Sial!
Entah aku terkena kutukan dari mana, sehingga aku bisa bertemu lagi dengan manusia paling menyebalkan di muka bumi ini. Empat belas tahun lamanya, aku tidak pernah mendengar atau melihatnya lagi. Memang, sih, aku tahu dia sudah menjadi artis terkenal di Indonesia sekarang. Namanya melejit setelah dia membintangi salah satu film remaja yang laris di pasaran. Semua orang mengenalnya, tapi tidak ada satupun diantara mereka yang tahu akan kelakuan nakalnya dulu.
Saat kami masih sama-sama bocah dan masih duduk di bangku SD.
Sungguh, aku tidak akan pernah melupakan bagaimana laki-laki sialan itu selalu mengerjaiku dulu. Dia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa untuk tidak menggangguku barang sedetik saja. Entah sepatuku disembunyikan sehingga aku terpaksa pulang tanpa mengenakan alas kaki, atau bekal makan siangku yang tidak sengaja aku tinggalkan di atas meja menghilang begitu saja, ketika aku harus ke kantin untuk membeli minum karena lupa membawanya.
Sejak saat itu, aku bersumpah tidak akan pernah mau mengenal manusia itu lagi.
Tapi, kenapa sekarang Tuhan justru mempertemukan kami? Kenapa, diantara semua manusia di muka bumi ini, adiknya justru menyukai semua karya tulisanku yang memang aku publikasikan di salah satu media sosial yang sedang marak dipakai oleh para penggemar cerita fiksi.
Kalau bukan karena adiknya, aku tidak akan pernah sudi menginjakkan kakiku di rumahnya. Kedua kakiku haram untuk melangkah dimana saja dia pernah melangkahkan kakinya. Kalau bukan karena adiknya yang manis itu, aku tidak akan pernah sudi bertemu muka dengannya seperti ini.
Lihat saja, aku pasti akan membalaskan semua rasa sakit hatiku saat SD dulu padanya. Aku akan membuat dia merasakan siksaan neraka dariku, seperti dulu yang dia pernah lakukan untukku.
-Eriska Putri to Arziko Pratama-
Kebetulan? Tidak, aku sama sekali tidak mempercayai yang namanya kebetulan.
Bagiku, semua sudah diatur oleh Tuhan. Pasti ada alasan tersendiri kenapa aku bisa dipertemukan lagi dengan gadis itu. Gadis dengan wajah datar dan tatapan penuh bara kebencian yang selalu melekat padaku. Gadis dengan rambut panjang sepunggung dan ikal hanya pada bagian bawahnya saja serta berwarna cokelat terang, seperti warna kedua bola matanya. Gadis yang manis dan cantik menurutku, kalau saja dia tidak memasang wajah datar dan tatapan kebenciannya itu. Kalau bukan karena Gina, salah satu temanku yang mengatakan bahwa gadis itu adalah teman SD kami dulu, mungkin sampai sekarang aku tidak akan mengingatnya.
Oh, jangan tanyakan kenapa dia begitu membenciku, karena aku sendiri tidak tahu. Aku merasa tidak pernah melakukan kesalahan apapun padanya. Setidaknya, itulah yang aku ingat. Selama empat belas tahun, baru kali ini aku dan gadis itu bertemu lagi. Itu juga karena adikku sangat mengidolakan gadis itu yang rupanya adalah seorang penulis di media sosial dan karyanya sangat disukai oleh adikku.
Oke, Gina memang berkata padaku bahwa dulu, saat kami masih SD, aku selalu mengganggu dan mengerjai gadis itu. Tapi, ayolah... kami masih kecil waktu itu. Bukankah wajar jika seorang anak kecil bertingkah nakal dan selalu mengusili temannya?
Di depanku dia bersikap sangat tidak bersahabat. Bicara pun, dia tidak sudi. Kalau aku bertanya, dia tidak merespon. Merespon, sih, tapi... ya ampun! Kalau bukan menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’, gadis itu hanya akan mengangkat bahu dan selebihnya... senyap bak kuburan!
Oke... aku harus ekstra sabar sepertinya menghadapi gadis itu. Demi adikku. Kalau bukan karena keinginan adikku yang sangat kucintai itu, mungkin aku sudah menaruh gadis itu ke dalam karung dan membuangnya ke laut!
-Arziko Pratama to Eriska Putri-
Eriska Putri membenci angka empat. Menurutnya, angka empat adalah angka sial. Sejak kecil, gadis berambut panjang sepunggung, dimana hanya pada bagian bawahnya saja yang ikal dan memiliki warna asli cokelat sejak lahir itu, selalu menghindari apapun yang ada kaitannya dengan angka empat. Selain dianggap sial olehnya, dia juga mendengar desas-desus dari orang-orang disekitarnya bahwa angka empat dipercaya sebagai angka kematian. Mau takhayul atau tidak, pokoknya Eriska membenci angka tersebut. Dan, sialnya lagi, hari ini adalah hari Senin. Hari Senin yang jatuh pada tanggal empat di bulan ini. Hari Senin yang sudah membuat Eriska gondok setengah mati dan percaya bahwa dia akan terkena kutukan entah oleh siapa. Coba saja perhatikan keadaan di rumahnya saat ini. Ruang
Berlututnya seorang Arziko Pratama saat ini pastinya akan membuat gosip besar. Karenanya, Fian segera mendekati sohibnya itu, memegang lengannya, mencoba untuk menarik Arziko agar laki-laki itu segera berdiri. Namun, Arziko tetap pada posisinya. Seperti patung, laki-laki itu sulit untuk diajak bergerak oleh Fian, membuat Fian kesal dan berdecak jengkel. Akhirnya, laki-laki itu berjongkok di samping Arziko dan menatap tegas sohibnya itu. Memang, sih, Fian sempat tertegun dengan aksi konyol Arziko ini, sebelum akhirnya kesadaran Fian mengambil alih akal sehatnya. “Ar,” bisik Fian dengan nada tegas. “Lo udah bertindak terlalu jauh! Kalau ada salah satu dari mereka yang mengambil foto lo dalam posisi berlutut seperti ini, di depan seorang gadis yang bahkan nggak sudi menganggap lo sebagai teman masa kecilnya dulu, lo bakalan habis di tangan para reporter acara gosip! Lo bakal digosipin, Ar! Reput
Hujan membawa berkah. Itulah yang kerap kali dipikirkan oleh Arziko. Saat ini, laki-laki itu sudah berada di rumah, tepatnya berada di kamarnya. Dia baru saja mandi dan sedang mengeringkan rambutnya. Gina dan Fian juga ada di rumah ini, namun berada di kamar tamu yang sudah disediakan oleh pembantu rumah Arziko. Kedua orangtua Arziko? Mereka sudah meninggal dunia. Selama ini, Arziko dan Viona diurus dan diasuh oleh Tante mereka, adik dari sang Mama. Bianca namanya. Tante Bianca sudah berumur empat puluh tahun dan belum menikah. Dia sudah berjanji pada almarhumah Mama Arziko untuk terus mengurus dan mengasuh kedua anak kakaknya itu. Hari yang sangat berat untuk Arziko dan Viona kala itu, ketika kedua orangtua mereka meninggal dunia karena kecelakaan. Saat itu, umur Arziko dua belas tahun dan Viona sepuluh tahun. Kembali ke topik awal, ket
Lelah adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Eriska saat ini. Jarum jam sudah mengarah ke angka tujuh dan Eriska sedang menunggu bis yang akan mengantarkannya ke rumah. Gadis itu duduk di halte sambil merenung. Kepalanya tertunduk, menatap ujung sepatunya dengan tatapan kosong. Bukan saja lelah fisik, melainkan hati dan otaknya pun sangat lelah. Eriska menghembuskan napas berat dan memejamkan kedua mata. Aneh. Kenapa dia harus menyetujui permintaan Arziko? Apa dia sudah kehilangan akal sehatnya. Memang, sih, dia menerima permintaan itu semata-mata agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya dulu atas perbuatan Arziko di masa kanak-kanak mereka, sehingga membuat masa kanak-kanaknya hancur seketika. Tidak ada kenangan indah yang bisa Eriska ingat saat itu, selain kenyataan bahwa setiap harinya, Arziko selalu mengerjainya.
Keadaan Viona berangsur membaik. Dokter hanya mengatakan bahwa gadis itu terlalu kelelahan. Dia menambah dosis obat Viona dan menyuruh Arziko untuk tetap mengawasi adiknya itu. Ketika pemeriksaan telah selesai dilakukan, dokter menyuruh Arziko untuk mengikutinya, sementara Viona yang sudah sadar dari pingsannya ditemani oleh Gina, juga Fian dan Eriska yang muncul bersama. Yang omong-omong, membuat Arziko heran dengan kebersamaan mereka berdua, namun memutuskan untuk tidak ambil pusing. Sesampainya di luar kamar rawat Viona, Arziko bisa melihat tampang murung dokter pribadi adiknya itu. Pria tersebut menghembuskan napas berat dan memijat pelipisnya pelan. Lalu, dia menatap wajah Arziko yang terlihat tegang di hadapannya. “Apa ada sesuatu yang terjadi pada adik
Arziko mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Entah laki-laki itu sadar atau tidak, tapi, dengan kecepatan mobilnya saat ini, dia bisa saja mengalami kecelakaan fatal. Arziko sendiri tidak paham apa yang sedang terjadi pada dirinya sekarang, yang jelas, dia sangat kesal. Kesal karena Eriska berpacaran dengan Fian! Astaga, apa itu bahkan masuk akal? Eriska membencinya setengah mati dan dia juga tidak pernah memiliki perasaan apa pun untuk gadis itu. Setidaknya, sebelum bertemu dengan gadis itu sampai kemarin, dia tidak merasakan debaran aneh pada jantungnya. Tapi, beberapa menit yang lalu? Di saat Eriska mengatakan pengumuman sialan mengenai hubungannya dengan Fian, Arziko mendapati diri ingin sekali menarik Eriska ke luar dari rumah Fian dan membawa gadis it
Arziko menunggu reaksi Eriska dengan sabar. Hujan masih setia membasahi tubuh keduanya. Arziko bahkan masih memeluk pinggang Eriska dengan posesif, melarang gadis itu untuk pergi, meski saat ini Eriska sudah seperti cacing kepanasan karena mencoba berulang kali untuk melepaskan diri dari pelukan Arziko. “Gue serius,” kata Arziko dengan nada dan tatapan tegas. Di depannya, Eriska balas menatap. Arziko bisa melihat berbagai macam emosi di kedua mata gadis itu. Bingung, kaget, amarah, semua berbaur menjadi satu. “Gue benar-benar mulai jatuh cinta sama lo, Eriska. Gue nggak senang ngeliat lo berdekatan dengan Fian. Gue marah waktu dengar pengakuan lo soal hubungan kalian berdua.” “Kenapa lo mulai jatuh cinta sama gue?”&
Gina terkikik geli ketika memikirkan bagaimana Arziko dan Eriska terkunci di kamar gudang. Cewek itu mengambil ponselnya yang berada di saku celana jeans karena benda itu bergetar. Alisnya terangkat satu saat Gina tahu ada satu pesan singkat yang masuk ke ponselnya dan pesan itu dari Eriska. Sambil meminum air jeruknya, Gina membaca isi pesan singkat tersebut dan tersedak. Gina terbatuk hingga air jeruknya keluar lagi dari mulutnya. “Gila! Si Eriska benar-benar cewek galak dan menyeramkan,” gumam Gina setelah batuknya reda. Cewek itu bergidik ketika mengingat kembali ancaman Eriska bahwa cewek itu akan menggantungnya di tiang bendera jika tidak segera membuka pintu kamar gudang. Akhirnya, setelah berdebat dengan dirinya sendiri dan wajah menakutkan Eriska kembali menghantuinya, Gina menyerah. Dia bangkit berdiri dan
Viona yang mendengar kegaduhan dari dalam kamarnya, langsung memutuskan untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dia bertanya pada pembantu rumah tangganya yang melintas dan pembantunya berkata bahwa salah satu teman kakaknya jatuh pingsan. Dengan kenang mengerut, Viona melangkahkan kakinya menuju kamar tamu, seperti yang tadi diinformasikan oleh pembantunya tersebut. Betapa terkejutnya Viona kala dia melihat sang kakak sedang duduk bersandar di daun pintu dan dengan kepala tertunduk. Tubuh atletisnya gemetar, membuat Viona terkesiap dan buru-buru berlutut di hadapan sang kakak. “Kak Arziko! Ada apa, Kak? Kakak kenapa?” tanya Viona bertubi-tubi dengan nada cemas. Cewek itu berusaha mengangkat wajah sang kakak, kemudian menangkup wajahnya tersebut. Ai
Gina terkikik geli ketika memikirkan bagaimana Arziko dan Eriska terkunci di kamar gudang. Cewek itu mengambil ponselnya yang berada di saku celana jeans karena benda itu bergetar. Alisnya terangkat satu saat Gina tahu ada satu pesan singkat yang masuk ke ponselnya dan pesan itu dari Eriska. Sambil meminum air jeruknya, Gina membaca isi pesan singkat tersebut dan tersedak. Gina terbatuk hingga air jeruknya keluar lagi dari mulutnya. “Gila! Si Eriska benar-benar cewek galak dan menyeramkan,” gumam Gina setelah batuknya reda. Cewek itu bergidik ketika mengingat kembali ancaman Eriska bahwa cewek itu akan menggantungnya di tiang bendera jika tidak segera membuka pintu kamar gudang. Akhirnya, setelah berdebat dengan dirinya sendiri dan wajah menakutkan Eriska kembali menghantuinya, Gina menyerah. Dia bangkit berdiri dan
Arziko menunggu reaksi Eriska dengan sabar. Hujan masih setia membasahi tubuh keduanya. Arziko bahkan masih memeluk pinggang Eriska dengan posesif, melarang gadis itu untuk pergi, meski saat ini Eriska sudah seperti cacing kepanasan karena mencoba berulang kali untuk melepaskan diri dari pelukan Arziko. “Gue serius,” kata Arziko dengan nada dan tatapan tegas. Di depannya, Eriska balas menatap. Arziko bisa melihat berbagai macam emosi di kedua mata gadis itu. Bingung, kaget, amarah, semua berbaur menjadi satu. “Gue benar-benar mulai jatuh cinta sama lo, Eriska. Gue nggak senang ngeliat lo berdekatan dengan Fian. Gue marah waktu dengar pengakuan lo soal hubungan kalian berdua.” “Kenapa lo mulai jatuh cinta sama gue?”&
Arziko mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Entah laki-laki itu sadar atau tidak, tapi, dengan kecepatan mobilnya saat ini, dia bisa saja mengalami kecelakaan fatal. Arziko sendiri tidak paham apa yang sedang terjadi pada dirinya sekarang, yang jelas, dia sangat kesal. Kesal karena Eriska berpacaran dengan Fian! Astaga, apa itu bahkan masuk akal? Eriska membencinya setengah mati dan dia juga tidak pernah memiliki perasaan apa pun untuk gadis itu. Setidaknya, sebelum bertemu dengan gadis itu sampai kemarin, dia tidak merasakan debaran aneh pada jantungnya. Tapi, beberapa menit yang lalu? Di saat Eriska mengatakan pengumuman sialan mengenai hubungannya dengan Fian, Arziko mendapati diri ingin sekali menarik Eriska ke luar dari rumah Fian dan membawa gadis it
Keadaan Viona berangsur membaik. Dokter hanya mengatakan bahwa gadis itu terlalu kelelahan. Dia menambah dosis obat Viona dan menyuruh Arziko untuk tetap mengawasi adiknya itu. Ketika pemeriksaan telah selesai dilakukan, dokter menyuruh Arziko untuk mengikutinya, sementara Viona yang sudah sadar dari pingsannya ditemani oleh Gina, juga Fian dan Eriska yang muncul bersama. Yang omong-omong, membuat Arziko heran dengan kebersamaan mereka berdua, namun memutuskan untuk tidak ambil pusing. Sesampainya di luar kamar rawat Viona, Arziko bisa melihat tampang murung dokter pribadi adiknya itu. Pria tersebut menghembuskan napas berat dan memijat pelipisnya pelan. Lalu, dia menatap wajah Arziko yang terlihat tegang di hadapannya. “Apa ada sesuatu yang terjadi pada adik
Lelah adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Eriska saat ini. Jarum jam sudah mengarah ke angka tujuh dan Eriska sedang menunggu bis yang akan mengantarkannya ke rumah. Gadis itu duduk di halte sambil merenung. Kepalanya tertunduk, menatap ujung sepatunya dengan tatapan kosong. Bukan saja lelah fisik, melainkan hati dan otaknya pun sangat lelah. Eriska menghembuskan napas berat dan memejamkan kedua mata. Aneh. Kenapa dia harus menyetujui permintaan Arziko? Apa dia sudah kehilangan akal sehatnya. Memang, sih, dia menerima permintaan itu semata-mata agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya dulu atas perbuatan Arziko di masa kanak-kanak mereka, sehingga membuat masa kanak-kanaknya hancur seketika. Tidak ada kenangan indah yang bisa Eriska ingat saat itu, selain kenyataan bahwa setiap harinya, Arziko selalu mengerjainya.
Hujan membawa berkah. Itulah yang kerap kali dipikirkan oleh Arziko. Saat ini, laki-laki itu sudah berada di rumah, tepatnya berada di kamarnya. Dia baru saja mandi dan sedang mengeringkan rambutnya. Gina dan Fian juga ada di rumah ini, namun berada di kamar tamu yang sudah disediakan oleh pembantu rumah Arziko. Kedua orangtua Arziko? Mereka sudah meninggal dunia. Selama ini, Arziko dan Viona diurus dan diasuh oleh Tante mereka, adik dari sang Mama. Bianca namanya. Tante Bianca sudah berumur empat puluh tahun dan belum menikah. Dia sudah berjanji pada almarhumah Mama Arziko untuk terus mengurus dan mengasuh kedua anak kakaknya itu. Hari yang sangat berat untuk Arziko dan Viona kala itu, ketika kedua orangtua mereka meninggal dunia karena kecelakaan. Saat itu, umur Arziko dua belas tahun dan Viona sepuluh tahun. Kembali ke topik awal, ket
Berlututnya seorang Arziko Pratama saat ini pastinya akan membuat gosip besar. Karenanya, Fian segera mendekati sohibnya itu, memegang lengannya, mencoba untuk menarik Arziko agar laki-laki itu segera berdiri. Namun, Arziko tetap pada posisinya. Seperti patung, laki-laki itu sulit untuk diajak bergerak oleh Fian, membuat Fian kesal dan berdecak jengkel. Akhirnya, laki-laki itu berjongkok di samping Arziko dan menatap tegas sohibnya itu. Memang, sih, Fian sempat tertegun dengan aksi konyol Arziko ini, sebelum akhirnya kesadaran Fian mengambil alih akal sehatnya. “Ar,” bisik Fian dengan nada tegas. “Lo udah bertindak terlalu jauh! Kalau ada salah satu dari mereka yang mengambil foto lo dalam posisi berlutut seperti ini, di depan seorang gadis yang bahkan nggak sudi menganggap lo sebagai teman masa kecilnya dulu, lo bakalan habis di tangan para reporter acara gosip! Lo bakal digosipin, Ar! Reput
Eriska Putri membenci angka empat. Menurutnya, angka empat adalah angka sial. Sejak kecil, gadis berambut panjang sepunggung, dimana hanya pada bagian bawahnya saja yang ikal dan memiliki warna asli cokelat sejak lahir itu, selalu menghindari apapun yang ada kaitannya dengan angka empat. Selain dianggap sial olehnya, dia juga mendengar desas-desus dari orang-orang disekitarnya bahwa angka empat dipercaya sebagai angka kematian. Mau takhayul atau tidak, pokoknya Eriska membenci angka tersebut. Dan, sialnya lagi, hari ini adalah hari Senin. Hari Senin yang jatuh pada tanggal empat di bulan ini. Hari Senin yang sudah membuat Eriska gondok setengah mati dan percaya bahwa dia akan terkena kutukan entah oleh siapa. Coba saja perhatikan keadaan di rumahnya saat ini. Ruang