Beranda / Romansa / Obsesi Tuan Hagen / BAB 152 I Dua Gadis Dalam Satu Ruangan

Share

BAB 152 I Dua Gadis Dalam Satu Ruangan

Penulis: Blezzia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-09 22:22:00

Suara bising pembicaraan dari luar sebuah kamar tertutup membangunkan Irene yang saat itu terbaring di atas lantai. Kelopak mata wanita muda itu bergerak hendak membuka, dan ketika suara-suara tersebut semakin ribut, akhirnya Irene dapat terjaga sepenuhnya.

Kepala wanita tersebut bergerak pelan ke arah pintu, dan rasa dingin seketika menyergap kulit, membuatnya sedikit menggigil sembari memeluk diri. Tanpa sadar, kedua kakinya pun melipat, hingga membentuk angka lima.

“Apa kau yakin mereka akan baik-baik saja?”

Terdengar suara seorang pria yang bertanya dari luar pintu. Yang terang saja membuat Irene menajamkan pendengaran.

“Tentu, kenapa kau bertanya seperti itu?”

Irene mengerutkan dahi ketika mendengar jawaban tersebut. Dia hendak meminta minum, begitu merasakan kering pada mulutnya. Namun, suaranya kembali tertahan saat mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

Lebih baik dia mati kehausan, dibandingkan harus bertemu pria-pria dengan senjata yang tidak akan segan membunuh ataupun
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 153 I Dia Tahu

    Mulut Camellia menganga, tampak terkejut dengan perkataan Irene barusan.Ketika kesadarannya kembali, barulah dia dapat mencerna ucapannya tersebut. Dengan mulut yang membuka dan menutup, serta kelopak mata mengedip pelan, gadis itu terlihat terkejut bercampur tidak percaya. Bahkan, dia sampai kehabisan kata-kata, hingga lidahnya terasa kelu.Sementara itu, Irene yang masih bersandar di dekat kaki kursi tampak tersenyum sinis. Seolah-olah puas akan reaksi yang dia dapatkan. Bahkan, senyumnya semakin lebar, menunjukkan barisan gigi yang rapih dan putih.“A-apa maksudmu dengan … memberitahumu tentang kehamilanku? Memangnya, siapa yang hamil?” tanya Camellia, sedikit tergagap.Dari cara Irene memandangnya, dia tahu bahwa wanita itu berkata sesuatu hal yang benar.Tetapi, mungkinkah?Seketika saja tangan Camellia berontak dari ikatan pada sisi-sisi pegangan kursi. Dia hendak memastikan sesuatu, tetapi rasa tidak percaya mulai menguasai, sehingga tanpa sadar rontahannya semakin kuat hingga

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-11
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 154 I Hagen dan Amarahnya

    Hagen menelusuri jalanan dengan mobil yang tadi dibawanya di rumah sakit. Dia sengaja berputar-putar ke beberapa tempat, mencari keberadaan Camellia layaknya orang gila. Rasa khawatir bahkan mulai menguasai diri, membuatnya tidak sabar untuk segera menghubungi Jaxon dan menuntut pria itu agar segera menemukan Camellia. Sementara itu, Frank yang berada di sebelah tampak diam sembari mengawasi jalanan dan juga ponsel di tangan. Matanya tampak menatap awas pada sekitar, dan rasa cemas perlahan merangkak ke kepala pria berjiwa tenang tersebut. Ketika ekor matanya mendapati Hagen yang memegang stir kemudi dengan keras, Frank pun ingin menepuk bahu atasannya itu pelan. Namun, dia mencoba menahan diri dan terus mengedarkan pandangan pada sekitar. Di tengah-tengah keheningan yang panjang, tiba-tiba saja ponsel dalam genggaman Frank pun berbunyi nyaring, menarik perhatian keduanya pada benda pipih yang bergetar. Sesekali Hagen melirik ke arah ponsel tersebut, sementara matanya juga mengawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-18
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 155 I Teror Dalam Ruangan Tertutup

    Suara gemerincing kunci pada pintu di hadapan kedua wanita itu pun berbunyi keras, mengakibatkan Camellia dan Irene yang tadinya terlelap segera terjaga dengan tubuh menegang. Mereka saling tatap, menanti kedatangan para pria-pria di luar sana. Dengan perasaan cemas, Irene yang tadinya setengah terlelap, mencoba untuk beringsut ke kaki kursi dan tanpa sadar merapatkan diri pada Camellia.“A-aku tidak suka ini,” bisik Irene, sembari memegangi ujung bajunya erat, menahan jerit ketakutan ketika sebuah tubuh dari seorang pria dewasa masuk dan berdiri di ambang pintu. Seketika saja kedua wanita itu menahan napas, sedangkan mata mereka menatap lurus pada sosok di hadapan. “Cobalah untuk tenang, dan jangan menarik perhatiannya,” bisik Camellia, ikut merasakan ketakutan yang baru saja Irene tularkan. Gadis muda itu tanpa sadar menundukkan kepala, menatap pada perutnya yang masih datar. Entah apa yang ada di kepalanya tersebut, tetapi jelas sekali bahwa dia juga diselimuti oleh kecemasan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-20
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 156 I Ancaman Copper

    Suara derap langkah yang semakin ramai mulai memenuhi ruangan, mengakibatkan Camellia dan juga Irene menunggu antisipasi dengan tatapan lurus ke depan pintu. Sementara itu, Copper yang juga menunggu waspada terlihat bersiap-siap hendak melukai Camellia bila terjadi sesuatu padanya. Dia menjadikan gadis muda itu sebagai tameng, dengan memosisikan diri di belakang kedua wanita tersebut. “Kemarilah bajingan,” desis Copper yang semakin menekan moncong senjatanya pada kepala belakang Camellia. “Aku akan menyambut kalian dan membunuh wanita-wanita ini hingga tak bernyawa.”Suara napasnya yang memburu mulai mengisi ruangan, membuat Irene tanpa sadar menggigil sembari melipat kedua tangan dan kaki, menjadikan dirinya begitu kerdil di tengah-tengah ruangan kosong dan dingin itu. Ekor mata wanita tersebut tidak lepas ke arah pintu, sementara hatinya berdoa, siapa pun di sana dapat mengeluarkannya dari perasaan tidak berdaya. Sama halnya dengan Camellia. Gadis itu bahkan merasakan matanya se

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-23
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 157 I Keduanya Bertemu

    Kaki Hagen berlari cepat hingga memasuki sebuah pekarangan sebuah rumah. Dia bahkan mengabaikan peringatan Frank yang memintanya untuk memperlambat diri di tengah-tengah hiruk pikuk bawahan Jaxon yng tersebar di sekitar halaman. Napas Hagen terdengar memburu, dan jantungnya berdegup cepat, sebelum akhirnya kaki itu pun terhenti di sebuah ruang tamu sesaat setelah matanya mendapati pemandangan darah ada di mana-mana. Dengan jakun naik turun, hingga kesulitan menelan saliva, Hagen pun mengedarkan pandangan pada sekitar; mencari-cari wajah yang familiar. Dan saat itulah dia mendapati Rey Fredrik berada di lorong penghubung ruangan itu dengan ruangan satunya. Mata Hagen yang melirik tepat pada Rey seakan bertanya; bagaimana Camellia? Dan seketika dia pun mendapatkan balasan dengan pandangan sayu yang sama; kemarilah, dan lihat sendiri. Bersama langkahnya yang lebar, Hagen pun mendekat ke arah Rey yang saat itu menaruh kedua tangan pada masing-masing saku celana. “Katakan padaku ...

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 158 I Bibirnya Yang Dingin

    “Camellia,” panggil Hagen dengan nada suara bergetar, menunjukkan luapan emosinya yang tertahan.Satu tangan pria itu mengusap lembut pipi Camellia, sedangkan satunya lagi menggosok pelan pada permukaan tangannya yang terlepas dari ikatan di pegangan kursi.Tampak Jaxon dan dua bawahannya mencoba melepaskan sisa ikatan yang lain.Tanpa memedulikan sekitar, Hagen memeriksa setiap inci tubuh gadis itu. Namun, yang dia temui hanyalah beberap luka dan memar di sekitar ikatan, juga bekas tamparan di pipi.Melihat hal itu, mata obsidian Hagen seketika menyala. Dia melirik ke arah tubuh tak bernyawa yang berada tidak jauh dari kakinya.Jika saja Copper masih bernapas, dapat dipastikan jantung pria itu berhenti berdetak hanya karena tatapan yang Hagen lemparkan padanya.“Dia sudah tidak bernyawa, jadi berhentilah menatap tubuh kosong itu,” ucap Jaxon tepat di dekat telinga.Kedua pria itu pun saling bertatapan untuk beberapa waktu, hingga akhirnya keduanya kembali sibuk sendiri. Jaxon dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-01
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 159 I Pengakuan Jujur Blake Hagen

    Blake Hagen tampak berdiri di depan kaki ranjang dengan kepala menunduk lelah, sedangkan matanya menatap pada satu tubuh feminim yang terbaring lemah tak berdaya di sana. Sudah dua hari dia melakukan hal yang sama, seolah-olah itu adalah satu-satunya yang dapat membuatnya tetap berpikir secara waras. Rasa marah dan kebencian yang selama beberapa hari ini menguasai akal sehat tampak memudar seiring waktu. Meskipun dia tidak dapat memaafkan orang-orang yang berani mengusik Camellia, tetapi setidaknya mereka sudah tertanam bersama cacing di bawah sana. Jika saja Jaxon Bradwood beserta bawahannya tidak datang tepat waktu, mungkin saja cerita hari ini akan berbeda. Dan jauh dalam dirinya, Hagen tahu, bahwa kematian Camellia bisa saja menghitung langkah. Sembari memejamkan mata dan mengangkat kepala, Hagen pun mengusap wajah dengan kedua tangan. Suara tarikan napasnya terdengar sangat berat dan penuh penekanan di dada. “Shit,” umpat Hagen pelan, sembari kedua telapak tangannya menyapu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 160 I Sebuah Jawaban, Princess

    Camellia tidak mampu berkata-kata. Dia terlihat terkejut dengan lamaran pria itu, tetapi kesadarannya mulai kembali. Terutama saat Camellia menyadari bahwa Hagen tidak sedang meminta, melainkan memberi sebuah pernyataan. Itu artinya, tidak ada pilihan. Sama halnya dengan kehamilannya saat ini.Dengan rasa marah di dada, satu tangan Camellia pun mendarat di pipi pria itu. Hingga terdengar suara keras benturan kulit bertemu kulit, yang menyebabkan suara-suara bergema dan menyebabkan keheningan setelahnya.Tanpa sedikit pun mengusap wajahnya yang memerah, Hagen pun memalingkan kepalanya kembali ke arah Camellia yang wajahnya sangat memerah dengan napas memburu.“Keluar dari kamar ini, sekarang!” jerit gadis itu.Melihat wajah Camellia yang hendak menangis keras, Hagen pun menariknya ke dalam dekapan.Tidak sekalipun dia mendengarkan permintaan gadis itu yang mengusirnya keluar dari ruangan.“Sssshh … maaf kan aku,” bisik Hagen dengan nada rendah dan suara menenangkan.Kedua tangannya mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23

Bab terbaru

  • Obsesi Tuan Hagen   TAMAT

    Camellia baru saja terbangun, dan dirinya menatap puas dengan pandangan berbinar pada pria yang masih terlelap di samping tempatnya berbaring. Dengan ujung jemari yang menari-nari di atas kulit telanjang pada punggung pria itu, Camellia mencoba menahan diri agar tidak tertawa, terutama ketika Hagen menggumamkan sesuatu di dalam tidurnya. Tahu bahwa dia hanya akan membangunkan singa yang lapar, Camellia memilih untuk segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa waktu kemudian, Hagen tampak masih tertidur dengan posisinya semula, sehingga Camellia membiarkannya dan terus melangkah ke arah balkon. Gadis itu tampak menikmati semilir angin pagi yang menyuguhkan pemandangan hutan beton di hadapan. Sembari menyeduh susu cokelat hangat, tatapan Camellia tertuju pada arakan langit cerah yang memenuhi kota New York. Dia hendak menyesap minumnya kembali, saat tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluk dari arah belakang. “Morning, Princess,” sapa Hagen, s

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 4

    Saat Ini, di Luna Star Hotel. Honeymoon On New York.Di salah satu kamar Luna Star Hotel, ditemani cahaya remang-remang. Aroma kopi yang maskulin dan wangi mawar yang berpadu. Camellia menatap punggung lebar dan kokoh yang membelakanginya dengan desah napas yang teratur.Otot-otot liat itu menggoda mata Camellia untuk tidak berpaling sedikit pun. Namun, bukan itu yang membuat Camellia masih terjaga kendati jam dinding mewah yang tergantung di depan pintu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Matanya belum perpaling ketika punggung kokoh serupa Dewa Yunani itu berbalik dengan sepasang mata yang menghunjam Camellia. Warna hitam obsidian yang bersinar itu menatap langsung ke arah bola mata Camellia.Dia tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdesir cepat ketika Hagen memamerkan senyum tipis yang menghiasi wajah rupawannya tersebut.“Mengapa kau belum juga tidur?” Suara parau yang berat dan dalam itu seolah menyedot semua akal sehat Camellia.Camellia tidak mampu menjawab. Tubuhnya

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 3

    Camellia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasinya saat ini, sehingga dia hanya mendengarkan suara hangat pria itu yang kini menggelitik telinganya.“Cukup anggukan kepalamu jika kau setuju.”Mendengar instruksinya, Camellia pun mengangguk cepat.Jelas sekali bahwa gadis itu tengah ketakutan.Menyadari hal itu, pria yang kini membekapnya pun tampak berusaha menenangkan.“Sssttt … aku tidak berniat melukaimu. Yang aku butuhkan hanya bantuan.”Seketika, Camellia pun menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ketika dia dapat mengontrol rasa takut yang sempat menguasai, gadis itu mengangguk samar dan pelan. Tetapi, tetap saja pria bersuara maskulin yang menenangkan di balik punggungnya tidak melepaskan bekapan tangan dari mulutnya.“Seseorang tengah mengincar keberadaanku, dan jika kau bisa menyembunyikanku sampai supirku tiba, maka aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu di masa mendatang.”Mendengar penjelasannya, tanpa Camellia sadari, manik

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 2

    Beberapa Minggu setelah pertemuan dengan Jeff, Camellia tampak lebih berhati-hati dengan sekitar.Sesekali gadis itu merasakan seseorang tengah mengikutinya, dan hal itu semakin membuat Camellia merasa tidak aman jika jalan sendirian, walaupun hanya sekedar melakukannya di lingkungan sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa lainnya.Camellia lebih memilih untuk mengajak Bella agar dapat menemaninya kemanapun dia pergi. Hal ini tentu saja membuat gadis enam belas tahun itu bertanya-tanya akan perubahan sikapnya.“Ada apa denganmu? Mengapa kau terlihat seperti orang yang ingin menyembunyikan diri, Lia?”Mendengar itu, kepala Camellia pun menggeleng samar.Akhir-akhir ini dia lebih banyak diam, terutama setelah acara pentas seni, dimana sang ayah tidak menghadiri undangan yang telah Camellia berikan pada butler keluarganya.Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal kehadiran ayahnya sangat Camellia tunggu waktu itu.Dan, sepulang dari acara pentas seni, dia pun menanyakan alasan

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 1

    Lancester, Tiga Setengah Tahun yang lalu.Camellia baru saja pulang dari sekolah, saat tiba-tiba salah satu butler menyambutnya dengan wajah sedikit masam. Jelas sekali, terjadi sesuatu sehingga membuat seisi rumah menjadi sangat tidak bersahabat dan bersitegang.Mendapati keadaan itu, Camellia pun melirik kembali pada jajaran mobil mewah yang terparkir di halaman.Biasanya, sang ayah; Edgar Duncan, selalu mengundang beberapa orang paling berpengaruh di Lancester dan Denver untuk mengadakan rapat bulanan yang selalu diadakan di rumah mereka.Pemandangan mobil mewah memenuhi parkiran bukanlah hal yang asing baginya. Namun, gadis muda itu tampak khawatir, karena setiap kali pertemuan itu dilaksanakan, pasti ada saja sesuatu yang janggal terjadi.Misalnya beberapa bulan lalu, salah satu anggota parlemen di Lancester menghilang secara misterius, dan keluarga dari parlemen tersebut tidak lagi terdengar kabarnya seminggu kemudian. Dan, Camellia tahu penyebabnya, tidak lain adalah rahasia di

