Hana duduk di meja kerjanya. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Hana menunggu jam keberangkatan mereka dengan perasaan yang galau berat. Dia tak ingin pergi, tapi terpaksa dan pasrah dengan keadaan.Dalam benak Hana kembali terbayang lenguhan Selfi dari balik pintu ruang kerja Dion. 'Ih, menjijikkan sekali. Aku tak habis pikir ada lelaki beristri yang bisa main gila, di kantor lagi, dengan sekretarisnya sendiri lagi, tidak malu sama sekali!' Hana membatin sendiri, mengeluarkan segala uneg-uneg di dalam pikirannya.Sekarang, Hana seolah tak punya alasan untuk tidak ikut. Akomodasi sudah siap, lagipula yang menugaskan Hana bukan orang sembarangan di perusahaan ini, melainkan pemilik langsung. 'Tapi kalau pemilik perusahaan ini segitu gatelnya, rasa-rasanya mengerikan sekali kalau harus terus bekerja jadi karyawannya.' Hana khawatir pada kelangsungan karirnya di perusahaan itu. Apa yang akan terjadi pada karir Hana kalau dia sampai diinginkan bosnya itu.'Apa cerita Aline kemarin be
Saat Devan tiba di rooftop Hotel itu, Devan melihat Hana tengah duduk disana bersama Dion, Devan terus saja melirik dan melihat ke arah Hana, Entah mengapa hatinya merasa tak senang melihat wanita itu duduk bersama lelaki lain apalagi dia duduk bersama dengan Dion.Hana terlihat sangat akrab wanita itu mengobrol dan sesekali tersenyum, sambil menyuapkan makanan kedalam mulutnya.Dimeja itu memang bukan hanya ada Hana dan Dion tapi juga ada karyawan lain dan juga manager di perusahaan mereka. Semua yang ada di meja itu laki-laki, namun hanya Hana satu-satunya perempuan yang ada di meja itu.Ravi mengerutkan keningnya saat pandangan depan ke arah lain, Ravi menjadi penasaran apa yang tengah di perhatikan oleh Devan, Ravi lantas mengikuti arah pandangan Devan.Ravi melihat di meja itu ada Dion dan karyawannya, ada juga seorang wanita di tengah-tengah mereka, Ravi lalu melihat lagi ke arah Devan lelaki itu masih saja memperhatikan meja Dion. Ravi pun tersenyum, ia tahu kini sahabatnya itu
Devan sampai di meja Hana, Devan melihat wanita itu tengah menenggak minuman yang ada di gelas, Devan buru-buru merebut Gelas itu dari tangan Hana, meraih gelas itu lalu menjauhkannya dari Hana, namun ia terlambat.Isi di dalam gelas itu tinggal sedikit, Devan menatap ke arah Hana, Hana sudah meminumnya, Hana yang melihat tindakan Devan seperti itu langsung merasa terkejut, wanita itu merasa heran dengan tingkah laku Devan, Hana lalu berdiri dan marah padanya, Hana menampar Devan.Plakk ..."Apa-apaan ini?!"Hana berteriak kesal, dia tidak lagi bisa menjaga volume dan intonasi suaranya. Hana kesal pada Devan yang tiba-tiba saja datang dan merebut gelas yang sekarang ada di tangannya.Devan memandang Hana, dia sedikit gentar mendengarkan teriakan perempuan cantik itu. Devan termangu dengan gelas di tangannya. Dia menatap ke dada Hana, bukan karena ingin berpikiran kotor, melainkan karena sedikit cairan di dalam gelas itu tumpah ke baju Hana yang berwarna putih."Apa yang kau lakukan di
Devan berlari mengejar Hana, lelaki itu berjalan menuju ke arah lift, Ravi yang melihatnya pun merasa heran dengan sikap Devan. Di terus menatap punggung Devan yang mulai menjauh."Ada apa dengannya, mengapa Devan seperti itu." Ravi kemudian menyusul Devan untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh lelaki itu. "Aisss ... Kenapa dengan Devan, ada hubungan apa dia dengan Hana sebenarnya, aku sungguh bingung." Sambil berjalan melangkah mengikuti Devan Ravi terus saj bergumam, baru kali ini Devan bersikap aneh, terlebih lagi yng membuat ia seperti ini adalah seorang wanita.Devan menekan beberapa kali tombol yang ada di lift tersebut, Devan menunggu lama sekali karena lift itu tengah digunakan oleh pengunjung lain, Ia pun beralih ke lift yang sebelahnya menekan tombol itu berkali-kali. Namun kedua lift itu masih mengangkut pengunjung lain. Devan dengan gelisah mondar-mandir di depan lift, menunggu lift itu terbuka.Sesekali pandangan matanya tertuju ke atas ke arah layar yang menunjukkan a
Ravi melihat Devan begitu frustasi, Ravi tak pernah melihat Devan seperti itu sebelumnya terlebih lagi hanya untuk seorang wanita, ini benar-benar aneh. Ravi begitu penasaran tentang hubungan mereka, namun dia hanya diam saja memperhatikan Devan.Ravi mencoba menenangkan Devan, Ravi menghampiri Devan merangkulnya dan menepuk pundak lelaki itu, Devan pun menoleh ke arah Ravi."Sabarlah dulu, kau tunggu di sini, aku akan kebawah sebentar, kau tenanglah dulu di sini jangan buat keributan apapun, aku akan mencari bantuan di bawah meminta kunci kebagian resepsionis semoga saja mereka bisa membantu kita," ujar Ravi.Ravi langsung berjalan ke arah lift, meninggalkan Devan, Ravi langsung masuk ke dalam lift dan turun ke bawah, dia berniat untuk ke resepsionis yang ada di bawah meminta pertolongan di sana.Ting, ...Pintu lift itu terbuka Ravi langsung keluar dari sana dan berjalan ke arah resepsionis, Ravi menghampiri pegawai yang memakai pakaian hitam dengan panjang sebatas lengan."Permisi
Devan berhasil berdiri dari tempat tidur sedikit menjauh dari Hana, biar bagaimanapun di adalah lelaki normal yang memiliki gairah.Hana tersenyum menggoda ke arah Devan, satu tangannya dia arahkan kebibir dan menggigitnya kecil sambil tersenyum melirik kearah Devan, menyimpangkan kedua kakinya, memperlihatkan kaki jenjangnya. Hana mengedipkan salah satu matanya begitu manja dan menggoda dia menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum simpul.Devan memijat pelipis matanya, melihat tingkah Hana yang seperti orang mabuk itu, dia benar benar tidak waras saat ini, Hana mendekati Devan, berjalan perlahan ke arah lelaki itu, membelai rahang kokoh Devan dengan jari jemari lentiknya.Wanita itu kemudian mengalungkan tangganya ke leher Devan, tersenyum dengan begitu manis. Devan hanya diam saja memperhatikan tingkah laku Hana saat ini, ia berusaha untuk melepaskan tangan Hana yang ada di lehernya. Namun wanita itu lagi-lagi mengalungkan tangannya pada leher Devan.Saat Hana akan mencium Devan, mu
Devan menatap Hana yang berada di dekatnya. Saat Hana membalas tatapannya, jantungnya terasa berdebar kencang. Yang teringat di dalam kepala Devan adalah ketika Hana mengejarnya di kamar malam tadi. Seketika, wajah Devan memerah. Dia mencoba menilai apakah Hana sudah sepenuhnya bebas dari efek obat yang diberikan Dion. Devan takut kalau Hana tiba-tiba berubah agresif lagi."Silahkan duduk," ujar Devan pada Hana. Hana tersentak, dia memang masih berdiri, bahkan terlalu dekat dengan Devan. Hana langsung berbalik, wajahnya juga merona. Malu pada ingatan samar yang dirasakannya malam tadi.'Astaga, aku malu sekali. Wajahnya tampak gugup, apa dia malu. Aduh, atau dia takut aku akan menindihnya seperti malam tadi? Bodoh sekali kau, Hana.' Hana memaki dirinya sendiri di dalam hati.Ketika Hana baru saja duduk di sofa ruang tengah yang menyatu dengan pantry di unit kamar hotel itu, Ravi membuka pintu kamar. Dia langsung tersenyum pada Hana. "Pagi, kau sudah bangun. Apa sudah merasa lebih baik
Hana melihat ke arah Ravi, dia ingin meminta waktu padanya. Sebenernya Hana merasa ragu, untuk meminta hal itu pad Ravi."Ravi, ... Hemmm, bolehkah aku meminta waktu padamu?" Hana bertanya, harap-harap cemas dia masih menatap Ravi, Ravi pun melihat ke arah Hana."A- aku harus resign dulu dari kantor Dion, aku harus menyelesaikan dulu urusanku di kantor itu," ujar Hana merasa sungkan, ia sungguh tak enak hati berkata demikian. Namun dia harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari perusahaan sebelumnya baru dia melamar pekerjaan kembali di perusahaan lain. Dia hanya tak ingin terjadi masalah di tempat baru, Saat dia blm menyelesaikan pekerjaannya di tempat lama. Hana tak ingin menundanya, dia ingin segera berhenti dari perusahaan Dion.Devan yang mendengar perkataan Hana langsung melihat ke arah wanita yang kini ada di sebelahnya. raut wajah Devan menunjukkan kekecewaan. Devan merasa khawatir jika Hana akan menolak tawaran pekerjaan itu. Devan sangat berharap jika Hana mau bekerja di k
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda