***Yerinsa tidak menghitung sudah berapa kali Anastasya melabrak seperti ini, jika bukan untuk merundung Yerinsa dengan kata-kata, maka mempermalukannya. Sampai Yerinsa bosan dan akhir-akhir ini mencari tau seluk-beluk hidup gadis itu.Fiona bahkan sampai terlonjak karena sedang khusyuk makan sambil membalas pesan. Handphone hampir terlepas dari tangan dan tersedak sebelum menatap pelaku penggebrakan meja. Mata biru keabuan itu memicing tajam melihat sekelompok gadis berdiri angkuh di depan."Apa masalahmu?!" bentak Fiona langsung berdiri.Tersulut kesal pada gadis di depan meja, pasti ingin membuat masalah dengan mereka lagi. Baru ingin bangkit berdiri, tapi tidak jadi karena Yerinsa menahan agar tetap diam."Kamu, dasar perusak hubungan!"Tidak menggubris bentakan Fiona, Anastasya langsung menuding wajah Yerinsa tajam, tampak begitu marah."Ap-""Aku tau kamu masih mencintai Raven walaupun kalian sudah putus. Tapi, bukan berarti kamu bisa merebutnya dariku setelah semua yang kulaku
***Yerinsa pikir, mendapat hukuman skorsing satu minggu tidak akan menjadi masalah, karena akan memiliki banyak waktu berleha-leha di rumah. Tapi, nyatanya di hari ke dua saja Yerinsa sudah bosan sendirian di mansion mewah itu, lantaran semua penghuninya tidak ada di rumah, selain para pelayan.Orangtua dan sang kembaran juga sudah tau hukuman yang diterima Yerinsa dari sekolah itu. Meski sempat mendapat teguran tegas dari Abrady, nyatanya itu tidak membuat Yerinsa dimarahi habis-habisan.Hanya uang jajan dalam seminggu ini yang akan Margareth kurangi, tapi itu juga tidak terlalu berdampak serius untuk Yerinsa, uang di kartu debitnya masih sanggup untuk belanja seperti hari-hari normal.Abrady seperti biasa ke kantor, Gabriella ke sekolah, dan Margareth hari ini ada acara pertemuan sosialita dengan teman. Yerinsa jadi ditinggalkan ditemani sejumlah besar pelayan, tapi tetap tidak membuat kebosanan Yerinsa hilang."Yola, aku mau pergi sebentar, kalau ada tamu yang datang segera hubung
***Itu adalah Luga.Laki-laki yang sudah Yerinsa temui beberapa kali saat pergi dengan Gabriella.Bagaimana bisa ada di sini?Tiba-tiba?Luga menarik sudut bibir, bertumpu lengan di sisi tubuh Yerinsa membuat posisi seperti sedang mengurung gadis itu di bawahnya."Kamu ... berhutang," kata Luga dengan jeda sesaat."Anda- ... Anda, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Yerinsa tercekat, celingak-celinguk melihat sekitar yang sudah ramai orang lagi.Ada darah di dahi Luga, mengotori sedikit anak rambut agak keriting laki-laki itu, mengalir ke kening, menuju pangkal hidung."Bukankah kamu harusnya menanyakan keadaanku?" Luga bertanya balik, meski terkesan minta diperhatikan, nyatanya wajah itu tetap tampak tidak merasakan apapun.Yerinsa seakan baru tertampar, posisi menjadi duduk tergesa-gesa. "Anda terluka, saya akan cari bantuan untuk membawa ke rumah sakit," katanya cepat.Masih menggunakan bahasa formal, Yerinsa berpatokan pada usia mereka yang terpaut beberapa tahun, ditambah Luga
***Makan siang yang Yerinsa telan terasa sealot sandal karet karena pemandangan wajah tampan laki-laki di depan. Duduk berhadapan hanya terpisah meja bundar di tengah, dalam sebuah restoran cepat saji.Setelah dua jam istirahat tanpa benar-benar menghabiskan cairan infus, Yerinsa meminta pulang dari rumah sakit karena sudah ditanyai Gabriella –sudah pulang jam sekolah–, segera dituruti karena memang tidak ada penyakit yang kambuh pada tubuh gadis itu.Yerinsa tidak mengatakan sedang di rumah sakit, hanya memberi alasan bahwa sedang berjalan-jalan di taman kota, dan menjawab akan segera pulang.Niat Yerinsa pergi dari rumah sakit adalah meninggalkan Luga, tapi gagal total, saat ingin menyetop sebuah taksi, lengannya ditahan dan ditarik menjauh.Penolakan Yerinsa seakan bukan apa-apa bagi Luga yang menarik ke sebuah mobil hitam, tidak tau sejak kapan juga mobil itu ada, Yerinsa dipaksa masuk mobil."Pilih, setuju untuk kuantar, atau kuberitahu orangtuamu kejadian hari ini?"Sebait pert
Sudah Yerinsa duga, jika sampai Luga mengantar ke rumah, maka besar kemungkinan akan bertemu Gabriella dan semakin sering adegan pertemuan mereka.Seperti saat ini, pasangan itu saling mengulas senyum formal, mengabaikan Yerinsa yang memutar bola mata menahan kesal di samping pilar teras."Maaf kalau kembaranku merepotkanmu," ucap Gabriella setelah mendengar penjelasan dari Luga tentang mengapa Yerinsa ikut dengannya."Tidak masalah sama sekali," balas Luga entengSetiap bicara dengan Gabriella, senyum Luga cenderung lebih manis dan hangat, berbeda saat bersama Yerinsa tadi, senyum itu selalu terlihat menakutkan seperti seringai penjahat.Tidak adil.Yerinsa mencebik menatap interaksi dua orang itu yang kalau dilihat lagi sangat bertolak belakang. Luga terlalu badass, sedangkan Gabriella feminim, tapi mungkin perbedaan mencolok itulah yang membuat mereka cocok di novel."Kalau begitu aku pergi sekarang," kata Luga berpamitan singkat.Gabriella mengangguk. "Ya, hati-hati," balasnya den
***"Oh iya, Yerin ..." Margareth mengangkat suara setelah meja makan sempat hening sebentar. "Akhir pekan nanti Ibu akan ada gathering lagi, di rumah Nyonya Zuarenz. Kami berencana membawa putra dan putri masing-masing," lanjutnya dengan tatapan ke arah putri bungsu.Pisau yang memotong daging di piring Yerinsa selesai, balas menatap sang ibu. "Lalu? Ibu berencana membawaku?" tanyanya santai sebelum memasukkan potongan daging ke mulut.Mereka tengah menikmati makan malam bersama tanpa Abrady, karena sang kepala keluarga sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri untuk dua minggu."Ya, apa bisa?" angguk Margareth dengan pertanyaan memastikan.Yerinsa tampak berpikir sejenak. "Satu minggu ini aku memang full tanpa kegiatan apapun. Tapi kenapa aku? Bukan Gabby?" jawabnya sekaligus bertanya balik."Kamu lupa? Akhir pekan nanti Justin datang." Gabriella menyahut dengan lirikan pada sang adik sambil mengunyah makanan."Oh, aku tidak memperhatikan," balas Yerinsa enteng mengangkat ba
***Tidak terlalu lama duduk, seorang pegawai lain datang dari luar membawa teko dan gelas teh di atas nampan, serta sepiring kue makaron. Menyajikan di depan dua ibu dan anak itu, aroma teh melati segera menyeruak saat isi teko dituangkan.Setelah cukup lama memilih kerumitan keinginan hati, akhirnya Yerinsa memutuskan selesai. Segera mendekati sofa tempat ibu dan kakaknya duduk menikmati hidangan kecil."Sudah?" tanya Margareth begitu Yerinsa berdiri di depan.Gadis itu mengangguk, mengambil satu makaron di piring, dan memakan sambil berdiri."Kalau begitu ayo ke kasir," ajak Margareth sebelum bangkit berdiri disusul Gabriella.Tiga perempuan bagai tiga bersaudara itu keluar dari ruangan diikuti tiga pegawai yang membawa baju pilihan mereka, menuju kasir untuk membayar total semua harga pakaian."Bu, setelah dari sini kita makan siang dulu, ya?" pinta Yerinsa saat mereka berdiri di depan meja pegawai butik yang bertugas menjumlah harga pakaian.Margareth melirik kecil. "Iya," angguk
***Setelah satu hari yang melelahkan kemarin, berkeliling di pusat perbelanjaan dan mengunjungi toko-toko kebutuhan wanita, nyatanya rasa lelah itu hanya berkurang sedikit saat tidur di malam hari.Hari selanjutnya, Margareth dan Yerinsa sibuk kembali dari pagi hari pergi ke klinik kecantikan, lalu mengundang penata rias profesional datang ke mansion. Kemarin memanjakan mata, sekarang memanjakan wajah dan sekujur tubuh.Biasanya saat hanya Margareth yang pergi, wanita itu tidak repot-repot mengundang penata rias standar aktris begini, langsung saja pergi ke salon sendiri dan berangkat sendiri.Tapi, hari ini karena Yerinsa ikut, jadi sengaja mendatangkan orang saja ke rumah daripada malah kelelahan jika harus memaksakan berdandan di luar.Untungnya, acara gathering yang akan dihadiri itu diadakan sore nanti, jadi ada cukup waktu untuk bersiap-siap sebelum meluncur langsung ke kediaman keluarga Zuarenz.Sementara Gabriella juga sibuk dengan urusan bersama Justin dan keluarga laki-laki