Renata membuka pintu itu, ternyata di sana hanya ada keran menyala dengan air yang terus keluar. Alhasil ia menghembuskan nafasnya lega, lantaran tadi sempat merasa takut kalau ada orang lain di dalam sana.
“Rupanya dia lupa mematikan kerannya.” Renata langsung mematikan keran itu.
Renata menutup pintunya kembali, ia menatap ke arah kamar yang sekarang sudah berantakan dengan menghela nafas.
“Aku jadi membereskan ini dua kali." Renata memukul kepalanya pelan.
Renata pun memilih untuk membereskan semua barang yang berserakan.
“Memang apa yang dia cari sampai membuat kamar ini menjadi berantakan seperti ini!” gerutu Renata seorang diri, tangannya sambil memunguti pakaian kotor.
Hanya saja Renata pun melihat kalau kemeja yang awalnya ia gantung di balik pintu menjadi terjatuh di lantai. Ia pun bergegas untuk memungutnya, lantaran dirinya sudah tahu kalau ada gelang emas di dalam saku kemeja tersebut.
“Bisa-bisanya dia menjatuhkan ini ke bawah. Apa dia lupa kalau di sini ada barang berharga? “ Renata menggantung kembali kemeja itu tanpa merasa curiga.
Hanya saja entah kenapa Renata ingin merogoh kembali saku kemeja itu. Tangannya pun mulai meraba-raba isi di dalamnya, tetapi tidak menemukan gelang emas yang seharusnya berada di sana. Keningnya pun menjadi mengerut, lantaran tidak menemukan barang tersebut.
“Kenapa tidak ada di sini? Apa terjatuh?” Renata melirik ke arah bawah, tetapi ia tidak mendapati gelang emas di situ.
Renata pun bergegas untuk menggantung kemeja itu kembali, ia berniat untuk mencari gelang emas tersebut. Lantaran merasa kalau tidak sengaja terjatuh ke bawah akibat suaminya mencari barang penting yang tertinggal.
“Bisa-bisanya dia sangat ceroboh sekali!” Renata berjongkok untuk mencari gelang emas itu.
Tak lupa Renata pun mencari ke setiap sudut ruangan, ia takut kalau gelang emas itu tak sengaja terlempar ke sudut atau terselip ke bawah. Namun, sudah dua jam mencari, tidak kunjung menemukan di mana pun. Alhasil membuat wanita itu menjadi sangat lelah sekali.
“Ke mana, ya? Aku tidak menemukannya dari tadi, sampai membuatku terasa sangat lelah sekali.” Renata duduk bersimpuh di lantai.
Renata berusaha untuk berpikir positif, dengan memikirkan kalau dirinya lah yang tidak teliti sehingga tidak dapat menemukan gelang emas itu di mana pun. Sehingga ia pun memilih untuk mencari sekali lagi, supaya bisa memastikan kalau memang berada di dalam kamar atau tidak.
"Sudahlah sepertinya tidak ada di sini!” gerutu Renata kesal.
Setelah itu pikiran Renata hanya terfokus kepada gelang emas yang sekarang entah berada di mana. Ia pun mulai mengingat tentang Gio pulang ke rumah, setelah lelaki itu pergi tanpa pamit gelang emas itu pun menjadi tidak berada di tempat lagi.
"Apa dia yang mengambilnya?” gumam Renata pelan.
Mata Renata tak sengaja menatap ponsel yang berada di atas kasur. Ia lantas mengambilnya. “Bahkan dia meninggalkan ponselnya!”
Tangan Renata mengetuk-ngetuk meja, ia terus memandangi televisi yang menyala dengan tatapan kosong. Karena sekarang pikirannya tidak beralih dari gelang emas yang hilang.
Suara dering ponsel pertanda ada pesan masuk membuyarkan lamunan Renata. Ia bergegas mengambil ponsel milik Gio yang berada di meja untuk melihat siapa pengirim pesan tersebut.
“Nomor tanpa nama?" Renata mengerutkan alisnya, ia tidak mengetahui siapa pengirim pesan itu.
Sebenarnya Renata sangat malas membuka pesan tersebut, lantaran nomor itu tanpa nama yang berarti tidak tersimpan di dalam kontak. Namun, ia sangat penasaran dengan isi pesan dari pengirim tersebut, sehingga memilih untuk membukanya.
[ Apa kau sudah menemukan gelangnya? ] Isi pesan tersebut.
“Maksudnya apa? “ Renata menaik-turunkan alisnya.
Dahi Renata terus saja berkerut, ia berusaha untuk memahami maksud dari isi pesan itu. Seketika ia baru saja teringat kalau mungkin saja yang dimaksud adalah gelang emas itu.
“Maksudmu gelang emas? Tapi kau siapa? Aku tidak mengenalmu karena nomormu tidak tersimpan di kontak. “ Renata menekan tombol kirim.
Hanya saja pesan itu tidak kunjung dibalas oleh orang itu, padahal sudah centang biru membuat Renata menjadi semakin penasaran. Kegelisahannya menjadi semakin menjadi, ia pun memilih untuk memeriksa poto profil pemilik pengirim pesan itu, tetapi ternyata tidak ada.
“Apakah aku harus menanyakan gelang itu kepada Gio dan pemilik nomor tanpa nama ini? Tapi bagaimana kalau gelang itu untukku dan nomor ini hanya salah alamat? Bukankah aku malah membuat Gio menjadi kesal?” Renata menggigit kuku jarinya, ia terus mondar-mandir di ruang tamu dengan gelisah.
Renata memilih untuk menatap jam di dinding, Ia tidak sabar menunggu kepulangan Gio untuk menanyakan semua itu.
“Ternyata sekarang sudah jam empat sore, sebaiknya aku segera memasak dan setelah itu mandi untuk menjernihkan pikiran.” Renata mengusap wajahnya kasar untuk menyadarkan dirinya.
Renata berusaha tetap fokus untuk memasak makanan, karena ia tidak ingin lagi kejadian mengosongkan makanan itu untuk kedua kalinya. Alhasil setelah dirinya memasak langsung pergi ke lantai dua untuk membersihkan diri, berharap kalau perasaan gelisah akan segera sirna secepat mungkin. Namun, tetap saja ia terus memikirkan hal itu, seakan hidupnya sekarang hanya tertuju ke gelang emas tersebut.
Waktu yang ditunggu sudah tiba, terdengar suara mesin mobil mendekati halaman. Renata pun memilih untuk berlari kecil menghampiri keluar, lantaran ia sudah tidak sabar lagi untuk bertanya kepada Gio. Namun, saat pintu dibuka, betapa terkejutnya dirinya melihat lelaki yang sekarang sedang bersama dengan sang suami. Bahkan lelaki tersebut pun mengedipkan mata kepada Renata.
‘Apa yang dia lakukan di sini dan apa-apaan itu?’ gerutu Renata dalam hati, saat ia melihat Bram berjalan mendekat bersama Gio.
“Hai, Sayang.” Gio mengecup kening Renata dengan mesra.
Renata sekilas melihat kalau Bram mengepalkan tangannya, tetapi saat ia memperhatikan lelaki itu dengan seksama Bram malah tersenyum kepada dirinya.
Gio menyadari kalau Renata terus menatap ke arah Bram. Ia pun mendekati sang istri secara perlahan.
“Ah, ini Bram. Dia adalah sepupuku, kamu masih ingatkan?” tanya Gio, ia menatap lekat Renata.
Renata hanya menjawab dengan anggukan, karena ia fokus menatap Bram.
“Aku mengajak Bram untuk ikut makan bersama dengan kita. Tidak masalahkan?” tanya Gio meminta persetujuan Renata.
Renata tersentak, ia tidak ingat kalau sekarang ada Gio berada di antara mereka. Karena terlalu fokus memandangi Bram.
Lantas Renata pun mengukirkan senyuman manis di bibirnya. “Tidak masalah, Sayang. Lagi pula bukankah dia adalah sepupumu? Berarti dia juga adalah sepupuku juga.”
