“Bisa saya terima pesanan saya, Nona?” DK tampak acuh dengan ekspresi Vivian yang saat ini memandangnya tajam. Vivian menghela napas pelan. Ia kemudian memberikan tanda terimanya pada DK. Ia menyerahkan pesanan itu dengan perasaan yang aneh. “Uang sisanya sudah saya transfer. Terima kasih atas kerja samanya,” ucap DK. Ia sudah menyelesaikan semua urusan tanda terima dan pembayaran. “Apa maksudnya semua ini?” Vivian bertanya. Bagaimana pun dia berpikir positif. Dia tetap merasa ini ganjil. “Maksud apa?” DK balik bertanya. Raut wajahnya tetap dingin dan tegas. Vivian menghela napas pelan. “Apa belum puas dengan semua teror yang Anda lakukan selama ini? Saya sudah sangat bersabar dengan tingkah kalian. Jangan membuat saya melewati batas.” Ia tampak marah, namun masih bisa ditahan. DK menyilang kedua tangan di dadanya. Mata tajam itu menatap bola mata cokelat gelap milik Vivian. “Saya tidak ada maksud apa-apa, Nona. Saya memesan minuman dari kafe Anda karena memang karyawan saya me
DK menyeringai melihat tingkah Vivian yang sama sekali tidak takut dengan dirinya. Seolah seperti tertantang dengan situasi ini. DK ingin melanjutkannya sampai wanita itu lelah lalu menyerah. “Bisakah Anda pergi? Saya harus menutup kafe. Ini sudah larut malam. Besok saya ada kelas,” usir Vivian terang-terangan. Ia sudah selesai dengan kasirnya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Vivian harus kembali ke rumah untuk tugas-tugas kuliah dan istirahat. “Tidak bisakah Anda bersikap lebih ramah? Saya datang dengan niat yang baik,” cibir DK. Vivian menumpu kedua tangannya di atas meja. Matanya menatap DK tidak suka. “Jawabannya, tidak bisa. Saya sudah benar-benar jengah dengan Anda dan bos Anda yang tidak tau malu itu.” Vivian berucap tegas. DK tidak tersulut sama sekali. Ia terlihat tenang namun ada indikasi bahaya dalam sorot matanya. Vivian tidak menyadari itu. Dia melangkah ringan menjauh dari meja kasir. Saat dia hendak melangkah menuju pintu. Tangan DK men
Wajah Vivian seperti topeng kemarahan, panasnya memancar secara bergelombang. Matanya menyipit, dan tinjunya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya tampak putih. Ia mendidih dengan amarah, seakan-akan setiap serat tubuhnya bergetar oleh amarah.Kakinya yang kuat itu menendang perut DK sampai pria itu menjauh darinya. Vivian benar-benar marah dengan perlakuan kurang ajar ini. “Kau benar-benar kurang ajar,” marahnya. Punggung tangannya mengusap bibir yang basah karena ciuman panas yang DK berikan padanya. “Tidak pernah belajar sopan santun, ya? Apa semua anggota mafia bertingkah kurang ajar dan seenaknya sepertimu?” Kata-katanya penuh dengan sarkasme, telunjuknya tertuju pada pria itu. Sangat marah dan benci. DK mengusap bagian bawah bibirnya. Ia tersenyum tipis melihat bagaimana Vivian menolaknya secara mentah-mentah. Sungguh membuat adrenalin semakin membara. Dia wanita pertama yang melawan ciuman dari laki-laki tampan ber-bibir seksi seperti DK. “Semakin menarik, Nona. Sa
2 bulan kemudian…Ruangan itu disapu oleh cahaya keemasan matahari pagi. Burung-burung berkicau pelan di luar, menambahkan melodi yang tenang pada suasana yang hening. Selimut lembut kabut menyelimuti lembah di bawahnya, udara yang hening dan diselimuti embun. Angin sepoi-sepoi menyapu tempat tidur, mengangkat tirai dan menari-nari di atas kulitnya.Aroma ruangan yang manis dan lembab. Pemandangan yang sedikit menyita perhatian. Dua cairan putih dan kuning itu terlihat sudah terlalu lama bertengger menuggu habis dan digantikan dengan yang baru.Perlahan mata yang sudah lama terpejam itu terbuka, penglihatannya masih kabur dan kepalanya berputar. Ia melihat sekeliling ruangan yang asing, mencoba memahami keadaan sekelilingnya.“Ini di mana?” bibir tipisnya bergumam. Netranya masih menganalisa seluruh ruangan tempatnya berada sekarang. Dia mencoba yang terbaik untuk mendapatkan arahnya, pikirannya berkecamuk dan jantungnya berdebar-debar. Matanya menangkap sesuatu yang sangat asing. Ad
5 tahun kemudian… Pemandangan pada pagi yang cerah, diawali dengan suara kicauan burung yang merdu, seakan-akan mereka sedang merayakan dimulainya hari yang baru. Langit tampak biru jernih, memancarkan cahaya keemasan pada dunia. Udara terasa segar dan menyejukkan, seakan-akan menjadi pengingat akan berbagai kemungkinan yang terbentang di depan.Suasana rumah yang begitu nyaman. Suara tawa bahagia terdengar dengan cukup nyaring. Sosok pria dan seorang putri kecil tengah bermain menikmati pagi yang indah. Karina tersenyum manis melihat putrinya yang sedang berada di dalam dekapan suaminya. Gadis mungilnya terlihat bahagia saat tertidur pulas di peluk sang ayah setelah bermain cukup lama. Setiap kali melihat putrinya, Karina terkadang berpikir bagaiamana anak itu akan menghadapi dunia saat dia siap dengan segala konsekuensi buruk dalam hidupnya karena terlahir kurang sempurna. Ya, Bella, putrinya terkena Asperger Syndrome. Karina merasa dunianya runtuh saat tau akan hal itu. Ia tid
Sore hari yang terlihat sedikit mendung. Sepertinya hari ini akan turun hujan. Bella, gadis kecil itu berlari keluar dari mansion menuju kolam berenang yang ada di halaman belakang. Maid yang bertanggung jawab untuk menjaga Bella hari itu kesusahan untuk mengejar gadis kecil itu. Semua orang dibuat kewalahan olehnya hari ini. Tingkah Bella terkadang membuat orang-orang menyerah untuk menjaganya. “Aaaaaa!” Bella teriak saat tubuh kecilnya ditangkap oleh kepala pelayan karena dia ingin menceburkan diri ke dalam kolam renang. Semua orang panik. Gadis kecil itu meronta-ronta minta untuk dilepaskan. Tapi mereka tidak melepaskannya, karena takut Bella akan melompat ke dalam kolam. Karina berhambur berlari ke arah halaman belakang seusai mendengar Bella yang berteriak tantrum. Anak kecil itu meronta-ronta di dalam dekapan sang kepala pelayan. Gadis itu bahkan menjambak rambutnya karena perubahan suasa hati yang drastis. “Yaampun, Bella. Apa yang sudah terjadi?!” tanya Karina dengan raut
Kamar tertutup rapat dalam gelap gulita, hanya sedikit cahaya bulan yang merayap masuk melalui celah-celah tirai yang terbuka. Udara terasa tegang dan dingin, menciptakan suasana yang penuh kecemasan dan ketidak-pastian.Karina terbaring di tempat tidur dengan wajah tegang dan mata terpejam. Kamar gelap dan sunyi, hanya terang rembulan yang menerangi ruangan dengan cahaya pucat. Napasnya terengah-engah, dan keningnya berkerut karena ketegangan.Saat matanya terbuka, napasnya terengah tidak karuan, seperti ada yang mencekik lehernya. Semua gambaran di dalam kepala terlihat jelas. Karina segera bangkit dari posisinya, menyorot setiap sudur ruangan. Lalu pandangannya bergulir ke sisi kiri di mana Joshua terlelap di dalam tidurnya.“Mimpi itu lagi,” bisik Karina di tengah napasnya yang tidak beraturan. Peluh membanjiri tubuhnya. Karina belum bisa mengatur napasnya dengan baik.Pergerakan Joshua menginterupsi konsentrasi Karina, ia menoleh ke arah Suaminya itu dengan mata penuh rasa takut.
