“Kamu pasti lapar. Makanlah dulu,” ucap Devanda pada gadis itu.
Memang ya sulit untuk tidak memiliki perasaan yang baik terhadap seseorang yang begitu murah hati. Uang itu dapat menggerakkan hati di dunia ini. Cara yang paling pasti adalah dengan menambah gaji mereka, tapi itu tidak akan bisa mendapatkan simpati mereka.
Malah tindakanku bisa disalahartikan sebagai penghinaan kepada mereka.
Devanda berjalan ke depan rumah, Senorita ada di sana untuk mengawasi kerja tukang kebun. “Rita, apa supir sudah kembali? Sepertinya saat ini tukang kebun sedang sibuk memotong ranting. Bagaimana dengan para pelayan? Apa mereka sudah makan siang?”
Senorita agak bingung mendengarnya. “Ya, itu semua benar, Nyonya. Tapi, ada perlu apa Nyonya mencari mereka semua?”
“Seperti yang kamu bilang, aku terlalu bermalas-malasan selama ini. Mungkin karena tba-tiba aku hidup di tempat yang jauh dari rumah, aku hanya m
Mayja keluar dari minimarket dengan beberapa barang. Mulai dari obat dan camilan. Dia melihat perempuan itu sedang menghisap pod, yang mirip dengan vape tapi versi lebih kecil. Sebenarnya siapa perempuan ini dan mengapa Rasel sampai menyakitinya? Sepertinya keduanya itu dekat.Dari belakang Mayja melihat perempuan itu sedang menelepon seseorang yang memasang foto mereka berdua sebagai profil. Namanya saja ‘Sayangku’, tapi tidak ada respon dari pria itu. “Sial,” gumamnya.Mayja pun mendekat dan duduk di sebelahnya. Saat kehadiran Mayja, dia meletakkan ponselnya di atas meja dalam keadaan mati. “Maaf sudah merepotkan Kakak,” ucapnya.Mayja tersenyum sambil mengangguk. “Tapi apa aku boleh tau kamu siapanya Rasel?”Dia tidak ingin menjawab. Hanya tersenyum sambil menerima salep yang Mayja berikan sebagai obat. Hal itu jadi membuat Mayja semakin penasaran, tapi dia tidak memiliki kuasa apa pun jika memang perempu
Bibi Andriyan atau ibu dari Jonathan, merupakan ketua partai politik paling berpengaruh di negara ini. Ia adalah inkarnasi dari sebuah ambisi yang sesungguhnya. Bak memiliki kendali terhadap dunia, dia menggerakkan manusia seperti boneka. Mengatur dan memimpin jalannya pemerintahan di balik sosok presiden yang turun lapangan.Itu sudah menjadi rahasia umum bagi semua orang.Aji, ayah Andriyan, memiliki beberapa tujuan besar yang dia upayakan sepanjang hidupnya itu hampir tidak bisa bersaing dengan saudara perempuannya. Bergelar keturunan dari keluarga sang pahlawan negara membuat nama mereka ikut besar. Namun, Elin sepertinya takut dengan Devanda yang terlahir dari garis keturunan yang sama mulianya itu mungkin saja tiba-tiba mengungguli dia di dunia, sama seperti dia pada orang lain. Salah satu alasannya juga karena ia sangat mempercayai seorang peramal yang selalu berhasil membantunya menyusun strategi. Kali ini peramal itu sempat membuatnya sakit berhari-hari karena
“Sebenarnya alasanku ke mari … bukan hanya berlibur atau mengunjungi Kakak,” ucap Daffa.Devanda sedikit terkejut mendengarnya. Daffa memang bukan tipe orang yang mendatangi suatu tempat tanpa tujuan, apalagi kalau itu tentang liburan. Hidup kekurangan dari kecil membuatnya enggan menghamburkan uang untuk hal yang tidak jelas. Jadi, Devanda yakin kedatangan Daffa hanya untuk menemuinya karena bocah itu memiliki perasaan padanya.“Apa terjadi masalah?” tanya Devanda langsung. Tangannya yang dari tadi berada di belakang, langsung berpindah ke depan.Daffa melirik ke arah jendela besar di lantai dua. Ada tubuh Andriyan yang berbalik pergi, sepertinya baru saja mengawasi atau mengintip interaksinya dengan Devanda. “Ini berkaitan dengan kemampuanku, Kak.”Daffa menghela napas berat. Sejujurnya dia enggan mengatakan hal ini sebab Devanda sudah berpesan untuk menerima bakat yang dimilikinya sejak lahir karena Tuhan tida
