Ketika mengendarai mobil sampai ke kantor, Devan kehilangan konsentrasi. Dia berpikir tentang Hana yang tadi bersama Dion. 'Aku harus bertanya kepada Aline lagi. Aku tidak peduli dia akan marah atau kesal.' Devan menyalip mobil yang ada di depannya. Dia ingin cepat sampai."Wow! Bro! Hati-hati, aku belum mau mati muda, aku belum kawin!" Ravi yang duduk di sebelah Devan protes keras ketika Devan mengendarai mobil sportnya secara ugal-ugalan.Sambil berpegangan, Ravi menatap sahabat karib sejak masa kecilnya itu. Wajah Devan tampak serius, terlalu serius untuk sekedar ingin pergi ke kantor. Ravi menaruh rasa curiga."Ada apa sih? Tumben kau tidak mau berlama-lama di jalan." Ravi mencoba mencari tahu. Dia jarang melihat Devan begitu tegang."Tidak ada apa-apa. Kita harus mengurus proyek kan?" Devan menutupi, dia tak mau Ravi tahu apapun yang sekarang sedang memenuhi pikirannya."Ah, kau. Apa kau cemburu pada Dion yang dipuja gadis-gadis? Ingat, Dev! Kita tidak sama dengan Dion. Kau boleh
Pagi hari tepatnya pukul 07.00 pagi, Hana sudah berada di kantor, ia berjalan masuk kedalam gedung itu, Hana langsung saja menuju ke lift dan menekan tombol 5.Ting ... Bunyi lift menandakan ia telah sampai di lantai 5. Hana langsung keluar dari dalam lift, ia berjalan hendak ke meja kerjanya, tanpa sengaja Hana bertemu dengan Selfi, sekertaris Dion yang saat ini tengah berkumpul dan mengobrol dengan karyawan lainnya.Selfi melihat kehadiran Hana, wanita itu melirik dan memandang dengan tatapan tak suka pada Hana, selfie merasa jika Shana adalah ancaman baginya karena Dion saat ini tengah memperhatikan Hana. Hana bisa saja menggeser posisinya di sisi Dion, terlebih lagi Selfi merasa jika Hana lebih cantik darinya hingga Dion mampu terpikat pada wanita itu."Eh kalian tau gag si, kalau karyawan baru di kantor ini, udah dapet fasilitas macem-macem dari kantor, padahal dia baru masuk kemarin!" Seru selfie ia menyunggingkan senyum miring, dengan sebelah sudut bibirnya terangkat ke atas
Aline menatap layar laptop yang ada di hadapannya. Matanya memang terfokus pada layar itu, tapi tidak pikirannya. 'Duh, apa lagi yang harus aku katakan pada Pak Devan? Mungkin Pak Devan sendiri juga tidak mau mengatakan pada siapapun, bukankah itu adalah hal yang memalukan?' pikir Aline.'Ah, tapi kalau itu adalah hal yang memalukan, kenapa sampai sekarang Pak Devan masih getol sekali membicarakan Hana? Buktinya, begitu tahu kalau Hana bekerja pada perusahaan milik Pak Dion, Pak Devan langsung memperingatkan. Jangan-jangan Pak Devan--'"Lin, sudah jam makan siang. Apa kau mau terus disana saja? Tidak lapar?" Sandy yang sudah berjalan ke pintu ruang kerja bersama membuyarkan lamunan Aline. Aline mengangkat wajahnya. Dia tersenyum pada Sandy."Kau pergi lebih dulu saja, masih ada beberapa pekerjaan yang harus aku bereskan," jawab Aline. Sebenarnya yang mau dibereskan Aline bukanlah tentang pekerjaan kantor, melainkan tentang Hana."Okelah kalau begitu, aku duluan," ujar Sandy. Melihat S
Pagi ini Hana akan bersiap pergi keluar kota untuk meninjau proyek yang ada di sana, namun sedari tadi, Kendra terus saja menangis entah ada apa dengan anak itu pagi ini, tidak biasa-biasanya bersikap demikian.Kendra terus saja menangis tiada henti, jerit tangisnya membuat Hana keluar dari kamarnya setelah ia selesai menyiapkan persiapannyaHana lantas menghampiri Kendra yang kini tengah bersama Feny, "Kendra kenapa Fen, mengapa dia tiba-tiba seperti ini?" Hana sedikit khawatir melihat Kendra yang seperti itu.Hana berusaha membantu Feny mendiamkan Kendra, namun tetap saja anak itu menangis, Hana menggendong Kendra dan mengusap kepala anak itu."Anak kecil memang seperti itu Hana, dia akan menangis jika akan di tinggal bekerja beberapa hari oleh ibunya, itu hal yang wajar kau tak perlu khawatir, setiap anak mempunyai insting jika ia akan di tinggal pergi."Hana menatap Feny saat wanita itu berbicara, sambil berusaha mendiamkan Kendra yang kini tengah bersamanya.Namun anak itu teta
Ketegangan yang ada di dalam sana tentu berbeda dengan ketegangan yang dirasakan Hana di luar ruang kerja Dion. Di dalam sana, Dion tegang, Selfi mungkin juga tegang. Yang pasti, di luar Hana tegang karena merasa takut dan terancam.Hana mundur pelan dari depan pintu ruang kerja Dion. Dia tidak mau membuat kegaduhan, bisa-bisa Hana dikira sedang menguping kegiatan mereka di dalam.Setelah mundur beberapa langkah, baru saja Hana akan berbalik, terdengar suara yang menyapa Hana dengan penuh semangat. "Hai, Hana. Kau ada disini rupanya. Mau menemui Pak Dion? Aku juga perlu menemui Pak Dion," ujar Abi. Abi adalah manajer produksi di perusahaan milik Dion itu. Suaranya terdengar lantang, Abi memang orang yang selalu bersemangat."Eh ... Oh ... Umm, Ya, Pak Abi. Saya mau menemui Pak ... Eh, tidak, saya tidak mau menemui, saya ingin bertanya pada ...." Hana memandang ke arah meja Selfi."Kau ingin bertanya pada Selfi? Lebih baik langsung bertanya pada Pak Dion saja. Apakah mengenai proyek ya
Hana duduk di meja kerjanya. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Hana menunggu jam keberangkatan mereka dengan perasaan yang galau berat. Dia tak ingin pergi, tapi terpaksa dan pasrah dengan keadaan.Dalam benak Hana kembali terbayang lenguhan Selfi dari balik pintu ruang kerja Dion. 'Ih, menjijikkan sekali. Aku tak habis pikir ada lelaki beristri yang bisa main gila, di kantor lagi, dengan sekretarisnya sendiri lagi, tidak malu sama sekali!' Hana membatin sendiri, mengeluarkan segala uneg-uneg di dalam pikirannya.Sekarang, Hana seolah tak punya alasan untuk tidak ikut. Akomodasi sudah siap, lagipula yang menugaskan Hana bukan orang sembarangan di perusahaan ini, melainkan pemilik langsung. 'Tapi kalau pemilik perusahaan ini segitu gatelnya, rasa-rasanya mengerikan sekali kalau harus terus bekerja jadi karyawannya.' Hana khawatir pada kelangsungan karirnya di perusahaan itu. Apa yang akan terjadi pada karir Hana kalau dia sampai diinginkan bosnya itu.'Apa cerita Aline kemarin be
Saat Devan tiba di rooftop Hotel itu, Devan melihat Hana tengah duduk disana bersama Dion, Devan terus saja melirik dan melihat ke arah Hana, Entah mengapa hatinya merasa tak senang melihat wanita itu duduk bersama lelaki lain apalagi dia duduk bersama dengan Dion.Hana terlihat sangat akrab wanita itu mengobrol dan sesekali tersenyum, sambil menyuapkan makanan kedalam mulutnya.Dimeja itu memang bukan hanya ada Hana dan Dion tapi juga ada karyawan lain dan juga manager di perusahaan mereka. Semua yang ada di meja itu laki-laki, namun hanya Hana satu-satunya perempuan yang ada di meja itu.Ravi mengerutkan keningnya saat pandangan depan ke arah lain, Ravi menjadi penasaran apa yang tengah di perhatikan oleh Devan, Ravi lantas mengikuti arah pandangan Devan.Ravi melihat di meja itu ada Dion dan karyawannya, ada juga seorang wanita di tengah-tengah mereka, Ravi lalu melihat lagi ke arah Devan lelaki itu masih saja memperhatikan meja Dion. Ravi pun tersenyum, ia tahu kini sahabatnya itu
Devan sampai di meja Hana, Devan melihat wanita itu tengah menenggak minuman yang ada di gelas, Devan buru-buru merebut Gelas itu dari tangan Hana, meraih gelas itu lalu menjauhkannya dari Hana, namun ia terlambat.Isi di dalam gelas itu tinggal sedikit, Devan menatap ke arah Hana, Hana sudah meminumnya, Hana yang melihat tindakan Devan seperti itu langsung merasa terkejut, wanita itu merasa heran dengan tingkah laku Devan, Hana lalu berdiri dan marah padanya, Hana menampar Devan.Plakk ..."Apa-apaan ini?!"Hana berteriak kesal, dia tidak lagi bisa menjaga volume dan intonasi suaranya. Hana kesal pada Devan yang tiba-tiba saja datang dan merebut gelas yang sekarang ada di tangannya.Devan memandang Hana, dia sedikit gentar mendengarkan teriakan perempuan cantik itu. Devan termangu dengan gelas di tangannya. Dia menatap ke dada Hana, bukan karena ingin berpikiran kotor, melainkan karena sedikit cairan di dalam gelas itu tumpah ke baju Hana yang berwarna putih."Apa yang kau lakukan di
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda