. Takut bahwa sesuatu diluar akan masuk kedalam, seperti insiden gadis merah.Pendosa juga mengerti bahwa ada yang tidak beres dengan Silver, dia bertanya pada dua orang lain"Apa yang harus kita lakukan?""Tidur. Kita akan mencari petunjuk besok" balas Kaizen."Kusarankan agar kita tidur dalam satu ruangan yang sama, untuk jaga-jaga" imbuhnya.Pendosa mengernyit tidak nyaman"Tapi Irish, kau adalah satu-satunya perempuan sekarang. Agak canggung membiarkanmu tidur bersama kami dalam satu ruangan sempit.""Memangnya sekarang itu penting?" Tanya Silver, kesal karena kekolotan Pendosa."Bung, kita sedang mencoba untuk bertahan hidup sekarang. Kenapa kau masih bisa memusingkan jenis kelamin seseorang dalam situasi ini?" Lanjutnya.Pendosa tampak merasa bersalah dan gelagapan mencoba menjelaskan"Aku hanya tidak ingin ada sesuatu yang terjadi pada-""Bro, tidak semua pria ingin melakukan tindak pemerk*saan pada gadis yang sendirian. Aku tau kau mengkhawatirkan Irish, tapi kau bisa yakin bahwa baik aku dan Winter bukan binatang semacam itu. Ya 'kan?" Silver menoleh dan meminta persetujuan Winter.Pria tersebut segera mengangguk dan menepuk pundak Pendosa"Tenanglah, kita tak perlu mendebatkan hal semacam itu. Kita bisa saling menjaga dengan lebih mudah, jika semua orang berada dalam satu garis pandang.""Kalau kau takut aku diapa-apakan. Bagaimana kalau kita tidur diatas karpet saja? Ruangan ini cukup luas, kita tidak harus berhimpitan satu sama lain" Kaizen memberi usul karena tidak ingin membicarakan hal ini lebih jauh lagi."Kita harus cepat tidur, sudah tengah malam. Waktu juga berlalu sangat cepat dibandingkan dengan realita, aku ingin menyelidiki seluruh rumah besok. Siapa tau kita akan menemukan petunjuk" imbuhnya.Pendosa menghela nafas panjang dan tersenyum lembut"Kalau kau tidak masalah, maka tidak apa-apa."Pendosa menaikkan pandangannya dan bersibobrok dengan manik dingin milik Winter. Namun begitu dia berkedip, pria itu sudah menunjukkan raut cuek seperti biasa, baru akan tersenyum saat menatap Kaizen.Pendosa mau tak mau berpikir, apakah Winter menyukai Kaizen? Makanya dia merasa cemburu?Kalau memang demikian, maka pendosa bisa memaklumi kelakuan pria itu.Pendosa berbaring di posisi paling pinggir, disusul oleh Silver, Kaizen, dan yang terakhir adalah Winter.Dia melirik semua orang yang tampaknya tidak bisa tidur dan berusaha menghibur"Besok ayo kita ambil mayat Sugar untuk dimakamkan.""Pendosa" panggil Kaizen."Ya?""Apa yang membuatmu mengikuti Mata? Apa keinginanmu?" Kaizen bertanya sembari menatap dari jauh."Tadi kau mengatakan bahwa kau adalah pria yang tak berguna, sejujurnya apa alasanmu mengatakan hal demikian? Tapi kau juga tidak perlu menceritakannya kalau itu memang menyakitkan, anggap ini sebagai kegiatan saling berbagi cerita saja" timpal Silver dari sebelahnya, penasaran namun tidak memaksa."Kami bisa secara bergantian bercerita, mulai dari dirimu. Karena aneh saja melihat pria yang religius justru secara sukarela mengikuti permainan iblis, penampilanmu sungguh terlalu kontradiktif" tambah Winter."Aku tidak pernah keberatan bercerita, lagipula ada Irish sebagai seorang perempuan disini. Ceritaku mungkin bisa menjadi pengingat suatu saat jika nanti dia ingin menerima seorang pria" Pendosa menatap Kaizen dengan senyum sopan yang menyejukkan hati.Kaizen menatapnya penuh minat, memutuskan untuk menyimak apa yang hendak diceritakan Pendosa secara baik-baik. Pria diujung sana mulai dengan kalimat pembuka"Aku adalah satu dari banyak kasus bocah yang menjadi korban sinetron romansa, dan melakukan pernikahan dini bertahun-tahun yang lalu."Semua orang bisa menebak apa akar masalahnya dan menatap pendosa dengan tatapan aneh. Tapi yang ditatap hanya tertawa sedih"Dugaan kalian benar. Apa yang bisa diharapkan dari bocah putus sekolah, tanpa skill, belum dewasa, untuk hidup ditengah persaingan ketat pencari kerja bertitel sarjana? Tidak pernah terpikirkan bahwa begitu melakukan pernikahan dini itu, aku sudah secara sukarela melempar diriku dan istriku kedalam neraka kehidupan.""Kami masih lima belas tahun waktu itu, dengan keras kepala menyuarakan cinta sejati yang kami miliki pada pihak orangtua. Karena orangtua kami juga bukan orang yang cukup berpendidikan, mereka membiarkan saja kami menikah untuk mengurangi mulut untuk diberi makan dirumah. Mereka bilang uang bisa dicari dan bahwa harus menghindari zina, istriku juga bersedia bersamaku dari nol.""Jadi kami menikah, berharap bisa hidup dengan manis seperti pasangan yang hamil duluan di usia sekolah di sinetron TV. Tapi ternyata tidak, karena pikiran kami masih labil dan sama-sama egois, kami sering bertengkar karena kekurangan uang dan makanan akibat tidak ada dari kami yang bekerja. Dia sering pulang ke rumah orangtuanya untuk mengadu, aku juga sering melampiaskan rasa jenuhku dengan mencari pacar baru. Kami hanya bersama saat aku menginginkan hubungan seksual, itupun aku yang memaksanya."Silver memelototinya dan berujar kesal"Pemerk*saan dalam pernikahan, juga masih tergolong pemerk*saan. Orang yang tak berpendidikan, tidak akan menganggap ini sebagai hal penting, karena bagi mereka jika sudah sah, maka suka-suka saja. Bahkan pihak istri yang akan disalahkan jika menolak untuk melayani suaminya. Tidak kusangka kau termasuk dalam golongan orang-orang itu, dasar bajingan."Pendosa menjawab tenang"Itulah sebabnya aku bilang bahwa aku adalah pria yang tidak berguna.""Kau tidak hanya tidak menafkahinya. Kau memperk*sanya, selingkuh, tidak menepati janji untuk membahagiakannya, dan menghancurkan prospek masa depannya yang tidak terbatas" Winter mencibir dari ujung.Pendosa merasa sangat sedih, tapi apa yang dikatakan rekan setimnya adalah kenyataan. Dia menerima setiap tuduhan dan melanjutkan"Dua tahun setelah menikah, istriku mulai menemukan bahwa dia berbakat dalam literasi dan belajar secara otodidak. Dia mulai menghasilkan uang dan ingin kembali bersekolah, tapi orangtua kami menentangnya dan merampas penghasilannya untuk kehidupan sehari-hari kami. Mereka bilang jika wanita suka membaca buku, maka tidak akan ada buku yang tersisa untuk pria. Bahwa kodrat wanita ada di dapur, mengurus rumah dan melayani suaminya.""Ibu Kartini akan menangis mendengar ini, kalian para patriarki benar-benar bajingan tanpa otak" Silver sungguh marah."Kalian mahluk primitif akan marah jika istri kalian bekerja, cemburu dan curiga seperti seekor babi tak berotak. Tapi jika kalian menjadi satu-satunya tulang punggung dan kekurangan uang, kalian akan menyalahkan istri karena tidak berkontribusi dalam keluarga. Sebenarnya apa mau kalian?" Kaizen juga agak kesal dan bertanya setelah mendengar bahwa istri Pendosa adalah penyuka literasi sepertinya."Aku tau. Aku dulu benar-benar tidak berguna dan berhati kejam. Aku memperlakukan istriku seperti pembantu dan budak s*ks, makanya dia mengajukan cerai begitu melahirkan anak pertama kami. Tentu saja aku tidak setuju, tapi dia terus berusaha membuatku marah dan aku menandatanganinya pada akhirnya. Kamipun berpisah."Semua orang menghela nafas lega, tapi masih memelototi Pendosa. Winter berinisiatif untuk bertanya"Jangan bilang alasanmu mengikuti Mata, ada hubungannya dengan ini?"Pendosa terdiam beberapa saat dan menjawab lirih"Aku mencintainya."Semua orang "Hah?"Pendosa mulai berkaca-kaca"Dari dulu hingga sekarang, aku selalu mencintainya.""Aku tau sudah terlambat dan bahwa aku sudah terlalu menyakitinya. Aku selalu berpikir bahwa andai saja aku hanya berkencan dengannya, menahan nafsu dan egoku, bersabar dan memahaminya, mengacuhkan orangtua kami yang toksik, berjuang bersamanya dari usia sekolah dan saling mendukung hingga kami cukup dewasa untuk menikah. Akankah kami akan bahagia?"Semua orang terdiam.Pendosa melirik jendela yang samar-samar sudah menampakkan cahaya dari kejauhan dan berkata"Aku ingin Mata ... Memutar kembali waktu untukku."Beberapa orang baru menyadari sebuah arti saat sudah tidak memilikinya lagi. Hanya menyisakan penyesalan dan rasa sakit tak berkesudahan bagi diri sendiri.Ingin melepaskan tapi hati tidak menginginkan.Ingin mendekap erat sekali lagi, tapi terhalang oleh kasih dan takut menyakiti.Memang selalu ada yang namanya kesempatan kedua, tapi tidak semua orang layak mendapatkannya.Akan selalu ada kata maaf dari bibir mereka yang terluka, tapi mereka tidak akan pernah melupakan karena akan selalu teringat rasa sakitnya.Kisah kasih pendosa memang sangat menyedihkan, tapi tidak layak untuk terulang. Semua orang bahkan pendosa sendiri sepertinya sudah tau akan hal ini, tapi baik dia maupun para survivor hari pertama tidak mau mengucapkan pendapat apapun. Mereka juga tidak mau menjustifikasi pria yang bahkan demi cinta dan penyesalan pahitnya, rela menjual diri pada iblis.Yang bermasalah pasti tau konsekuensi dari permintaannya p
"Irish, ada apa?" Tanya Winter.Kaizen terus menatap keatas sembari menjawab"Tidak, ayo panjat."Winter tidak mengatakan apa-apa lagi, menuruti keinginan Kaizen yang ingin segera mencapai rumah pohon. Mungkin gadis ini tergesa-gesa karena sudah menemukan bahwa waktu dalam Nightmare berjalan beberapa kali lebih cepat dibandingkan realita, mungkin juga karena dialah yang pertama kali menyadari dan mengungkapkan bahwa hal-hal yang mereka hadapi hanyalah sebuah boneka.Keduanya tidak berbicara dan Winter hanya fokus memanjat kayu lapuk sebagai satu-satunya akses menuju rumah pohon, Silver dan Pendosa juga terus melihat mereka berdua dengan cemas. Perut mereka terasa semakin lapar dari waktu ke waktu, sungguh tidak ilmiah.Apalagi keduanya dulu sudah menikmati hidup susah serba kekurangan, mustahil jika mereka tidak bisa menahan lapar. Apakah ini alasan rekan mereka meminta agar tidak memakan apapun di Nightmare?Atau adakah sesuatu yang lebih mengerikan yang ada didalam makanan itu?Pend
Anak perempuan keluarga Madison memiliki rambut pirang keriting yang cantik, mata biru yang bulat dan berair. Gadis merah memiliki ciri-ciri serupa, hanya saja mata itu sudah digantikan oleh kancing dan tubuhnya sudah penuh jahitan seperti boneka.Menjadi secantik boneka saat hidup, dan menjadi boneka sungguhan saat mati. Kasihan.Kaizen juga ingat bahwa saat Sugar mengunci gadis merah kedalam kamar mereka, reaksi gadis merah saat itu sangat tidak wajar. Dia sudah menjadi mahluk semacam roh yang sangat kuat, atas dasar apa dia ketakutan hanya karena dikunci dari luar?Atau ... Apakah itu karena kenangan menyakitkan semasa hidup? Semacam pengalaman traumatis?Tapi siapa juga yang tega mengunci gadis kecil yang cantik didalam kamar pada masa itu?Xaver? Mustahil bagi seorang anak baik untuk mengunci kakaknya.Nyonya Madison? Tapi begitu gadis merah terkunci, 'ibu' adalah objek dimana gadis merah meminta tolong dengan sangat putus asa.Maka jawaban satu-satunya adalah sang ayah tiri.Kai
Winter yang tidak pernah melepaskan pandangannya dan dengan sengaja jatuh dengan posisi terlentang, mendadak menatap rumah pohon dengan penuh kebencian. Dua orang lain yang ingin membantunya untuk bangun, mau tidak mau juga mengikuti arah pandangnya dan berpikir.Apakah sesuatu sedang terjadi di rumah pohon?Tapi mereka tidak merasakan fluktuasi energi atau anomali apapun, benarkah rekan mereka sedang kesulitan disana?"Winter, ada apa?" Tanya Pendosa."Tidak ada.""Kau yakin? Jika terlalu mengkhawatirkan Irish, kenapa kau tidak naik saja kesana?" Pendosa kembali memberi usul.Winter memilih diam, tapi mulai menimbang-nimbang usul dari si Pendosa. Melihat aura kebencian yang digantikan oleh raut berpikir, dua orang lain merasa lebih tenang. Mereka terus melihat sekeliling dan tidak menemukan apapun lagi selain rumah pohon, rumah keluarga Madison, dan rerumputan sejauh mata memandang.Rasanya seolah terjebak di properti p
Sementara Winter yang berdiri sendirian dibawah rumah pohon, menatap dua pria yang berjalan bersama Kaizen dengan mata dingin dan melihat ke samping rumah. Ada sesosok manusia super kurus dengan struktur tubuh seperti Slender man, bermata biru dan memakai gaun tidur berwarna putih. Rambut pirangnya tampak gemetar begitu ditatap oleh Winter, membuatnya menyusut kembali kedalam rumah melalui dinding.Mata Winter yang berkilat marah segera kembali normal dan dia tersenyum kecil, mengikuti Kaizen dan orang-orang untuk kembali masuk kedalam rumah. Sangat tidak logis jika dia memilih berdiam diluar dan membiarkan para pria mengelilingi Kaizen didalam rumah.Begitu dia masuk, dia ikut bergabung dengan kelompok orang yang sedang duduk diatas karpet mengelilingi sebuah buku harian. Kaizen yang mendengar gerakan dari luar, mengernyit begitu tau bahwa itu adalah Winter."Darimana?""Aku hendak menyusulmu ke atas, tapi kau sudah melompat ke Pendosa. Jadi aku butuh beberapa
Tidak ada selimut ataupun bantal tambahan.Tidak ada lilin aromaterapi ataupun lonceng meja untuk memanggil orang.Dan yang lebih penting, tidak ada satupun jejak dari botol obat.Kamar ini adalah kamar paling berdebu diantara semua kamar yang pernah mereka jelajahi, seolah tidak pernah ditinggali oleh siapapun selama bertahun-tahun.Walaupun secara teknis memang seharusnya begitu.Namun Mata sudah menciptakan set game seolah para pemain hidup pada era yang sama dengan NPC, demi prioritas dalam pengalaman bermain para ternaknya. Jadi mustahil akan ada setting tempat yang berdebu di game, kecuali jika tempat itu memang pada era tersebut sudah lama tidak ditempati.Lalu kemana sang ayah tiri tidur jika tidak di kamar utama?Jawabannya sudah sangat jelas.Kaizen merenung sebelum berkata"Bantu aku mencarinya.""Petunjuk?" Tanya Winter."Bukan, maksudku iya. Tapi jika dugaanku benar, maka kelua
"Bisakah kau mendeskripsikannya padaku?" Tanya Kaizen yang duduk dibawah.Silver yang melihatnya duduk tenang dalam ruangan berdebu, dengan senang hati melambai pada dua orang lain agar ikut mendekat. Membuat Kaizen yang paling pintar menjadi pusat mereka, setelah semuanya duduk barulah dia memulai pembicaraan"Yang kulihat semalam adalah sosok bermata biru yang sangat besar, sepasang matanya saja hampir menutupi seluruh jendela. Menurutku tangannya pasti sangatlah panjang sampai bisa memutari seisi rumah dan menghancurkan kepala Sugar, atau mungkin dia memiliki tangan yang bisa memanjang. Aku tidak melihat jelas seperti apa pakaian yang dia kenakan, tapi-""Apakah sklera matanya agak keabu-abuan?" Potong Winter."Hah? Eh ... Kurasa iya. Aku tidak ingat jelas, tapi mungkin begitu" Silver tampak kebingungan."Kalau begitu dugaanku pasti benar" Winter melirik Kaizen, mengharapkan agar pihak lain memujinya.Namun Kaizen hanya menjawab le
"Menemuinya? Bagaimana? Sekalipun kau tidak tidur, satu-satunya yang akan menemuimu adalah gadis merah!" Silver berkata penuh penekanan."Dan kalau kau sampai melarikan diri keluar rumah atau menuju rumah pohon begitu matahari sudah terbenam, kau akan dibunuh oleh 'ibu'!" Imbuh Pendosa."Kalau begitu bunuh gadis merah untukku, dengan itu aku bisa menemui Xaver Madison sendirian" Kaizen memberi usul dengan santai, seolah membunuh gadis merah bukanlah perkara yang sulit."Aku juga bisa mencoba berkomunikasi dengan anak itu, setidaknya kita tidak akan memberi panggilan aneh pada Nyonya dan Nona Madison" lanjutnya."Kalau begitu aku akan ikut denganmu, Irish" Celetuk Winter."Tidak, Winter. Aku akan melakukannya sendirian, jadi lebih baik jika kau membantu mereka saja" tegas Kaizen.Ketiga pria disana terdiam, tidak mau memperdebatkan ini lebih jauh lagi mengingat matahari sudah terbenam. Waktu benar-benar berlalu sangat cepat dalam
Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab
Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata
Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di
Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang
Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen
"Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m
"Rania, bagaimana keadaanmu?" Riski bertanya dengan panik sambil menenteng minuman hangat.Gadis yang semula berambut panjang, tapi kini harus merelakan rambutnya dipotong oleh stylist karena kecelakaan kerja, menatap orang tambahan di belakang asistennya dan tertegun hingga berdiri tiba-tiba"Kaizen?""Rania, bagaimana keadaanmu?" Kaizen bertanya sambil meraba rambut pihak lain yang baru selesai dipotong.Mulut wanita itu terbuka dan tertutup seolah ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar dari mulutnya hanya seulas senyum dan kalimat"Hanya terkejut, selebihnya tidak apa-apa."Jujur saja Kaizen terkejut mendapati bahwa hanya rambut Rania yang terbakar. Dia pikir setelah ditendang paksa oleh Nightmare Whisper, wanita ini akan mengalami luka yang sangat parah karena pertarungan sebelumnya dengan burung hantu. Bagaimanapun juga, luka-luka yang didapat dalam pertarungan game akan dibawa ke dunia nyata.Benar, nama asli Aria adalah Rania Prameswari.Yang dikabarkan oleh sistem perma
[Selamat karena berhasil bertahan hidup dalam misi utama instansi ketiga: Laut yang tenang!]Pengumuman ini berbunyi bersamaan dengan ruang yang mulai terdistorsi dalam waktu yang cukup lama, membuat kepalanya terasa seolah sudah diputar-putar. [Tingkat kesulitan permainan: Normal][Kontributor terbesar: Golden Irish, Raven]Kehangatan di tubuhnya juga masih terasa, mengingat jiwa kedua Bos instansi baru saja selesai diserap. Membuat kesan seolah dia sudah melakukan kontak fisik dengan mahluk tak kasat mata.[Pukulan terakhir: Nancy Lionheart]Mendengar nama ini, dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa kunci penyelesaian misi utama adalah bocah itu, bukan Aria ataupun Raven. Kegelapan dalam hati manusia memang sungguh tak tertebak.[Mendeteksi bug dalam permainan ... Memuat kompensasi untuk para pemain ...][Hadiah 2.000.000 poin pengalaman bertahan hidup, 10.000 keping senjata telah diberikan kepada para pemain][Survivor: Golden Irish, Winter, Raven, Aria, Nancy Lionheart][P
"Tunggu-"Perkataannya langsung dipotong oleh ciuman Eldoris sekali lagi, pelukan Merman itu di pinggangnya juga semakin erat, demikian pula tentakel yang sedang melilit kaki dan mulai naik ke pahanya. Butuh beberapa waktu bagi Kaizen untuk menstabilkan emosi dan turut membalas ciuman Eldoris.Merman yang mendapatkan balasan positif, tentu menjadi lebih agresif dan mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Kaizen. Sebelum melepas pagutan mereka dan mulai menciumi leher dan tengkuk si gadis dengan rakus, membuat tanda di pundak dan leher.Ariel sendiri tidak tinggal diam.Begitu melihat bahwa kakaknya sudah selesai dengan bagian mulut, Ariel menggantikannya untuk mencium Kaizen. Tentakelnya juga semakin gencar melakukan tugas penyembuh sekaligus memancing panas dalam diri Kaizen. Gadis itu mengerang lembut, satu tangannya menekan tengkuk Ariel sementara tangannya yang lain memeluk kepala Eldoris.Dia tersentak begitu salah satu tentakel Ariel naik ke bagian tertentu di tubuhnya, seme