Apa yang dikatakan oleh Siti benar. Alasan itu terdengar sangat logis. Serta kebohongan Siti yang sudah menikah dengan Rama padahal belum menikah, juga tidak akan terkuak.Siti seolah sudah menyiapkan ini semua dengan sangat matang."Ren," panggil Siti kembali. Bahkan kini Siti sudah menangkup lengan Reno dan menatapnya penuh permohonan.Yaa ... beginilah Siti. Caranya yang sangat manipulatif benar-benar seolah ingin menyihir seorang Reno. "—kau akan membantu ‘kan, hemm? Aku mohon, aku sangat mencintai pak Rama, Ren! Aku ingin memilikinya!" imbuh Siti penuh dengan permohonan yang sangat manipulatif.Reno ... dia hanya terdiam di tempat saja.Tanpa ada balasan atau kata-kata apa pun.Sedangkan di balik tembok yang tak terlalu dengan mereka. Di bawah kegelapan, telah bersembunyi satu sosok misterius dengan tegap.Seorang wanita berambut sebahu. Berdiri dengan memegang sebuah ponsel yang ia dekatkan ke titik pembicaraan antara Siti dan Reno.Tentu ponsel itu menyala. Lebih tepatnya adal
Reno mengumpat dalam hati dengan ketidakberdayaan dirinya jika berhadapan dengan Siti."Bagaiman kalau Rama tiba-tiba ingatannya kembali, dia marah dan memenjarakanmu," lanjut Reno berusaha menerangkan kekhawatirannya, dia memberi penjelasan kemungkinan Rama bisa sembuh lagi."Ha ha ha aku tidak bodoh, aku sudah memikirkan hal itu juga, aku udah memastikan dengan dokter kalaupun dia sembuh itu tidak mungkin dalam waktu dekat ini, dan ketika dia sadar, aku sudah memastikan kalau aku akan mengandung anaknya, apakah mungkin dia akan memenjarakan ibu dari anaknya?" tanya Siti berusaha mematahkan apa yang menjadi kekhawatirannya.Reno terbelalak kaget, dia tidak menyangka jika pemikiran Siti sudah sangat jauh, rupanya wanita yang dia cintai itu sudah terlarut debga euphoria kecintaannya kepada mantan majikannya hingga melupakan norma-norma yang sudah dia di pelajari selama ini.Reno menjadi sedih, bahkan
Reno pun terdiam sejenak, mati kutu. Dia sudah salah langkah. Kenapa mulutnya ini malah mengatakan hal seperti itu? Pasti setelah ini Mak Jumi akan semakin curiga padanya. Harusnya, Reno menjawab apa yang ditanyakan oleh Mak Jumi, bukan menambah kata yang pada akhirnya membuat Reno semakin terpeleset, lalu membuka tabir yang selama ini ia dan juga Siti sembunyikan. Sebenarnya, Reno juga tak mau membohongi. Namun, dia terpaksa karena Siti yang memerintahkan. Biarlah dosa akibat menipu tersebut ditanggung berdua.“Nak Reno, kenapa malah diam saja? Adakah sesuatu hal yang terjadi pada Siti dan dirimu? Mungkin ada semacam rahasia yang tidak aku ketahui?” tanya Mak Jumi. Kali ini sedikit mendesak. Ia begitu penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.“Tidak ada yang kami berdua sembunyikan dari siapa pun, Mak Jumi. Tadi aku diam, hanya karena memang akhir-akhir ini aku sering banyak pikiran. Jadi, tidak begitu fokus dengan per
"Astaga ... Beliau ini sangat kekeh sekali dan aku pun susah berbohong padanya," umpat Reno dalam hati, "Tetapi aku mana berani berbohong sama beliau!?"Lelaki itu hanya bisa mengembuskan napas panjangnya, seketika pikirannya pun penuh dengan persoalan yang sama sekali tak ia harapkan dan dialaminya.Sementata itu, mak Jumi masih memandanginya dengan tatapan tajam seakan-akan tengah menunggu jawaban teman dari anaknya sendiri."Jadi bagaimana, Reno? Apa kamu tetap tidak ingin berkata sesungguhnya?" tanya mak Jumi kembali yang terus mendesaknya.Mendengar itu membuat Reno semakin kalang kabut, tak mungkin ia memberitahukan orang tua Siti terkait hal tersebut."Bagaimana ini?? Aku tidak mungkin berkata jujur sedangkan Siti jelas-jelas berkata jangan sampai orang lain mengetahui masalah ini," batinnya.Gelagat Reno semakin terlihat aneh, betapa tidak? Ia sedari
