Beranda / Thriller / Obsesi / Rumah impian (4)

Share

Rumah impian (4)

Penulis: DarkMoran1603
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-30 19:16:48

Pendosa menatap winter yang sedang mengasah pisau di lantai dan silver yang gugup di sebelahnya, merasa tidak enak

"Bung, kau tidak tidur?"

Winter menggeleng, tidak ada lagi senyum di bibirnya

"Tidak bisa tidur."

Silver yang tengah memaksa menghitung uang didalam kepalanya agar bisa tidur, juga memperhatikan winter yang masih asik dengan pisaunya

"Pisau yang cantik, apa kau membelinya di Mal nightmare whisper?"

Gerakan Winter yang sedang mengasah pisau terhenti, lalu menatap dua pria besar yang menyisakan sebuah tempat di atas ranjang untuknya

"Bukan pisau, tapi karambit. Aku juga tidak membelinya, aku mendapatkannya."

Pendosa dan Silver sama-sama terdiam, keduanya memiliki sebuah pemikiran yang terlintas di benak mereka. Tapi sebelum dua orang itu merasa senang, mereka teringat pada sikap Winter yang suam-suam kuku dan menelan kembali kata-kata mereka.

Jika Winter benar-benar tidak membelinya dan 'mendapatkannya', maka hanya ada satu kemungkinan.

Itu adalah item terkutuk.

Pendosa dengan gugup bertanya

"Kau ... Memilih mode apa?"

Winter tidak menjawab dan hanya menatap mereka, tanpa menunjukkan emosi sedikitpun. Dua pria lain seketika mengerti dan tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Silver tertawa canggung dan memberi saran

"Beberapa menit lagi jam sembilan malam, kau tidak tidur?"

Winter tampak berpikir, mengangguk

"Baiklah."

Kedua pria diatas ranjang merasa lega begitu merasakan aura Winter yang membeku barusan telah menghilang, mereka dengan senang hati membiarkan dia meremas tempat dan berhimpitan bersama.

Tiga pria besar yang berbagi ranjang bersama, sungguh pemandangan yang lucu dan membawa sedikit nostalgia.

Silver mengingat saat dulu dia masih hidup susah bersama rekan-rekan kuliahnya, patungan menyewa sebuah kamar kost dan melakukan tugas bersih-bersih serta memasak secara bergantian. Nostalgia singkat itu membuat seulas senyum muncul di wajahnya, membawa ketenangan yang disusul kantuk.

Dia berbisik pada dua pria lain

"Aku ingin pulang ke realita."

Pendosa yang mendapat nostalgia serupa namun berbeda, ikut merasakan kantuk yang sama dan menjawab

"Aku juga ... Ada yang ingin kukatakan pada mantan istriku."

Silver bertanya sembari mulai memejamkan mata

"Sungguh? Bolehkah aku bertanya mengapa kalian berpisah?"

Hening untuk beberapa saat, sayup-sayup pendosa menjawab

"Aku pria yang tak berguna."

Winter ikut menjawab secara tiba-tiba

"Bro, jangan mengatakan hal semacam itu. Selalu ada waktu untuk berubah, tapi kalau urusan kesempatan ... Itu tergantung pada bagaimana kau memperlakukannya dulu."

Pendosa tertawa kering

"Aku tau, bung. Sudahlah, mari tidur. Jangan lupa berdoa."

"Sori, aku atheis" entah siapa yang mengatakan ini.

Pendosa tersenyum saja, tidak memaksa orang untuk mengambil apa yang menurutnya 'jalan yang benar'. Pasti ada alasan mengapa pihak lain menjadi atheis, dan dia tidak berhak untuk terlalu ikut campur karena mereka tidak seakrab itu.

Asalkan bisa keluar dari sini hidup-hidup, dia bisa sedikit lega.

Tidak ada yang menjawab lagi, ketiga pria yang dibuat lelah dengan nostalgia dan rasa sakit mereka sendiri juga tidur. Ingin mengalihkan perasaan mereka dengan tidur, mengisi ulang tenaga mereka untuk berjuang agar bisa pulang.

Sementara Sugar di sisi lain sama sekali tidak bisa tidur karena merasa trauma, pemandangan sewaktu Kaizen menghancurkan kepala Gadis merah tanpa perubahan ekspresi apapun, sungguh mengerikan. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Kaizen, karena gadis ini sudah menyelamatkannya.

Menurutnya Kaizen adalah orang baik yang cerdas, pintar mengambil keputusan, pintar membaca situasi dan tenang. Terlepas dari kepribadiannya yang agak tidak biasa. Kenapa Sugar bisa tau semua ini bahkan saat mereka bertemu dalam waktu kurang dari satu hari?

Karena dalam situasi antara hidup dan mati, manusia secara otomatis akan melepas persona dan mengekspos sisi terdalam mereka sebagai manusia.

Namun gadis penyelamatnya ini sudah tidur nyenyak di sebelahnya, saling berbagi selimut.

Ding! Ding!

Jam besar yang berdentang keras terdengar dari kamar mereka, Sugar menebak bahwa ini sudah jam sembilan malam. Dia merasakan dingin yang luar biasa dan merapatkan posisinya di sebelah Kaizen, lalu mulai memejamkan mata.

Namun betapa kerasnya dia mencoba, dia tidak bisa terlelap. Karena begitu dia menutup mata, pemandangan berdarah sebelumnya kembali terputar di otaknya. Sugar bergerak-gerak di tempat untuk menghangatkan tubuhnya, lalu berhenti pada posisi semula.

Tidak mau bergerak lagi, tetap saja terasa dingin.

Bahkan anehnya, lebih dingin dibandingkan sebelumnya.

Wajahnya bahkan terasa jauh lebih dingin dibandingkan dengan anggota tubuh lain, mau tidak mau Sugar merinding karena rasa dingin tersebut. Merasa bahwa percuma saja memaksa tidur saat ini, dia membuka mata.

Lalu merasa bahwa ajalnya sudah dekat.

Yang dilihat matanya saat ini adalah kancing, kancing biru yang besar dan berhadapan langsung dengan mata kirinya. Sementara mata kanannya, menghadapi sebuah rongga berdarah yang masih berkedut-kedut.

Terdapat rasa gatal yang menusuk di seluruh bagian atas tubuhnya, yang tertusuk oleh rambut pirang gadis merah.

Sugar segera mengingat percakapan bersama orang-orang belum lama ini

"Dia belum mati."

"Dia tidak bisa mati karena sejak awal memang tidak pernah hidup."

"Karena dia hanyalah sebuah boneka."

Sugar menangis tanpa suara dan tidak bisa berpaling dari gadis merah, tubuhnya gemetar dan mulai mengalami sesak nafas karena rasa dingin yang begitu kuat. Tapi dia sama sekali tidak berani membuka mulutnya untuk mengambil nafas, karena tidak mau tanpa sengaja menelan kulit dan darah busuk mahluk diatasnya.

Kulitnya yang semula berwarna keemasan seperti gandum yang sehat, kini mulai membiru akibat hipoksia.

Pupil matanya bergetar hebat dalam kengerian luar biasa saat selusin benang hitam keluar dari rongga mata si gadis merah, menggeliat seperti cacing dan ingin mencongkel matanya sendiri untuk menggantikan bola mata gadis merah yang hilang.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!!!!!!"

Teriakan penuh rasa ngeri milik Sugar memecah keheningan malam.

Gadis yang nyaris dicongkel bola matanya tersebut sekuat tenaga menendang gadis merah dari atas tubuhnya seperti Kaizen tadi, menimbulkan gerakan yang begitu besar dan ikut membangunkan Kaizen.

Sugar tidak membiarkan gadis merah bangkit dan melempar lampu hias ke kepalanya hingga kembali terbentur dinding, menimbulkan suara retak yang mengerikan. Dia menggandeng Kaizen yang tampak masih linglung dan menampar wajah pihak lain agar bangun dan berteriak tergesa-gesa

"BANGUN, IRISH! AYO LARI KALAU TIDAK MAU MATI!!"

Gadis merah tampak bergetar dan hendak bangkit, suara tulang yang patah terdengar setiap kali dia bergerak sedikit. Sugar mencari kesana-kemari dan menarik ornamen kayu besar sembari menggeret Kaizen menuju pintu, tanpa ampun memukul kepala gadis merah sekali lagi hingga ornamen tersebut hancur.

Dia mendorong keluar tubuh kurus Kaizen hingga membentur dinding koridor, sebelum berbalik untuk mengunci pintu dari luar. Sugar kembali berteriak

"LARI!!!"

"Ada apa?!"

"Apa yang terjadi?!"

"Irish, ada apa dengan wajahmu?!"

Tiga pria yang terbangun akibat mendengar teriakan pertama Sugar, tanpa berpikir panjang langsung berlari menuju kamar para gadis. Hanya mendapati pemandangan Sugar yang mendorong Kaizen dan mengunci pintu, sebelum menyuruh mereka semua untuk lari.

Sugar tampak sudah gila karena ketakutan dan tidak lagi memedulikan Kaizen yang sudah dia lempar ke dinding. Dia sedang panik dan mondar-mandir di tempat dengan wajah pucat berurai air mata, serta pupil mata yang masih bergetar hebat akibat paranoid akan apa yang barusan dia lihat.

Dia berteriak pada orang-orang sambil menunjuk mereka dengan jari gemetar

"Gadis merah kembali! Gadis merah yang sudah dibunuh Irish! Dia datang dan ingin mencongkel mataku!!"

"Kita harus lari! Lari kalau tidak mau mati!!!"

Tepat saat Sugar selesai meneriakkan kata-kata tersebut, pintu yang barusan dikuncinya digedor keras dari dalam.

BRAK! BRAK! BRAK!!

"Lepaskan aku! Sakit!" Suara monoton yang mereka dengar pertama kali dari luar, kali ini terdengar kembali.

BRAK! BRAK! BRAK!

Suara tersebut terdengar jelas seperti suara anak perempuan yang masih remaja, sekalipun masih terdengar aneh dan monoton, ada sesuatu yang jelas terdengar salah dari kata-kata gadis merah.

"LEPASKAN AKU!! IBU! IBU, TOLONG AKU!! SAKIT!!!"

BRAK! BRAK! BRAK!

Semua orang menatap ngeri pintu kayu yang mulai keropos dan retak, bergetar hebat bersama dinding saking kuatnya gedoran itu.

Sugar tidak tahan lagi dan lari ke ruang depan dengan seluruh kekuatannya lebih dulu, disusul oleh empat orang lain. Suara gadis merah masih terdengar meraung-raung

"IBU!! IBU!!!"

Sedetik kemudian terdengar suara ledakan yang besar, menandakan pintu kamar yang terkunci tadi sudah hancur berkeping-keping. Suara kertakan tulang terdengar nyaring dari tangga tempat mereka berlari saat ini, jelas bahwa gadis merah mengejar mereka.

Ketika kelompok Kaizen tiba di ruang depan, Sugar sudah berada di depan pintu besar dan sedang berusaha membukanya. Wajah Kaizen sontak menjadi panik dan dia berteriak pada para pria di sekitarnya

"Menjauh dari tangga dan pintu!!"

Ketiga pria tersebut segera melompat ke segala arah, hanya Sugar yang masih dengan keras kepala ingin membuka pintu. Semua orang seketika menjadi panik.

"Sugar! Dengarkan Irish dan menjauhlah dari pintu!!" Teriak Silver.

"Sugar! Tenanglah! Jangan gegabah dan membuka pintu! Kita tidak tau ada apa diluar sana!!" Pendosa berteriak dengan putus asa.

"Sugar, jangan keluar!" Kaizen berteriak sekuat tenaga.

Namun Sugar yang menoleh ke belakang dan mendapati gadis merah yang jelas-jelas menargetkannya, menjadi makin panik dan membuka pintu lebar-lebar. Tanpa ragu melompat keluar dan menoleh hanya untuk mendapati bahwa gadis merah menghilang begitu saja.

Orang-orang didalam ruangan juga shock dan mau tidak mau berpikir, apakah berada di luar benar-benar aman?

Namun belum sempat Sugar tersenyum lega dan meminta maaf pada Kaizen, sebuah tangan besar mencengkeram kepalanya dan meremasnya hingga hancur. Adegan ini begitu cepat bahkan sampai sugar tidak sempat mengubah ekspresi lega di wajahnya, apalagi berteriak seperti tadi.

Sugar mati begitu dia melangkah keluar dari rumah.

Tubuh tanpa kepala jatuh begitu saja dari tangan besar yang masih mengepal, dengan sisa-sisa kepala Sugar didalam genggamannya. Darah serta cairan otak berwarna putih, jatuh ke tanah. Tubuh sugar masih berkedut selama lima detik, sebelum akhirnya diam. Menciptakan teror dan ancaman baru bagi orang-orang yang berharap bisa melarikan diri.

Semua orang memucat dan jatuh ke tanah, tidak menduga akan terjadi hal semacam ini.

Tangan itu begitu besar, bahkan bisa menggenggam dan menghancurkan kepala orang menggunakan satu tangan. Tangan yang sangat kurus dan panjang, pucat seperti daging ayam mati.

Apakah ini iblis yang mereka cari?

Atau justru boneka yang lain?

Jika tangannya sebesar dan sekuat itu, bagaimana dengan anggota tubuh secara keseluruhan?

Serta gadis merah yang secara misterius menghilang, apakah dia tidak menghilang sama sekali dan justru bersembunyi dari mahluk ini?

Jika mahluk ini sekuat itu, bisakah mereka membunuhnya?

Semua orang membeku dan gemetar ketakutan, seolah sudah terpaku di lantai. Tidak bisa melawan ataupun mengalihkan pandangan, hanya bisa gemetar ketakutan akibat terlalu banyak teror dan ancaman yang mereka dapatkan.

Silver yang sudah bisa menekan sedikit rasa takutnya, berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain untuk meredam pemandangan mengerikan di depan mereka. Tapi dia justru semakin ketakutan.

Karena begitu dia mengalihkan pandangannya ke arah jendela, ada sepasang mata besar yang sedang memelototinya.

Mata biru yang cantik.

Bab terkait

  • Obsesi   Rumah impian (5)

    Silver berlari menjauh tanpa mengatakan apa-apa, menyeret pendosa yang berdiri tidak jauh darinya menuju tempat Winter yang berdiri diam di dekat Kaizen. Pendosa yang tidak tau kenapa silver bersikap aneh, tidak bertanya ada apa.Karena dia tau pasti dari ekspresi Silver, bahwa akan ada sesuatu yang terjadi jika mereka tidak bicara dengan hati-hati lagi. Seperti penyerangan gadis merah untuk pertama kali.Winter yang sedang menatap lekat memar di pipi Kaizen, mengernyit tidak senang akan interupsi orang lain secara tiba-tiba. Tapi dia berhasil mengatur emosinya dan bertanya "Ada apa?"Pendosa menggeleng, pertanda bahwa dia memang tidak tau ada apa. Silver memberi gestur agar mereka diam dan menunjuk ke arah jendela, tapi begitu mereka melihat ke arah yang dimaksud Silver, mereka tidak menemukan apa-apa. Bahkan tangan diluar pun menghilang.Silver tergagap dan mulai menjelaskan"Aku bersumpah disana tadi ada-""Ssssstt!"