  • Obsesi Tuan Hagen   Epilog

    Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 169 I Dia Tidak Akan Tahu

    Petunia tidak seperti hari-hari biasa. Kini, kastil megah itu dihiasi oleh berbagai rangkaian bunga yang menghiasi setiap dinding, meja, dan sudut-sudut ruangan. Bahkan, dengan sangat spesifik, Hagen memesan beberapa jenis bunga atas saran dari Jaxon Bradwood.Tentu saja hal itu dikarenakan mereka menghindari insiden di masa lalu, dimana pernikahan Jaxon berakhir bencana akibat Mia alergi bunga Snow on Mountain. Dengan sangat hati-hati, orang-orang yang bekerja di Kastil Petunia pun memilah dan mengawasi setiap bunga yang datang sebelum menyebarkannya di beberapa tempat.Frank bahkan tampak lebih sibuk dari biasanya.Kini, stelan hitam pria itu dilengkapi alat komunikasi yang terpasang di telinga.Dan dengan mata elangnya yang mengawasi jalannya persiapan, Frank memberi sedikit instruksi di sana sini pada penjaga kastil yang berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.Sementara itu, Erlinda tampak sibuk menyiapkan beberapa kamar untuk setiap tamu yang akan menginap. Begitu pula deng

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 168 I Aku Mencintaimu, Camellia

    Hagen menemani Camellia saat mengunjungi Edgar Duncan di rumah sakit. Dengan perasaan yang berat, Hagen menyadari bahwa pria tua di hadapannya benar-benar tidak memiliki harapan untuk umur panjang, membuat pandangannya jatuh pada Camellia yang tampak setia menunggu sang ayah yang terbaring layaknya tubuh tanpa nyawa dengan bantuan penunjang kehidupan di atas tempat tidur.Tanpa sedikit pun mengganggu gadis itu, Hagen bergegas keluar dari ruangan dan memilih duduk di salah satu rangkaian kursi tunggu, yang berada tepat di depan ruang perawatan Edgar Duncan.Sesekali Hagen menarik napas sembari menengadah pada langit-langit lorong rumah sakit.Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menyembunyikan keberadaan bayi mungil yang kini diberikan pada Danny Johanson.Cepat atau lambat, Camellia harus mengetahui keberadaan bayi itu. Meskipun keduanya tidak berhubungan darah, tetapi Talia Duncan tetaplah adik bagi Camellia. Dan, tidak mungkin dia akan diam saja saat mengetahui sem

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 167 I Pergulatan Di Ranjang

    “Kau sudah membawa semuanya?” tanya Hagen pada Frank begitu dirinya tiba di Petunia.Setelah meninggalkan Denver, Hagen memutuskan untuk meminta bawahannya agar mengantarkan Camellia kembali ke rumah. Dan mereka pun tiba dalam waktu terpisah.“Aye, Boss,” jawab Frank diikuti anggukan. “Nyonya ada di dalam kamar. Beristirahat,” ujar Frank, yang segera merubah panggilannya pada Camellia.Dalam waktu sangat singkat, kabar pernikahan keduanya pun menghebohkan para pelayan di Kastil Petunia. Bahkan, tidak sedikit yang merayakan bergabungnya nyonya baru di sana. Setidaknya, Hagen telah memilih wanita yang tepat, dan bukannya wanita seperti Irene yang pasti akan menyiksa para pelayan.“Aku meminta Jaxon untuk mengurus Alfred,” ucap Hagen secara tiba-tiba, yang tentu saja membuat Frank mengerti akan maksudnya.Kepala keamanan Petunia itu tampak mengangguk paham dan setelahnya berdeham pelan.“Aku akan datang ke kediaman Ryder untuk memberikan kabar.”Mendengar ucapan bawahannya itu, Hagen tid

DMCA.com Protection Status