Mayja duduk di samping Devanda, sedangkan Daffa di depan sebelah supir. Hari ini katanya Devanda ingin menunjukkan keindahan Bali kepada Daffa sebelum pulang ke ibukota. Tentu tidak mungkin anak itu tinggal lama di sini karena masih harus masuk sekolah.“Pak, kita ke sana saja,” ucap Devanda setelah melihat pantai di depannya. Sebenarnya di Bali ini banyak pantai dan Devanda tidak tau apa saja. Jadi dia meminta supir untuk jalan lurus sehingga bisa langsung menepi jika menemukan pantai cantik. Toh, sejak menginjakkan kaki di Pulau Bali, Devanda belum pernah berkeliling.Masing-masing dari mereka pun membuka pintu mobil dan keluar. Betapa segarnya udara yang langsung menyerbak rambut Devanda. Pemandangan yang cantik, tapi terlalu banyak orang. Devanda tidak begitu nyaman.“Mau langsung ke pantai, Nona?”Devanda menunjuk cafe kecil di pinggir. “Aku haus, kita beli minum dulu saja.”“Baik.”“Ayo, Daffa.” Devanda merangkul bahu anak itu da
“Lepasin aku, Kak! Lepas! Aku malu! Bisa nggak Kakak berhenti ikut campur sama urusanku?!”“Kamu ini adikku! Kamu tinggal di rumahku! Kalau kamu masih mau hidup bersamaku, patuhi perintahku!” hardik Rasel dengan tegas, membuat banyak orang mulai berbisik.“Rasel!” Tidak ingin semakin ricuh, Andriyan berniat menengahi keributan yang dibuat Rasel dengan adiknya. Sudah bukan hal baru bagi Andriyan karena dia paham bagaimana hidup anak itu.“Tu—Tuan?” Rasel segera memperbaiki kacamata dan posisinya. Dia juga melepas cengkramannya pada pergelangan tangan adiknya.“Apa yang kamu lakukan di sini? Banyak mata melihatmu.”Kalau bukan karena ucapan Andriyan, mungkin Rasel belum sadar akan keributan yang dia buat. Pandangan dari sekitar jadi membuatnya tidak nyaman, lalu ia kembali menghadap Andriyan. “Mohon maafkan saya. Ada beberapa masalah yang berkaitan dengan adik saya sehingga harus segera saya selesaikan.”Setelah itu Rasel melirik Senja dengan
Dengan bantuan kenalannya, ini akan mempermudah rencanaku. Jiwa bebas Andriyan yang sudah tertanam sejak muda harus tetap dilepaskan.Sejujurnya pertemuanku dengan Pak Johan tadi juga merupakan kesempatan, namun aku tidak menemukan banyak hal. Jejak Andriyan terlalu bersih meski aku berusaha mengoreknya sampai akar. Apa tidak ada skandal apa pun di kantor mereka?Mungkin masalahnya karena Andriyan belum diberi kesempatan untuk bertemu dengan wanita lain ….Dulu saat tinggal di ibukota, dia selalu aktif mendatangi pesta-pesta sosial konglomerat. Jadi aku tidak mengerti mengapa dia tidak ambil bagian dengan cara yang sama di sini. Aku bahkan jarang melihatnya keluar malam karena setelah pulang kerja dia hanya menemaniku di kamar.Tidak, aku tidak perlu kecewa dulu. Jika itu adalah kesempatan yang kurang darinya, aku akan menciptakan kesempatan itu sendiri.“Kamu terlihat sangat santai ya
Lahir di keluarga konglomerat membuat Devanda terlatih mandiri. Hal-hal yang bersifat pribadi cenderung dilakukan olehnya sendiri meski telah dipekerjakan pelayan maupun asisten. Dalam artian, ia tak pernah bertukar afeksi pada orang lain.Apalagi sosok laki-laki dalam hidupnya. Ayahnya yang selalu sibuk, adiknya yang brengsek, dan suami pertamanya yang merupakan bajingan hingga di dua kehidupannya. Tak ada laki-laki yang bisa dia andalkan, bahkan untuk sekedar tempat berlindung yang nyaman.Meski ayahnya tampak selalu mempedulikan keinginannya, tapi dia tak pernah benar-benar merasa dekat seperti kasih sayang murni seorang ayah, bukan hanya bentuk figur formalitas saja.Hingga dia bertemu Andriyan.“Mau kusuapi?”Bagaimana ya rasanya disuapi? Apakah itu menyenangkan?“Tidak. Aku bisa melakukannya sendiri. Jadi, makan saja makananmu sendiri,” kata Devanda dengan tegas.“Kamu bahkan nggak bisa megang sendok. Aku jadi sadar, kayaknya po
“Kenapa kamu masih di sini dan belum pulang juga?”Andriyan menatap datar Daffa yang sedang bermain PS miliknya. Mendengar itu, Daffa tersenyum lebar. “Saya akan kembali setelah saya ingin kembali. Jadi pinjam rumahnya sebentar ya, Om.”Om?!Andriyan menatap jengkel bocah ingusan itu. Bisa-bisanya dia memanggil Devanda ‘kakak’, tapi menyebut dirinya ‘om’. Padahal Andriyan dan Devanda jelas merupakan suami istri yang hubungannya harus disamakan di mata Daffa.“Kamu hanya merusuh saja di sini. Lebih baik kamu segera pulang.”“Jangan bilang begitu pada adikku!” Devanda datang entah darimana dan langsung menginterupsi mereka. Perkataannya yang tiba-tiba membuat jantung Andriyan seperti hampir berhenti berdetak. Piring di tangan Devanda membuat perhatian Andriyan teralihkan.“Apa yang ada di piring itu?”Devanda mengalihkan pandangannya dari Andriyan lalu duduk di samping Daffa. “Jangan menyentuhnya. Barusan kamu mengusir adikku.”“