Jelas sekali kalau soal pekerjaan tengah menjadi pokok pikiran Hana saat ini. Baru saja Hana membuka matanya di pagi hari, selain mengingat tentang Kendra, Hana langsung memikirkan tentang lamaran pekerjaan yang kemarin dikirimnya.
Usai mengurus Kendra di kamarnya, Hana langsung berjalan ke dapur sembari memeriksa email di telepon genggamnya. Hana menarik nafas panjang ketika belum ada satu pun surat elektronik yang masuk ke dalam kotak pesannya."Semoga saja hari ini. Kalau dipikir-pikir, aku memang baru mengirimkan surat lamaran pekerjaan malam tadi. Sudah sepantasnya mereka belum membalas." Hana mendadak terkekeh pelan karena merasa konyol.Ting Tong!Hana terhenyak mendengar bunyi bel pintu. Dia melamun sejak tadi hingga bisa terlonjak seperti itu. Hana segera berjalan ke pintu dan membuka pintunya."Aline, masuklah. Kau tidak bekerja hari ini?" tanya Hana."Tentu saja bekerja. Aku hanya mampir membawakan sarapan. Aku pikir mungkin saja kau sibuk karena Kendra baru pulang dari rumah sakit." Aline menyerahkan bungkusan paperbag kepada Hana.Aline langsung masuk. Dengan santai dia melenggang menuju kamar Kendra. Aline memang ingin menjumpai anak itu. Aline memang sangat menyayangi Kendra yang sudah dikenalnya sejak anak itu baru lahir."Tante Aline!" seru Kendra yang masih berbaring di tempat tidurnya."Halo, anak ganteng. Tante membawakan bubur ayam kesukaanmu. Nanti kau harus makan banyak ya, supaya penyembuhanmu berjalan cepat." Aline duduk di tepi tempat tidur Kendra sembari membelai lembut rambut anak itu.Hana hanya berdiri sembari tersenyum, menatap sahabat dan juga putranya yang tampak begitu akrab."Han, kau sudah menghubungi Bu Rosita?" tanya Aline. Matanya beralih pada Hana.Hana menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tersenyum kikuk pada Aline. "Lin, aku akan mencoba melamar di perusahaan lain dulu," ujar Hana.Aline menatap sahabatnya itu. Dia mencoba membaca ekspresi dan sinar mata Hana. Saat itulah Aline tahu kalau dia harus berbicara berdua dengan Hana saja, tidak di dekat Kendra."Kendra, Tante akan pergi ke kantor dulu. Kau harus mematuhi semua perintah mamamu, makan yang pintar, minum obat, dan istirahat." Aline mengecup kening anak kecil itu, kemudian beranjak ke pintu.Hana sudah berjalan lebih dulu ketika melihat Aline beranjak dari tempat tidur Kendra. Hana berjalan ke depan jendela. Dia menatap ke bawah, ke pemandangan kota itu di pagi hari yang sibuk."Jadi kau masih ragu untuk bekerja di Bakti Persada?" tanya Aline. Dia mendekat pada Hana yang ada di depan jendela."Aku akan berusaha mencari pekerjaan di tempat lain dulu, Lin. Aku tidak bisa membayangkan akan bekerja di satu perusahaan dengan ....""Baiklah, Han. Tidak mengapa, tapi nanti kalau kau butuh bantuan, kau bisa mengatakannya padaku kapan saja," ujar Aline. Aline sungguh memahami perasaan temannya itu.Setelah Aline berpamitan hendak ke kantor, Hana langsung mengunci pintunya. Ketenangannya di depan Aline sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Bagaimana tidak? Hana membutuhkan pekerjaan secepatnya. Seluruh uang yang didapatkannya dari Devan pun telah dibayarkan keseluruhannya untuk biaya operasi Kendra.Hana masih meyakinkan diri kalau dia akan segera mendapatkan pekerjaan secepatnya. Sepanjang sarapan pagi bersama Kendra, Hana tetap menunjukkan senyum manisnya kepada anak itu. Dia tak mau Kendra yang masih dalam masa penyembuhan ikut resah karena kegelisahannya.Usai sarapan, Hana membiarkan Kendra duduk di ruang tengah apartemennya. Dia memberikan beberapa buku bacaan pada anak kecil itu. Hana tersenyum manis kepada Kendra setiap kali anak kecil itu menatapnya.Selagi Kendra asyik dengan buku bacaannya, Hana kembali mengambil laptopnya. Dia menyalakan kembali laptop itu. Niat hatinya adalah kembali mencari lowongan yang sesuai dengan kualifikasi dirinya.Ketika Hana tengah asyik membaca satu per satu lowongan kerja yang ada di dalam daftar dari salah satu situs pencari kerja, sebuah notifikasi surat elektronik muncul di sudut layar laptop Hana. Tulisannya sungguh menarik perhatian. "Panggilan wawancara," gumam Hana.Hana langsung membuka surel itu secepat mungkin. Dia membaca semua isinya secara detail. Membaca isinya, Hana langsung tersenyum lebar. Setidaknya ini adalah awal mula dari keberhasilannya.Surat elektronik itu berisi undangan wawancara kerja pada salah satu perusahaan tempat Hana melamar pekerjaan. Hana terlonjak gembira, dia langsung bersemangat."Sekarang aku harus menghubungi Bibi Feny agar dia bisa menjaga Kendra," gumam Hana. Feny adalah baby sitter paruh waktu yang selalu bekerja dengan Hana untuk menjaga Kendra setiap kali Hana pergi kuliah atau bekerja.Hana kembali melirik surat elektronik yang ada di layar laptopnya. "Nanti, jam 1.00 siang," ujar Hana. Hana langsung mengambil telepon genggamnya dan menghubungi pengaruh anak itu.Sebelum jam makan siang, Feny sudah datang ke tempat Hana. Setelah menyapa Kendra yang masih berbaring di kamarnya, Feny membantu Hana memasak makan siang untuk anak itu. Hana juga memasak untuk dirinya dan untuk Feny.Usai makan siang, Hana bergegas masuk ke kamarnya. Dia bersiap untuk melamar pekerjaan. Ketika Hana keluar dari kamarnya, dia melihat Kendra yang sudah duduk bersama Feny di ruang tengah."Mama, mau mau pergi? Mama sudah cantik," komentar si kecil Kendra yang memuji penampilan Hana. Hati Hana terasa bahagia mendengar pujian dari putra kecilnya itu."Kendra, Mama mau pergi mencari pekerjaan. Kendra di rumah harus berdoa supaya Mama diterima ya?" ujar Hana. Dia berjalan menuju ke dekat putra kecilnya itu. Hana kemudian mengecup pelan puncak kepala Kendra. "Aku pergi dulu, Bi," pamit Hana kepada Feny. Feny meminta Hana berhati-hati. Hana pun mengangguk kemudian keluar dari apartemennya.Hana pergi dengan taksi menuju ke kantor yang memanggilnya untuk wawancara kerja. Sampai di kantor tersebut, hayna bertemu dengan beberapa pelamar lainnya yang juga menunggu panggilan wawancara. Untung saja Hana tidak datang terlambat sehingga dia tidak harus menunggu gilirannya terlalu lama.Hana sedikit gugup ketika dia mendapatkan giliran untuk wawancara. Hana memejamkan matanya, sekejap berdoa sebelum memasuki ruang HRD yang akan mewawancarainya.Kepala HRD berwajah tegang itu minta Hana masuk dan langsung duduk di hadapannya. Di mejanya, Hana melihat berkas surat lamaran miliknya dan juga biodata serta portofolio yang dikirimkannya ke perusahaan itu."Kalau bagian teknis, kami melihat portofolio Anda memang sangat menarik. Apakah sudah sering mengerjakan proyek sebelumnya?" tanya kepala HRD itu.Hana mengangguk, dia menjelaskan segalanya kepada kepala HRD tersebut. Hana memang sudah beberapa kali terlibat dalam proyek yang diberikan oleh dosennya. Namun, tentu saja Hana hanya mendapatkan bagian kecil karena dia masih bekerja sebagai freelancer."Apakah Anda sudah menikah?" tanya Kepala HRD itu ketika membaca biodata Hana. Pertanyaan itu membuat Hana sedikit patah arang. Dia menceritakan tentang pernikahannya."Baik, kalau begitu sudah semua. Semua jawaban Anda akan menjadi pertimbangan kami," ujar kepala HRD setelah selesai mewawancarai Hana.Hana berjalan keluar dari ruangan kepala HRD. Perasaannya sedikit tak nyaman. Hana tahu kalau beberapa perusahaan yang mencari karyawan fresh graduate akan keberatan apabila mempekerjakan karyawan yang sudah menikah, terlebih memiliki anak kecil seperti dirinya.Kini Hana sudah berada di depan rumahnya ia berjalan dengan begitu lunglai perasaannya saat ini menjadi khawatir cemas tak menentu pikirannya berkelana mengingat kembali wawancara pekerjaannya dengan HRD tersebut.Hana berjalan masuk ke dalam rumah, ia sedikit enggan untuk melangkah kemudian duduk di sofa yang ada diruang depan. Menghempaskan tubuhnya