Share

bab 3. Mencari Pengacara

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-14 06:28:39

"Astaga, Mbak Dita! Kok bisa jatuh? Tangannya licin? Atau masih ada sabunnya?" tanya pura-pura berempati.

Dita segera menggelengkan kepalanya.

"Ma-maaf, Bu Dinda. Saya tadi melamun sebentar karena teringat suami saya saat ada main dengan perempuan lain. Oh ya, Bu Dinda belum menjawab pertanyaan saya," ujar Dita. Nada suara nya terdengar gugup tapi dia berusaha untuk tetap tenang.

"Pertanyaan kamu yang mana, Mbak?" tanyaku pura-pura tidak tahu. Aku berbalik dan mengambil sapu serta pengki lalu menyerahkannya ke arah Dita.

"Mbak, karena mbak Dita yang sudah menjatuhkan dan memecahkan piring serta mengotori rumah saya, jadi mbak yang harus membersihkan nya. Tolong buang ke tempat sampah di luar sana, Mbak." Aku menunjuk tempat sampah dari bambu di luar rumah samping dapur.

Dita tampak tercengang. "Saya yang harus membersihkan ini?"

"Iya. Karena mbak Dita yang mengotori rumah saya."

Dita terlihat bersungut-sungut mengambil sapu dan pengki dari tanganku.

"Jadi kenapa Bu Dinda tega menjebloskan suami dan selingkuhannnya ke penjara? Apa tidak kasihan dengan Windi kalau papanya ditahan?" tanya Dita. Dia tampak belum puas jika pertanyaan nya belum kujawab.

Aku menghela nafas. "Kalau dibilang tega, bukankah lebih tega lagi adalah seorang suami yang mengkhianati kepercayaan isteri nya dengan berselingkuh? Mbak Dita kan masih ingat rasa sakit karena diselingkuhi kan? Saya rasa penjara saja tidak cukup, saya akan memiskinkan suami saya dan selingkuhannnya dengan cara saya. Saya pastikan suami saya tidak mendapatkan harta gono-gini," ujarku tegas. Kulihat tangan Dita yang sedang menyapu pecahan beling gemetaran.

"Baiklah, saya sudah setelah membersihkan pecahan mangkuk ini. Saya harus pulang dulu karena harus bekerja hari ini," ujar Dita lalu segera meninggalkan rumahku dengan tergesa.

Aku tersenyum puas dan menatap masakan Dita yang ada di meja makan. Ah, aku punya suatu rencana pada masakan ini.

"Sayang, apa masakannya sudah siap?" tanya mas Herman yang baru saja keluar dari kamar.

Aroma maskulin dan menguar dari tubuhnya. Dia tampak tegap dan tampan di balik kemejanya. Pantas saja Dita jatuh cinta padanya padahal masih banyak lajang dan duda di luar sana. Mas Herman lalu menarik kursi dan menduduki nya.

"Wah, sepertinya enak! Cumi pedas dan udang krispi ya? Sangat menggugah selera!" seru mas Herman mengambil nasi ke piring nya.

"Nggak kok. Semua lauk pauk itu diberi, Mas."

Aku tersenyum dan meletakkan setangkup roti bakar di atas piring kosong untuk Windi.

"Mama!" seru Windi keluar dari kamarnya. Puteri ku tampak sangat cantik dalam balutan seragam Pramuka nya.

"Wah, roti bakar coklat keju ini enak sekali!" seru Windi seraya mengunyah sarapan nya.

"Cumi dan udang krispi ini juga enak. Siapa yang memberikannya, Yang? Rasanya seperti familiar dan tidak asing?" tanya mas Herman seraya mengambil kembali lauk yang diberikan oleh Dita.

"Oh lauk itu? Dita tadi yang memberikan nya padaku, Mas."

"Uhukkk!! Uhukk!"

Mas Herman seketika tersedak. Tangannya meraih air putih di samping nya. Pandangan nya melotot dan menatap lauk di hadapannya dengan tegang.

"Ja-jadi makanan ini pemberian ...."

Tadi kamu bilang rasanya familiar? Apa kamu pernah makan di rumah Dita, Mas?" tanyaku tersenyum kecil dengan menatap ke arah Mas Herman yang tampak salah tingkah.

"E-enggaklah! Masa sih aku pernah makan masakan Dita? Yang benar aja kamu, Ma!" ujar mas Herman tertawa gugup. "Oh, pernah sih. Dia kan asisten koki di warung samping perusahaan, Ma. Kemungkinan dia masak di warung dan aku pernah beberapa kali makan siang di sana dengan teman-teman kantor," sambung mas Herman lagi.

Aku hendak merespon kata-kata dari mas Herman saat mendadak Windi berdiri dan menatap ke arah kami.

"Aku sudah sarapannya, Ma, Pa. Ayo berangkat!" ujar Windi. Mas Herman mengangguk dan tersenyum lega. Dia menjauhkan piring berisi makanan di hadapannya.

"Lho makanannya tidak dihabiskan, Mas? Katanya enak?"

"Enggak, Yang. Aku sudah kenyang. Ya sudah, aku berangkat dulu ya," sahut Mas Herman. Aku mengangguk lalu mencium punggung tangan nya. Windi pun berpamitan padaku.

Windi lantas mengenakan tas nya dan menuju ke teras rumah mengikuti langkah mas Herman yang berjalan lebih dulu.

Baru saja mas Herman dan Windi masuk ke dalam mobil, Rina dan Dita datang tergopoh-gopoh.

"Hm, pak Herman! Pak Herman! Tunggu sebentar!"

Mas Herman yang sudah menghidupkan mesin mobil menoleh ke arah Dita. Wajahnya tampak terkejut.

"Ada apa, Dita? Kenapa kemari?" tanyaku mendahului mas Herman yang baru saja membuka kaca jendela.

Dita menatap ke arah mobil mas Herman dengan ragu.

"Ban motor saya pecah. Apa saya boleh menebeng? Rina dan Windi kan satu sekolah. Sedangkan tempat kerja saya dan tempat kerja Pak Herman berdekatan. Saya bingung sekali berangkat kerja," ujar Dita dengan wajah memelas.

'Wah, sudah putus urat malu pelakor ini! Berani-beraninya dia semakin menunjukkan eksistensi nya setelah pembicaraan kami tadi,' batinku.

Mas Herman mendadak mematikan mesin dan keluar dari pintu mobil, berjalan menghampiri kami.

Kami bertiga berdiri berhadapan. Rasanya aku ingin mempermalukan mereka berdua saat ini. Tapi kutahan dulu karena tujuan ku belum tercapai.

"Wah, mbak Dita. Tentu saja kalau saya ingin menolong mbak Dita dan Rina, tapi saya harus meminta ijin pada istri saya." Mas Herman tersenyum dan menatapku.

Aku balas memandangnya. "Hm, mbak Dita ini kan janda, menurut saya harus jaga pergaulan. Apa kata orang kalau melihat mbak Dita semobil dengan mas Herman tanpa saya? Meskipun ada anak-anak, tapi rasanya tidak etis kalau ada janda yang menebeng mobil atau motor suami orang. Apa jadi mending mbak Dita pake gojek atau gocar. Ya kan?"

"I-iya. Mbak Dinda memang benar."

Dengan bersungut-sungut dan tersenyum kecut, Dita mengangguk dan berpamitan pulang.

Aku kembali ke dalam rumah lalu segera meraih ponsel yang ada di dalam saku daster. Menghubungi Fifi, salah seorang teman SMAku yang berprofesi sebagai pengacara, terutama masalah perceraian, hak asuh, dan gono gini yang sudah mempunyai jam terbang cukup tinggi di kotaku.

"Assalamualaikum, Fifi. Apa bisa kita bertemu hari ini? Aku harus berkonsultasi padamu dan hal ini penting sekali!"

"Waalaikumsalam, Dinda! Tentu saja bisa. Kebetulan aku ada kosong sebelum sidang jam sepuluh. Aku tunggu di kafe Mawar jam delapan ya?!"

"Oke, Fi. Terimakasih banyak."

Aku mengakhiri panggilan telepon setelah mengucap salam.

'Mas Herman dan Dita, kalian sudah salah bermain-main denganku yang merupakan Raja Tega. Tunggulah hukuman kalian!'

Next?

Bab terkait

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 4. Gelang yang Sama

    Aku baru saja menyimpan ponsel saat terdengar suara pintu depan diketuk. "Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Aku segera ke ruang depan untuk membukakan pintu. "Pagi, Bu Dinda!""Pagi, Bi Inah, ayo masuk dulu."Aku mempersilahkan asisten rumah tanggaku untuk masuk kedalam rumah. Namanya bi Inah. Sudah berumur sekitar empat puluh lima tahun, sangat cekatan. Dia bekerja di sini mulai dari jam tujuh pagi hingga jam lima sore. Jadi kalau aku sedang dinas sore dan mas Herman belum pulang ke rumah, Windi ditemani oleh Bi Inah. "Sudah sarapan, Bi?" tanyaku saat bi Inah mulai meraih sapu dan pengki. "Sudah, Bu Dinda.""Oh, saya kita belum. Karena kalau belum sarapan, di meja makan ada lauk, Bi."Aku membuka tudung saji meja makan. Bi Inah melihat nya sekilas. "Wah, Bu Dinda mantap betul. Pagi-pagi sudah matang saja lauknya," ujar Bi Inah menatap ke arah tumis cumi pedas dan udang krispi. "Hm, itu bukan masakan saya, Bi. Jadi nanti kalau bi Inah pulang ke rumah, bawa saja ya semua lauk i

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 5. Menyusun Rencana

    Mendadak para tetangga panik karena Bu Ambar memegangi kepalanya dan terkulai lemas. "Eh, Bu Ambar kenapa?" tanya para warga panik. Aku secara refleks segera menangkap tubuh tambunnya. Wah, ternyata berat juga. "Tolong, bantu saya membawa Bu Ambar. Saya akan memeriksa ada apa dengan Bu Ambar," ucapku. Beberapa warga mulai menolong ku memapah tubuh Bu Ambar masuk ke dalam rumahnya. Ini kedua kalinya aku masuk ke rumah ini setelah dihuni oleh Dita. Pertama saat mereka mengadakan syukuran rumah baru. Kedua, sekarang ini. Bu Ambar yang sedang pingsan itu direbahkan di sofa ruang tamu. Aku memeriksa denyut nadinya dan menekan jempol kaki kanannya. Tampak Bu Ambar sedikit mengernyit karena jempolnya kutekan. Aku menghela nafas panjang. Merasa bingung kenapa Bu Ambar hanya pura-pura pingsan. Karena orang yang benar-benar pingsan, tidak akan menunjukkan reaksi apapun saat dicubit atau jempol kakinya ditekan. "Bagaimana kondisi Bu Ambar, Bu Dinda? Apa perlu kita bawa ke rumah sakit?" t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 6. Jadikan Saja Umpan Lele

    Aku melongo, menatap ke arah pengacara yang sekaligus teman sebangkuku saat SMA. "Jadi harus mengancam seperti itu? Apa saran ini kamu berikan pada klien kamu yang lain juga?" tanyaku kepo. Fifi tersenyum penuh misterius. "Hm, nggak usah mikirin itu. Yang penting kan pelakor itu tidak bisa menikmati uang kamu, Din. Kalau mereka main rapi, kita main rapi. Mereka main culas, kita juga main culas.""Memang kalau main ancam nggak melanggar hukum?""Kalau kamu bertanya siapa yang paling banyak melanggar hukum, ya mereka lah! Udah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, kena pasal tentang perzinah*n pula! Weslah, aman! Ayo maju sama aku. Aku enggak sembarangan lho ya memberikan saran seperti ini. Hanya pada kamu saja. Kamu kan yang menemani suami kamu dari nol, mulai dari mengkontrak rumah sampai hingga mempunyai aset seperti sekarang ini. Eh, masa tahu-tahu direbut pelakor?! Dia udah bagus dapat suami kamu yang menjadi wakil manajer pemasaran sekarang. Dia masih bisa hidup enak."Aku me

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 7. Dilabrak

    "Sudah. Kurang aja*r juga suami saya dan janda gatel itu! Habis memborong apa saja di mall?! Saya kan menuju ke sana sekarang! Awas saja, aku akan menjadikan Dita sebagai umpan ikan lele di kolam belakang!""Saya dan beberapa ibu arisan akan membantu Bu Cici melabrak Dita. Bu Cici segera kesini saja."Panggilan telepon segera diakhiri setelah Bu Cici mengucap salam. "Bu Dinda, tadi baru saja telepon Bu Cici, istri nya pak Andre?" tanya Bi Inah dengan penuh rasa ingin tahu. Aku mengangguk dan tersenyum lalu mengirimkan pesan whatsapp ke seluruh anggota arisan geng kami yang berjumlah lima orang. Jadi total tujuh denganku dan Bu Cici.Aku mengirimkan foto pak Andre dan Dita yang sedang menurunkan beberapa tas dari dalam mobil ke seluruh anggota arisan. [Apa kalian sudah tahu kalau tetangga baru kita adalah pelakor? Sasarannya adalah pak Andre, suami Bu Cici. Ayo kita beri pelajaran berharga pelakor itu agar lebih pintar.]Terkirim dan langsung centang biru. Beberapa pesan balasan la

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 8. Diusir dari Kontrakan

    "Aawwww!" Dita menjerit kesakitan saat tangan kanan Bu Cici mendarat di pipinya. Sesaat mereka bertatap-tatapan. Dan kami semua tercengang dalam diam. Suasana hening sejenak. Tapi terasa memanas. Tangan Dita naik ke atas dan hendak memukul Bu Cici, saat pak Andre mendadak menangkap tangannya. "Sudah, Dit! Sudah!"Dita tercengang dan menurunkan tangannya dengan perasaan kesal. Sementara itu Bu Cici menatap ke arah Dita dengan senyum meledek. "Kenapa kau berbeda, Mas? Kamu takut dengan istrimu yang tua ini?" tanya Dita dengan mata melotot. "Heh, jaga ucapanmu ya? Tua kata kamu? Jangan seenaknya kalau bicara, pelakor!" seru Bu Cici tak kalah keras. Aku dan teman-teman lain sudah memasukkan semua papper bag dan kantung plastik berisi aneka baju dan sembako ke dalam mobil. Beberapa tetangga yang di kiri dan kanan rumahku yang biasanya cuek dan selalu menutup pintu pagar, kini keluar rumah dan menonton kami. Tak ketinggalan pula, Bi Inah terlihat mengintip dari balik pagar rumahku den

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 9. Dipancing

    "Pak RT, saya tidak sudi kalau Dita tinggal di rumah pemberian orang tua saya! Saya mau Dita dan keluarganya pergi dari rumah ini sekarang juga!" seru Bu Cici berapi-api. "Apa? Nggak bisa gitu dong? Sewa rumah ini telah dibayar penuh pada bulan ini! Mana profesionalismenya, Bu!" geram Dita saat mendengar perkataan Bu Cici."Profesionalisme, profesionalisme, gundulmu kui! Saya kembalikan uang kamu bulan ini sekarang juga. Saya pemilik rumah ini dan saya berhak menentukan siapa yang akan menempati rumah ini dan siapa yang saya usir!" ujar Bu Cici tegas. "Yah, nggak bisa begitu dong, Bu! Nyari rumah kontrakan kan pakai proses. Emang bisa sim salabim! Lagipula kalau saya pindah, bagaimana dengan pekerjaan dan tempat sekolah anak saya? Nggak kasihan banget sih sama single mom! Mana empatinya pada sesama perempuan?!" ujar Dita. Wajahnya meringis menahan sakit. Bi Cici tertawa. Sementara itu semua anggota arisan juga tergelak. "Heh! Apa kamu bilang tadi? Empati?! Single mom? Kamu itu nge

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 10. Cara Agar Pelakor Dipecat

    Sejenak wajah Herman tercengang. Dia menghela nafas panjang. "Aku ... aku hanya asal menebaknya, Ma. Sepertinya aku terlalu banyak bekerja sehingga asbun, asal bunyi, dan asma, asal mangap saja. Maafkan aku," ucap Herman lirih dengan memijit pangkal keningnya. "Hm, ya sudah. Aku buatin teh hangat dulu ya? Nanti pas mandi, pakai air hangat saja. Kan tinggal menyalakan shower," ujar Dinda berlalu ke arah dapur. Herman termenung sesaat lalu segera menuju ke kamarnya mencari kabel isi ulang daya.Dengan sabar, dilihatnya ponsel nya walaupun terus menerus menampilkan layar hitam karena ponselnya masih dalam keadaan ma ti. "Mas, tehnya sudah siap," ujar Dinda yang muncul dari pintu kamar nya. Ponsel yang dipegang Herman seketika nyaris jatuh karena dia terkejut mendengar sapaan Dinda. "Eh, kamu, Ma." "Heem. Ini tehnya." Dinda meletakkan cangkir teh yang beraroma melati di atas nakas. "Terima kasih, Ma.""Sama-sama. Oh ya, dari tadi, kuperhatikan kamu menatap ke ponsel kamu terus, Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 11. Menjebak Pelakor

    "Selamat terpuruk, Dit. Kamu harus merasakan kesakitan yang jauh lebih parah dari yang kurasakan sekarang!"Dinda menyeringai lalu menghapus pesan yang tadi diketiknya untuk Dita, sekaligus pesan balasan dari janda itu. Dia lalu bangkit dan menuju ke lemari baju tempat menyimpan berbagai sertifikat aset dan BPKB mobilnya. Dinda kemudian berjalan mengendap-endap dengan membawa map yang berisi dokumen itu lalu menyimpan nya di lemari baju milik Windi. Dengan perlahan-lahan Dinda kembali ke kamarnya lalu merebahkan diri di ranjang dan menghela nafas panjang. Mempersiapkan dan memantapkan hati serta menata penjelasan yang akan diberikan pada orang tuanya, orang tua Herman, sekaligus pada Windi, anaknya tentang perpisahan yang sudah terpampang di depan mata. Hingga tak terasa dia terlelap dalam buaian mimpi.***Dinda terbangun saat pipi nya ditepuk-tepuk lembut oleh tangan Herman."Bangun, Sayang."Dinda membuka mata nya yang nyaris terasa berat. "Happy anniversary pernikahan kita yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11

Bab terbaru

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 51 (tamat)

    Beberapa saat sebelumnya, Herman yang gagal mencari informasi tentang keberadaan anaknya, tidak putus asa. Lelaki yang telah membaca pesan ancaman dari Dita ke nomor handphone Dinda bergegas ke alun-alun kota kendati masih belum jam tujuh malam. Akhirnya Herman menemukan sosok yang mencurigakan sedang mondar mandir di sekitar bak sampah alun-alun kota. Herman memilih bersembunyi di sekitar tempat sampah itu dengan menyamar memakai topeng dan masker warna hitam. Beberapa saat berlalu, dan setelah Herman melihat Dinda memasukkan tas ransel ke dalam tempat sampah itu, Herman memergoki sesosok tubuh yang mengambil tas itu dan langsung pergi. Herman pun langsung mengikutinya dengan hati-hati.Setelah sampai di vila dan melihat sosok itu masuk ke dalam vila, Herman segera mengitari hutan yang ada di belakang vila. Beberapa saat kemudian dia berpikir untuk menyelamatkan Windi lebih dahulu daripada polisi, karena dia ingin merebut hak asuh anak dari Dinda. "Lebih baik, aku membuat jebakan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 50

    Beberapa saat sebelumnya,"Kita jadi membawa anak ini ke bekas vila yang kemarin bapak tunjukkan padaku?" tanya Dita saat mereka dalam perjalanan setelah membawa Windi. "Jadi! Bapak sudah membuat kunci duplikat nya. Kebetulan vila itu adalah bangunan rusak yang tidak pernah dijenguk lagi oleh Sulis. Yah, mungkin karena dia lelah mengurus terlalu banyak aset, sehingga salah satu vilaya ya yang terburuk dan dan terpencil tidak tersentuh.""Baiklah, aku nurut saja. Yang penting nanti dapat duit dan aman," sahut Dita seraya memegangi badan Windi. Sementara itu di depannya, Santosa sedang fokus mengemudi. Mereka tiba di vila yang dimaksud Santosa dan segera menggendong tubuh Windi ke salah satu kamar lalu memotret nya dan mengirim fotonya melalui nomor baru ke nomor Dinda lalu membuang nomor itu. "Nanti kalau kamu menghubungi nomor Dinda, kamu bisa menggunakan nomor lama yang diprivat, Dit. Kalau untuk mengirim foto dan pesan, pakai nomor baru itu kemudian buang ya," pesan Santosa, Dita

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 49

    [Sediakan uang tiga ratus juta dan letakkan di tempat sampah alun - alun kota kalau ingin anakmu selamat!]Dinda tercengang membaca pesan whatsapp dari nomor yang belum tersimpan di ponsel nya itu. Belum sempat Dinda berpikir untuk mengambil keputusan, pesan terbaru masuk lagi ke ponsel nya. [Jangan coba-coba lapor polisi, atau anak kamu akan kami habisi!][Kamu harus meletakkan uang senilai tiga ratus juta dalam sebuah tas, malam ini jam tujuh di tempat sampah warna hijau yang ada di ujung taman alun-alun.][Tempat sampah itu bertuliskan nomor tiga. Anak kamu akan dikembalikan selamat setelah uang itu kamu letakkan di sana!]Dengan cepat dia menelepon bi Inah. Namun sayang sekali, nada dering tidak kunjung berubah menjadi suara bi Inah. Dinda semakin bingung. Dia menarik napas panjang dan berusaha untuk tetap tenang. Akhir nya dia teringat dengan Adinata. Dengan cepat, Dinda menekan nomor telepon Adinata. Tak perlu menunggu lama, suara nada tunggu di hp langsung berubah menjadi s

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 48

    Adinata berlalu dari rumahnya menuju ke rumah Dinda. Dan tidak seperti biasanya, dia yang selalu langsung menekan bel pintu sekarang duduk terpekur sendirian di kursi teras rumah Dinda. "Hah, hatiku berantakan sekali gara-gara pertemuan dengan papa dan anak simpanan nya. Sebenarnya nggak tega melihat papa yang meminta modal usaha, tapi melihat papa yang telah mengkhianati mama dan ternyata sampai mempunyai anak segede aku, membuatku sakit hati," ujar Adinata. Lelaki itu menangkupkan kedua belah tangannya di muka seraya membuang napas berat. "Ya Allah ternyata melihat orang tua bercerai sangat menyakitkan. Apalagi melihat papa selingkuh dari mama. Hatiku sakit banget. Jadi seperti ini rasa nya. Pasti sakit hati yang dirasakan oleh Dinda lebih parah dari yang kurasakan," gumam Adinata. Mendadak pintu terbuka dari dalam. "Mama, aku mau beli buku tulis dulu. Eh, ada papa baru! Kok disini saja, Pa? Biasanya kan masuk ke rumah?" tanya Windi terkejut melihat Adinata yang terbengong-bengo

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 47

    "Bu Sulis! Bu Sulis! Bagaimana denganku? Angkat aku sebagai karyawan Ibu! Bukankah saya sudah memberikan informasi yang berharga?" tanya Herman dengan penuh harap.Sulis menatap ke arah Herman lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Kamu bisa bekerja denganku. Tapi sebagai satpam di perusahaan. Bagaimana? Apa kamu bisa menerima hal itu?" tanya Sulis menatap ke arah Herman. Herman tercengang. "Hah? Saya kan seorang sarjana. Saya tidak mungkin bekerja sebagai satpam, Bu! Tolong lah yang masuk akal jika memberikan pekerjaan."Sulis mengangkat sebelah alisnya. "Saya sudah memeriksa penyebab kamu dipecat dari perusahaan, dan kesalahan kamu adalah telah melakukan korupsi kan?" tanya Sulis dengan mendelik. Herman tertunduk. Matanya tampak menatap ke arah bawah. Menekuri kakinya."Saya minta maaf. Waktu itu saya khilaf. Saya melakukan korupsi karena saya gelap mata dan saya dipaksa oleh Dita. Saya sangat menyesalinya, Bu," ujar Herman lirih. "Hm, kalau begitu kamu harus bisa membuktikan pa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 46

    Beberapa saat sebelumnya, "Mang Udin, kamu harus menjaga rahasia tentang hari ini. Tentang apapun perkataan Herman, pokoknya kamu harus menyimpan rahasia jika kita bertemu dengan Herman. Jangan membicarakan tentang Istri simpanan bapak maupun anaknya pada bapak, maupun pada Adinata dan Adista. Apa kamu paham, mang Udin?" tanya Sulis saat mereka baru saja masuk melalui pintu gerbang rumah. Mang Udin dengan wajah bingung menatap Sulis dari kaca spion tengah mobil nya. Tapi akhirnya Mang Udin hanya bisa menurut dan mengangguk kan kepalanya. "Baik, Bu. Bu Sulis yang semangat ya. Sebaiknya ibu lebih bijak dalam menghadapi hal ini, jangan terburu mengambil kepuasan agar Bu Sulis tidak menyesal pada akhirnya," ujar Mang Udin. Sulis melirik ke arah Mang Udin yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Mang, mang! Kamu tidak tahu rasa nya dikhianati. Andai kan saja istri kamu yang berkhianat setelah kalian menikah sekian tahun bahkan sampai mempunyai anak dengan lelaki lain, apa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 45

    Herman perlahan mendekat ke arah supir pribadi Sulis. "Heh, ngapain kamu dekat-dekat kami? Kamu mau minta ganti rugi? Ck, gimana minta ganti rugi, yang salah itu kamu! Kamu kan yang menyeberang jalan sembarangan dan nggak pakai noleh kanan dan kiri? Masa mau minta ganti rugi pada saya?" tanya sopir pribadi Sulis dengan nada tak terima. Herman menatap ke arah Sulis, membuat Sulis jengah. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah sang supir. "Sudah lah, Mang. Biar saja saya bayar semua kerugian ini. Satu juta, dua juta tidak menjadi masalah untuk saya yang penting semuanya berakhir dengan damai," ujar Sulis lalu membuka tas tangan nya yang mungil dan cantik. "Ah, ibu terlalu baik sama tukang bakso ini. Wong saya tahu dengan pasti bahwa dia duluan yang menyeberang jalan tanpa melihat-lihat kanan dan kiri. Kalau ibu bertanggung jawab atas kesalahan tukang bakso ini bukan tidak mungkin kalau tukang bakso ini akan mengulangi perbuatannya lagi. Sengaja menabraknya kan dagangan nya yan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 44

    "Astaga! Itu kan Dita? Kurang ajar, Dita harus mengembalikan perhiasan mami!' gumam Herman seraya mendekati Dita dengan mempersiapkan tinjunya. "Dita! Sini kamu!" Dita yang hendak memasuki warung Padang mendadak berhenti dan tahu-tahu Herman sudah mencekal tangan Dita. Dita terkejut dan melongo saat melihat Herman sudah mendelik dengan wajah menahan marah di samping nya membuat Dita tidak bisa kabur lagi. Dita menggerak-gerakkan tangannya yang sedang dipegangi tangan Herman sekuat-kuatnya. "Lepaskan, aku! Atau aku akan berteriak kalau kamu adalah orang yang akan mencopet ku. Dan kamu akan dipukuli orang!"Herman melotot dan tertawa. "Kamu pikir aku bodoh? Aku bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang-orang di sini kalau kamu itu istriku dan kamu telah mencuri uang dari lemari mami!" ujar Herman balik mengancam Dita. Dita tersenyum meledek untuk menutupi hatinya yang takut. "Hei Mas, mereka tidak akan percaya karena tampang gembel kayak kamu mana mungkin suamiku?" "Mereka akan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 43

    "Jadi kamu memang benar-benar anakku?"Dita menatap ke arah lelaki yang berumur hampir dari lima puluh tahun di hadapannya."Benar. Tentu saja. Ibuku adalah mantan pacar bapak. Dan karena cintanya pada bapak, ibuku tidak menggugurkan ku dalam kandungan. Ibu juga rela diusir oleh keluarga nya karena hamil di luar nikah."Sesaat wajah Santosa tampak gusar. Dia menatap Dita dengan ekspresi yang campur aduk. "Dita." Santosa menghela napas dan menatap ke arah anak gadisnya yang sudah disia-siakan nya selama ini. "Ya, Pak?""Jangan menganggu keluarga Bapak!"Wajah Dita berbinar karena mendengar bapaknya mengakui keberadaan dirinya. Tapi juga menjadi sedih karena seperti nya dia belum bisa menjadi bagian dari keluarga bapaknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengganggu keluarga bapak. Tapi dengan satu syarat...""Katakan berapa yang kamu inginkan?"Dita tersembunyi mendengar kata-kata dari bapaknya yang memotong pembicaraan nya. "Syukurlah bapak sudah paham dengan permintaanku. Karena itu aku

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status