“Ada penyusup di perusahaan kita, kira-kira siapa, ya?”Ketegangan di ruang meeting kembali hadir ketika Joshua membuka suara. Semua orang tegang, dan udara terasa nyaris seperti listrik dengan kata-kata yang tidak terucapkan dari para bawahannya. Keheningan nyaris tak tertahankan tidak ada orang yang ingin mengaku sebagai penyusup, nyawa mereka sedang dalam bahaya saat ini.“Mengakulah, jika tidak semua orang akan rugi.” Tatapan tajam Joshua menganalisa semua anak buah yang ada di dalam ruang meeting ini.“Menjual informasi pribadiku ke klan lain dan orang-orang prancis? Sialan, kau kira aku tidak tau apa yang kau lakukan?”Intensitas tatapannya sangat jelas, sehingga hampir tidak mungkin untuk berpaling. Seolah-olah dia sedang mengunci targetnya yang duduk di barisan kanan paling ujung. Tekanan tatapannya nyaris mencekik, membuat orang-orang merasa seperti hewan yang terperangkap dalam tatapan predator.“Apa kau kira setelah memiliki anak aku akan berubah menjadi manusia yang lemah
Suasana di dalam kafe hampir terasa pahit. Aroma kopi dan kue-kue yang masih tersisa memenuhi udara saat pelanggan menghabiskan hidangan terakhir mereka. Vivian dan Serena sibuk membersihkan dan mempersiapkan diri untuk mengakhiri bisnis hari ini. Aroma kopi yang baru diseduh dan suara kursi yang didorong ke lantai memenuhi kafe yang kosong, sisa-sisa aktivitas hari ini. Aroma kopi yang tersisa dan ketenangan dari kafe yang kosong adalah penutup yang sempurna untuk hari yang sibuk. Serena sudah selesai dengan siftnya dan berpamitan kepada sang bos untuk pulang. Dia menyalakan motor lalu menghilang di dalam sunyinya malam. Tinggallah Vivian dengan sisa-sisa pekerjaan ringan di hadapannya. “Kafe sudah tutup?” Vivian berbalik dan mendapati DK berdiri di ambang pintu sembari tersenyum tipis. Hari yang melelahkan, akan sangat indah jika diakhiri bersama dengan perasaan suka cita. “Hmm, kami sudah tutup, tuan.” Vivian melontarkan candaannya sambil tersenyum. “Sudah aku bilang, jangan
“Papa pulang.”Seru riang Joshua begitu memasuki kamar putrinya, Bella. Ia tersenyum tipis melihat Bella sedang duduk sembari membaca buku-buku ceritanya ditemani oleh sang ibu. Mendekati waktu tidur, Bella selalu menyempatkan diri untuk membaca buku cerita. Joshua langsung mendekati dua orang yang paling dia cintai itu.“Selamat datang kembali, Pa.”Karina berseru tak kalah riang menggantikan Bella yang masih kesulitan untuk bicara. Bella senang melihat ayahnya kembali, ia selalu ingin menghabiskan waktu dengan cinta pertamanya itu. Ia beranjak dan langsung memeluk ayahnya erat, selau lengket seperti permen karet.“Bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu, sayang.” Joshua mengecup dahi istrinya lembut dan menatapnya penuh cinta.“Selalu baik, aku juga merindukanmu.”Bella memeluk Joshua erat-erat, namun perhatian Joshua sesekali masih tertuju pada Karina. “Dokter Anna bilang apa? Bagaimana kondisimu?”“Sangat baik, semuanya normal, kata dokter Anna aku hanya kelelahan saja,” jelas Karina,
“Di mana Vivian?” Serena menatap bingung DK yang bertanya di mana bosnya itu berada. bukannya sebagai seorang kekasih dia sudah pasti tahu kemana pacarnya pergi. Kenapa malah bertanya kepada karyawannya? “Bos pergi, katanya hari ini dia tidak ke kafe, ada urusan mendadak.” Serena menjawab dengan nada ketus. “Kemana?” Serena mengangkat bahunya sebagai jawaban, Vivian tidak memberitahu kemana dia akan pergi. Pagi-lagi sekali Vivian sudah pergi dan menitipkan kafenya kepada karyawannya untuk dikelola hari ini. Serena juga tidak pernah mau tau urusan apa yang bosnya itu lakukan, dia hanya seorang karyawan yang dibayar untuk bekerja, bukan untuk mencari tahu apa yang bosnya itu lakukan sehari-hari. “Ini pesananmu, paman.” Serena memberikan satu cup kopi hangat pada DK. DK memandang jengkel Serena, “Sudah saya katakan, saya bukan pamanmu!” “Terserah! Bisakah anda menyingkir?! Antriannya sudah sangat panjang.” Serena tak kalah jengkel, DK berdiri di sana sudah cukup lama dan membuat an