"Maaf, Siti. Sepertinya aku tidak bisa membantumu lebih lama, aku bukan tipe yang pandai bersandiwara," gumamnya dalam hati.Sangay menggelikan! Beberapa saat yang lalu Reno baru saja berjanji untuk selalu ada di pihak Siti, wanita idamannya, namun kini ucapan itu seakan-akan telah hilang ditelan keadaan. Ya, Reno telah mengingkari janjinya sendiri. Ia tidak bisa terus berada dalam situasi yang mendesaknya.Hingga pada akhirnya, dengan helaan napas panjang Reno mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya."Maaf sebelumnya, Mak. Saya tidak pernah bermaksud menutupi ini dari siapa pun termasuk Emak. Sebenarnya Siti dan Rama belum menikah.""Apa!?" pekik mak Jumi dengan kedua bola mata yang membulat sempurna. Wanita itu terperangah dengan kata-kata yang dilayangkan oleh Reno.Lalu Reno menganggukkan kepalanya dan melanjutkan perkataannya, "Ya, Siti yang memintaku untuk membantu dan memb
"Sebenarnya, awal mula tujuan Nur men-sabotase mobil itu adalah untuk mencelakai istri Satria, yaitu Nyonya Laras. Tetapi, ternyata rencana yang Nur lakukan tidak berjalan lancar. Entah bagaimana ceritanya yang mengendarai mobil itu adalah Satria, padahal jelas-jelas biasanya mobil itu selalu digunakan oleh Laras ke mana pun ia ingin pergi. Itulah sebabnya Satria yang justru mengalami celaka." Reno sejenak menilik ke arah Mak Jumi yang sejak tadi menyimak ceritanya.Tubuh Mak Jumi pun semakin terasa gemetar dengan degup jantung yang kian tak beraturan. Dia tidak menyangka jika anaknya akan melakukan tindak kriminal seperti itu. Membahayakan orang, bahkan merencanakan sesuatu untuk merenggut nyawanya. Terlebih majikan yang hendak Nur celakai sedang mengandung sang buah hati. Entah seberapa besar dosa yang akan Mak Jumi tanggung Karena ulah Nur. Hal itu membuat batin Mak Jumi semakin berteriak miris. Dia tidak menyangka jika anaknya akan mampu bertin
Melihat raut wajah perempuan paruh baya itu semakin beraura kelabu, Reno pun memberanikan diri untuk membuka obrolan lagi, "Maafkan saya, Mak Jumi. Apabila kata-kata saya itu tidak diharapkan oleh Mak Jumi, tetapi memang awalnya saya sendiri tidak mau mengatakan hal ini, karena saya sudah tahu betapa menyakitkan fakta ini jika diketahui oleh keluarga Siti apalagi oleh keluarga Mas Rama."Mak Jumi kemudian menatap manik netra pemuda itu dengan tatapan memelas. Ua berkata, "Tidak, Nak, kau tidak salah mengatakan apa-apa. Memang siapa yang bisa mengharapkan kabar mengejutkan seperti ini? Tetapi tentu saja aku mengharapkan fakta yang sebenarnya.""Selama ini aku tidak menyangka jika anakku yang aku besarkan secara baik-baik ternyata bisa berbuat seperti itu. Malah terkesan serakah dan seolah-olah ini semua kesalahanku sendiri, karena tidak bisa menjadi orang tua yang membahagiakan anaknya. Coba jika aku dan suamiku itu bisa bekerja dan mengumpul
Tentu saja fakta yang ia temukan itu benar-benar membuat jantung rasanya mau copot bukan main! Bahkan, mak Jumi benar-benar merasa syok atas apa yang ia temui itu.Di mana ternyata anaknya sudah berbuat gila dengan mengaku-ngaku sebagai istri dari majikannya sendiri. Memanfaatkan kondisi majikannya yang sedang sakit dan tidak mengingat apapun. Mengaku sebagai istri dengan cara yang licik.Sungguh demi Tuhan, mak Jumi tidak pernah mengajarkan hal-hal menyimpang apalagi kegilaan seperti itu! Mak Jumi dan bapak Slamet benar-benar mengajarkan Siti selayaknya menjadi manusia yang jujur dan tidak tamak!Akan tetapi, kenapa justru Siti bertindak sejauh ini? Kenapa dia bertindak segila ini?Hal itu lah yang membuat mak Jumi syok. Bahkan juga merasa kecewa dan sedih."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam mak Jumi dengan wajahnya yang memucat.Saat ini dia
Bugh. Anin memukulkan sepotong bambu sepanjang tangan orang dewasa ke arah Siti secara cepat sehingga membuat Siti tersungkur ke arah samping dan pisau itu terlepas dan mendarat di bawa kaki Anin. Jadi, Anin sudah melihat bambu itu sejak tadi dan Anin sudah memikirkan ke arah sana karena ia hanya menunggu saat yang tepat saja. Kini pisau itu sudah aman berada di tangannya. Reno dan pak Slamet segera memegangi Siti yang berniat ingin menyerang kembali Anin meski dengan tangan kosong. Tidak lama kemudian tiga orang polisi pun masuk ke dalam rumah pak Slamet dan membantu Reno juga pak Slamet mengamankan Siti. Siti meronta dan berteriak minta untuk dilepaskan. Ternyata para polisi itu juga diminta Anin untuk datang ke rumah Siti. Namun, di tengah perjalanan ban mobil mereka pecah sehingga mengharuskan mereka menggantinya terlebih dahulu dengan ban serep. "Lepaskan aku dasar bangsat kalian semua. Lepaskan!" Siti terus saja berteriak dan meronta membuat para tetangga yang sejak tadi k
"Tolong buka pikiranmu, Siti. Lepaskan Rama, biarkan dia hidup tenang bersama keluarganya sendiri," ucap pak Slamet, "Kalau kau sayang pada lelaki itu ... Kau pasti tidak akan tega melihatnya menderita dan jauh dari keluarganya seperti sekarang ini bukan?"Suaranya kini terdengar melemah dan tulus. Ia menatap Siti dengan tatapan dalam, sampai-sampai membuat gadis itu tampak terdiam dan menundukkan kepalanya.Sepertinya ucapan pak Slamet sedikit berpengaruh, membuat senyuman pak Slamet mulai terlihat.Sedangkan mak Jumi, wanita itu masih terisak dan terus berharap sebuah keajaiban datang dan merubah jalan pikiran Siti.Beberapa detik berlalu, Siti mulai mengangkat wajahnya, dengan sedikit melemahkan bahkan meSitiunkan pisau yang menempel pada pergelangan tangannya.Hal itu sontak membuat mak Jumi dan pak Slamet sedikit tersenyum simpul."Tidak!" ucap Siti dengan lantang. Membuat sepasang suami istri tersebut kembali tercengang.Kening pak Slamet kembali mengerut karenanya, senyuman yan
Siti yang merasa frustasi karena keinginannya tidak tercapai dan mendapat penolakan dari Bapaknya langsung emosi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pisau yang berada di rak dapur.Siti mengacungkan pisau itu ke arah Mak Jumi dan Pak Slamet yang bergidik ngeri.“Apa yang kamu lakukan Siti?” teriak Pak Slamet.“Kalau Bapak tidak mau menikahkan aku, maka aku akan bunuh diri.”“Siti..”"Astagfirullah, Siti! Apa-apaan kau ini, Nak!?" teriak mak Jumi yang mulai terlibat histeris.Betapa terkejutnya mak Jumi tat kala anak gadis satu-satunya tengah memegangi sebilah pisau, bahkan tanpa rasa takut sekalipun.Mak Jumi tidak menyangka jika Siti akan bertindak sejauh ini, setan apa yang tengah merasuki gadis itu? Sungguh tak dapat dipercaya.Siti yang sudah terobsesi oleh ambisinya sendiri, oleh rasa cintanya
“Tidak seperti itu Mak, Mas Rama itu belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, jadi kita harus cepat, tolong nikahkan aku dengan Mas Rama,” Siti tetap bersikukuh untuk menikah dengan Rama.Tapi Pak Slamet masih bertindak waras, sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan, dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik tidak jadi menikah jika kedepannya pernikahan itu tidak bisa di jamin kelanggengannya.Dan dia yakin Rama akan sadar dengan sepenuhnya, jika waktu itu tiba, dia yakin Rama akan membuang anak gadisnya.Dengan latar belakang yang di miliki Rama, dia yakin Rama akan melakukan itu. Masih untung jika hanya di ceraikan, bagaimana kalau putrinya di laporkan ke polisi dengan pasal penipuan.Pak Slamet sendiri sudah berkonsultasi dengan orang-orang pintar seperti Pak RT, Pak Kepala desa bahwa tindakan penipuan bisa berakhir di penjara, bukan hanya anaknya tapi j
“Kamu itu Siti, Bapakmu baru datang, sudah kamu cerca pertanyaan, buatkan minum sana dulu,” cerca Mak Jumi.Mak Jumi tak habis pikir dengan perubahan sikap Siti yang sangat drastic antara sebelum berangkat ke kota dan sesudahnya, hingga Mak Jumi berpikir apakah kehidupan kota begitu cepat merubah sikap seseorang?“Iya Mak, aku kan cuman nanya saja, kok Mak marah,” gumam Siti sembari masuk ke dapur, tidak lupa dia menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal karena omelan Mak Jumi.“Apakah kita salah mendidik anak kita Mak?” tanya Pak Slamet sedih. Dia kecewa dengan perubahan sikap Siti yang semakin menjadi-jadi, minim sopan santun dan sangat suka menggerutu, sama sekali tidak menunjukkan kasih sayang kepadanya.“Entahlah Pak, selama ini kita juga menyayangi dia dengan tulus ikhlas, Mak ini juga selalu mendoakan Siti agar menjadi anak sholehah, tapi kok jadinya be
Maka dari itu, pak RT kini sudah mengizinkan semua pelaku keributan itu untuk pulang ke rumah masing-masing."Yasudah, kalau begitu kalian pulanglah!" ucap pak RT."Terimakasih, Pak," ucap pak Selamet dengan senyuman yang samar."Terimakasih untuk semuanya, Pak." Pun juga dengan bu Lela yang juga mengucapkan terimakasih untuk pak RT.Tak berselang lama, kini pak Selamet pun menangkup bahu sang istri. Di mana ia menuntun mak Jumi untuk segera pulang dari rumah pak RT. Sedangkan bu Lela ... dia berjalan di depan kedua pasangan suami istri itu.Tetapi setelah berjalan cukup jauh dari rumah pak RT, pak Selamet yang sedari tadi menatap punggung bu Lela dengan tajam dan penuh amarah itu, pun pada akhirnya membuka suaranya."Bu Lela, tunggu sebentar!" ucapnya dengan cukup penuh ketaj
"Ya itu bukan urusan saya! Kan memang Bu Lela yang maunya menunjukkan ke orang-orang kalau anak saya itu berbuat zina! Ya kalau tidak ada buktinya, mau dibawa ke pengadilan pun tidak bisa dibuktikan! Selama ini saya yang jadi saksi kuncinya bersama Mak Jumi. Kalau saya sudah bilang anak saya tidak tinggal sekamar, tanyakan saja kepada Rama, kasarannya dia sebagai korban pun juga akan berkata jujur kalau dia tidak pernah sekamar dengan anak saya. Mau apa kalau sudah begitu? Dia bisa saja mengatakan kalau dia tidak ingin dibawa Siti ke sini, tetapi saya yakin dia pasti dengan jujur mengatakan kalau tidak melakukan hal zina itu. Dia ini pria yang bertanggung jawab, Bu. Dia sendiri juga tidak tahu selama ini kenapa walaupun anak saya mengaku istrinya, tapi tidak pernah bersentuhan dengannya. Kalau memang dia pria seperti kebanyakan, sejak awal juga pasti menagih-nagih, Bu, untuk diberikan haknya dia sebagai suami oleh anak saya dan anak saya pun kalau memang tidak bermoral
Pak Slamet masih dengan tatapannya menghina itu langsung berceloteh, "Mau apa lagi, Bu? Tidak bisa membalas, ya, karena ketahuan? Begini sajalah, Bu, selama ini saya tidak mau mengikuti langkah Ibu. Ibarat kata gajah dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan yaitu Bu Lela sendiri. Kesalahannya sendiri saja sebesar gunung tidak ditampakkan ke publik, tapi kalau tahu ada kesalahan orang lain saja paling cepat mengompori yang lainnya. Memangnya semua orang di sini sempurna apa? Tidak pernah membuat dosa begitu? Lagi pula, Siti ini anak saya! Buat apa turut campur? Orang, saya saja tidak pernah ikut campur masalah Ibu. Saya sendiri sudah tahu dari dulu kelakuan Ibu, tapi saya pendam sendiri saja. Tidak ada untungnya juga. Buat apa saya suka lihat ibu dikeroyok massa?"Bu Lela menelan ludah menutupi rasa gugupnya yang sudah merebak di dada. Ia tidak mau terlihat kalah, karena kalau seandainya ia sampai gemetar di hadapan Pak Slamet, maka otom
Pria paruh baya itu pun terus berusaha untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tetapi bagaimanapun penjelasan yang diutarakan oleh Pak Slamet sama sekali tidak mengubah pemikiran Bu Lela dan juga Bu Sri. Kedua wanita itu terus saja berusaha keras menepis penjelasan yang Pak Slamet berikan. Bahkan Pak RT pun dibuat kewalahan dengan ulah kedua wanita itu. Terlebih ucapan Bu Lela dan Bu Sri yang terkadang tidak bisa untuk di sela."Apa pun alasannya tetap saja yang dilakukan oleh Siti itu tidak benar, Pak Slamet. Walaupun tidak berbuat zina di sini, tetapi aku yakin Siti dan pria kota itu pasti sudah pernah berbuat zina saat berada di kota. Ulah mereka justru hanya akan membuat malapetaka untuk desa kita. Siti sangat pantas untuk diusir dari Desa ini dan jangan biarkan dia kembali lagi," seru Bu Sri dengan begitu lantang."Benar apa yang dikatakan oleh Bu Sri, Pak RT. Sebagai rukun tetang