Vivian menatap cemas layar ponselnya, menunggu balasan pesan dari sahabatnya yang sudah lima tahun hilang kabar. Jari-jarinya bergerak gelisah, ia benar-benar ingin tau bagaimana kabar wanita itu dan ingin kembali bercengkrama dengannya.“Saya jadi penasaran, kenapa Anda begitu khawatir dengan Nyonya Karina?”Kepala Vivian peralahan terangkat dan menatap pria bersetelan jas rapi yang sedari tadi duduk di hadapannya. Mereka kembali bertemu setelah terakhir kali dia, menyelamatkan Vivian dari mantan gilanya.“Karena dia satu-satunya sahabat yang bisa Saya punya, dia adalah keluarga saya, saya tidak punya siapa-siapa lagi dan kalian mengambilnya begitu saja.” Sorot mata yang dulu terlihat sangat berani itu kini sudah meredup.Dk tidak lagi melihat wanita pemberani yang membuatnya selalu tertantang untuk melakukan hal-hal gila. Wajah wanita itu terlihat lebih sayu dan tidak ada semangat. Selama lima tahun berlalu, banyak perubahan yang terjadi dalam hidup Vivian.“Anda benar-benar akan me
Aula terlihat sangat mewah dan meriah. Aula didekorasi dengan bunga warna-warni dan lampu yang berkelap-kelip, menambah suasana ceria, suara musik yang diputar di latar belakang menambah kesal keceriaan yang tidak ada habisnya. Kedua mempelai berdiri di altar, dikelilingi oleh teman dan keluarga, menciptakan rasa romansa dan keakraban yang dirasakan oleh semua yang hadir. Mereka telah mengucapkan janji setia seumur hidup, menyematkan cincin di jari manis masing-masing. Beberapa orang tampak terharu, mereka sangat menikmati acara tersebut dengan penuh suka cita. Bella tidak ada hentinya menggenggam tangan DK, dia tidak ingin berpisah dari pengganti ayahnya itu. Dia selalu berada di sampingnya, ikut merayakan kegembiraan dalam pernikahan yang suci. Karina merasa sangat bangga, karena dia bisa menghantarkan saudaranya ke pernikahan sebelum waktunya di dunia habis. Ia sangat antusias dan gembira saat melihat para tamu yang hadir sangat ramai untuk mengucapkan selamat ke dua mempelai.
Pemandangan di atas bukit terlihat tenang dan indah. Bukit ini ditutupi dengan rumput yang lembut, dan udaranya kental dengan aroma bunga dan dedaunan. Suasananya sangat tenang dan damai, wanita itu berdiri dengan mata terpejam, berdoa untuk dua makam di depannya. Dia mengenakan gaun yang tergerai, dan kepala yang ditutup oleh topi kupluk berwarna senada dengan gaunnya. Perlahan dia membuka matanya dan memandang dua makam itu dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya. Walau pun terlihat pucat, dia tetap menunjukkan ekspresi terbaiknya. “Ma, Pa, akhirnya setelah bertahun-tahun berlalu, aku bisa datang ke makam kalian lagi.” Karina tersenyum tipis. Ia sangat senang bisa berkunjung ke tempat ini setelah bertahun-tahun lamanya. Ia merindukan dua sosok yang paling dia cintai itu. Walau pun Karina sudah mengetahui kebenarannya, dia sama sekali tidak memiliki rasa benci, yang ada, dia semakin mencintai keda orang tuanya itu. “Karin sudah tau apa yang terjadi dulu. Kemarin
Satu tahun kemudian... Langit pagi yang cerah hampir terlalu terang untuk dilihat, karena matahari baru saja mulai mengintip di balik cakrawala. Langit berwarna biru cemerlang, nyaris tidak ada awan yang terlihat. Udara terasa sejuk dan segar, dan aroma embun pagi yang segar tercium di udara. Di kejauhan, sebuah pesawat terbang terlihat terbang melintasi langit pagi yang jernih. Pesawat terbang tampak nyaris berkilauan di bawah sinar matahari pagi, sayapnya nyaris tidak terlihat dengan latar belakang langit biru. Suara mesin pesawat terdengar di kejauhan, tampaknya pesawat terbang semakin tinggi, menghilang di langit pagi yang jernih. Suasananya sangat tenang dan jernih, saat matahari pagi menyinari segala sesuatu yang ada di bawahnya. Jelaslah bahwa ini akan menjadi hari yang indah dan jernih, tanpa ada awan yang menghalangi langit biru yang sempurna. “Bagaimana rasanya kembali setelah satu tahun?” Karina menoleh ke arah Vivian yang sedang menyetir di kursi kemudi setelah menerim
“Kembalikan putriku atau kau akan ku bunuh di sini!” Suara Karina meninggi, penuh emosi, dan kemarahan yang menyelimutinya. Ia bukan lagi terlihat seperti wanita lemah yang memiliki penyakit kronis yang memohon untuk mati. Dia adalah seorang ibu yang menuntut putrinya kembali. “Karina, dia juga putriku!” Joshua menatap Karina tajam, kedua orang itu saling menodongkan pistol satu sama lain. Tatapan yang dulu penuh cinta kini berubah menjadi tatapan penuh kebencian. Karina sungguh membenci Joshua sekarang dengan apa yang sudah dia lakukan terhadapnya dan putrinya. “Aku sudah katakan padamu, kau boleh menghabisi ku, tapi jangan sentuh Bella! Kenapa kau sangat keras kepala, sial?!” Karina berteriak. “Karena aku ingin melihatmu menderita,” ucap Joshua dengan senyum menyeringai yang terlukis di bibirnya. “Belum cukup membuatku menderita, huh? Selama bertahun-tahun kau sudah melakukannya, apa itu belum cukup?” “Belum, karena kau milikku, aku akan melakukan apapun untuk memuaskan hasrat
Anak kecil itu terus menangis di dalam mobil, suaranya sangat kecil dan lemah dibandingkan dengan suara mesin yang keras. Dia mengulurkan tangannya ke arah jendela, berusaha keras untuk melarikan diri dan bertemu kembali dengan ibunya.Walau kondisi Bella berbeda dari anak lain, dia tetap punya perasaan dan intuisi yang kuat terhadap sang ibu yang sudah merawatnya penuh kasih sayang dan cinta. Bella ingin kembali ke Ibunya, dia tidak ingin ikut dengan ayahnya yang di matanya sangat berbeda dari yang ia lihat dulu. Tangan kecilnya yang mungil tidak dapat melakukan apa pun selain menggedor-gedor jendela, saat dia menangis sambil memanggil-manggil ibunya membuat perasaan menjadi sangat sakit dan hancur. "Mama!" "Aku ingin Mama!" suara menyayat hati itu memenuhi mobil. Rasa sakit karena perpisahan terlihat jelas, dia terus menangis bahkan sampai tantrum. Dia berteriak kencang, membuat orang-orang yang ada di dalam mobil termasuk Joshua merasa cukup pusing. “Bella, ini papa, kamu sama
“Bella, pergi dengan paman dan Aunty, ya. Mama akan menyusul nanti.” Karina tersenyum, melangkah mendekati Bella lalu mengusap rambutnya sangat lembut. Tatapan mata Karina menyiratkan rasa menyesal yang begitu dalam. Ia tersenyum namun terasa sangat pedih.“Vivian...” Karina memberi isyarat pada Vivian untuk segera pergi.“Karina, aku tidak bisa,”“Cepat!” Dari luar terdengar suara gaduh dari mobil-mobil yang tiba untuk menyergap masuk ke lokasi mereka. Vivian langsung didorong keluar oleh Karina, dia menutup pintu sangat rapat, tidak memberi izin Vivian untuk masuk. “Karina, buka!” Karina menghiraukan suara teriakan Vivian dari luar. Ia menatap Joshua tajam, dia tidak melawan sama sekali. Mereka berdua saling bertukar pandang satu sama lain. “Kau menginginkanku, kan?” tanya Karena pada Joshua dengan suara yang berubah serak. Joshua melihat Karina tidak habis pikir. Dia tertawa, seolah-olah sedang mencemooh wanita yang ada di hadapannya saat ini. “Kau sungguh dermawan, Karina. Me
“Pegangan, ini mungkin sedikit berguncang.”Mobil tiba-tiba berbelok tajam, melaju dengan cepat di jalan raya, mengambil rute pulang yang berbeda. Klakson kendaraan lain bergema. Mobil yang mereka tumpangi terpisah dari mobil para pengawal lainnya.Suara klakson terus memekakkan telinga dan mesin yang berputar memenuhi udara, energi mereka yang kacau menambah ketegangan pemandangan. Mobil mereka memasuki jalanan kecil di tengah pepohonan pinus yang tinggi. Di belakang terlihat ramai yang mengikuti. Mereka terjebak, tidak ada mobil pengawal mereka yang terlihat. Bella menutup telinganya rapat-rapat. Ia takut dan panik, belum pernah dia mengalami hal semengerikan ini. Ia berteriak sambil memeluk ibunya erat. “Gangguan panik Bella kambuh, bagaimana ini?” Karina sungguh ketakutan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada putrinya. Mobil-mobil lain berkerumun di sekeliling mereka, melaju dengan kecepatan tinggi dan menambah suasana yang kacau. Jumlah mobil yang awalnya sedikit tiba-tiba ber
“Kau melihatnya?” Vivian menatap Karina sedikit terkejut. Ia lalu diam untuk berpikir sejenak. Anak buah Kalista tidak mungkin berada di sini tanpa maksud. Seperti yang DK katakan, mereka berdua sudah bekerja sama, mungkin untuk menghancurkan Karina.“Hmm... aku tidak sengaja melihatnya. Waktu itu dia juga melihat ke arah kita cukup lama. Karena aku merasa tidak nyaman, makanya aku mengalihkan perhatianku darinya,” jelas Karina, dia masih mencoba menjahit pecahan-pecahan ingatannya yang belum terlalu sempurna. “Sudah jelas ini perbuatan Joshua, dia sudah mengetahui semuanya. Lebih baik kita bersiap. Aku akan perintahkan para pengawal ku untuk memperketat penjagaan.” Vivian mulai khawatir, sungguh di luar ekspektasinya. “Aku akan kembali mengawas,” celetuk DK. “Tidak, kamu terlalu berbahaya berada di luar. Joshua pasti juga sedang mencari mu. Jangan lakukan apa-apa sampai keadaan membaik. Aku tidak ingin di antara kita ada yang terluka.”“Vivian, kamu terlalu kelelahan, bukannya le
“Kau tau di mana dia?” Dahi Joshua otomatis mengerut, masih tidak percaya kalau Kalista mengetahui di mana Karina berada dan bagaimana dia tau kalau Karina pergi meninggalkan Joshua?“Tunggu, bagaimana kau tau dia pergi?” Joshua menahan tangan Kalista agar dia berhenti mendekat.“Tentu aku tau. Itu karena aku bertemu dengannya di pesawat saat aku pergi ke Amerika minggu lalu. Awalnya aku berpikir, kenapa Karina berada di pesawat itu bersama dengan wanita yang tidak aku kenal, namun mereka terlihat sangat dekat. Ah, aku juga melihat putrimu, di sangat cantik, wajahnya sangat mirip dengan ibunya.”Kalista tersenyum menang, dia sungguh tau kalau Joshua sedang berada dalam posisi yang lemah, dia tidak bisa melakukan apapun sekarang dan sedang menunggu kehancuran selanjutnya mendatanginya. “Jika kau menuruti semua perintahku, aku akan memberikan semuanya untukmu. Aku bisa mempertemukan mu dengannya, lalu aku juga bisa membereskan kekacauan ini. Aku tau, black moon sangat berarti untukmu,