begitu saja, Hana menarik nafas dalam sepenuh dada..Hana merasa tak percaya diri, seolah ia tahu jika dirinya tak akan di terima bekerja di sana, "Mana ada perusahaan yang akan mempekerjakan orang yang sudah menikah, terlebih lagi yang sudah memiliki anak sepertiku," gumam Hana.Feni yang saat itu berada tak jauh dari sana saat ini ia sedang berada di ruang makan melihat sana merasa kasihan Ia pun berinisiatif untuk membuatkan untuk majikannya berharap bisa sedikit menenangkan perasaannya saat ini.Feni berjalan mendekati sana dengan dua cangkir teh di tangannya Ia pun tersenyum dan mengarahkan teh itu di depan Shana "Minumlah dulu agar
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 namun Devan sepertinya masih enggan untuk beranjak dari tempatnya saat ini, lelaki itu masih saja memikirkan Hana, otaknya saat ini masih di penuhi gadis itu. Entah devpun merasa bingung mengapa dia bisa memikirkan gadis itu terus menerus seolah Hana berada di pelupuk matanya.Devan duduk sambil mengingat kembali momen saat dia mencuri dengar Aline tengah meminjam uang ke bagian HRD. Flash back ...Siang itu Devan tengah berjalan menuju ke ruangan HRD, ia hendak menemui kepala HRD disana, Devan berniat meminta kepala bagian HRD membuka lowongan pekerjaan, karena sebentar lagi perusahaan akan mengajukan tender untuk proyek besar di beberapa perusahaan ternama. Dan perusahaan mereka ikut serta dalam tender tersebut.Saat Devan memegang gagang pintu dan hendak membukanya, langkah kaki Devan terhenti ketika mendengar suara Aline yang tengah memohon, pada bagian HRD."Pak, saya mohon saya sangat butuh uang itu pak, tolong bantu saya untuk kali ini saj
Aline begitu terkejut mendengar ucapan Hana, seketika itu juga ia menoleh ke arah Hana, dan menatapnya, mencari kebenaran tentang apa yang dia dengar barusan. Tatapan mata Aline begitu sendu."Hana ... Apa aku tak salah dengar, k-kau mau menerima tawaran Devan?" Aline bertanya pada Hana berharap ia salah mendengar ucapan sahabatnya itu. Lagi dan lagi Aline mempertanyakan ucapan Hana, bahkan dia mengulang kembali pertanyaannya. Yang jawabnya tentu saj akan sama.Hana mengangguk kepalanya, Aline masih tak mempercayai jawaban itu, ia terus menatap ke arah Hana melihat pada matanya mencari kejujuran disana, namun Aline tak melihat kebohongan sama sekali dimata Hana, sorot mata Hana begitu jujur, sepertinya ia sudah memantapkan hati untuk melakukannya. Walau dia sedikit kesedihan yang terpancar."Apa kau yakin Hana, kau sudah memikirkan ini baik-baik?" Aline bertanya sekali lagi seolah ia merasa Hana hanya bergurau saja padanya, ia masih tak bisa mempercayai ucapan sahabatnya itu.Hana men
Kini Hana tengah berada di pelataran rumahnya, gadis itu menemani Kendra bermain, ia senang melihat Kendra yang saat ini tersenyum bahagia. Hana terus memperhatikan Kendra, namun perhatiannya teralihkan kala mendengar nada dering ponselnya yang berbunyi. Hana melihat ke arah tasnya.Hana segera mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam tas, ia meraih tas kecil itu lalu membukanya.'Aline' nama yang tertera dilayar ponsel Hana, gadis itu tersenyum lalu mengangkat televonnya."Hallo Aline.""Hana bagaimana wawancaramu? Maaf aku tak sempat untuk mengunjungimu kemarin," ucap Aline setelah mendengar suara Hana, Aline langsung saja bertanya pada sahabatnya itu. Pasalnya dia benar benar sangat sibuk dengan pekerjaannya kemarin.Hana menghembuskan nafasnya sepenuh dada, Aline mendengar itu sepertinya kabar yang tidak baik, namun dia masih menunggu Hana untuk berbicara. "Hana, apa semua baik-baik saja?""Sepertinya, aku tidak lolos, mereka seolah mencari yang lebih berpengalaman, sedang aku
