Beranda / Rumah Tangga / OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM / bab 6. Jadikan Saja Umpan Lele

Share

bab 6. Jadikan Saja Umpan Lele

Penulis: ananda zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-10 08:22:12

Aku melongo, menatap ke arah pengacara yang sekaligus teman sebangkuku saat SMA.

"Jadi harus mengancam seperti itu? Apa saran ini kamu berikan pada klien kamu yang lain juga?" tanyaku kepo.

Fifi tersenyum penuh misterius. "Hm, nggak usah mikirin itu. Yang penting kan pelakor itu tidak bisa menikmati uang kamu, Din. Kalau mereka main rapi, kita main rapi. Mereka main culas, kita juga main culas."

"Memang kalau main ancam nggak melanggar hukum?"

"Kalau kamu bertanya siapa yang paling banyak melanggar hukum, ya mereka lah! Udah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, kena pasal tentang perzinah*n pula! Weslah, aman! Ayo maju sama aku.

Aku enggak sembarangan lho ya memberikan saran seperti ini. Hanya pada kamu saja. Kamu kan yang menemani suami kamu dari nol, mulai dari mengkontrak rumah sampai hingga mempunyai aset seperti sekarang ini. Eh, masa tahu-tahu direbut pelakor?! Dia udah bagus dapat suami kamu yang menjadi wakil manajer pemasaran sekarang. Dia masih bisa hidup enak."

Aku menghela nafas panjang.

"Baiklah. Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Ajak mereka berdua bertemu dengan kamu secara khusus di sebuah restoran. Lalu bicarakan tentang tawaran itu. Pastikan tidak ada anak kamu."

"Lah, bagaimana cara aku mengajak keduanya makan bareng? Kalau mas Herman nggak mau?"

"Aku yakin bakal mau. Aku ada rencana, Din. Dan aku tahu kamu bisa mengeksekusinya!"

Fifi kemudian membisikkan rencananya ke telingaku. Aku mengangguk dan tersenyum.

"Bagus rencana kamu, aku bisa kok melakukan improvisasi. Aku juga sudah menyadap W******p mas Herman." Aku mengacungkan kedua jempol.

"Nah ini baru Dinda yang kuat dan nggak menye-menye. Hidup istri sah! Memang pelakor yang nggak tahu malu itu harus dilenyapkan dari negara ini kalau perlu dari dunia.

Dan yah, kamu jangan sedih, jangan berlemah hati. Air mata kamu terlalu mahal untuk menangisi seorang pengkhianat. Kalau khawatir anak kamu nggak serumah lagi sama bapak kandungnya, jangan khawatir bilang saja kalau bapaknya sebenarnya masih ada hanya pindah rumah. Nanti dia pasti tahu alasan kamu berpisah dengan bapaknya."

Aku tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Fi. Aku akan maju terus untuk mendapatkan hakku dan anakku!"

***

Aku baru saja pulang kafe, saat mendapati bi Inah sedang menyetrika baju.

"Bu Dinda, baru pulang?"

"Iya, Bi."

Aku melewati ruangan Bi Inah menyetrika dan menuju ke arah kulkas untuk mengambil air minum.

Bi Inah menatapku lama seolah ingin membicarakan sesuatu.

"Ada apa, Bi? Ada yang ingin dibicarakan?"

Bi Inah dengan tegang memberikan sebuah nota padaku.

"Tadi saya menemukan ini di saku celana pak Herman saat mencuci baju kotor, Bu. Tapi kenapa ...?"

Bi Inah menggantung kalimatnya dan mengulurkan secarik kertas warna putih padaku.

Dengan mengerutkan dahi aku menerima kertas itu dan seketika aku mendelik. Kertas itu adalah nota pembelian gelang emas atas nama Dita Rahmawati dengan tanggal yang sama dengan pembelian gelang emasku. Aku menelan ludah.

'Bagus! Ini bisa menjadi tambahan bukti kalau mas Herman menyeleweng!'

Mas Herman memang membelikanku gelang emas saat hari ulang tahun ku dan dia juga memberikan notanya padaku.

Pasti mas Herman memberikan gelang yang sama pada Dita tapi dia tidak memberikan notanya.

"Bu, maaf kalau saya lancang. Kenapa pak Herman membelikan gelang emas atas nama Dita? Apa semua baik-baik saja?" tanya Bi Inah dengan nada khawatir.

Aku tersenyum. Bi Inah ini memang dekat denganku. Kadang aku merasa dia sudah seperti tante untukku.

"Bi Inah tidak usah khawatir. Kalau pun terjadi sesuatu, saya sudah siap dan tidak akan terjatuh. Terima kasih nota ini diberikan pada saya. Saya ke kamar dulu ya."

"Baiklah, Bu Dinda. Semoga semuanya baik-baik saja."

"Aamiin. Oh ya, jangan lupa nanti saat pulang, Bi Inah bawa semua lauk yang ada di meja makan ya?"

"Baik, Bu. Bi Inah mengerti."

Aku tersenyum dan berlalu dari ruangan menyetrika. Sebenarnya ruangan itu adalah sebuah kamar kosong yang khusus berisi tempat baju-baju yang sudah kering dan belum dilipat. Jadi sekalian kufungsikan sebagai tempat menyetrika.

*

Aku masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintu. Merebahkan diri di ranjang yang bertahun-tahun menjadi saksi aku dan mas Herman yang saling mencintai.

Kuamati lagi nota itu. Ah, masih ada perih di hati. Aku belum bisa menemukan jawaban atas pertanyaan ku. Kenapa mas Herman selingkuh setelah perjuangan yang kita lewati bersama.

Aku meraih ponsel dan mengecek W******p milik mas Herman yang telah kusadap.

Ternyata ada beberapa pesan yang sudah dibaca tapi belum dihapus oleh mas Herman dari kontak yang bernama Dito.

[Sayang, istri kamu menjengkelkan banget. Masa aku mau numpang berangkat kerja aja nggak boleh?]

[Sayang, kan kita sudah sepakat akan merahasiakan hubungan kita? Kamu jangan seperti tadilah. Nanti Dinda bisa curiga.]

[Tapi kamu kan sudah berjanji akan menikahiku, Mas? Apa kamu sudah lupa pada janjimu? Kita sudah melakukan hubungan ranjang lho.]

[Astaga, iya. Iya. Aku pasti menepati janji untuk menikahi mu. Aku juga harus mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya pada Dinda, agar dia tidak kaget sekaligus mengijinkan kita menikah.]

[Kapan, Mas? Jangan lama-lama. Aku mau segera resmi menjadi milikmu. Pemilik kontrakan yang kutinggali semakin gencar ingin menjadikanku istri kedua.]

[Iya. Nanti aku pasti bilang. Mungkin setelah anniversary pernikahan kami ya? Kamu sabar dulu.]

[Oke. Aku tunggu lamaran kamu, Mas. Ngomong-ngomong kamu enggak kangen aku? Masa jatah buat aku cuma dua hari seminggu?]

[Sabar dulu. Minggu ini Dinda baru aja dinas malam dan sekarang libur dinas. Selain dinas malam, Dinda kan di rumah terus.]

[Ya sudah sekarang aku mengalah. Kalau aku sudah menjadi istri mu yang sah, aku mau kamu harus membagi waktu dan gajimu yang adil padaku!]

[Iya, sayang. Kamu jangan khawatir. Aku pasti adil. Sudah ya, aku kerja dulu. Mau ada rapat hari ini.]

[Hm, aku maunya malam ini kamu pamit lembur dan di hotel sebentar sama aku sebelum kamu pulang ke rumah, Mas!]

Aku mengepalkan tangan. Hanya sampai di situ pesan percakapan mereka dalam aplikasi hijau. Mas Herman tidak menjawab chat sari Dita lagi. Pelakor itu benar-benar tidak tahu malu. Tapi mas Herman tidak meminta ijin lembur padaku. Kemungkinan dia menolak tawaran Dita.

***

"Bu, Bu! Itu tuh lihat! Pak Andre datang dengan mbak Dita. Kayaknya pak Andre menjemput mbak Dita dari warung terus diajak belanja. Wah, lihat saja barang yang dibawa mbak Dita dari dalam mobil pak Andre. Banyak banget," bisik Bi Inah di teras rumahku, sesaat sebelum berpamitan pulang karena hari sudah sore.

Aku tersenyum dan meraih ponsel, mengambil foto mereka diam-diam, lalu mengirimkan nya ke nomor Bu Cici, istri dari pak Andre. Untung saja saat bertetangga dulu, kami sempat akrab dan saling bertukar nomor ponsel. Bahkan kami masih tergabung dalam satu grup arisan sampai sekarang walaupun setelah Bu Cici pindah ke kecamatan lain.

Dan tak lama kemudian, seperti ku duga, Bu Cici segera menelepon ku.

"Halo, Bu Dinda."

"Halo, Bu Cici. Sudah melihat foto yang saya kirim?"

"Sudah. Kurang aja*r juga suami saya dan janda gatel itu! Habis memborong apa saja di mall?! Saya kan menuju ke sana sekarang! Awas saja, aku akan menjadikan Dita sebagai umpan ikan lele di kolam belakang!"

Next?

Bab terkait

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 7. Dilabrak

    "Sudah. Kurang aja*r juga suami saya dan janda gatel itu! Habis memborong apa saja di mall?! Saya kan menuju ke sana sekarang! Awas saja, aku akan menjadikan Dita sebagai umpan ikan lele di kolam belakang!""Saya dan beberapa ibu arisan akan membantu Bu Cici melabrak Dita. Bu Cici segera kesini saja."Panggilan telepon segera diakhiri setelah Bu Cici mengucap salam. "Bu Dinda, tadi baru saja telepon Bu Cici, istri nya pak Andre?" tanya Bi Inah dengan penuh rasa ingin tahu. Aku mengangguk dan tersenyum lalu mengirimkan pesan whatsapp ke seluruh anggota arisan geng kami yang berjumlah lima orang. Jadi total tujuh denganku dan Bu Cici.Aku mengirimkan foto pak Andre dan Dita yang sedang menurunkan beberapa tas dari dalam mobil ke seluruh anggota arisan. [Apa kalian sudah tahu kalau tetangga baru kita adalah pelakor? Sasarannya adalah pak Andre, suami Bu Cici. Ayo kita beri pelajaran berharga pelakor itu agar lebih pintar.]Terkirim dan langsung centang biru. Beberapa pesan balasan la

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 8. Diusir dari Kontrakan

    "Aawwww!" Dita menjerit kesakitan saat tangan kanan Bu Cici mendarat di pipinya. Sesaat mereka bertatap-tatapan. Dan kami semua tercengang dalam diam. Suasana hening sejenak. Tapi terasa memanas. Tangan Dita naik ke atas dan hendak memukul Bu Cici, saat pak Andre mendadak menangkap tangannya. "Sudah, Dit! Sudah!"Dita tercengang dan menurunkan tangannya dengan perasaan kesal. Sementara itu Bu Cici menatap ke arah Dita dengan senyum meledek. "Kenapa kau berbeda, Mas? Kamu takut dengan istrimu yang tua ini?" tanya Dita dengan mata melotot. "Heh, jaga ucapanmu ya? Tua kata kamu? Jangan seenaknya kalau bicara, pelakor!" seru Bu Cici tak kalah keras. Aku dan teman-teman lain sudah memasukkan semua papper bag dan kantung plastik berisi aneka baju dan sembako ke dalam mobil. Beberapa tetangga yang di kiri dan kanan rumahku yang biasanya cuek dan selalu menutup pintu pagar, kini keluar rumah dan menonton kami. Tak ketinggalan pula, Bi Inah terlihat mengintip dari balik pagar rumahku den

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 9. Dipancing

    "Pak RT, saya tidak sudi kalau Dita tinggal di rumah pemberian orang tua saya! Saya mau Dita dan keluarganya pergi dari rumah ini sekarang juga!" seru Bu Cici berapi-api. "Apa? Nggak bisa gitu dong? Sewa rumah ini telah dibayar penuh pada bulan ini! Mana profesionalismenya, Bu!" geram Dita saat mendengar perkataan Bu Cici."Profesionalisme, profesionalisme, gundulmu kui! Saya kembalikan uang kamu bulan ini sekarang juga. Saya pemilik rumah ini dan saya berhak menentukan siapa yang akan menempati rumah ini dan siapa yang saya usir!" ujar Bu Cici tegas. "Yah, nggak bisa begitu dong, Bu! Nyari rumah kontrakan kan pakai proses. Emang bisa sim salabim! Lagipula kalau saya pindah, bagaimana dengan pekerjaan dan tempat sekolah anak saya? Nggak kasihan banget sih sama single mom! Mana empatinya pada sesama perempuan?!" ujar Dita. Wajahnya meringis menahan sakit. Bi Cici tertawa. Sementara itu semua anggota arisan juga tergelak. "Heh! Apa kamu bilang tadi? Empati?! Single mom? Kamu itu nge

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 10. Cara Agar Pelakor Dipecat

    Sejenak wajah Herman tercengang. Dia menghela nafas panjang. "Aku ... aku hanya asal menebaknya, Ma. Sepertinya aku terlalu banyak bekerja sehingga asbun, asal bunyi, dan asma, asal mangap saja. Maafkan aku," ucap Herman lirih dengan memijit pangkal keningnya. "Hm, ya sudah. Aku buatin teh hangat dulu ya? Nanti pas mandi, pakai air hangat saja. Kan tinggal menyalakan shower," ujar Dinda berlalu ke arah dapur. Herman termenung sesaat lalu segera menuju ke kamarnya mencari kabel isi ulang daya.Dengan sabar, dilihatnya ponsel nya walaupun terus menerus menampilkan layar hitam karena ponselnya masih dalam keadaan ma ti. "Mas, tehnya sudah siap," ujar Dinda yang muncul dari pintu kamar nya. Ponsel yang dipegang Herman seketika nyaris jatuh karena dia terkejut mendengar sapaan Dinda. "Eh, kamu, Ma." "Heem. Ini tehnya." Dinda meletakkan cangkir teh yang beraroma melati di atas nakas. "Terima kasih, Ma.""Sama-sama. Oh ya, dari tadi, kuperhatikan kamu menatap ke ponsel kamu terus, Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 11. Menjebak Pelakor

    "Selamat terpuruk, Dit. Kamu harus merasakan kesakitan yang jauh lebih parah dari yang kurasakan sekarang!"Dinda menyeringai lalu menghapus pesan yang tadi diketiknya untuk Dita, sekaligus pesan balasan dari janda itu. Dia lalu bangkit dan menuju ke lemari baju tempat menyimpan berbagai sertifikat aset dan BPKB mobilnya. Dinda kemudian berjalan mengendap-endap dengan membawa map yang berisi dokumen itu lalu menyimpan nya di lemari baju milik Windi. Dengan perlahan-lahan Dinda kembali ke kamarnya lalu merebahkan diri di ranjang dan menghela nafas panjang. Mempersiapkan dan memantapkan hati serta menata penjelasan yang akan diberikan pada orang tuanya, orang tua Herman, sekaligus pada Windi, anaknya tentang perpisahan yang sudah terpampang di depan mata. Hingga tak terasa dia terlelap dalam buaian mimpi.***Dinda terbangun saat pipi nya ditepuk-tepuk lembut oleh tangan Herman."Bangun, Sayang."Dinda membuka mata nya yang nyaris terasa berat. "Happy anniversary pernikahan kita yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 12. Tanda Tangan, Mas!

    "Selamat malam, Dita. Saya sudah menunggumu dari tadi. Ayo, masuk dulu," sapa Dinda ramah pada Dita yang memucat. Dita tercengang melihat wajah Dinda yang di hadapannya. Dia terdiam dan terpaku di depan kamar hotel."Kok B-bu Dinda di sini?" tanya Dita terbata-bata. "Yah, saya di sini karena memang saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu dan suami ...""Lama banget, Yang ... lho kamu ..." Suara Herman terhenti saat melihat Dita yang berdiri dengan gugup di depan pintu kamar hotelnya. Dita pun menatap balik ke arah Herman yang hanya mengenakan handuk di bagian pinggang. Herman dan Dita saling berpandangan dengan bingung. Dinda tersenyum. "Masuklah, Dit. Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian."Dita menggelengkan kepalanya perlahan. Lelaki itu berdiri di belakang punggung Dinda sehingga Dinda tidak bisa melihat ke arah wajah Herman, hanya Dita yang berdiri di hadapannya lah yang bisa memandang Herman dengan jelas. "Sa-saya pasti salah kamar. Saya tadi kesini untuk bertemu d

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 13. Mempermalukan Pelakor

    "Hah? Malam-malam begini?"Sejenak keraguan terlihat di wajah Dinda. "Kalau tidak malam ini, lalu kapan aku mengatakan nya pada mertuaku? Aku takut kalau aku menunda pembicaraan ini, bisa-bisa mas Herman menjemput Windi dan menjadikan nya senjata untuk melemahkan niatku," ujar Dinda.Fifi menghela nafas. "Yah, kamu benar. Kalau kamu nggak menjemput anak kamu, dikhawatirkan nanti Herman membawa dan menyembunyikan anak kamu agar tuntutanmu pada Herman dibatalkan. Tapi sekarang sudah jam setengah sebelas malam. Apa mertua kamu tidak tidur?" tanya Fifi sambil melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan nya. Dinda pun melemparkan pandangan nya di sekeliling halaman depan sebagai tempat parkir hotel yang sudah sepi. Hanya beberapa mobil yang terparkir di sana tanpa manusia dan tiga orang satpam di pos depan. "Yah, mau bagaimana lagi. Aku harus ke rumah mertuaku sekarang, Fi.""Baiklah. Hati-hati di jalan. Kabari aku jika terjadi sesuatu padamu," ucap Fifi seraya masuk ke dalam mo

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 14. Anak Ikutan Malu

    "A-aku harus apa tadi?""Menunggu mamiku opname.""Kenapa harus aku? Kan bisa saja ...""Siapa? Dinda? Aku dan Dinda kan sedang dalam proses cerai karena kamu dan sekarang kenapa kamu yang sewot dan tidak mau menunggu ibuku?""Lho, kamu kok jadi nyalahin aku sih?" protes Dita. Dia sebenarnya agak malu dan gengsi karena di hadapannya ada pemilik warung yang menatapnya dengan kesal, apalagi panggilan telepon nya diaktifkan secara loud speaker. "Sudah, sudah! Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu mencintai mamiku juga! Dan ... Kalau kamu tidak mau menunggui mamiku opname, kembalikan gelang emas yang sudah kuberikan padamu!""Astaga! Kamu pelit sekali!""Bukan pelit tapi aku menggunakan logika. Kamu harus ke rumah sakit Griya Sehat, paviliun mawar. Aku sudah dalam perjalanan ke kantor karena ada meeting penting!"Dita melongo saat Herman memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak. "Mas, Mas Herman! Tunggu ...!"Tut! Tut! Tut!Dengan ekspresi wajah yang tidak bisa dilukiskan deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12

Bab terbaru

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 51 (tamat)

    Beberapa saat sebelumnya, Herman yang gagal mencari informasi tentang keberadaan anaknya, tidak putus asa. Lelaki yang telah membaca pesan ancaman dari Dita ke nomor handphone Dinda bergegas ke alun-alun kota kendati masih belum jam tujuh malam. Akhirnya Herman menemukan sosok yang mencurigakan sedang mondar mandir di sekitar bak sampah alun-alun kota. Herman memilih bersembunyi di sekitar tempat sampah itu dengan menyamar memakai topeng dan masker warna hitam. Beberapa saat berlalu, dan setelah Herman melihat Dinda memasukkan tas ransel ke dalam tempat sampah itu, Herman memergoki sesosok tubuh yang mengambil tas itu dan langsung pergi. Herman pun langsung mengikutinya dengan hati-hati.Setelah sampai di vila dan melihat sosok itu masuk ke dalam vila, Herman segera mengitari hutan yang ada di belakang vila. Beberapa saat kemudian dia berpikir untuk menyelamatkan Windi lebih dahulu daripada polisi, karena dia ingin merebut hak asuh anak dari Dinda. "Lebih baik, aku membuat jebakan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 50

    Beberapa saat sebelumnya,"Kita jadi membawa anak ini ke bekas vila yang kemarin bapak tunjukkan padaku?" tanya Dita saat mereka dalam perjalanan setelah membawa Windi. "Jadi! Bapak sudah membuat kunci duplikat nya. Kebetulan vila itu adalah bangunan rusak yang tidak pernah dijenguk lagi oleh Sulis. Yah, mungkin karena dia lelah mengurus terlalu banyak aset, sehingga salah satu vilaya ya yang terburuk dan dan terpencil tidak tersentuh.""Baiklah, aku nurut saja. Yang penting nanti dapat duit dan aman," sahut Dita seraya memegangi badan Windi. Sementara itu di depannya, Santosa sedang fokus mengemudi. Mereka tiba di vila yang dimaksud Santosa dan segera menggendong tubuh Windi ke salah satu kamar lalu memotret nya dan mengirim fotonya melalui nomor baru ke nomor Dinda lalu membuang nomor itu. "Nanti kalau kamu menghubungi nomor Dinda, kamu bisa menggunakan nomor lama yang diprivat, Dit. Kalau untuk mengirim foto dan pesan, pakai nomor baru itu kemudian buang ya," pesan Santosa, Dita