“Dungu...” DK tertawa lagi, wanita itu terlihat semakin menarik di matanya. Sorot mata DK seperti binatang buas yang sedang menatap mangsanya. Ia perlahan berdiri, berjalan ke arah Vivian, lalu mencekik lehernya tanpa aba-aba. “Mulutmu sunggu membuatku geram, sayang. Setelah melihatnya, aku benar-benar ingin menghukumnya.” Mereka saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat, sehingga hampir bisa merasakan napas satu sama lain. Suasana hening dan pencahayaan yang termaram menguatkan ketegangan di antara mereka. DK mencengkram dagu Vivian kuat, giginya saling beradu menimbulkan suara gemerutuk yang cukup keras. Ketegangan itu terus berlanjut, tidak ada yang membuka suara lagi, hanya sorot mata mereka yang tajam saling beradu memancarkan aura dingin dan tegang. Vivian menyeringai, ia tidak melawan dengan apa yang DK lakukan padanya. Dia malah terus menatap, seolah-olah sedang menantang pria itu untuk bertarung dengannya. “Kau pikir kau bisa mengendalikanku? Tolong ingat ini tuan
“Hei, bangun!”Karina perlahan membuka matanya, ia sangat terkejut mendapati dirinya terbaring di atas sofa. Ia lalu menyadari dirinya berada di sebuah rumah sederhana dengan interior yang tersusun rapi di setiap sudutnya. Matanya melihat sosok wanita paruh baya yang sedang membersihkan rak-rak yang berdebu. “Jangan diam saja di situ, Karin. Bangun! bantuin mamah bersih-bersih rumah.” Ia melihat sekitar, ia mencari-cari di mana suaminya berada. Karina melihat pakaian yang ia kenakan, berbeda dari terakhir kali yang ia pakai sebelum dia tidak sadarkan diri. “Joshua,” panggilnya dengan suara pelan.“Anak ini, kamu memimpikan seorang pria? Namanya Joshua?” wanita paruh baya itu terdengar tertawa kecil. Karina bingung, ia tidak mengenali siapa wanita paruh baya yang ada di hadapannya saat ini. Mata Karina mengikuti setiap gerak dari wanita paruh baya itu. Tidak tau kenapa, dada Karina perlahan terasa sesak, air matanya menetes begitu saja membasahi pipinya. Tidak tau kenapa, ia ingin m
“Sial!”Joshua memukul tangannya ke udara. Dokter Anna keluar dari ruangan dengan perasaan takut. Ia takut Joshua akan melakukan hal buruk terhadapnya. Dokter Anna tau, Joshua bukan orang yang akan melepaskan seseorang dengan mudah. Joshua menoleh ke arah Karina yang masih terbaring dengan mata yang tertutup rapat. Ia belum menyadari kalau Karina sudah bangun sejak tadi. Ia menarik napas panjang lalu keluar dari ruangan tersebut. Karina perlahan membuka matanya, ia masih terkejut dengan apa yang barusan ia dengar. “Dia melakukan apa terhadapku? Pencucian otak? Kenapa ia sejahat itu padaku?”Banyak pertanyaan yang bersarang di dalam kepalanya. Ia perlahan bangkit, merubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya masih terasa sakit karena mimpi yang ia alami. Semuanya terasa sangat nyata, otaknya masih mengingat itu semua dengan sangat jelas. “Mamah, papah,” gumam Karina, ia menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Ia mengingatnya, ia mengingat semuanya masa lalunya, berkat mimpi itu.
|Aku sudah mengetahui semuanya. Aku pergi, selamat tinggal.|Joshua meremat kuat memo yang ada di tangannya, atapan matanya memancarkan kemarahan yang tak terbendung, menggambarkan betapa besar kekecewaannya. Wajahnya yang biasanya bercahaya dengan senyum kebahagiaan, kini dikelilingi oleh kerutan-kerutan kegelisahan.“Sial, berani sekali kau!” ia mengeram marah, tinjunya semakin kuat mengepal, kemarahannya semakin memuncak.Baju pasien yang tadinya dikenakan oleh Karina sudah terlipat rapi di atas ranjang pasien. tubuhnya gemetar oleh kemarahan dan murka yang mendalam. Tatapan matanya terbakar oleh api kemarahan, dan wajahnya memancarkan rasa amarah yang tak tertahankan. Keadaannya semakin buruk dengan setiap detik yang berlalu.“Tuan, nona Bella tidak ada di mansion.”“Bajingan!!”Tangan-tangan gemetarnya meraih benda-benda dan melemparkannya dengan ganas ke arah sang pengawal penuh kemarahan di dalam dirinya. “Cari sampai dapat! Sialan!”“Baik, Tuan.”Sang pengawal langsung keluar