Gio merangkul erat Bram, ia tersenyum dengan sangat lebar. “Benarkan apa yang kukatakan? Istriku ini adalah istri yang baik, jadi tidak mungkin dia akan marah kalau kau ikut makan dengan kami.”
“Benar sekali. Istrimu adalah wanita yang baik, bahkan mungkin lebih, kau sangat beruntung mendapatkannya.” Bram tersenyum dengan menaikkan sudut bibirnya, tatapannya tidak beralih dari Renata.
Bram mengambil tangan Renata, ia langsung mengecup punggung tangan wanita itu tanpa sungkan.
Renata menjadi tegang dengan apa yang dilakukan oleh Bram. Ia tidak menyangka lelaki itu malah langsung mengecup tangannya di depan Gio, yaang adalah suami Renata.“Apa yang kau lakukan?” Renata menarik tangannya dengan cepat, wajahnya sudah pucat pasi seperti mayat.Suasana menjadi terasa hening, Renata sangat ketakutan sekali kalau Gio memarahi dirinya lantaran perlakuan dari Bram. Namun, selama menunggu beberapa menit, tak kunjung terdengar suara dari sang suami. Membuat ia menjadi mendongak untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh Gio.Hanya saja Gio malah mendekati dirinya dan merangkul pundak Renata.“Gio, aku tidak tahu apa yang dia lakukan kepadaku. Tadi terlalu tiba-tiba dan aku tidak sempat menarik tanganku!” ucap Renata dengan terbata-bata, bingung menjelaskan seperti apa.Gio hanya diam, tetapi tiba-tiba falah tertawa dengan keras. “Kau ini terlalu menggoda Renata, lihatlah wajahnya sampai menjadi berkeringat karena merasa sangat gugup.” Ia memukul pundak Bram.“Kau tahuk
Gio tiba-tiba mencengkram tangan Renata dengan kuat, membuat wanita itu menjadi meringis kesakitan. "Apa yang kau pikirkan sendiri tadi? Sehingga kau tidak menggubris perkataanku!” Ia menaikkan sebelah alisnya, tatapan matanya sangat tajam menatap ke arah sang istri.“Sakit,Gio!”"rintih Renata."Jawab dulu pertanyaanku!" hardiknya.Lidah Renata terasa sangat kelu ingin mengucapkan sesuatu, lantaran melihat tatapan mata dari Gio yang sangat mengerikan. Lelaki itu menatapnya dengan tajam, sehingga membuat ia menjadi gemetar ketakutan.“Aku hanya merasa heran, kenapa kau tidak marah dengan perkataan dari Bram, itu saja,” jawab Renata dengan tergagap.Cengkraman dari tangan Gio mulai melunak, membuat Renata menjadi merasa sangat lega.“Oh, itu. Lagi pula itu kan sudah masa lalu kalian, jadi aku tidak akan mencampurinya dan bukankah semua orang sering memiliki masa lalu?” Gio mengedikkan bahunya, pertanda ia tidak mempermasalahkan semua itu.“Aku kira kau akan marah kepadaku.” Renata menun
Renata menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, ia keceplosan mengatakan hal itu di depan Bram. Karena Gio selalu tidak suka kalau dirinya mengatakan hal itu di depan tamu, entah siapapun itu.“Aku tidak menyangka kalau kau tidak dapat merubah kebiasaanmu itu, yang selalu minta dilayani walau hal sekecil apapun," ejek Bram dengan tertawa kecil.“Apa maksudmu? Kau lihat sendiri kan kalau aku tidak melarangnya untuk ikut duduk bersama kita. Tapi dia lah yang memiliki kebiasaan selalu melayaniku lebih dulu. Baru setelah melakukan itu dia akan makan,” sahut Gio terdengar seperti sanggahan di telinga Bram.“Kau lucu sekali! Kalau kau memang seperti itu, kau tidak perlu menutupinya. Kalian kan suami-istri wajar saja seperti itu.“ Bram melirik dengan sinis.“Sayang, duduklah! Kamu makan saja bersama kami, karena lelaki ini tidak percaya kalau kamu sendiri yang menginginkan untuk melayaniku lebih dulu sebelum menyantap makananmu.” Gio mengisyaratkan dengan lirikan matanya supaya Rena
Suasana menjadi hening setelah Renata mengatakan hal itu. Ia pun menjadi menatap kedua lelaki itu secara bergantian, Bram ataupun Gio hanya memandangi dirinya saja.Renata menjadi sadar apa yang sekarang dirinya lakukan, sehingga ia langsung duduk kembali ke kursinya dengan wajah memerah menahan perasaan malu.Gio tertawa dengan terbahak-bahak melihat Renata menjadi malu."Kamu terlalu berlebihan, Renata. Lagipula Bram terlalu lama tinggal di luar negeri, jadi wajar saja kalau bicaranya itu terkadang keterlaluan. Kamu tidak perlu menanggapi dengan serius,” tutur Gio, ia mencoba menasehati Renata.Renata mendongakkan kepalanya menatap ke arah Gio yang berada di samping, matanya menjadi berkaca-kaca lantaran lelaki itu malah tidak ada rasa cemburu kepada lelaki lain padahal jelas-jelas Bram mengatakan ingin merebut dirinya. Namun, ia dengan cepat menundukan kepalanya sambil tangan terus mencengkeram ujung pakaian kuat. Berharap kalau perasaan sakit ya
Renata sekarang tidak terlalu fokus untuk mencuci piring lantaran mendengar Bram akan bermalam di rumahnya sekarang. Ia sangat yakin sekali kalau lelaki itu akan melakukan sesuatu di dalam istananya ini.“Kenapa Gio malah mengizinkan dia bermalam di sini? Apa dia tidak melihat ada mataku yang mengatakan tidak mengijinkannya!” Renata mencengkram kuat spons cuci piring yang berada di tangannya.Renata ingin mempercepat mencuci piring, tetapi ia terlalu malas sekali untuk bertemu dengan Gio di dalam kamar, lantaran merasa sangat kesal dengan lelaki itu. Sehingga ingin berlama-lama di dapur untuk menenangkan diri, supaya tidak terlalu kentara kalau sedang marah kepada suaminya tersebut.“Lebih baik aku menyeduh teh saja daripada hanya menggerutu. Siapa tahu setelah minum teh akan menjadi lebih baik.“ Renata mengelap tangannya dengan sapu tangan.Renata lantas segera membuat secangkir teh hangat untuk dirinya, supaya bisa me
Renata segera beranjak dari kursinya melihat senyuman itu. “Apa maksud dari senyumanmu, Bram?”Hanya saja saat Renata sudah berada di ambang pintu dapur, ia tidak melihat lagi keberadaan Bram. Sehingga membuat ia menjadi bertanya-tanya ke mana lelaki itu dan kenapa sangat cepat sekali. Padahal baru saja keluar dari dapur, tetapi sudah tidak terlihat lagi.“Ke mana dia? Aku sangat yakin sekali kalau dia baru saja keluar dari dapur, tapi kenapa sudah tidak ada lagi di sini.” Renata melirik kesana-kemari mencari keberadaan Bram.Renata meneruskan langkahnya untuk mencari keberadaan Bram. Saat itu malah menabrak Gio yang sedang memegangi ponsel di tangan. Ia menjadi mengerutkan dahinya melihat lelaki itu keluar di waktu hampir larut malam seperti sekarang, tidak seperti biasa yang dirinya ketahui.“Kamu dari mana?” tanya Renata dan Gio serempak.“Kau duluan! “ ucap Renata dan Gio serempak lagi.Sua
Renata menjadi terbangun mendengar suara pintu tertutup, ia melihat kalau Gio tidak lagi berada di belakangnya membuat ia menjadi langsung beranjak dari ranjang."Ke mana dia?” Renata berjalan dengan perlahan menuju ke arah pintu.Renata mencari keberadaan Gio, ia melihat kalau lelaki itu sekarang sedang menuruni tangga sambil berbicara dengan seseorang di ponsel. Ia pun langsung berlari kecil, tetapi berusaha untuk tidak terdengar oleh sang suami.“Berapa kali sudah aku bilang jangan telepon aku saat aku di rumah. Tapi kenapa kau masih tidak menuruti perkataanku?” Gio mengusap wajahnya dengan kasar, raut wajahnya terlihat sangat kesal.Renata berhenti di dekat tangga, ia memperhatikan Gio yang sedang melangkahkan kakinya turun ke bawah.“Seharusnya kamu mengerti, aku tidak bisa kalau ditelepon seperti ini terus saat malam hari. Padahal kita bisa bertemu saat siang nanti,” tutur Gio.“Bertemu saat si
Renata bergegas untuk mengambil ponsel yang sekarang terjatuh di kamar mandi. Ia mengecek kondisi ponsel tersebut, takut kalau ada lecet ataupun tergores di sana. Beruntungnya tidak ada yang seperti ia pikirkan, sehingga ia menghembuskan nafas lega.“Syukurlah tidak ada yang rusak ataupun tergores.” Renata memeluk ponsel itu sambil mengucapkan syukur di dalam hati.Hanya saja Renata tentu saja tidak merasa tenang lantaran memergoki ponsel milik Gio yang ternyata ada seorang wanita cantik mengenakan gaun tidur. Namun, ia tidak bisa berlama-lama di dalam kamar mandi takutnya kalau sang suami akan segera terbangun. Alhasil sekarang Renata memilih untuk keluar dari kamar mandi walaupun hatinya sekarang tidak tenang. Matanya terus mengawasi Gio, takutnya kalau lelaki itu ternyata sudah terbangun sehingga ia tidak bisa mengembalikan ponsel itu ke tempat semula. Saat memasukkan kembali ponsel itu ke bawah bantal, Renata menatap datar ke arah Gio. Hatinya terasa sangat nyeri sekali membayang
Bram menjadi tersentak kaget saat melihat luka di tangan Renata. Namun, ia dengan cepat memilih untuk mengambil minuman dingin yang berada di dalam kulkas. Raut wajahnya berubah menjadi tanpa ekspresi, ia menatap datar ke arah Renata."Aku dengar ada teriakan di dapur sini, apa yang terjadi?” Gio melirik sekitar, ia melotot saat melihat Bram ada di dapur bersama dengan Renata.Hanya saja Bram tetap santai minum minuman dingin yang ada di tangannya sekarang. Ia terlihat cuek dengan tatapan dari Gio.“Tanganku hanya terluka saja saat memotong sayuran. Jadi tanpa sadar aku malah berteriak.” Renata tersenyum simpul, ia memperlihatkan tangannya yang terluka.Gio tidak terlalu mendengarkan perkataan dari Renata. Ia hanya menatap ke arah Bram dengan tatapan penuh curiga.“Kenapa kau menatapku seperti itu?" Bram menaikkan sebelah alisnya, ia membalas tatapan Gio dengan sinis.“Apa kau berlari kemari setelah mendengar te
Renata melangkahkan kakinya keluar dari kafe dengan ragu, matanya melihat ke sekitar memastikan apakah Gio masih berada di sana atau tidak. Setelah mengetahui semuanya aman, ia menghembuskan nafas lega karena sang suami sudah pergi dari sana. Lantas memilih untuk terus melangkahkan kaki menuju ke arah luar tanpa melihat keadaan sekitar lagi dan berakhir menabrak seseorang.“Astaga! Maaf!” Renata menundukkan kepalanya, ia terlalu takut untuk melihat ke depan lantaran mengira orang itu adalah Gio.“Pantas saja tadi yang mengenakan pakaianmu bukanlah kau, tetapi orang lain. Ternyata kau menggunakan cara yang sama sepertiku ya. Bedanya hanya bertukar jaket saja.” Bram menutupi mulutnya, ia berusaha menahan suara tawa kecil yang akan keluar dari mulutnya.Renata mendongak, ia menyipitkan mata menatap Bram dengan penuh selidik.“Ada apa dengan tatapanmu itu? Bukankah kau harus berterima kasih kepadaku, karena telah membantumu supaya tidak ketahuan oleh Gio?” Bram mengerutkan dahi, mata elan
Sementara Bram hanya tersenyum tipis melihat hal itu. Ia tidak berniat menghalangi Gio lebih jauh, malah terlihat menantikan apa yang akan terjadi di depan matanya.Saat tudung jaket itu terbuka, Gio menjadi terdiam sejenak menatap wanita yang berada di depan matanya itu. Namun, beberapa detik kemudian ia malah tertawa kecil melihat wanita itu.“Aku kira ada sesuatu yang spesial, tapi ternyata tidak.” Gio menutupi mulutnya untuk menahan suara tawa yang akan keluar dari sana.Bram mendekat, tetapi ia terlihat sangat acuh sekali.“Kau pergilah dari sini!” usir Bram dengan raut wajah sinis.Wanita itu dengan cepat meninggalkan kedua lelaki yang sekarang menatapnya dengan tatapan sinis tanpa menoleh ke belakang lagi.Bram menatap tajam ke arah Gio, ia melipat tangannya di dada. “Kau sudah puaskan?“Gio yang sedari tadi tertawa , melirik ke arah Bram. “Ah, Bram! Aku tidak bermaksud untu
Renata merasa tugasnya sudah selesai, sehingga ia ingin melangkahkan kakinya untuk segera keluar dari hiruk-pikuknya kafe. Namun, saat ia sudah berada di dekat ambang pintu membuat matanya menjadi melotot lantaran merasa terkejut. Karena Bram sedang berbicara bersama dengan Gio.“Aku pikir mereka sudah pulang! Ternyata mereka masih ada di sana, tapi kenapa?“ Renata merapatkan tudung jaket hoodie yang sekarang ia kenakan.Renata memilih untuk bersembunyi di tempat yang aman sambil mengawasi tingkah Gio. Rupanya lelaki itu masih sangat penasaran sekali dengan wanita yang menjadi kekasih Bram, sehingga masih berada di sana untuk mencari tahu wajah wanita itu.Renata menjadi mondar-mandir merasa gelisah, sesekali akan menggigit kuku jarinya. Saat sedang memikirkan cara bagaimana keluar dengan aman, ia melihat seseorang yang mengenakan pakaian milik Bram sambil menghitung beberapa lembar uang kertas di tangan.“Hei, kau!” panggil Renata
Renata semakin panik mendengar langkah kaki yang kian dekat. Ia berusaha keras menenggelamkan wajahnya di dada bidang Bram, seolah tempat itu satu-satunya perlindungan dari situasi yang tidak ia harapkan. Bram mendesah pelan, kebingungan dengan tingkah wanita itu, namun senyum tipis tak bisa lepas dari wajahnya.“Bram, kenapa kau berada di sini?”Suara itu menyambar telinga Renata seperti petir di siang bolong. Suara Gio—tegas, dingin, penuh nada ingin tahu—membuat jantung Renata berdentam lebih kencang dari langkah kaki yang tadi ia dengar. Nafasnya tercekat, seperti tali transparan melilit lehernya, tak memberi celah untuk bernapas lega.Bram yang hendak menggeser tubuhnya untuk duduk lebih tegak, mendapati Renata justru mengikuti gerakannya, tetap menempel erat. Ia terkekeh pelan, merasa geli melihat betapa keras wanita itu mencoba menghindar dari pandangan Gio.“Kau bisa lihat sendiri, kan? Sekarang aku sedang kencan,” ujar Bram santai, melirik ke arah Renata yang kini semakin sal
Bram mengenakan setelan jas berwarna hitam, jam tangan warna kuning keemasan, sepatu pun mengkilap di bawah cahaya lampu kafe, membuat penampilan lelaki itu menjadi menarik perhatian orang lain. Sehingga Renata memilih untuk berusaha menutupi lelaki itu, supaya tidak terlalu kentara. Naasnya, tentu saja wajah tampan Bram tidak akan bisa ditutupi hanya dengan selembar kertas. Alhasil dirinya pun meletakkan menu tersebut ke meja dengan kasar.“Jangan melakukan hal itu! Bukankah kau tahu sendiri kalau kedua orang yang berada tidak jauh dari kita pasti akan mendengarnya?” Bram menaik turunkan alisnya, ia merasa heran sekali dengan apa yang yang dilakukan oleh Renata.Renata mendengus kesal, tangannya mengepal menu dengan sangat kuat dan memberikan tatapan bengis kepada Bram. “Kalaupun aku tidak melakukan hal itu,tetap saja akan ketahuan. Karena penampilanmu sekarang sangatlah mencolok!”Bukannya menjauh pergi, Bram menopang dagunya di atas ke
Renata beranjak dari kursi empuknya, ia ingin mengetahui kebenaran tentang semua pertanyaan yang ada di dalam pikirannya sekarang. Ia pun menjadi bergegas untuk mengambil jaket hoodie yang berada di lantai dua, tidak lupa mengenakan masker dan kacamata hitam untuk menutupi dirinya supaya tidak ketahuan oleh sang suami. Semua itu dilakukan untuk bisa mengetahui kebenaran, kalau misalkan memang benar Gio berselingkuh atau tidak Renata bisa segera mengetahuinya.“Ayolah, Renata! Kamu harus segera mengetahui semua kebenarannya, supaya tidak terjadi salah paham seperti sekarang ini!" Renata mengepalkan tangannya di udara, walaupun sekarang tangannya itu menjadi gemetar lantaran merasa takut. Renata melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke lantai bawah supaya segera bisa ke tempat tujuan. Kali ini ia memilih untuk menggunakan taksi, supaya Gio tidak mengetahui kalau ia berada di tempat yang sama dengan lelaki itu.“Lama sekali taksinya datang! Bagaimana kalau mereka sudah keluar dari s
Gio yang masih berbicara di telepon mendengar suara langkah kaki seseorang, membuat ia menjadi menoleh ke arah tersebut. Tanpa mengatakan apapun ia langsung menutup panggilan secara sepihak dan mulai melangkahkan kaki dengan perlahan untuk melihat siapa orang di balik pintu tersebut. Matanya terkejut saat menyadari kalau pintu tersebut terbuka sedikit, dengan langkah cepat dan raut wajah panik langsung membuka pintu dengan lebar, tetapi ternyata tidak ada satu orang pun di sana."Sepertinya hanya perasaanku saja, karena tadi aku!” gumam Gio seorang diri.Gio pun memilih untuk segera bergegas keluar dari sana, supaya bisa mendatangi Bram dan Renata yang sekarang berada di ruang makan.“Ternyata kalian belum selesai makan?" Gio menatap ke arah kedua orang yang masih menyantap makanannya.“Iya, karena masakan istrimu sangatlah enak. Sehingga aku tanpa sadar sudah tambah dua kali.” Bram menyantap makanannya dengan sangat lahap.
Renata terus menatap tajam kepada Gio, ia tidak memalingkan wajahnya walaupun sedikit saja. Namun, lelaki tersebut tidak menggubrisnya, hanya diam tanpa bergerak sedikitpun. Suasana di dalam ruangan makan tersebut menjadi terasa menegangkan dan mencekam.Saat suasana seperti itu, Bram malah tertawa dengan keras seakan-akan pemandangannya di depan matanya adalah lucu.Renata yang melihat tersebut menjadi menatap ke arah Bram, ia tidak mengerti apa yang terjadi sehingga membuat lelaki tersebut menjadi tertawa.“Maafkan Aku! Ternyata sangat senang sekali menggoda kalian berdua, padahal yang kumaksud bukanlah kalian, tetapi orang lain.” Bram menutupi mulutnya supaya bisa menahan tawa.“Kau pikir ini adalah lucu apa? Memang mungkin cara bercandamu seperti ini, tetapi bagi sebagian orang ini tidaklah lucu!” Renata menggebrak meja dengan kuat, ia terus menatap tajam ke arah Bram.“Tapi walau pun ini adalah bukanlah kebohongan