Setelah puas meneliti penampilan Hana , lelaki itu langsung berjalan kembali ke kursi kerjanya, Hana menghembuskan nafas lega saat lelaki itu berjalan menjauh darinya."Silahkan duduk," masih dengan tersenyum yang penuh arti lelaki itu mempersilahkan Hana untuk duduk. Tatapan matanya selalu ke arah Hana.Hana pun langsung bergegas melangkah ke depan dan menarik kursi yang ada di depan meja kerja lelaki itu, dengan sangat santai ia memperhatikan Hana kembali sambil memegang rahangnya."Apa kau sudah bekerja sebelum ini?""Belum pak, saya baru lulus kuliah satu Minggu yang lalu," jawab Hana berusaha menetralkan rasa gugupnya. Dia berusaha tenang saat ini.Lelaki itu lantas membuka berkas yang ada di hadapannya, ia membaca sekilas nama Hana. "Hana Ilyasa, 25 tahun," lelaki itu membaca nama lengkap Hana beserta umur yang ada di dokumen Hana sambil melihat ke arah Hana."Benar pak," ujar Hana, ia memainkan Jari jemarinya kali ini, saat lelaki itu membaca berkas miliknya."Mahasiswa denga
Ravi menatap ke arah Devan dan Aline secara bergantian, selama beberapa saat, Devan langsung mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin Ravi tahu apa yang dibahas olehnya dan Aline.Devan merasa Ravi tak perlu tau prihal ini, karena ini hanyalah masalahnya saja, dan tak ada sangkut pautnya dengan Ravi."Sudah waktunya, rapat kita mulai, semua juga sudah berkumpul disini," ujar Devan mengintruksikan pada mereka sambil melihat ke arah jam yang melingkar di tangannya.Ravi langsung menyipitkan pandangannya, ia sebenarnya merasa curiga dengan apa yang mereka bahas. Ravi memandang ke arah Aline, namun Aline seolah tak ingin melihat ke arahnya, wanita itu lebih memilih membuang pandangannya pada berkas yang ada di depan mejanya saat ini, terlihat Aline tengah membuka berkas itu."Kenapa Aline begitu kesal pada Devan, sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan?" Sambil berjalan Ravi bergumam dalam hati, sesekali arah pandangannya menatap pada Devan dan Aline secara bergantian.Namum mereka berdu
Hana keluar dari ruangan itu, CEO tersebut hanya memperhatikannya saja, melihat Hana berjalan dengan lekukan badannya sudah membuat adik kecil milik CEO itu berdiri.Padahal saat ini Hana tak memakai pakaian yang seksi, ia hanya mengenakan kemeja putih panjang, Dengan rok pendek sepaha, namun bodi Hana yang menggiurkan membuat CEO itu bereaksi, ia terlihat bergairah, libidonya semakin terpacu.Namun dia harus bersabar terlebih dahulu, karena Hana bukan tipe perempuan gampangan yang mudah ia goda, CEO itu berniat mendekati Hana secara perlahan hingga dirinya bisa menikmati setiap lekukan tubuhnya itu.Karena gairahnya yang tak dapat di bendung lagi, dan adik kecilnya harus segera di tidurkan kembali, ia langsung memanggil sekertarisnya untuk datang ke ruangannya."Selfi kamu keruangan ku sekarang," ucap CEO itu memanggil sekertarisnya melalui interkom.Setelah menerima panggilan dari bosnya, Selfi lalu bersiap diri, wanita itu mengambil kaca yang ada di atas mejanya lalu mengaplikasika
Hana tak tahu lagi harus bagaimana, Hana hanya berharap Devan tak melihat wajahnya saat ini. Hana tak pernah mengira jika dirinya akan bertemu kembali dengan Devan, Hana selalu berharap untuk tidak pernah bertemu dengan lelaki itu.Namun sayangnya, keberuntungan tak berpihak padanya, hari ini dirinya harus bertemu lagi dengan Devan, dengan lelaki yang membayarnya untuk satu malam.Devan terus saja melihat ke arah Hana dan Dion, membuat Hana semakin salah tingkah, sepertinya Devan sudah lebih dulu melihatnya tadi hingga pandangannya terus saja terarah padanya.Hana pun tak menyangka jika Dion mengenal Devan, andai mereka tak saling kenal, mungkin merek tak akan bertegur sapa. Namun bagaimana mungkin Dion tak mengenalnya perusahaannya dan Devan sama-sama perusahaan besar dan mereka berdua pembisnis dibidang yang sama.Dion merasa aneh dengan perubahan wajah Hana setelah melihat Devan dan Ravi, dia terus saja memperhatikan wajah Hana yang terlihat agak gelisah. Karena rasa penasarannya D
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda