Kini Hana sudah berada di depan rumahnya ia berjalan dengan begitu lunglai perasaannya saat ini menjadi khawatir cemas tak menentu pikirannya berkelana mengingat kembali wawancara pekerjaannya dengan HRD tersebut.
Hana berjalan masuk ke dalam rumah, ia sedikit enggan untuk melangkah kemudian duduk di sofa yang ada diruang depan. Menghempaskan tubuhnya begitu saja, Hana menarik nafas dalam sepenuh dada..Hana merasa tak percaya diri, seolah ia tahu jika dirinya tak akan di terima bekerja di sana, "Mana ada perusahaan yang akan mempekerjakan orang yang sudah menikah, terlebih lagi yang sudah memiliki anak sepertiku," gumam Hana.Feni yang saat itu berada tak jauh dari sana saat ini ia sedang berada di ruang makan melihat sana merasa kasihan Ia pun berinisiatif untuk membuatkan untuk majikannya berharap bisa sedikit menenangkan perasaannya saat ini.Feni berjalan mendekati sana dengan dua cangkir teh di tangannya Ia pun tersenyum dan mengarahkan teh itu di depan Shana "Minumlah dulu agar kau merasa sedikit lebih tenang." Feni pun langsung duduk di samping Shana.Hana menoleh ke arah Feny saat ia menyodorkan teh di depannya, Hana pun ikut tersenyum lalu mengambil teh itu dari tangan Feni."Hari ini aku mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian ku, namun aku takut tidak diterima karena statusku ini." Hana bercerita tentang keluhannya pada Feny, ia hanya sekedar ini menceritakan apa yang dia rasakan pada Feny pengasuh anaknya itu.Fenny tersenyum mendengarnya lalu mengusap punggung Hana berharap bisa membantu menenangkan perasaan wanita itu."Kau harus lebih bersabar lagi Aku tahu ini tidak mudah untukmu mencari pekerjaan memang begitu sulit namun kau harus tetap semangat demi anakmu." Feny berusaha menghibur dn menyemangatinya"Kau bisa memanggilku kapan saja kau butuh, aku akan selalu membantumu kau tenang saja kau bisa membayarku saat nanti kau sudah diterima bekerja dan mendapatkan gaji."Hana menoleh ke arah Feny, tersenyum kearahnya dan mengucapkan terima kasih pada wanita itu.Hana lalu mengambil uang yang ada di dalam tasnya ia segera meletakkan uang itu ke tangan Feni, Feni enggan untuk menerimanya, wanita itu menolak pemberian Hana namun Hana meyakinkan Feni untuk menerimanya."Ambillah, kau juga membutuhkan uang ini, jika kau tidak mengambilnya aku akan marah padamu, dan tak akan memanggilmu lagi, ini untuk ongkos kendaraanmu," sambil tersenyum sana meletakkan uang itu di tangan Feny, Hana menggenggam tangan wanita itu dan meyakinkannya untuk menerima uang tersebut.Feny pun akhirnya menerima uang tersebut dan mengucapkan terima kasih pada Hana ia kemudian berpamitan pulang, Hana mengantar wanita itu hingga depan pintu.Setelah kepergian Feny,Hana berjalan ke kamar anaknya memastikan jika anaknya tertidur lelap saat ini, ia pun segera keluar dari kamar Kendra dan berjalan ke ruang tamu kembali.Hana membuka laptopnya, gadis itu kemudian berusaha untuk mencari lowongan pekerjaan lain yang ada di internet, ia harus mencari pekerjaan cadangan jika nanti tak di terima, Hana mulai mengarahkan keyboard nya menscroll mencari informasi pekerjaan.Mata Hana berbinar senyuman terbit di bibirnya ketika ia menemukan sebuah lowongan pekerjaan arsitek untuk proyek besar. Hana pun dengan antusias mengirimkan lamaran ke perusahaan itu.Baru 5 menit ia mengirim surat lamaran melalui email ke perusahaan tersebut Namun ia sudah mendapatkan balasannya. Hana lalu membuka email dan ternyata Ia mendapat panggilan wawancara untuk esok hari di perusahaan itu Hana begitu senang, Ia berharap perusahaan itu akan menerima lamarannya apapun statusnya saat ini.Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, pukul lima sore di kantor Devan memanggil Aline yang kini tengah bersiap membereskan meja kerjanya."Aline, bisa keruangan ku sebentar, ada yang ingin aku bahas denganmu."Aline yang saat itu tengah sibuk membereskan tempat kerjanya seketika menoleh dan menganggukkan kepala, gadis itu segera meninggalkan meja kerjanya dan berjalan kearah ruang kerja Devan.Devan gini Tengah duduk di sofa yang ada di ruangannya Alin pun masuk dan ikut Duduk di hadapan Devan."Bagaimana dengan proyek yang akan kita kerjakan esok, apa semua sudah siap?" tanya Devan memastikan.Aline pun langsung memberitahu keseluruhan tentang proyek itu semua data sudah ia siapkan, besok pagi mereka sudah langsung bisa rapat, setelah Devan menandatangani dokumennya.Devan pun mengangguk paham, sebenarnya ia ingin menanyakan sesuatu, namun Devan sedikit ragu, karena ini diluar pekerjaan.Aline melihat itu, "Apa ada yang ingin bapak tanyakan?" Aline tau Devan seperti ingin berkata sesuatu namun ada keraguan dan itu terlihat jelas di wajahnya."Hemmm itu, aku ingin bertanya tentang temanmu, siapa itu namanya?" Tanya Devan sedikit malu menanyakannya.Aline mengerutkan keningnya, "Hana? Apa maksud bapak adalah Hana?" Aline mengulang kalimatnya memastikan jika ia tak salah menduga."Iya, temanmu tempo hari yang bersamaku, dimana kau mengenal gadis itu?" Devan begitu penasaran dengan Hana."Kami kenal di kampus, dia adalah teman kuliahku, Hana mengambil jurusan arsitektur, bahkan dia mahasiswi terfavorit dikamus kami, Hana satu satunya wanita yang lulus dengan predikat nilai tertinggi di bidang arsitektur." Lilin menceritakan rencana dengan bangga di depan Devan sambil tersenyum.Devan sedikit terkejut mendengar perihal itu, ia tak menyangka jika Hana sempat kuliah, "Bagaimana bisa ia melakukan itu jika ia mampu untuk kuliah?" Devan bertanya-tanya dalam hatinya.Aline pun berpamit tanpa ada Devan Iya ingin melanjutkan pekerjaannya dan segera pulang karena jam kantor sudah selesai Devan pun mengangguk mengizinkan Aline untuk keluar dari ruangannya.Sepeninggalan Aline Devon lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela yang ada di belakang mejanya ia menatap lurus ke arah luar pikirannya menerawang jauh pada gadis yang bernama Hana."Hana."Devan menyebutkan nama itu berulang kali, bahkan terkadang ia menyunggingkan sebuah senyuman saat nama itu lolos dari bibirnya.Devan menghela nafas panjang sepenuh dada, mengapa dari sekian banyak gadis hanya wanita itu yang selalu terbayang dari ingatannya.Devan merasa menyesal tak mencari tahu dulu tentang Hana malam itu, jika aku tahu kau lulusan arsitektur mungkin, ... Ah mengapa aku memikirkannya seperti ini." Devan mendesah pelan tak habis fikir dibuatnya, ia pun mengingat kembali tentang Hana, wajah gadis itu selalu berputar-putar dalam ingatannya."Aku sudah banyak mencicipi wanita di luar sana tapi mengapa dirimu membuatku begitu candu aku terus saja terbayang akan wajahmu Saat Kita bermalam waktu itu wajah yang membuat aku hampir gila karenanya," gumam Devan sambil mengingat kenangannya bersama Hana malam itu.Devan pun seolah tersadar dengan apa yang ia pikirkan saat ini lelaki itu lalu menggelengkan kepalanya berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran itu dalam otaknya."Tidak, ini gila benar benar gila, bagaimana mungkin aku terus-terusan terbayang akan wajahnya itu, ini tidak boleh di biarkan, ingat Devan dia sama seperti wanita lainnya yang pernah engkau gauli, dia bukan perempuan baik-baik."Devan mencoba untuk mengingatkan dirinya sendiri agar tidak terlalu hanyut dalam perasaannya."Jika memang dia wanita baik-baik, dia tak akan pernah melakukannya, untuk apa dia melakukan itu, pasti semua itu karena uang, dia tak ubahnya seperti yang lainnya."Devan terus saja berucap hal yang buruk tentang Hana menyamakan gadis itu dengannya lainnya, tanpa ia tau hal yang sebenarnya terjadi."Jika memang dia gadis baik-baik, sudah pasti dia akan mencari pekerjaan yang lain daripada menjual dirinya sendiri, trlebih lagi pendidikannya begitu bagus, ia bisa dapat gaji tinggi dengan bermodalkan nilainya itu."Devan terus saja berbicara pada dirinya sendiri seolah meyakinkan dirinya jika Hana tak layak untuk dia ingat.Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 namun Devan sepertinya masih enggan untuk beranjak dari tempatnya saat ini, lelaki itu masih saja memikirkan Hana, otaknya saat ini masih di penuhi gadis itu. Entah devpun merasa bingung mengapa dia bisa memikirkan gadis itu terus menerus seolah Hana berada di pelupuk matanya.Devan duduk sambil mengingat kembali momen saat dia mencuri dengar Aline tengah meminjam uang ke bagian HRD. Flash back ...Siang itu Devan tengah berjalan menuju ke ruangan HRD, ia hendak menemui kepala HRD disana, Devan berniat meminta kepala bagian HRD membuka lowongan pekerjaan, karena sebentar lagi perusahaan akan mengajukan tender untuk proyek besar di beberapa perusahaan ternama. Dan perusahaan mereka ikut serta dalam tender tersebut.Saat Devan memegang gagang pintu dan hendak membukanya, langkah kaki Devan terhenti ketika mendengar suara Aline yang tengah memohon, pada bagian HRD."Pak, saya mohon saya sangat butuh uang itu pak, tolong bantu saya untuk kali ini saj
Aline begitu terkejut mendengar ucapan Hana, seketika itu juga ia menoleh ke arah Hana, dan menatapnya, mencari kebenaran tentang apa yang dia dengar barusan. Tatapan mata Aline begitu sendu."Hana ... Apa aku tak salah dengar, k-kau mau menerima tawaran Devan?" Aline bertanya pada Hana berharap ia salah mendengar ucapan sahabatnya itu. Lagi dan lagi Aline mempertanyakan ucapan Hana, bahkan dia mengulang kembali pertanyaannya. Yang jawabnya tentu saj akan sama.Hana mengangguk kepalanya, Aline masih tak mempercayai jawaban itu, ia terus menatap ke arah Hana melihat pada matanya mencari kejujuran disana, namun Aline tak melihat kebohongan sama sekali dimata Hana, sorot mata Hana begitu jujur, sepertinya ia sudah memantapkan hati untuk melakukannya. Walau dia sedikit kesedihan yang terpancar."Apa kau yakin Hana, kau sudah memikirkan ini baik-baik?" Aline bertanya sekali lagi seolah ia merasa Hana hanya bergurau saja padanya, ia masih tak bisa mempercayai ucapan sahabatnya itu.Hana men
Kini Hana tengah berada di pelataran rumahnya, gadis itu menemani Kendra bermain, ia senang melihat Kendra yang saat ini tersenyum bahagia. Hana terus memperhatikan Kendra, namun perhatiannya teralihkan kala mendengar nada dering ponselnya yang berbunyi. Hana melihat ke arah tasnya.Hana segera mengambil ponsel miliknya yang ada di dalam tas, ia meraih tas kecil itu lalu membukanya.'Aline' nama yang tertera dilayar ponsel Hana, gadis itu tersenyum lalu mengangkat televonnya."Hallo Aline.""Hana bagaimana wawancaramu? Maaf aku tak sempat untuk mengunjungimu kemarin," ucap Aline setelah mendengar suara Hana, Aline langsung saja bertanya pada sahabatnya itu. Pasalnya dia benar benar sangat sibuk dengan pekerjaannya kemarin.Hana menghembuskan nafasnya sepenuh dada, Aline mendengar itu sepertinya kabar yang tidak baik, namun dia masih menunggu Hana untuk berbicara. "Hana, apa semua baik-baik saja?""Sepertinya, aku tidak lolos, mereka seolah mencari yang lebih berpengalaman, sedang aku
Setelah puas meneliti penampilan Hana , lelaki itu langsung berjalan kembali ke kursi kerjanya, Hana menghembuskan nafas lega saat lelaki itu berjalan menjauh darinya."Silahkan duduk," masih dengan tersenyum yang penuh arti lelaki itu mempersilahkan Hana untuk duduk. Tatapan matanya selalu ke arah Hana.Hana pun langsung bergegas melangkah ke depan dan menarik kursi yang ada di depan meja kerja lelaki itu, dengan sangat santai ia memperhatikan Hana kembali sambil memegang rahangnya."Apa kau sudah bekerja sebelum ini?""Belum pak, saya baru lulus kuliah satu Minggu yang lalu," jawab Hana berusaha menetralkan rasa gugupnya. Dia berusaha tenang saat ini.Lelaki itu lantas membuka berkas yang ada di hadapannya, ia membaca sekilas nama Hana. "Hana Ilyasa, 25 tahun," lelaki itu membaca nama lengkap Hana beserta umur yang ada di dokumen Hana sambil melihat ke arah Hana."Benar pak," ujar Hana, ia memainkan Jari jemarinya kali ini, saat lelaki itu membaca berkas miliknya."Mahasiswa denga
Ravi menatap ke arah Devan dan Aline secara bergantian, selama beberapa saat, Devan langsung mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin Ravi tahu apa yang dibahas olehnya dan Aline.Devan merasa Ravi tak perlu tau prihal ini, karena ini hanyalah masalahnya saja, dan tak ada sangkut pautnya dengan Ravi."Sudah waktunya, rapat kita mulai, semua juga sudah berkumpul disini," ujar Devan mengintruksikan pada mereka sambil melihat ke arah jam yang melingkar di tangannya.Ravi langsung menyipitkan pandangannya, ia sebenarnya merasa curiga dengan apa yang mereka bahas. Ravi memandang ke arah Aline, namun Aline seolah tak ingin melihat ke arahnya, wanita itu lebih memilih membuang pandangannya pada berkas yang ada di depan mejanya saat ini, terlihat Aline tengah membuka berkas itu."Kenapa Aline begitu kesal pada Devan, sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan?" Sambil berjalan Ravi bergumam dalam hati, sesekali arah pandangannya menatap pada Devan dan Aline secara bergantian.Namum mereka berdu
Hana keluar dari ruangan itu, CEO tersebut hanya memperhatikannya saja, melihat Hana berjalan dengan lekukan badannya sudah membuat adik kecil milik CEO itu berdiri.Padahal saat ini Hana tak memakai pakaian yang seksi, ia hanya mengenakan kemeja putih panjang, Dengan rok pendek sepaha, namun bodi Hana yang menggiurkan membuat CEO itu bereaksi, ia terlihat bergairah, libidonya semakin terpacu.Namun dia harus bersabar terlebih dahulu, karena Hana bukan tipe perempuan gampangan yang mudah ia goda, CEO itu berniat mendekati Hana secara perlahan hingga dirinya bisa menikmati setiap lekukan tubuhnya itu.Karena gairahnya yang tak dapat di bendung lagi, dan adik kecilnya harus segera di tidurkan kembali, ia langsung memanggil sekertarisnya untuk datang ke ruangannya."Selfi kamu keruangan ku sekarang," ucap CEO itu memanggil sekertarisnya melalui interkom.Setelah menerima panggilan dari bosnya, Selfi lalu bersiap diri, wanita itu mengambil kaca yang ada di atas mejanya lalu mengaplikasika
Hana tak tahu lagi harus bagaimana, Hana hanya berharap Devan tak melihat wajahnya saat ini. Hana tak pernah mengira jika dirinya akan bertemu kembali dengan Devan, Hana selalu berharap untuk tidak pernah bertemu dengan lelaki itu.Namun sayangnya, keberuntungan tak berpihak padanya, hari ini dirinya harus bertemu lagi dengan Devan, dengan lelaki yang membayarnya untuk satu malam.Devan terus saja melihat ke arah Hana dan Dion, membuat Hana semakin salah tingkah, sepertinya Devan sudah lebih dulu melihatnya tadi hingga pandangannya terus saja terarah padanya.Hana pun tak menyangka jika Dion mengenal Devan, andai mereka tak saling kenal, mungkin merek tak akan bertegur sapa. Namun bagaimana mungkin Dion tak mengenalnya perusahaannya dan Devan sama-sama perusahaan besar dan mereka berdua pembisnis dibidang yang sama.Dion merasa aneh dengan perubahan wajah Hana setelah melihat Devan dan Ravi, dia terus saja memperhatikan wajah Hana yang terlihat agak gelisah. Karena rasa penasarannya D
Ketika mengendarai mobil sampai ke kantor, Devan kehilangan konsentrasi. Dia berpikir tentang Hana yang tadi bersama Dion. 'Aku harus bertanya kepada Aline lagi. Aku tidak peduli dia akan marah atau kesal.' Devan menyalip mobil yang ada di depannya. Dia ingin cepat sampai."Wow! Bro! Hati-hati, aku belum mau mati muda, aku belum kawin!" Ravi yang duduk di sebelah Devan protes keras ketika Devan mengendarai mobil sportnya secara ugal-ugalan.Sambil berpegangan, Ravi menatap sahabat karib sejak masa kecilnya itu. Wajah Devan tampak serius, terlalu serius untuk sekedar ingin pergi ke kantor. Ravi menaruh rasa curiga."Ada apa sih? Tumben kau tidak mau berlama-lama di jalan." Ravi mencoba mencari tahu. Dia jarang melihat Devan begitu tegang."Tidak ada apa-apa. Kita harus mengurus proyek kan?" Devan menutupi, dia tak mau Ravi tahu apapun yang sekarang sedang memenuhi pikirannya."Ah, kau. Apa kau cemburu pada Dion yang dipuja gadis-gadis? Ingat, Dev! Kita tidak sama dengan Dion. Kau boleh
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda