"Ibu! Ayah! Tolong aku!"
Aruna menggedor pintu dengan panik. Dia ketakutan setengah mati sampai kakinya gemetar hebat. Lagi dan lagi, Aruna menangis histeris.Aruna memukul-mukul pintu dengan lebih kuat saat suara para tikus di kamarnya itu terdengar lebih ramai. Tak sekali dua kali Aruna berjengit karena tikus-tikus berjalan di kakinya, bahkan beberapa sempat mencoba memanjat tubuh Aruna.Aruna benar-benar tidak tahu tikus sebanyak ini berasal dari mana? Padahal sebelumnya kamarnya baik-baik saja. Kamar Aruna sangat bersih karena selalu dibersihkan oleh para pelayan setiap hari. Bahkan sebelum-sebelumnya, nyamuk pun tidak pernah terlihat berada di kamarnya.Lantas ... darimana semua tikus itu datang?"Kakak!" Aruna memanggil keras saat di luar kamar, dia mendengar suara tawa Genio dan Gielza. Kedua kakaknya masih berada di depan kamarnya, jadi Aruna merasa bisa meminta bantuan mereka. "Tolong aku, kakak! Pintunya tidak mau terbuka danArxen keluar dari kediaman Evanthe dan kembali ke istana dengan terburu-buru. Setelah orang suruhan Bellanca datang mencarinya ke kediaman Evanthe saat Arxen sedang bersama Aruna, Arxen langsung beranjak setelah meminta maaf pada Aruna dan berjanji akan datang lagi menemuinya. Arxen sebenarnya tidak tega saat melihat wajah Aruna yang terlihat sedih. Tapi lagi-lagi, tujuan utama Arxen adalah untuk menyelamatkan Aruna. Dan informasi yang disuruh ibunya untuk disampaikan padanya adalah informasi yang sangat penting. Bellanca memberi tahu kalau pelatih yang Arxen ingin telah datang ke istana. Bellanca menyuruh Arxen untuk segera kembali dan bertemu dengan sosok yang akan melatihnya itu. Arxen langsung turun dari kereta setelah kendaraan itu berhenti sepenuhnya. Melihat pada para pelayan yang menyambutnya, Arxen bertanya tidak sabaran. "Di mana ibu?" "Yang Mulia Permaisuri sedang berada rumah kaca dengan seorang tamu, Yang Mulia Pangeran." Salah se
Pagi itu, seperti biasanya keluarga Evanthe menikmati sarapan mereka bersama. Dengan Macario yang duduk di ujung meja, lalu kedua sampingnya diisi oleh anggota keluarga Evanthe yang lain. Sebagai anggota keluarga yang paling muda, Aruna duduk di kursi yang paling jauh dari Macario. Tetap tenang dan memakan makanannya dalam diam. Tidak seperti dulu saat Aruna masih sering merengek untuk duduk di dekat kakeknya atau di dekat ibunya. Di sebelah Aruna ada Gielza, dan di sebelahnya lagi ada Genio. Kedua anak itu seperti saling memberi kode dengan mata mereka. Lalu melihat pada kedua orang tua mereka juga Macario, memastikan kalau orang-orang itu tidak sedang melihat.Setelah memastikan semuanya aman, Gielza melirik lagi pada Aruna. Sudut bibirnya terangkat saat dia memegang bahu Aruna, membuat adiknya itu menoleh padanya. Sebelah tangan Gielza yang lain bergerak secepat kilat kemudian menggeleng saat Aruna melihatnya dengan tatapan bingung. Gielza lalu kembali menikmati supnya. Aruna ju
Satu minggu setelahnya, Arxen kembali berkunjung ke kediaman Evanthe untuk menepati janjinya pada Aruna. Seperti biasa, mereka menerima kunjungan Arxen dengan gembira. Terlebih, Macario yang saat itu juga mengajak Arxen untuk minum teh bersama. "Bagaimana kabar Baginda dan Permaisuri, Yang Mulia? Sudah lama saya tidak ke istana menemui Baginda dan Permaisuri." Macario membuka pembicaraan disela-sela waktu minum teh mereka. "Bisakah Anda menyampaikan salam saya kepada Baginda dan Permaisuri?""Kaisar dan Permaisuri sangat baik. Mereka hanya sedikit sibuk sekarang." Arxen menjawab formal. Meski dia sangat membenci Macario, dia tetap harus menunjukkan kesopanan karena posisi Arxen yang masih belum stabil. "Aku juga pasti akan menyampaikan salam dari Grand Duke.""Terima kasih, Yang Mulia." Macario menyesap tehnya. Matanya memandang Arxen yang sejak tadi terlihat sedikit tidak tenang. Melihat ke sekeliling seolah sedang mencari sesuatu. "Sungguh sebuah kehormatan bagi keluarga ini karena
Hari itu, Arxen pergi ke tempat latihan saat matahari sudah terbit sepenuhnya. Tidak seperti biasanya saat Arxen disuruh latihan subuh, kali ini Arlemus meminta latihannya dimulai saat udara telah hangat karena ada sesuatu yang harus pria itu kerjakan terlebih dahulu. Suasana istana pun sudah ramai dengan para pelayan yang berlalu lalang melaksanakan tugas mereka masing-masing. Arxen berjalan sendiri menyusuri istana tanpa ditemani seorang ksatria atau pelayan. Memang tadi mereka akan menemani, tapi Arxen lagi-lagi menolak karena Bellanca sudah memerintahkan secara khusus agar tidak ada orang selain Arlemus dan Arxen yang memasuki tempat latihan itu. Orang-orang dilarang mendekat, bahkan Bellanca sendiri pun memutuskan untuk tidak akan masuk jika tidak dipanggil oleh sang utusan dewa. Arxen mempercepat langkahnya saat matanya telah melihat tempat latihannya. Arxen ingin buru-buru sampai, khawatir jika ternyata Arlemus sudah menunggunya. Namun hanya beberapa meter lagi sebelum Arxen m
Kala itu, matahari sudah berada pada puncak. Bersinar terik membuat kulit jadi tersengat panas yang dikeluarkannya. Produksi keringat yang dikeluarkan tubuh pun bertambah. Terlebih bagi mereka yang melaksanakan aktivitas di luar ruangan, panas ini terasa cukup mengganggu. "Cukup untuk sekarang." Arlemus memberi perintah setelah berhasil membuat pedang Arxen terlempar dan kalah di duel pedang dengannya. Pria itu melirik Arxen yang mengatur napasnya yang terengah-engah. Dia kembali melanjutkan ucapannya. "Kita akan melanjutkan latihan ini sore nanti." Arxen mengangguk setuju setelah napasnya mulai teratur. Meski seluruh tubuhnya kini terasa sangat sakit dan dia bahkan butuh kekuatan lebih untuk sekedar berdiri, tapi Arxen tetap mengikuti. Dia melihat dan memerhatikan Arlemus yang saat ini tengah mengumpulkan semua senjata yang mereka gunakan selama latihan. Arxen cukup heran dan takjub. Penampilan Arlemus masih terlihat segar dan bersih, berbeda dengan Arxen yang seluruh tubuhnya dit
Aruna lagi-lagi jatuh berlutut dan memuntahkan darah. Keningnya dipenuhi keringat dingin dan seluruh tubuhnya yang penuh dengan memar terasa kehabisan tenaga. Napas Aruna putus-putus seolah dia sangat kesulitan untuk menghirup oksigen. Lagi, Aruna kembali merasakan rasa sakit yang luar biasa karena tubuhnya belum terbiasa dengan racun yang hampir setiap hari dikonsumsinya itu. Terdengar suara helaan napas berat di sana. Tepat di samping Aruna, Yeslyhn yang duduk santai di sebuah sofa menatap datar pada putrinya sendiri. "Kenapa sesulit itu untuk tubuhmu bisa beradaptasi?" Yeslyhn terlihat jengah dengan sang putri bungsu. Menurutnya Aruna terlalu lamban, baik soal fisik maupun kemampuan sihirnya. Aruna tidak menunjukkan perubahan yang signifikan padahal Yeslyhn sudah berusaha keras selama beberapa hari ini agar Aruna bisa segera membangkitkan kekuatan sihirnya. "Kau sangat lemah karena selama ini hanya main-main saja. Memang, ini kesalahanku yang membiarkanmu berlaku sesuka hati." Y
"Siapa ... yang melakukannya padamu?"Aruna mengangkat wajah dengan sedikit terkejut saat Arxen bertanya padanya. Ragu-ragu, dia menjawab dengan suara pelan yang bergetar. "K-kak Gielza.""Ada apa, Pangeran?" Macario yang pertama menyadari sebuah keanehan saat melihat dua orang itu berdiri diam dengan percakapan yang sulit untuk mereka dengar. "Apa ada sesuatu yang terjadi?" Arxen lantas berbalik. Wajahnya yang terlihat murka membuat seluruh Evanthe tertegun. Tatapan menusuk Arxen dilayangkan pada Macario yang langsung berdiri bersama semua Evanthe yang lain. "Apa Grand Duke yang luar biasa tidak bisa mendidik cucunya dengan benar?" Arxen sama sekali tidak menahan amarahnya. Dia kehilangan kendali dirinya saat melihat Aruna yang lagi-lagi terluka karena keluarga ini. "Apakah keluarga ini tidak mampu mengajari anaknya dengan benar?!""Mohon tenang dulu, Yang Mulia. Saya tidak mengerti kenapa Anda tiba-tiba menghina saya dan didikan yang
Waktu terus berjalan tanpa henti, bergerak tanpa pernah memelan sedikit pun. Hari demi hari terlewati, berubah menjadi bulan demi bulan, dan pada akhirnya tahun. Empat tahun telah berlalu. Banyak hal yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Banyak yang telah berubah, tetapi ada juga yang masih tetap sama. Seperti seorang gadis dengan rambut lilac yang makin memanjang serta mata crimson yang kini hanya bisa menyorot dengan datar. Aruna Evanthe telah mengalami banyak perubahan. Banyak hal yang terjadi dalam empat tahun ini yang membuat kepribadian Aruna jadi sangat berbeda dengan saat dia masih kecil. Warna dalam hidupnya makin berkurang. Makin banyak hal yang pergi dari kisah hidupnya yang menyedihkan. "Nona, Tuan Grand Duke mengirimkan hadiah dan ucapan selamat untuk Anda."Aruna melirik pada pelayan yang baru datang kemudian melirik dengan tanpa minat pada beberapa hadiah yang dikirim untuknya. Hari ini Aruna berulang tahun. Usianya telah menginjak sebelas tahun, tapi pemikiran
Saat pagi telah tiba, Aruna bangun dengan tubuh yang terasa lebih ringan dibanding biasanya. Gadis itu tersenyum senang saat memulai hari di kamar baru yang dia akan tempati sementara kamarnya sedang dalam perbaikan. Dengan terbongkarnya sihir Aruna semalam, perlakuan yang dia terima di kediaman ini jadi berbeda. Jelas sekali terlihat bahwa para pelayan jadi semakin segan terhadap Aruna, dan beberapa bahkan seperti menjauh karena takut dengan kekuatannya. Aruna yakin, gara-gara kejadian ini keluarga terlebih kedua kakaknya pun jadi harus berpikir ribuan kali untuk mengganggu dirinya karena takut dengan sihir besar yang dia miliki. Bahkan kedua orang tuanya sekarang tidak bisa berlaku semena-mena. Mereka jadi menahan diri apalagi saat Macario secara terang-terangan menunjukkan dukungan dan keberpihakannya pada Aruna. Bisa dibilang, hidup Aruna di kediaman ini mulai berubah ke arah yang semakin baik hanya karena Aruna menunjukkan kemampuan sihir yang selama ini ditutup-tutupinya. Sa
"Aku akan mengirimkan para pelayan yang akan melayanimu. Mereka akan kutugaskan untuk melindungimu dari kejahatan yang dilakukan oleh keluargamu. Mereka akan terus memberi laporan padaku, selain itu kita juga bisa tetap berhubungan. Kau hanya perlu menitipkan suratmu pada mereka, Aruna."Waktu telah banyak berlalu dan mengubah banyal hal, namun Aruna masih mengingat dengan jelas ucapan Arxen yang diucapkan lebih dari enam tahun yang lalu, tepatnya setelah Arxen menyampaikan perpisahannya dan 'menghilang' dari pandangan Aruna. Saat itu, pemuda yang paling Aruna percayai dan yang menjadi tempatnya bergantung itu tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat Aruna langsung kecewa. Arxen keluar dari area yang dapat dijangkau oleh Aruna. Seperti janjinya, Arxen memang mengirimkan beberapa pelayan sebagai gantinya. Awalnya para pelayan itu memang melayani Aruna dengan baik dan menentang siksaan yang ditujukan pada Aruna. Aruna dilindungi oleh mereka dengan membawa nama Arxen. Semua berjal
Aruna melangkah ringan di koridor panjang kediaman Evanthe. Gadis itu bersenandung pelan, sedang bibirnya mengulas senyum bahagia. Suasana hati gadis itu terlihat sangat bagus kali ini, berbanding terbalik dengan apa yang dirasakannya selama beberapa hari terakhir ini. Di belakangnya, para pelayan dengan setia mengikuti ke mana kaki sang Nona akan melangkah. Aruna lalu mempercepat langkah kakinya dan berhenti tepat di ujung tangga. Sedikit menunduk, Aruna melihat pintu kediamannya yang masih tertutup. Menoleh pada pelayan yang kini sudah ada di sampingnya, Aruna bertanya dengan tidak sabaran, "apa sudah ada kabar dari Arxen lagi? Kapan dia akan sampai?" "Tidak ada kabar lain yang datang, Nona." Salah satu pelayan yang paling senior di antara mereka menjawab. "Kabar terakhir yang diterima hanya surat yang memberi tahu kalau Yang Mulia Pangeran akan berkunjung sore ini." Aruna langsung mendesah meski pelan. Jelas sekali ada kekecewaan yang timbul di raut wajahnya. Dia kembali meliha
Halo, ini Cyra Arluna. Tujuan saya buat bab catatan ini sebenernya karena catatan yang bisa ditambahin perbab itu limit cuma bisa 150 words, sedangkan catatan penulis saya kali ini ada dua kali lipatnya hehehe. Saya rasa ini penting untuk disampaikan, dan dulu sudah pernah saya sampaikan di pf sebelah juga.Di cerita ini saya mengangkat beberapa isu-isu yang sebenarnya sangat disayangkan tapi mungkin orang di sekitar kita atau bahkan kita sendiri gak sadar pengaruh besar yang dihasilkannya. Contohnya pola asuh keluarga Aruna yang buruk akan berdampak pada pertumbuhan Aruna yang pasti akan punya cara berpikir dan bertindak yang melenceng. Saya pengen orang-orang makin sadar kalau pola asuh itu salah satu aspek paling penting yang berpengaruh pada pertumbuhan suatu individu. Gak perlu cara ekstrim kayak keluarga Aruna. Dengan beberapa hal simpel kayak ngebanding-bandingin anak, susah ngasih apresiasi dan selalu menekan anak untuk menjadi sosok yang terbaik, bahkan nakut-nakutin pun
"Eissha."Suara berat seorang lelaki yang menyebut namanya membuat tubuh wanita itu menegang seketika. Tangannya berubah jadi sedingin es saat dia merasa takut. Trauma yang masih cukup membekas dalam ingatannya membuat dia rasanya ingin segera pergi dari sini untuk menghindari si pemanggil. "Eissha!" Suara Beroz meninggi saat wanita bersurai kuning lemon di depannya tidak juga membalikkan badan untuk menghadapnya. Beroz menggeram. Dia mengusir semua pelayan yang ada di sana lalu melangkahkan kaki menghampiri Eissha yang tubuhnya jadi sedikit gemetaran. Pria itu tiba-tiba menarik kuat pergelangan tangan Eissha, memaksa gadis itu untuk melihatnya. "Apa kau berniat mengabaikanku sekarang?!" Beroz terlihat marah. Memandang nyalang pada wanita itu. "Beraninya kau?!""Ti-tidak." Eissha menggeleng keras dengan wajah yang pasi. "A-aku ti-dak--""Jangan kau lupakan! Aku telah membelimu dengan harga yang sangat mahal."Beroz tiba-tiba memajukan wajah, membuat tubuh Eissha semakin gemetar. Ba
Banyak hal yang berubah di kediaman Evanthe sejak kedatangan selir baru Beroz. Wanita yang usianya masih pertengahan kepala dua, memiliki paras cantik yang tentunya lebih segar dari Yeslyhn. Wanita bernama Eissha Deviella yang merupakan satu-satunya putri yang terlahir bagi Count Deviella. Memiliki penampilan menarik dengan rambut berwarna kuning lemon dan mata hijau terang. Banyak pelayan yang awalnya enggan berdekatan dengan wanita itu karena takut dengan amukan Yeslyhn. Namun mereka yang ditugaskan langsung untuk melayani wanita itu tidak bisa menghindar. Dengan terpaksa, mereka harus melayaninya dengan baik dan selalu berada di dekatnya. Terlebih, wanita itu sedang hamil. Mengandung anak Beroz yang setelah lahir nanti pasti akan menyandang nama Evanthe dan menikmati semua kemewahan dan kekuasaan yang pantas dimiliki oleh seorang Evanthe. Awalnya, para pelayan yang melayaninya memandang Eissha dengan tatapan yang buruk. Apalagi desas-desus yang beredar di kediaman adalah Eissha y
"Hey, kau sudah dengar beritanya? Katanya Tuan Beroz ....""Ya, Tuan Grand Duke sangat marah. Nyonya juga sempat menyerang wanita itu, tapi Tuan Beroz melindunginya dan bertengkar dengan Nyonya.""Ah, apa kalian sudah melihatnya? Aku bertemu dengannya saat dia baru tiba tadi, dan kuakui wanita itu sangat cantik. Dia juga masih muda." Siang itu, kediaman Evanthe cukup berisik. Para pelayan yang bekerja di tempat yang sama pasti akan membentuk kelompok-kelompok kecil dan membahas suatu masalah yang sedang hangat sekarang. Mereka bahkan melalaikan pekerjaan mereka dan tidak memerhatikan saat Aruna lewat. Aruna sedikit penasaran, tapi dia tetap melangkahkan kakinya. Dia baru keluar dari kamar setelah menghabiskan pagi harinya di kamar, dan saat keluar tiba-tiba suasana kediaman terlihat berbeda. Orang-orang tampak membahas sesuatu yang tidak dapat Aruna pahami. Wanita? Wanita apa? Apa hubungannya itu dengan ayahnya?Aruna bertanya-tanya dalam hati. Begitu meluruskan pandang, di depan sa
"Kau benar-benar--ck!"Bellanca lagi-lagi berdecak kesal dan meminum tehnya untuk menenangkan diri sendiri. Kepalanya terasa pening. Matanya sejak tadi menatap tajam, memelototi sang putra yang malah mengalihkan pandangan darinya. "Kau beruntung Ibumu ini masih belum terlalu tua sehingga tidak mati terkejut karena perbuatanmu!" Bellanca lagi-lagi memarahi Arxen untuk yang kesekian kalinya. Wanita itu tetap menjaga volume suaranya bahkan memasang sihir di sekitar mereka agar percakapan itu tidak sampai ke luar ruangan dan didengar oleh para pelayan dan prajurit yang menunggu di luar. "Kau beruntung Ibu selalu memihakmu dan bahkan membantu tindakan gilamu walau hal itu jadi memberi dampak besar bagi Kekaisaran ini!" Arxen meringis pelan. Mungkin ini sudah yang keseratus kalinya dia dimarahi oleh Bellanca. Sejak semalam sampai pagi ini, Bellanca terus mengomeli Arxen saat sedang tidak ada orang lain di sekitar mereka. Sebenarnya, omelan sang ibu sempat berhenti cukup lama sampai Arxen
Saat fajar menyingsing, berita tentang insiden kebakaran yang membakar hangus sebagian besar anggota Keluarga Kekaisaran langsung menyebar secepat angin. Pada pagi-pagi buta, orang-orang sudah berkabung dan menangis meratapi ketidakberuntungan yang melanda Kekaisaran. Bahkan di Ibukota Kekaisaran, hampir semua rakyat yang ada berdesak-desakkan di depan gerbang istana sambil membawa bunga sebagai bentuk rasa dukacita mereka. Satu Kekaisaran diliputi duka. Mereka tidak hanya sekedar kehilangan para pangeran dan putri saja, tapi mereka nyaris kehilangan semua orang yang nantinya akan menjadi pemimpin mereka.Tidak hanya itu. Ada banyak keluarga yang terpuruk karena anggota keluarga mereka yang bekerja sebagai pelayan di istana ikut menjadi korban. Orang-orang marah dan memaki penyihir yang diketahui sebagai dalang dari pembakaran semalam. Mereka semakin murka saat diberitahu kalau niat penyihir itu adalah untuk melenyapkan semua anggota Keluarga Kekaisaran agar Kekaisaran Hillario ini