Share

bab 4. Gelang yang Sama

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-14 06:29:15

Aku baru saja menyimpan ponsel saat terdengar suara pintu depan diketuk.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku segera ke ruang depan untuk membukakan pintu.

"Pagi, Bu Dinda!"

"Pagi, Bi Inah, ayo masuk dulu."

Aku mempersilahkan asisten rumah tanggaku untuk masuk kedalam rumah. Namanya bi Inah. Sudah berumur sekitar empat puluh lima tahun, sangat cekatan. Dia bekerja di sini mulai dari jam tujuh pagi hingga jam lima sore. Jadi kalau aku sedang dinas sore dan mas Herman belum pulang ke rumah, Windi ditemani oleh Bi Inah.

"Sudah sarapan, Bi?" tanyaku saat bi Inah mulai meraih sapu dan pengki.

"Sudah, Bu Dinda."

"Oh, saya kita belum. Karena kalau belum sarapan, di meja makan ada lauk, Bi."

Aku membuka tudung saji meja makan. Bi Inah melihat nya sekilas.

"Wah, Bu Dinda mantap betul. Pagi-pagi sudah matang saja lauknya," ujar Bi Inah menatap ke arah tumis cumi pedas dan udang krispi.

"Hm, itu bukan masakan saya, Bi. Jadi nanti kalau bi Inah pulang ke rumah, bawa saja ya semua lauk ini," sahutku.

Bi Inah melongo. "Lho, kok diberikan pada saya, Bu? Bu Dinda kan sudah repot-repot memasak nya untuk pak Herman?"

Aku menggeleng pelan. "Yang memasak lauk itu bukan saya, tapi saya diberi oleh tuh, Bu Dita."

Wajah bi Inah berubah tegang saat mendengar nama Dita.

"Ada apa, Bi? Kok pucat wajah nya setelah mendengar nama Dita?" tanyaku heran.

"Anu, Bu. Saya mau cerita tapi saya tidak mengajak ibu ghibah. Karena saya tahu Bu Dinda paling anti soal ghibah," sahut bi Inah menatapku dengan takut-takut.

Aku mengerut kan dahi.

"Ada apa sih, Bi? Cerita saja kalau memang penting."

Bi Inah mendekat dan menatapku. "Ini ... Ini tentang Bu Dita, Bu," ujar Bi Inah melangkah mendekatiku.

"Hah? Dita? Kenapa dengan Dita?" Tanpa sadar jiwa kekepoan dan kekesalanku muncul saat aku mendengar nama valakor itu.

"Tapi Bu, rahasiakan dulu dari orang lain ya? Takutnya cuma prasangka saya dan bisa menimbulkan fitnah."

Aku mengangguk. "Iya, Bi. Saya berjanji bahwa hal ini merupakan rahasia kita berdua."

Bi Inah menghela nafas perlahan. "Jadi begini, bu Dinda kenal dengan pemilik kontrakan depan kan?"

"Kontrakan tempat Bu Dita tinggal?"

Bi Inah mengangguk. "Iya. Rumah kontrakan Bu Dita."

"Kan pemilik nya pak Andre yang katanya pindah ke kecamatan sebelah karena mendapat kan warisan rumah dari orang tuanya yang baru meninggal. Jadi rumahnya sendiri dikontrakkan."

"Hm, iya. Lalu?"

"Beberapa kali saya melihat Bu Dita ngobrol akrab dengan pak Andre sebelum Bu Dita berangkat ke warung tempatnya bekerja. Pernah saya lihat saat Bu Dita belum diterima bekerja di warung, pak Andre ngobrol sama Bu Dita di depan teras. Mereka ngobrol kayak mesra gitu."

Bi Inah menjeda kalimat nya. Wajahnya terlihat ragu. Sementara aku mulai bisa merab* kemana arah pembicaraan ini.

"Apa mungkin tiap bulan Bu Dita ngerayu pak Andre agar tidak usah membayar kontrakan rumahnya ya? Eh, ini baru dugaan saya sih Bu Dinda. Jangan langsung dipercaya."

Akh tergelak sambil menatap ke arah Bi Inah.

"Oh, jadi Bi Inah sempat melihat hal-hal seperti itu ya? Padahal pak Andre sudah menikah. Bagaimana kalau istri pak Andre tahu tentang kelakuan pak Andre yang seperti itu?"

Bi Inah mengedikkan bahunya. "Yah, nggak tahu, Bu. Kan yang saya bilang terakhir tadi baru dugaan saya. Soalnya kadang pak Andre ngobrolnya sama megang-megang dagu Bu Dita.

Saya tahu kalau perumahan di sini orangnya cuek-cuek dan masa bod*h dengan urusan tetangga, tapi kalau terjadi tindakan yang enggak-enggak, masa mereka akan diam saja?"

Aku pun terdiam lalu akhirnya nenghela nafas panjang. Jadi Dita ini bukan hanya genit pada mas Herman saja, melainkan pada pak Andre juga.

"Memang Bu Dita cantik sih, Bu. Tapi kan nggak beres namanya kalau janda yang seperti itu merayu suami orang. Banyak lajang, banyak duda, kenapa harus menggoda suami orang?" tanya Bi Inah.

Aku memegang pundak bi Inah. "Memang musim valakor itu berbahaya, Bi. Kalau sampai terjadi makar di perumahan ini, saya pastikan saya yang akan mengusir Dita dengan tangan saya sendiri dari sini," sahutku. "Oh, ya apa bi Inah masih ingat tanggal pak Andre mendatangi rumah Bu Dita?"

Bi Inah menggeleng. "Saya lupa, Bu. Saya tidak mengingat tanggal nya. Yang jelas sejak pindah ke seberang rumah itu, pak Andre beberapa kali ke sana saat pagi. Pernah saat sore juga sih," sahut bi Inah tampak berusaha mengingat-ingat.

Baru saja aku hendak menanggapi ucapan bi Inah, mendadak terdengar suara tukang sayur di depan rumah.

"Bu, ada tukang sayur, Bu Dinda mau belanja apa?" tanya bi Inah seraya berdiri.

"Biar saya saja yang beli ke tukang sayur nya, Bi. Bi Inah lanjut membersihkan rumah, mencuci dan mengepel."

"Oh. Baik, Bu."

Aku berjalan ke arah teras, tampak Ambar, ibu dari Dita yang berumur lima puluh tahunan berada di antara para asisten rumah tangga lainnya.

"Belanja bu Dinda?" tanya beberapa tetangga padaku.

Aku mengangguk dan tersenyum. Mulai memilih sayur dan lauk. Seraya menajamkan pendengaran.

"Wah, Bu Ambar keren ya. Anaknya janda tapi tiap hari belanjanya banyak. Memang Bu Dita itu janda high class, mandiri, cantik, dan pekerja keras," ujar salah seorang tetangga.

Aku tertawa dalam hati. 'Jadi para tetangga ini belum tahu belang nya Dita? Apa yang akan terjadi kalau mereka tahu foto sekaligus video Dita dan mas Herman?'

"Iya, anak saya itu memang luar biasa. Dia bahkan kemarin membelikan saya gelang ini," ujar Bu Ambar sambil menunjukkan gelang emas berbentuk rantai mungil dengan permata-permata putih yang indah.

Aku mendelik. Gelang itu persis seperti yang telah diberikan mas Herman sebelum aku dinas malam! Gelang sebagai hadiah ulang tahun ku yang memang hanya berjarak tiga hari dari anniversary pernikahan kami.

Diam-diam aku memotret gelang yang ada di tangan Bu Ambar.

"Eh, gelang Bu Ambar dan Bu Dinda persis lho. Apa belinya barengan?" tanya salah seorang tetangga yang tanpa sengaja melihat gelangku.

Wajah Bu Ambar memucat dan melihatku lalu beralih ke tanganku bergantian.

"Oh, ini hadiah ulang tahun dari suami saya. Saya juga kaget saat tahu gelang saya dan Bu Ambar sama."

Suasana hening dan tegang sejenak.

"Eh, tapi ada yang aneh nggak sih? Kalau pak Herman yang membelikan gelang pada Bu Dinda wajar sih, kan kerja di perusahaan gede. Lha kalau Dita? Maaf nih, Bu Ambar, kerja jadi asisten koki di warung kan nggak sampai tiga juta. Kok bisa beli gelang bagus gitu? Apa jangan-jangan mbak Dita ... eh, Bu Ambar! Bu Ambar!"

Mendadak para tetangga panik karena Bu Ambar memegangi kepalanya dan terkulai lemas.

Next?

Bab terkait

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 5. Menyusun Rencana

    Mendadak para tetangga panik karena Bu Ambar memegangi kepalanya dan terkulai lemas. "Eh, Bu Ambar kenapa?" tanya para warga panik. Aku secara refleks segera menangkap tubuh tambunnya. Wah, ternyata berat juga. "Tolong, bantu saya membawa Bu Ambar. Saya akan memeriksa ada apa dengan Bu Ambar," ucapku. Beberapa warga mulai menolong ku memapah tubuh Bu Ambar masuk ke dalam rumahnya. Ini kedua kalinya aku masuk ke rumah ini setelah dihuni oleh Dita. Pertama saat mereka mengadakan syukuran rumah baru. Kedua, sekarang ini. Bu Ambar yang sedang pingsan itu direbahkan di sofa ruang tamu. Aku memeriksa denyut nadinya dan menekan jempol kaki kanannya. Tampak Bu Ambar sedikit mengernyit karena jempolnya kutekan. Aku menghela nafas panjang. Merasa bingung kenapa Bu Ambar hanya pura-pura pingsan. Karena orang yang benar-benar pingsan, tidak akan menunjukkan reaksi apapun saat dicubit atau jempol kakinya ditekan. "Bagaimana kondisi Bu Ambar, Bu Dinda? Apa perlu kita bawa ke rumah sakit?" t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 6. Jadikan Saja Umpan Lele

    Aku melongo, menatap ke arah pengacara yang sekaligus teman sebangkuku saat SMA. "Jadi harus mengancam seperti itu? Apa saran ini kamu berikan pada klien kamu yang lain juga?" tanyaku kepo. Fifi tersenyum penuh misterius. "Hm, nggak usah mikirin itu. Yang penting kan pelakor itu tidak bisa menikmati uang kamu, Din. Kalau mereka main rapi, kita main rapi. Mereka main culas, kita juga main culas.""Memang kalau main ancam nggak melanggar hukum?""Kalau kamu bertanya siapa yang paling banyak melanggar hukum, ya mereka lah! Udah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, kena pasal tentang perzinah*n pula! Weslah, aman! Ayo maju sama aku. Aku enggak sembarangan lho ya memberikan saran seperti ini. Hanya pada kamu saja. Kamu kan yang menemani suami kamu dari nol, mulai dari mengkontrak rumah sampai hingga mempunyai aset seperti sekarang ini. Eh, masa tahu-tahu direbut pelakor?! Dia udah bagus dapat suami kamu yang menjadi wakil manajer pemasaran sekarang. Dia masih bisa hidup enak."Aku me

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 7. Dilabrak

    "Sudah. Kurang aja*r juga suami saya dan janda gatel itu! Habis memborong apa saja di mall?! Saya kan menuju ke sana sekarang! Awas saja, aku akan menjadikan Dita sebagai umpan ikan lele di kolam belakang!""Saya dan beberapa ibu arisan akan membantu Bu Cici melabrak Dita. Bu Cici segera kesini saja."Panggilan telepon segera diakhiri setelah Bu Cici mengucap salam. "Bu Dinda, tadi baru saja telepon Bu Cici, istri nya pak Andre?" tanya Bi Inah dengan penuh rasa ingin tahu. Aku mengangguk dan tersenyum lalu mengirimkan pesan whatsapp ke seluruh anggota arisan geng kami yang berjumlah lima orang. Jadi total tujuh denganku dan Bu Cici.Aku mengirimkan foto pak Andre dan Dita yang sedang menurunkan beberapa tas dari dalam mobil ke seluruh anggota arisan. [Apa kalian sudah tahu kalau tetangga baru kita adalah pelakor? Sasarannya adalah pak Andre, suami Bu Cici. Ayo kita beri pelajaran berharga pelakor itu agar lebih pintar.]Terkirim dan langsung centang biru. Beberapa pesan balasan la

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 8. Diusir dari Kontrakan

    "Aawwww!" Dita menjerit kesakitan saat tangan kanan Bu Cici mendarat di pipinya. Sesaat mereka bertatap-tatapan. Dan kami semua tercengang dalam diam. Suasana hening sejenak. Tapi terasa memanas. Tangan Dita naik ke atas dan hendak memukul Bu Cici, saat pak Andre mendadak menangkap tangannya. "Sudah, Dit! Sudah!"Dita tercengang dan menurunkan tangannya dengan perasaan kesal. Sementara itu Bu Cici menatap ke arah Dita dengan senyum meledek. "Kenapa kau berbeda, Mas? Kamu takut dengan istrimu yang tua ini?" tanya Dita dengan mata melotot. "Heh, jaga ucapanmu ya? Tua kata kamu? Jangan seenaknya kalau bicara, pelakor!" seru Bu Cici tak kalah keras. Aku dan teman-teman lain sudah memasukkan semua papper bag dan kantung plastik berisi aneka baju dan sembako ke dalam mobil. Beberapa tetangga yang di kiri dan kanan rumahku yang biasanya cuek dan selalu menutup pintu pagar, kini keluar rumah dan menonton kami. Tak ketinggalan pula, Bi Inah terlihat mengintip dari balik pagar rumahku den

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 9. Dipancing

    "Pak RT, saya tidak sudi kalau Dita tinggal di rumah pemberian orang tua saya! Saya mau Dita dan keluarganya pergi dari rumah ini sekarang juga!" seru Bu Cici berapi-api. "Apa? Nggak bisa gitu dong? Sewa rumah ini telah dibayar penuh pada bulan ini! Mana profesionalismenya, Bu!" geram Dita saat mendengar perkataan Bu Cici."Profesionalisme, profesionalisme, gundulmu kui! Saya kembalikan uang kamu bulan ini sekarang juga. Saya pemilik rumah ini dan saya berhak menentukan siapa yang akan menempati rumah ini dan siapa yang saya usir!" ujar Bu Cici tegas. "Yah, nggak bisa begitu dong, Bu! Nyari rumah kontrakan kan pakai proses. Emang bisa sim salabim! Lagipula kalau saya pindah, bagaimana dengan pekerjaan dan tempat sekolah anak saya? Nggak kasihan banget sih sama single mom! Mana empatinya pada sesama perempuan?!" ujar Dita. Wajahnya meringis menahan sakit. Bi Cici tertawa. Sementara itu semua anggota arisan juga tergelak. "Heh! Apa kamu bilang tadi? Empati?! Single mom? Kamu itu nge

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 10. Cara Agar Pelakor Dipecat

    Sejenak wajah Herman tercengang. Dia menghela nafas panjang. "Aku ... aku hanya asal menebaknya, Ma. Sepertinya aku terlalu banyak bekerja sehingga asbun, asal bunyi, dan asma, asal mangap saja. Maafkan aku," ucap Herman lirih dengan memijit pangkal keningnya. "Hm, ya sudah. Aku buatin teh hangat dulu ya? Nanti pas mandi, pakai air hangat saja. Kan tinggal menyalakan shower," ujar Dinda berlalu ke arah dapur. Herman termenung sesaat lalu segera menuju ke kamarnya mencari kabel isi ulang daya.Dengan sabar, dilihatnya ponsel nya walaupun terus menerus menampilkan layar hitam karena ponselnya masih dalam keadaan ma ti. "Mas, tehnya sudah siap," ujar Dinda yang muncul dari pintu kamar nya. Ponsel yang dipegang Herman seketika nyaris jatuh karena dia terkejut mendengar sapaan Dinda. "Eh, kamu, Ma." "Heem. Ini tehnya." Dinda meletakkan cangkir teh yang beraroma melati di atas nakas. "Terima kasih, Ma.""Sama-sama. Oh ya, dari tadi, kuperhatikan kamu menatap ke ponsel kamu terus, Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 11. Menjebak Pelakor

    "Selamat terpuruk, Dit. Kamu harus merasakan kesakitan yang jauh lebih parah dari yang kurasakan sekarang!"Dinda menyeringai lalu menghapus pesan yang tadi diketiknya untuk Dita, sekaligus pesan balasan dari janda itu. Dia lalu bangkit dan menuju ke lemari baju tempat menyimpan berbagai sertifikat aset dan BPKB mobilnya. Dinda kemudian berjalan mengendap-endap dengan membawa map yang berisi dokumen itu lalu menyimpan nya di lemari baju milik Windi. Dengan perlahan-lahan Dinda kembali ke kamarnya lalu merebahkan diri di ranjang dan menghela nafas panjang. Mempersiapkan dan memantapkan hati serta menata penjelasan yang akan diberikan pada orang tuanya, orang tua Herman, sekaligus pada Windi, anaknya tentang perpisahan yang sudah terpampang di depan mata. Hingga tak terasa dia terlelap dalam buaian mimpi.***Dinda terbangun saat pipi nya ditepuk-tepuk lembut oleh tangan Herman."Bangun, Sayang."Dinda membuka mata nya yang nyaris terasa berat. "Happy anniversary pernikahan kita yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 12. Tanda Tangan, Mas!

    "Selamat malam, Dita. Saya sudah menunggumu dari tadi. Ayo, masuk dulu," sapa Dinda ramah pada Dita yang memucat. Dita tercengang melihat wajah Dinda yang di hadapannya. Dia terdiam dan terpaku di depan kamar hotel."Kok B-bu Dinda di sini?" tanya Dita terbata-bata. "Yah, saya di sini karena memang saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu dan suami ...""Lama banget, Yang ... lho kamu ..." Suara Herman terhenti saat melihat Dita yang berdiri dengan gugup di depan pintu kamar hotelnya. Dita pun menatap balik ke arah Herman yang hanya mengenakan handuk di bagian pinggang. Herman dan Dita saling berpandangan dengan bingung. Dinda tersenyum. "Masuklah, Dit. Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian."Dita menggelengkan kepalanya perlahan. Lelaki itu berdiri di belakang punggung Dinda sehingga Dinda tidak bisa melihat ke arah wajah Herman, hanya Dita yang berdiri di hadapannya lah yang bisa memandang Herman dengan jelas. "Sa-saya pasti salah kamar. Saya tadi kesini untuk bertemu d

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11

Bab terbaru

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 51 (tamat)

    Beberapa saat sebelumnya, Herman yang gagal mencari informasi tentang keberadaan anaknya, tidak putus asa. Lelaki yang telah membaca pesan ancaman dari Dita ke nomor handphone Dinda bergegas ke alun-alun kota kendati masih belum jam tujuh malam. Akhirnya Herman menemukan sosok yang mencurigakan sedang mondar mandir di sekitar bak sampah alun-alun kota. Herman memilih bersembunyi di sekitar tempat sampah itu dengan menyamar memakai topeng dan masker warna hitam. Beberapa saat berlalu, dan setelah Herman melihat Dinda memasukkan tas ransel ke dalam tempat sampah itu, Herman memergoki sesosok tubuh yang mengambil tas itu dan langsung pergi. Herman pun langsung mengikutinya dengan hati-hati.Setelah sampai di vila dan melihat sosok itu masuk ke dalam vila, Herman segera mengitari hutan yang ada di belakang vila. Beberapa saat kemudian dia berpikir untuk menyelamatkan Windi lebih dahulu daripada polisi, karena dia ingin merebut hak asuh anak dari Dinda. "Lebih baik, aku membuat jebakan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 50

    Beberapa saat sebelumnya,"Kita jadi membawa anak ini ke bekas vila yang kemarin bapak tunjukkan padaku?" tanya Dita saat mereka dalam perjalanan setelah membawa Windi. "Jadi! Bapak sudah membuat kunci duplikat nya. Kebetulan vila itu adalah bangunan rusak yang tidak pernah dijenguk lagi oleh Sulis. Yah, mungkin karena dia lelah mengurus terlalu banyak aset, sehingga salah satu vilaya ya yang terburuk dan dan terpencil tidak tersentuh.""Baiklah, aku nurut saja. Yang penting nanti dapat duit dan aman," sahut Dita seraya memegangi badan Windi. Sementara itu di depannya, Santosa sedang fokus mengemudi. Mereka tiba di vila yang dimaksud Santosa dan segera menggendong tubuh Windi ke salah satu kamar lalu memotret nya dan mengirim fotonya melalui nomor baru ke nomor Dinda lalu membuang nomor itu. "Nanti kalau kamu menghubungi nomor Dinda, kamu bisa menggunakan nomor lama yang diprivat, Dit. Kalau untuk mengirim foto dan pesan, pakai nomor baru itu kemudian buang ya," pesan Santosa, Dita

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 49

    [Sediakan uang tiga ratus juta dan letakkan di tempat sampah alun - alun kota kalau ingin anakmu selamat!]Dinda tercengang membaca pesan whatsapp dari nomor yang belum tersimpan di ponsel nya itu. Belum sempat Dinda berpikir untuk mengambil keputusan, pesan terbaru masuk lagi ke ponsel nya. [Jangan coba-coba lapor polisi, atau anak kamu akan kami habisi!][Kamu harus meletakkan uang senilai tiga ratus juta dalam sebuah tas, malam ini jam tujuh di tempat sampah warna hijau yang ada di ujung taman alun-alun.][Tempat sampah itu bertuliskan nomor tiga. Anak kamu akan dikembalikan selamat setelah uang itu kamu letakkan di sana!]Dengan cepat dia menelepon bi Inah. Namun sayang sekali, nada dering tidak kunjung berubah menjadi suara bi Inah. Dinda semakin bingung. Dia menarik napas panjang dan berusaha untuk tetap tenang. Akhir nya dia teringat dengan Adinata. Dengan cepat, Dinda menekan nomor telepon Adinata. Tak perlu menunggu lama, suara nada tunggu di hp langsung berubah menjadi s

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 48

    Adinata berlalu dari rumahnya menuju ke rumah Dinda. Dan tidak seperti biasanya, dia yang selalu langsung menekan bel pintu sekarang duduk terpekur sendirian di kursi teras rumah Dinda. "Hah, hatiku berantakan sekali gara-gara pertemuan dengan papa dan anak simpanan nya. Sebenarnya nggak tega melihat papa yang meminta modal usaha, tapi melihat papa yang telah mengkhianati mama dan ternyata sampai mempunyai anak segede aku, membuatku sakit hati," ujar Adinata. Lelaki itu menangkupkan kedua belah tangannya di muka seraya membuang napas berat. "Ya Allah ternyata melihat orang tua bercerai sangat menyakitkan. Apalagi melihat papa selingkuh dari mama. Hatiku sakit banget. Jadi seperti ini rasa nya. Pasti sakit hati yang dirasakan oleh Dinda lebih parah dari yang kurasakan," gumam Adinata. Mendadak pintu terbuka dari dalam. "Mama, aku mau beli buku tulis dulu. Eh, ada papa baru! Kok disini saja, Pa? Biasanya kan masuk ke rumah?" tanya Windi terkejut melihat Adinata yang terbengong-bengo

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 47

    "Bu Sulis! Bu Sulis! Bagaimana denganku? Angkat aku sebagai karyawan Ibu! Bukankah saya sudah memberikan informasi yang berharga?" tanya Herman dengan penuh harap.Sulis menatap ke arah Herman lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Kamu bisa bekerja denganku. Tapi sebagai satpam di perusahaan. Bagaimana? Apa kamu bisa menerima hal itu?" tanya Sulis menatap ke arah Herman. Herman tercengang. "Hah? Saya kan seorang sarjana. Saya tidak mungkin bekerja sebagai satpam, Bu! Tolong lah yang masuk akal jika memberikan pekerjaan."Sulis mengangkat sebelah alisnya. "Saya sudah memeriksa penyebab kamu dipecat dari perusahaan, dan kesalahan kamu adalah telah melakukan korupsi kan?" tanya Sulis dengan mendelik. Herman tertunduk. Matanya tampak menatap ke arah bawah. Menekuri kakinya."Saya minta maaf. Waktu itu saya khilaf. Saya melakukan korupsi karena saya gelap mata dan saya dipaksa oleh Dita. Saya sangat menyesalinya, Bu," ujar Herman lirih. "Hm, kalau begitu kamu harus bisa membuktikan pa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 46

    Beberapa saat sebelumnya, "Mang Udin, kamu harus menjaga rahasia tentang hari ini. Tentang apapun perkataan Herman, pokoknya kamu harus menyimpan rahasia jika kita bertemu dengan Herman. Jangan membicarakan tentang Istri simpanan bapak maupun anaknya pada bapak, maupun pada Adinata dan Adista. Apa kamu paham, mang Udin?" tanya Sulis saat mereka baru saja masuk melalui pintu gerbang rumah. Mang Udin dengan wajah bingung menatap Sulis dari kaca spion tengah mobil nya. Tapi akhirnya Mang Udin hanya bisa menurut dan mengangguk kan kepalanya. "Baik, Bu. Bu Sulis yang semangat ya. Sebaiknya ibu lebih bijak dalam menghadapi hal ini, jangan terburu mengambil kepuasan agar Bu Sulis tidak menyesal pada akhirnya," ujar Mang Udin. Sulis melirik ke arah Mang Udin yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Mang, mang! Kamu tidak tahu rasa nya dikhianati. Andai kan saja istri kamu yang berkhianat setelah kalian menikah sekian tahun bahkan sampai mempunyai anak dengan lelaki lain, apa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 45

    Herman perlahan mendekat ke arah supir pribadi Sulis. "Heh, ngapain kamu dekat-dekat kami? Kamu mau minta ganti rugi? Ck, gimana minta ganti rugi, yang salah itu kamu! Kamu kan yang menyeberang jalan sembarangan dan nggak pakai noleh kanan dan kiri? Masa mau minta ganti rugi pada saya?" tanya sopir pribadi Sulis dengan nada tak terima. Herman menatap ke arah Sulis, membuat Sulis jengah. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah sang supir. "Sudah lah, Mang. Biar saja saya bayar semua kerugian ini. Satu juta, dua juta tidak menjadi masalah untuk saya yang penting semuanya berakhir dengan damai," ujar Sulis lalu membuka tas tangan nya yang mungil dan cantik. "Ah, ibu terlalu baik sama tukang bakso ini. Wong saya tahu dengan pasti bahwa dia duluan yang menyeberang jalan tanpa melihat-lihat kanan dan kiri. Kalau ibu bertanggung jawab atas kesalahan tukang bakso ini bukan tidak mungkin kalau tukang bakso ini akan mengulangi perbuatannya lagi. Sengaja menabraknya kan dagangan nya yan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 44

    "Astaga! Itu kan Dita? Kurang ajar, Dita harus mengembalikan perhiasan mami!' gumam Herman seraya mendekati Dita dengan mempersiapkan tinjunya. "Dita! Sini kamu!" Dita yang hendak memasuki warung Padang mendadak berhenti dan tahu-tahu Herman sudah mencekal tangan Dita. Dita terkejut dan melongo saat melihat Herman sudah mendelik dengan wajah menahan marah di samping nya membuat Dita tidak bisa kabur lagi. Dita menggerak-gerakkan tangannya yang sedang dipegangi tangan Herman sekuat-kuatnya. "Lepaskan, aku! Atau aku akan berteriak kalau kamu adalah orang yang akan mencopet ku. Dan kamu akan dipukuli orang!"Herman melotot dan tertawa. "Kamu pikir aku bodoh? Aku bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang-orang di sini kalau kamu itu istriku dan kamu telah mencuri uang dari lemari mami!" ujar Herman balik mengancam Dita. Dita tersenyum meledek untuk menutupi hatinya yang takut. "Hei Mas, mereka tidak akan percaya karena tampang gembel kayak kamu mana mungkin suamiku?" "Mereka akan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 43

    "Jadi kamu memang benar-benar anakku?"Dita menatap ke arah lelaki yang berumur hampir dari lima puluh tahun di hadapannya."Benar. Tentu saja. Ibuku adalah mantan pacar bapak. Dan karena cintanya pada bapak, ibuku tidak menggugurkan ku dalam kandungan. Ibu juga rela diusir oleh keluarga nya karena hamil di luar nikah."Sesaat wajah Santosa tampak gusar. Dia menatap Dita dengan ekspresi yang campur aduk. "Dita." Santosa menghela napas dan menatap ke arah anak gadisnya yang sudah disia-siakan nya selama ini. "Ya, Pak?""Jangan menganggu keluarga Bapak!"Wajah Dita berbinar karena mendengar bapaknya mengakui keberadaan dirinya. Tapi juga menjadi sedih karena seperti nya dia belum bisa menjadi bagian dari keluarga bapaknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengganggu keluarga bapak. Tapi dengan satu syarat...""Katakan berapa yang kamu inginkan?"Dita tersembunyi mendengar kata-kata dari bapaknya yang memotong pembicaraan nya. "Syukurlah bapak sudah paham dengan permintaanku. Karena itu aku

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status