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Obsesi   Rumah impian (6)

    Beberapa orang baru menyadari sebuah arti saat sudah tidak memilikinya lagi. Hanya menyisakan penyesalan dan rasa sakit tak berkesudahan bagi diri sendiri.Ingin melepaskan tapi hati tidak menginginkan.Ingin mendekap erat sekali lagi, tapi terhalang oleh kasih dan takut menyakiti.Memang selalu ada yang namanya kesempatan kedua, tapi tidak semua orang layak mendapatkannya.Akan selalu ada kata maaf dari bibir mereka yang terluka, tapi mereka tidak akan pernah melupakan karena akan selalu teringat rasa sakitnya.Kisah kasih pendosa memang sangat menyedihkan, tapi tidak layak untuk terulang. Semua orang bahkan pendosa sendiri sepertinya sudah tau akan hal ini, tapi baik dia maupun para survivor hari pertama tidak mau mengucapkan pendapat apapun. Mereka juga tidak mau menjustifikasi pria yang bahkan demi cinta dan penyesalan pahitnya, rela menjual diri pada iblis.Yang bermasalah pasti tau konsekuensi dari permintaannya p

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Obsesi   Rumah impian (7)

    "Irish, ada apa?" Tanya Winter.Kaizen terus menatap keatas sembari menjawab"Tidak, ayo panjat."Winter tidak mengatakan apa-apa lagi, menuruti keinginan Kaizen yang ingin segera mencapai rumah pohon. Mungkin gadis ini tergesa-gesa karena sudah menemukan bahwa waktu dalam Nightmare berjalan beberapa kali lebih cepat dibandingkan realita, mungkin juga karena dialah yang pertama kali menyadari dan mengungkapkan bahwa hal-hal yang mereka hadapi hanyalah sebuah boneka.Keduanya tidak berbicara dan Winter hanya fokus memanjat kayu lapuk sebagai satu-satunya akses menuju rumah pohon, Silver dan Pendosa juga terus melihat mereka berdua dengan cemas. Perut mereka terasa semakin lapar dari waktu ke waktu, sungguh tidak ilmiah.Apalagi keduanya dulu sudah menikmati hidup susah serba kekurangan, mustahil jika mereka tidak bisa menahan lapar. Apakah ini alasan rekan mereka meminta agar tidak memakan apapun di Nightmare?Atau adakah sesuatu yang lebih mengerikan yang ada didalam makanan itu?Pend

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-07
  • Obsesi   Rumah impian (8)

    Anak perempuan keluarga Madison memiliki rambut pirang keriting yang cantik, mata biru yang bulat dan berair. Gadis merah memiliki ciri-ciri serupa, hanya saja mata itu sudah digantikan oleh kancing dan tubuhnya sudah penuh jahitan seperti boneka.Menjadi secantik boneka saat hidup, dan menjadi boneka sungguhan saat mati. Kasihan.Kaizen juga ingat bahwa saat Sugar mengunci gadis merah kedalam kamar mereka, reaksi gadis merah saat itu sangat tidak wajar. Dia sudah menjadi mahluk semacam roh yang sangat kuat, atas dasar apa dia ketakutan hanya karena dikunci dari luar?Atau ... Apakah itu karena kenangan menyakitkan semasa hidup? Semacam pengalaman traumatis?Tapi siapa juga yang tega mengunci gadis kecil yang cantik didalam kamar pada masa itu?Xaver? Mustahil bagi seorang anak baik untuk mengunci kakaknya.Nyonya Madison? Tapi begitu gadis merah terkunci, 'ibu' adalah objek dimana gadis merah meminta tolong dengan sangat putus asa.Maka jawaban satu-satunya adalah sang ayah tiri.Kai

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Obsesi   Rumah impian (9)

    Winter yang tidak pernah melepaskan pandangannya dan dengan sengaja jatuh dengan posisi terlentang, mendadak menatap rumah pohon dengan penuh kebencian. Dua orang lain yang ingin membantunya untuk bangun, mau tidak mau juga mengikuti arah pandangnya dan berpikir.Apakah sesuatu sedang terjadi di rumah pohon?Tapi mereka tidak merasakan fluktuasi energi atau anomali apapun, benarkah rekan mereka sedang kesulitan disana?"Winter, ada apa?" Tanya Pendosa."Tidak ada.""Kau yakin? Jika terlalu mengkhawatirkan Irish, kenapa kau tidak naik saja kesana?" Pendosa kembali memberi usul.Winter memilih diam, tapi mulai menimbang-nimbang usul dari si Pendosa. Melihat aura kebencian yang digantikan oleh raut berpikir, dua orang lain merasa lebih tenang. Mereka terus melihat sekeliling dan tidak menemukan apapun lagi selain rumah pohon, rumah keluarga Madison, dan rerumputan sejauh mata memandang.Rasanya seolah terjebak di properti p

