Pecahan kaca terbang secara acak ke segala arah, seolah sedang bermanuver dengan kecepatan tinggi dan melawan hukum gravitasi. Manusia yang berada dalam ruangan tersebut lantas berlari kocar-kacir seperti kawanan semut yang tersiram air.
Namun kecepatan manusia, sekalipun sudah mendapatkan peningkatan dari mata sebelum memasuki game, tetap menjadi lelucon dibawah kecepatan alami dari sebuah tragedi.Beberapa pecahan kaca dengan kejam menancap di bahu, pundak, perut, kaki dan pipi beberapa dari mereka. Kaizen yang berada paling dekat dari jendela menerima dampak yang lebih mengerikan, tapi dia tidak lari dan hanya tiarap dibawah meja. Kedua tangannya mendapat luka robek disana-sini, darah merembes dari bajunya yang robek.Winter yang ditendang menjauh juga berhasil berlindung dari hujan kaca tersebut, hanya mengalami cedera kecil yang tidak terlalu berarti. Pendosa mendapatkan luka sayatan di pergelangan tangan kanan juga di dahi, Sugar kurang beruntung dan mendapatkan luka robek di perut sebelah kiri. Silver yang berlari lebih dulu begitu mendengar teriakan Kaizen, mendapatkan luka di kaki serta bahu.Semua orang diam di tempat dan mendengar suara menggaruk dari dinding luar, dibalik bingkai jendela. Seperti suara kuku menggaruk dinding, dengan ganas dan putus asa seolah sesuatu diluar sangat membenci mereka.Tak membutuhkan waktu lama saat sesuatu benar-benar muncul, itu adalah seorang gadis kecil bergaun merah dengan rambut pirang yang indah.Sayangnya setiap persendian tubuhnya memiliki jahitan, seolah sudah dipotong untuk kemudian disambung lagi ala kadarnya, bahkan mulutnya pun dijahit. Gadis merah itu menatap setiap orang di ruangan dan pandangannya terhenti pada Kaizen, yang paling dekat dengan jendela.Tempat dimana seharusnya ada bola mata disana, kosong dan hanya meninggalkan lubang berdarah. Ada dua kancing biru besar yang menggantung dari sana, seperti berusaha menggantikan peran mata. Benang hitam yang tertancap di lubang berdarah dan terhubung dengan kancing, bergoyang-goyang dan terus mengalirkan darah berbau busuk.Semua orang menahan nafas mereka selama sepersekian detik, merasakan kengerian yang luar biasa.Gadis merah itu langsung merangkak menggunakan keempat anggota tubuhnya dengan kecepatan tinggi, suara tulang yang patah terdengar setiap kali dia bergerak. Kepalanya yang juga dijahit sekenanya di leher, bergoyang seolah akan jatuh saat dia menerjang Kaizen.Pendosa sontak berlari dan berdiri di depan Kaizen, tangannya mengacungkan pisau roti dan ingin melindunginya dengan itu. Gadis merah melompat dan membuka mulutnya yang sudah dijahit lebar-lebar, hingga rahangnya patah dan dengan kejam menargetkan leher Pendosa. Ingin menggigitnya sampai mati.Pria yang tidak menduga akan digigit, dengan kosong berpikir"Apakah aku akan mati?""Aku bahkan tidak bisa melindungi Irish dan teman-temanku.""Ampunilah segala dosaku, maafkan aku yang memilih langkah ini dan menduakan-MU sebagai Tuhanku."Pendosa mengucapkan dua kalimat syahadat, lalu mengacungkan pisaunya pada gadis merah, tidak ingin mati tanpa perlawanan dan masih ingin melindungi temannya sampai akhir.Namun sebuah siluet gadis melompat tinggi dengan menggunakan bahunya sebagai tumpuan, menginjak gadis merah ke lantai tanpa ampun hingga beberapa jahitan di tubuhnya putus dan anggota tubuhnya berserakan. Pendosa menatap Kaizen dengan terkejut, karena bisa menghentikan gerakan gadis merah hanya dengan sebuah tendangan.Bau busuk darah dari bagian tubuh gadis merah, benar-benar menusuk hidung. Pendosa bahkan pusing karena berada terlalu dekat dengan objek, dia menatap Kaizen dengan khawatir. Tapi gadis itu tidak menunjukkan reaksi berarti dan mencabut salah satu logam di bingkai jendela, dengan kejam menancapkannya pada kepala si gadis merah.Darah busuk menyemprot ke atas seperti air mancur busuk.Gadis merah berteriak melengking, tapi masih bisa meronta-ronta dan membuat darah busuknya terciprat kemana-mana. Kaizen menendang gadis merah yang sudah tertancap di lantai dan mengaduk kepalanya menggunakan tongkat logam, seolah sedang mengaduk bubur untuk sarapan.Begitu kepalanya benar-benar hancur menjadi pasta daging busuk, jeritan gadis merah beserta rontaannya berhenti."Sudah berakhir?" Sugar bertanya dengan nada gemetaran.Silver mati-matian menahan rasa mual dan bertanya"Jadi ... Ini iblisnya? Apakah Irish sudah berhasil membunuhnya?"Winter yang ditendang ke samping dengan santai mencabut serpihan kayu kursi yang menancap di pipinya, mendekat dan mengutarakan pendapat"Jika Irish benar-benar sukses membunuh iblis, lalu kenapa Mata tidak memberikan pemberitahuan apapun soal misi sukses?"Pendosa menarik lengan baju Kaizen agar menjauh dari tubuh busuk, berkata"Benar ... Jadi apakah mahluk ini bukan iblis? Tapi hanya penjaga rumah biasa?"Kaizen menarik lembut lengannya dan berujar serius"Salah.""Lalu?" Sugar memucat."Seperti yang dikatakan Pendosa dan Winter, ada dua kemungkinan dalam game. Pertama, mahluk ini bukan iblis. Kedua, ada lebih dari satu iblis di rumah ini" tegas Kaizen.Dia menatap wajah satu persatu pemain dan bertanya balik"Ada berapa banyak anggota keluarga di keluarga Madison dan tinggal di rumah ini?"Pendosa menjawab"Saat aku menjelajah sedikit sebagai orang yang pertama datang, sekaligus untuk memastikan letak kamar mandi. Ada potret besar keluarga yang dipajang di ujung tangga menuju lantai dua, ada empat anggota keluarga Madison."Pendosa mengacungkan keempat jarinya dan menjelaskan"Tiga orang berambut pirang dan bermata biru, serta satu pria berambut hitam dan bermata hitam. Ibu, ayah, kakak perempuan dan adik laki-laki."Sugar mengernyit"Tiga orang berambut pirang dan satu orang berambut hitam? Jangan-jangan dia ayah tiri?"Silver membenarkan"Pasti ayah tiri, aku juga melihat potret keluarga sebagai orang kedua yang hadir. Hanya pria itu satu-satunya yang tampak berbeda sendiri, tiga orang lain memiliki fitur yang sangat mirip dan cantik."Winter hendak menggandeng Kaizen menuju sofa, berujar lembut"Ayo, kau perlu istirahat. Pasti berat saat kau harus melawan gadis merah dengan kondisi tidak fit.""Tunggu."Kaizen melepaskan genggaman tangan Winter dan melihat keluar jendela, pemandangan masih berupa kegelapan tanpa akhir yang membuatnya tak bisa membedakan mana langit dan mana daratan.Dia berjongkok dan menyeret tubuh gadis merah, lantas menggendongnya. Kaizen mengernyit akan betapa ringannya anak ini, seolah yang digendongnya bukanlah mahluk tertentu melainkan sebuah cangkang kosong. Dia mengangkatnya tanpa harus bersusah payah, bajunya juga berubah warna menjadi merah."Irish, mau kau apakan mayat itu?" Silver bertanya.Tanpa menjawab, Kaizen membuang mayat itu keluar jendela dan menarik gorden hingga tertutup.Baru setelah itu orang-orang dalam ruangan berani mendekatinya, Sugar adalah yang paling cemas akan kondisi Kaizen dan meraih sapu tangan untuk mengusap keringat pihak lain."Irish, kau tidak apa-apa?" Tampak bahwa Sugar tidak ingin menanyakan tindakannya barusan, atau justru tidak mau tau.Namun pendosa masih ingin bertanya akan apa yang baru saja dilakukan oleh Kaizen"Kenapa membuangnya keluar? Apakah kau menemukan sesuatu?"Kaizen mengangguk"Dia tidak mati."Ruangan seketika hening, semua orang tampak memucat ketakutan begitu mendengar hal itu. Winter adalah satu-satunya yang masih tampak tenang dan dengan serius bertanya"Maksudmu ... Dia memang tidak pernah hidup sejak awal, oleh karenanya dia tidak mati?"Kaizen mengangguk.Sugar bertanya pada dirinya sendiri"Jadi ... Dia sebenarnya mahluk apa?"Silver tampak berpikir sejenak sebelum mengeluarkan pendapatnya"Tidakkah Mata mengatakan bahwa kita harus membunuh iblis agar menang? Irish bilang ada kemungkinan bahwa iblis dirumah lebih dari satu, tapi yang membuatku penasaran adalah ... Benarkah begitu?"Pendosa merenungkan apa yang barusan didengarnya dan merasa bahwa pendapat silver masuk akal"Yang berhasil dibunuh belum tentu iblis, tapi juga belum tentu adalah roh biasa. Mata mungkin adalah eksistensi yang keji dan menganggap kita sebagai ternak, tapi dia tidak akan mengeluarkan kebohongan yang bisa membunuh semua ternaknya.""Yang aku tau, iblis adalah mahluk sombong dan jahat yang suka melihat kemalangan 'ternaknya'. Jika semua ternak langsung mati, dimana serunya?" Dia menambahkan."Masuk akal" timpal Sugar."Iblis juga mahluk yang sangat teritorial dan individual mengingat karakteristik mereka. Jika memang ada lebih dari satu iblis dalam satu lingkup kecil, kenapa mereka tidak membantai satu sama lain sampai menyisakan satu yang terkuat?" Tambahnya."Aku memikirkan suatu kemungkinan dari percakapan ini, tapi kujamin kalian tidak akan suka mendengarnya" Celetuk Winter."Apa itu?" Tanya Pendosa.Winter menatap wajah semua orang sebelum terhenti pada Kaizen yang diam, dia tersenyum dan melanjutkan"Sejak awal mata meminta kita membunuh iblis dan bukan para iblis, yang berarti memang hanya ada satu iblis di rumah ini. Tapi mahluk barusan benar-benar memiliki energi dan kekuatan yang setara dengan iblis, karena roh dan hantu tidak akan bisa melakukan kontak fisik dengan manusia, apalagi sampai membunuh.""Jadi wajar bagi kita untuk berpikir bahwa dia adalah iblis, tapi Irish bilang dia tidak mati sekalipun dia sudah membunuhnya sendiri. Karena mahluk itu tidak pernah hidup sejak awal" lanjutnya."Apa yang tidak mati sekalipun dibunuh, tidak hidup, tapi bisa melakukan banyak hal seolah dia hidup dan bahkan memiliki energi tertentu?" Winter bertanya, membiarkan semua orang ambil bagian dalam berpikir.Silver menjentikkan jari dan menjawab"Boneka."Winter tersenyum miring"100 untukmu."Benar saja, semua orang tampak tidak senang begitu mengetahui kemungkinan ini. Karena probabilitasnya benar-benar lebih dari 80% jika mengingat apa yang baru saja terjadi. Mereka tidak lupa betapa kuat dan mengerikannya mahluk barusan, dan apa yang mereka temukan?Dia hanyalah sebuah boneka.Itu artinya ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan dan bisa mengendalikan hal semacam itu.Dan misi mereka adalah membunuh si 'dalang' yang asli.Semua orang kembali menggigil ketakutan."Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Sugar bertanya pada Kaizen sembari menggenggam pergelangan tangannya.Kaizen menjawab datar"Tidur."Semua orang "....."Silver tampak agak kesal mendengar jawaban sembrono tersebut"Irish, bagaimana kau bisa tidur dalam situasi semacam ini?"Tapi gadis itu hanya menunjuk jam besar yang berdetak di sebelah tangga, menunjukkan pukul delapan lima puluh malam."Jadi? Kenapa dengan jam itu?" Tanya Silver, masih kesal tapi tidak mengatakan hal-hal keterlaluan.Pendosa menepuk pundak silver dan berujar"Aturan pertama dari sang Mata."Silver seketika ingat saat jam besar itu berdentang pertama kalinya dan mengatakan"Xaver adalah anak baik yang tidur sebelum jam 9 malam."Artinya mereka harus tidur, tak peduli apapun yang terjadi.Jika mereka tidak bisa tidur hingga jam sembilan malam lewat ...Apakah sosok Xaver ini akan muncul?Pendosa menatap winter yang sedang mengasah pisau di lantai dan silver yang gugup di sebelahnya, merasa tidak enak"Bung, kau tidak tidur?"Winter menggeleng, tidak ada lagi senyum di bibirnya"Tidak bisa tidur."Silver yang tengah memaksa menghitung uang didalam kepalanya agar bisa tidur, juga memperhatikan winter yang masih asik dengan pisaunya"Pisau yang cantik, apa kau membelinya di Mal nightmare whisper?"Gerakan Winter yang sedang mengasah pisau terhenti, lalu menatap dua pria besar yang menyisakan sebuah tempat di atas ranjang untuknya"Bukan pisau, tapi karambit. Aku juga tidak membelinya, aku mendapatkannya."Pendosa dan Silver sama-sama terdiam, keduanya memiliki sebuah pemikiran yang terlintas di benak mereka. Tapi sebelum dua orang itu merasa senang, mereka teringat pada sikap Winter yang suam-suam kuku dan menelan kembali kata-kata mereka.Jika Winter benar-benar tidak membelinya dan 'mendapatkannya', maka hanya ada satu kemungkinan.Itu adalah item terkutuk.Pendosa den
Silver berlari menjauh tanpa mengatakan apa-apa, menyeret pendosa yang berdiri tidak jauh darinya menuju tempat Winter yang berdiri diam di dekat Kaizen. Pendosa yang tidak tau kenapa silver bersikap aneh, tidak bertanya ada apa.Karena dia tau pasti dari ekspresi Silver, bahwa akan ada sesuatu yang terjadi jika mereka tidak bicara dengan hati-hati lagi. Seperti penyerangan gadis merah untuk pertama kali.Winter yang sedang menatap lekat memar di pipi Kaizen, mengernyit tidak senang akan interupsi orang lain secara tiba-tiba. Tapi dia berhasil mengatur emosinya dan bertanya "Ada apa?"Pendosa menggeleng, pertanda bahwa dia memang tidak tau ada apa. Silver memberi gestur agar mereka diam dan menunjuk ke arah jendela, tapi begitu mereka melihat ke arah yang dimaksud Silver, mereka tidak menemukan apa-apa. Bahkan tangan diluar pun menghilang.Silver tergagap dan mulai menjelaskan"Aku bersumpah disana tadi ada-""Ssssstt!"
Beberapa orang baru menyadari sebuah arti saat sudah tidak memilikinya lagi. Hanya menyisakan penyesalan dan rasa sakit tak berkesudahan bagi diri sendiri.Ingin melepaskan tapi hati tidak menginginkan.Ingin mendekap erat sekali lagi, tapi terhalang oleh kasih dan takut menyakiti.Memang selalu ada yang namanya kesempatan kedua, tapi tidak semua orang layak mendapatkannya.Akan selalu ada kata maaf dari bibir mereka yang terluka, tapi mereka tidak akan pernah melupakan karena akan selalu teringat rasa sakitnya.Kisah kasih pendosa memang sangat menyedihkan, tapi tidak layak untuk terulang. Semua orang bahkan pendosa sendiri sepertinya sudah tau akan hal ini, tapi baik dia maupun para survivor hari pertama tidak mau mengucapkan pendapat apapun. Mereka juga tidak mau menjustifikasi pria yang bahkan demi cinta dan penyesalan pahitnya, rela menjual diri pada iblis.Yang bermasalah pasti tau konsekuensi dari permintaannya p
"Irish, ada apa?" Tanya Winter.Kaizen terus menatap keatas sembari menjawab"Tidak, ayo panjat."Winter tidak mengatakan apa-apa lagi, menuruti keinginan Kaizen yang ingin segera mencapai rumah pohon. Mungkin gadis ini tergesa-gesa karena sudah menemukan bahwa waktu dalam Nightmare berjalan beberapa kali lebih cepat dibandingkan realita, mungkin juga karena dialah yang pertama kali menyadari dan mengungkapkan bahwa hal-hal yang mereka hadapi hanyalah sebuah boneka.Keduanya tidak berbicara dan Winter hanya fokus memanjat kayu lapuk sebagai satu-satunya akses menuju rumah pohon, Silver dan Pendosa juga terus melihat mereka berdua dengan cemas. Perut mereka terasa semakin lapar dari waktu ke waktu, sungguh tidak ilmiah.Apalagi keduanya dulu sudah menikmati hidup susah serba kekurangan, mustahil jika mereka tidak bisa menahan lapar. Apakah ini alasan rekan mereka meminta agar tidak memakan apapun di Nightmare?Atau adakah sesuatu yang lebih mengerikan yang ada didalam makanan itu?Pend
Anak perempuan keluarga Madison memiliki rambut pirang keriting yang cantik, mata biru yang bulat dan berair. Gadis merah memiliki ciri-ciri serupa, hanya saja mata itu sudah digantikan oleh kancing dan tubuhnya sudah penuh jahitan seperti boneka.Menjadi secantik boneka saat hidup, dan menjadi boneka sungguhan saat mati. Kasihan.Kaizen juga ingat bahwa saat Sugar mengunci gadis merah kedalam kamar mereka, reaksi gadis merah saat itu sangat tidak wajar. Dia sudah menjadi mahluk semacam roh yang sangat kuat, atas dasar apa dia ketakutan hanya karena dikunci dari luar?Atau ... Apakah itu karena kenangan menyakitkan semasa hidup? Semacam pengalaman traumatis?Tapi siapa juga yang tega mengunci gadis kecil yang cantik didalam kamar pada masa itu?Xaver? Mustahil bagi seorang anak baik untuk mengunci kakaknya.Nyonya Madison? Tapi begitu gadis merah terkunci, 'ibu' adalah objek dimana gadis merah meminta tolong dengan sangat putus asa.Maka jawaban satu-satunya adalah sang ayah tiri.Kai
Winter yang tidak pernah melepaskan pandangannya dan dengan sengaja jatuh dengan posisi terlentang, mendadak menatap rumah pohon dengan penuh kebencian. Dua orang lain yang ingin membantunya untuk bangun, mau tidak mau juga mengikuti arah pandangnya dan berpikir.Apakah sesuatu sedang terjadi di rumah pohon?Tapi mereka tidak merasakan fluktuasi energi atau anomali apapun, benarkah rekan mereka sedang kesulitan disana?"Winter, ada apa?" Tanya Pendosa."Tidak ada.""Kau yakin? Jika terlalu mengkhawatirkan Irish, kenapa kau tidak naik saja kesana?" Pendosa kembali memberi usul.Winter memilih diam, tapi mulai menimbang-nimbang usul dari si Pendosa. Melihat aura kebencian yang digantikan oleh raut berpikir, dua orang lain merasa lebih tenang. Mereka terus melihat sekeliling dan tidak menemukan apapun lagi selain rumah pohon, rumah keluarga Madison, dan rerumputan sejauh mata memandang.Rasanya seolah terjebak di properti p
Sementara Winter yang berdiri sendirian dibawah rumah pohon, menatap dua pria yang berjalan bersama Kaizen dengan mata dingin dan melihat ke samping rumah. Ada sesosok manusia super kurus dengan struktur tubuh seperti Slender man, bermata biru dan memakai gaun tidur berwarna putih. Rambut pirangnya tampak gemetar begitu ditatap oleh Winter, membuatnya menyusut kembali kedalam rumah melalui dinding.Mata Winter yang berkilat marah segera kembali normal dan dia tersenyum kecil, mengikuti Kaizen dan orang-orang untuk kembali masuk kedalam rumah. Sangat tidak logis jika dia memilih berdiam diluar dan membiarkan para pria mengelilingi Kaizen didalam rumah.Begitu dia masuk, dia ikut bergabung dengan kelompok orang yang sedang duduk diatas karpet mengelilingi sebuah buku harian. Kaizen yang mendengar gerakan dari luar, mengernyit begitu tau bahwa itu adalah Winter."Darimana?""Aku hendak menyusulmu ke atas, tapi kau sudah melompat ke Pendosa. Jadi aku butuh beberapa
Tidak ada selimut ataupun bantal tambahan.Tidak ada lilin aromaterapi ataupun lonceng meja untuk memanggil orang.Dan yang lebih penting, tidak ada satupun jejak dari botol obat.Kamar ini adalah kamar paling berdebu diantara semua kamar yang pernah mereka jelajahi, seolah tidak pernah ditinggali oleh siapapun selama bertahun-tahun.Walaupun secara teknis memang seharusnya begitu.Namun Mata sudah menciptakan set game seolah para pemain hidup pada era yang sama dengan NPC, demi prioritas dalam pengalaman bermain para ternaknya. Jadi mustahil akan ada setting tempat yang berdebu di game, kecuali jika tempat itu memang pada era tersebut sudah lama tidak ditempati.Lalu kemana sang ayah tiri tidur jika tidak di kamar utama?Jawabannya sudah sangat jelas.Kaizen merenung sebelum berkata"Bantu aku mencarinya.""Petunjuk?" Tanya Winter."Bukan, maksudku iya. Tapi jika dugaanku benar, maka kelua
Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab
Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata
Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di
Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang
Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen
"Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m
"Rania, bagaimana keadaanmu?" Riski bertanya dengan panik sambil menenteng minuman hangat.Gadis yang semula berambut panjang, tapi kini harus merelakan rambutnya dipotong oleh stylist karena kecelakaan kerja, menatap orang tambahan di belakang asistennya dan tertegun hingga berdiri tiba-tiba"Kaizen?""Rania, bagaimana keadaanmu?" Kaizen bertanya sambil meraba rambut pihak lain yang baru selesai dipotong.Mulut wanita itu terbuka dan tertutup seolah ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar dari mulutnya hanya seulas senyum dan kalimat"Hanya terkejut, selebihnya tidak apa-apa."Jujur saja Kaizen terkejut mendapati bahwa hanya rambut Rania yang terbakar. Dia pikir setelah ditendang paksa oleh Nightmare Whisper, wanita ini akan mengalami luka yang sangat parah karena pertarungan sebelumnya dengan burung hantu. Bagaimanapun juga, luka-luka yang didapat dalam pertarungan game akan dibawa ke dunia nyata.Benar, nama asli Aria adalah Rania Prameswari.Yang dikabarkan oleh sistem perma
[Selamat karena berhasil bertahan hidup dalam misi utama instansi ketiga: Laut yang tenang!]Pengumuman ini berbunyi bersamaan dengan ruang yang mulai terdistorsi dalam waktu yang cukup lama, membuat kepalanya terasa seolah sudah diputar-putar. [Tingkat kesulitan permainan: Normal][Kontributor terbesar: Golden Irish, Raven]Kehangatan di tubuhnya juga masih terasa, mengingat jiwa kedua Bos instansi baru saja selesai diserap. Membuat kesan seolah dia sudah melakukan kontak fisik dengan mahluk tak kasat mata.[Pukulan terakhir: Nancy Lionheart]Mendengar nama ini, dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa kunci penyelesaian misi utama adalah bocah itu, bukan Aria ataupun Raven. Kegelapan dalam hati manusia memang sungguh tak tertebak.[Mendeteksi bug dalam permainan ... Memuat kompensasi untuk para pemain ...][Hadiah 2.000.000 poin pengalaman bertahan hidup, 10.000 keping senjata telah diberikan kepada para pemain][Survivor: Golden Irish, Winter, Raven, Aria, Nancy Lionheart][P
"Tunggu-"Perkataannya langsung dipotong oleh ciuman Eldoris sekali lagi, pelukan Merman itu di pinggangnya juga semakin erat, demikian pula tentakel yang sedang melilit kaki dan mulai naik ke pahanya. Butuh beberapa waktu bagi Kaizen untuk menstabilkan emosi dan turut membalas ciuman Eldoris.Merman yang mendapatkan balasan positif, tentu menjadi lebih agresif dan mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Kaizen. Sebelum melepas pagutan mereka dan mulai menciumi leher dan tengkuk si gadis dengan rakus, membuat tanda di pundak dan leher.Ariel sendiri tidak tinggal diam.Begitu melihat bahwa kakaknya sudah selesai dengan bagian mulut, Ariel menggantikannya untuk mencium Kaizen. Tentakelnya juga semakin gencar melakukan tugas penyembuh sekaligus memancing panas dalam diri Kaizen. Gadis itu mengerang lembut, satu tangannya menekan tengkuk Ariel sementara tangannya yang lain memeluk kepala Eldoris.Dia tersentak begitu salah satu tentakel Ariel naik ke bagian tertentu di tubuhnya, seme