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Obsesi   Rumah impian (10)

    Sementara Winter yang berdiri sendirian dibawah rumah pohon, menatap dua pria yang berjalan bersama Kaizen dengan mata dingin dan melihat ke samping rumah. Ada sesosok manusia super kurus dengan struktur tubuh seperti Slender man, bermata biru dan memakai gaun tidur berwarna putih. Rambut pirangnya tampak gemetar begitu ditatap oleh Winter, membuatnya menyusut kembali kedalam rumah melalui dinding.Mata Winter yang berkilat marah segera kembali normal dan dia tersenyum kecil, mengikuti Kaizen dan orang-orang untuk kembali masuk kedalam rumah. Sangat tidak logis jika dia memilih berdiam diluar dan membiarkan para pria mengelilingi Kaizen didalam rumah.Begitu dia masuk, dia ikut bergabung dengan kelompok orang yang sedang duduk diatas karpet mengelilingi sebuah buku harian. Kaizen yang mendengar gerakan dari luar, mengernyit begitu tau bahwa itu adalah Winter."Darimana?""Aku hendak menyusulmu ke atas, tapi kau sudah melompat ke Pendosa. Jadi aku butuh beberapa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Obsesi   Rumah impian (11)

    Tidak ada selimut ataupun bantal tambahan.Tidak ada lilin aromaterapi ataupun lonceng meja untuk memanggil orang.Dan yang lebih penting, tidak ada satupun jejak dari botol obat.Kamar ini adalah kamar paling berdebu diantara semua kamar yang pernah mereka jelajahi, seolah tidak pernah ditinggali oleh siapapun selama bertahun-tahun.Walaupun secara teknis memang seharusnya begitu.Namun Mata sudah menciptakan set game seolah para pemain hidup pada era yang sama dengan NPC, demi prioritas dalam pengalaman bermain para ternaknya. Jadi mustahil akan ada setting tempat yang berdebu di game, kecuali jika tempat itu memang pada era tersebut sudah lama tidak ditempati.Lalu kemana sang ayah tiri tidur jika tidak di kamar utama?Jawabannya sudah sangat jelas.Kaizen merenung sebelum berkata"Bantu aku mencarinya.""Petunjuk?" Tanya Winter."Bukan, maksudku iya. Tapi jika dugaanku benar, maka kelua

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13
  • Obsesi   Rumah impian (12)

    "Bisakah kau mendeskripsikannya padaku?" Tanya Kaizen yang duduk dibawah.Silver yang melihatnya duduk tenang dalam ruangan berdebu, dengan senang hati melambai pada dua orang lain agar ikut mendekat. Membuat Kaizen yang paling pintar menjadi pusat mereka, setelah semuanya duduk barulah dia memulai pembicaraan"Yang kulihat semalam adalah sosok bermata biru yang sangat besar, sepasang matanya saja hampir menutupi seluruh jendela. Menurutku tangannya pasti sangatlah panjang sampai bisa memutari seisi rumah dan menghancurkan kepala Sugar, atau mungkin dia memiliki tangan yang bisa memanjang. Aku tidak melihat jelas seperti apa pakaian yang dia kenakan, tapi-""Apakah sklera matanya agak keabu-abuan?" Potong Winter."Hah? Eh ... Kurasa iya. Aku tidak ingat jelas, tapi mungkin begitu" Silver tampak kebingungan."Kalau begitu dugaanku pasti benar" Winter melirik Kaizen, mengharapkan agar pihak lain memujinya.Namun Kaizen hanya menjawab le

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-14

Bab terbaru

  • Obsesi   Cinta pertama (5)

    Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab

  • Obsesi   Cinta pertama (4)

    Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata

  • Obsesi   Cinta pertama (3)

    Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di

  • Obsesi   Cinta pertama (2)

    Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang

  • Obsesi   Cinta pertama (1)

    Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen

  • Obsesi   Realita: Kau yang paling cantik

    "Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m

  • Obsesi   Realita: Mantan pacar Kaizen

    "Rania, bagaimana keadaanmu?" Riski bertanya dengan panik sambil menenteng minuman hangat.Gadis yang semula berambut panjang, tapi kini harus merelakan rambutnya dipotong oleh stylist karena kecelakaan kerja, menatap orang tambahan di belakang asistennya dan tertegun hingga berdiri tiba-tiba"Kaizen?""Rania, bagaimana keadaanmu?" Kaizen bertanya sambil meraba rambut pihak lain yang baru selesai dipotong.Mulut wanita itu terbuka dan tertutup seolah ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar dari mulutnya hanya seulas senyum dan kalimat"Hanya terkejut, selebihnya tidak apa-apa."Jujur saja Kaizen terkejut mendapati bahwa hanya rambut Rania yang terbakar. Dia pikir setelah ditendang paksa oleh Nightmare Whisper, wanita ini akan mengalami luka yang sangat parah karena pertarungan sebelumnya dengan burung hantu. Bagaimanapun juga, luka-luka yang didapat dalam pertarungan game akan dibawa ke dunia nyata.Benar, nama asli Aria adalah Rania Prameswari.Yang dikabarkan oleh sistem perma

  • Obsesi   Realita: Kamu

    [Selamat karena berhasil bertahan hidup dalam misi utama instansi ketiga: Laut yang tenang!]Pengumuman ini berbunyi bersamaan dengan ruang yang mulai terdistorsi dalam waktu yang cukup lama, membuat kepalanya terasa seolah sudah diputar-putar. [Tingkat kesulitan permainan: Normal][Kontributor terbesar: Golden Irish, Raven]Kehangatan di tubuhnya juga masih terasa, mengingat jiwa kedua Bos instansi baru saja selesai diserap. Membuat kesan seolah dia sudah melakukan kontak fisik dengan mahluk tak kasat mata.[Pukulan terakhir: Nancy Lionheart]Mendengar nama ini, dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa kunci penyelesaian misi utama adalah bocah itu, bukan Aria ataupun Raven. Kegelapan dalam hati manusia memang sungguh tak tertebak.[Mendeteksi bug dalam permainan ... Memuat kompensasi untuk para pemain ...][Hadiah 2.000.000 poin pengalaman bertahan hidup, 10.000 keping senjata telah diberikan kepada para pemain][Survivor: Golden Irish, Winter, Raven, Aria, Nancy Lionheart][P

  • Obsesi   Laut yang tenang (akhir)

    "Tunggu-"Perkataannya langsung dipotong oleh ciuman Eldoris sekali lagi, pelukan Merman itu di pinggangnya juga semakin erat, demikian pula tentakel yang sedang melilit kaki dan mulai naik ke pahanya. Butuh beberapa waktu bagi Kaizen untuk menstabilkan emosi dan turut membalas ciuman Eldoris.Merman yang mendapatkan balasan positif, tentu menjadi lebih agresif dan mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Kaizen. Sebelum melepas pagutan mereka dan mulai menciumi leher dan tengkuk si gadis dengan rakus, membuat tanda di pundak dan leher.Ariel sendiri tidak tinggal diam.Begitu melihat bahwa kakaknya sudah selesai dengan bagian mulut, Ariel menggantikannya untuk mencium Kaizen. Tentakelnya juga semakin gencar melakukan tugas penyembuh sekaligus memancing panas dalam diri Kaizen. Gadis itu mengerang lembut, satu tangannya menekan tengkuk Ariel sementara tangannya yang lain memeluk kepala Eldoris.Dia tersentak begitu salah satu tentakel Ariel naik ke bagian tertentu di tubuhnya, seme

DMCA.com Protection Status