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 49

    [Sediakan uang tiga ratus juta dan letakkan di tempat sampah alun - alun kota kalau ingin anakmu selamat!]Dinda tercengang membaca pesan whatsapp dari nomor yang belum tersimpan di ponsel nya itu. Belum sempat Dinda berpikir untuk mengambil keputusan, pesan terbaru masuk lagi ke ponsel nya. [Jangan coba-coba lapor polisi, atau anak kamu akan kami habisi!][Kamu harus meletakkan uang senilai tiga ratus juta dalam sebuah tas, malam ini jam tujuh di tempat sampah warna hijau yang ada di ujung taman alun-alun.][Tempat sampah itu bertuliskan nomor tiga. Anak kamu akan dikembalikan selamat setelah uang itu kamu letakkan di sana!]Dengan cepat dia menelepon bi Inah. Namun sayang sekali, nada dering tidak kunjung berubah menjadi suara bi Inah. Dinda semakin bingung. Dia menarik napas panjang dan berusaha untuk tetap tenang. Akhir nya dia teringat dengan Adinata. Dengan cepat, Dinda menekan nomor telepon Adinata. Tak perlu menunggu lama, suara nada tunggu di hp langsung berubah menjadi s

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 48

    Adinata berlalu dari rumahnya menuju ke rumah Dinda. Dan tidak seperti biasanya, dia yang selalu langsung menekan bel pintu sekarang duduk terpekur sendirian di kursi teras rumah Dinda. "Hah, hatiku berantakan sekali gara-gara pertemuan dengan papa dan anak simpanan nya. Sebenarnya nggak tega melihat papa yang meminta modal usaha, tapi melihat papa yang telah mengkhianati mama dan ternyata sampai mempunyai anak segede aku, membuatku sakit hati," ujar Adinata. Lelaki itu menangkupkan kedua belah tangannya di muka seraya membuang napas berat. "Ya Allah ternyata melihat orang tua bercerai sangat menyakitkan. Apalagi melihat papa selingkuh dari mama. Hatiku sakit banget. Jadi seperti ini rasa nya. Pasti sakit hati yang dirasakan oleh Dinda lebih parah dari yang kurasakan," gumam Adinata. Mendadak pintu terbuka dari dalam. "Mama, aku mau beli buku tulis dulu. Eh, ada papa baru! Kok disini saja, Pa? Biasanya kan masuk ke rumah?" tanya Windi terkejut melihat Adinata yang terbengong-bengo

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 47

    "Bu Sulis! Bu Sulis! Bagaimana denganku? Angkat aku sebagai karyawan Ibu! Bukankah saya sudah memberikan informasi yang berharga?" tanya Herman dengan penuh harap.Sulis menatap ke arah Herman lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Kamu bisa bekerja denganku. Tapi sebagai satpam di perusahaan. Bagaimana? Apa kamu bisa menerima hal itu?" tanya Sulis menatap ke arah Herman. Herman tercengang. "Hah? Saya kan seorang sarjana. Saya tidak mungkin bekerja sebagai satpam, Bu! Tolong lah yang masuk akal jika memberikan pekerjaan."Sulis mengangkat sebelah alisnya. "Saya sudah memeriksa penyebab kamu dipecat dari perusahaan, dan kesalahan kamu adalah telah melakukan korupsi kan?" tanya Sulis dengan mendelik. Herman tertunduk. Matanya tampak menatap ke arah bawah. Menekuri kakinya."Saya minta maaf. Waktu itu saya khilaf. Saya melakukan korupsi karena saya gelap mata dan saya dipaksa oleh Dita. Saya sangat menyesalinya, Bu," ujar Herman lirih. "Hm, kalau begitu kamu harus bisa membuktikan pa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 46

    Beberapa saat sebelumnya, "Mang Udin, kamu harus menjaga rahasia tentang hari ini. Tentang apapun perkataan Herman, pokoknya kamu harus menyimpan rahasia jika kita bertemu dengan Herman. Jangan membicarakan tentang Istri simpanan bapak maupun anaknya pada bapak, maupun pada Adinata dan Adista. Apa kamu paham, mang Udin?" tanya Sulis saat mereka baru saja masuk melalui pintu gerbang rumah. Mang Udin dengan wajah bingung menatap Sulis dari kaca spion tengah mobil nya. Tapi akhirnya Mang Udin hanya bisa menurut dan mengangguk kan kepalanya. "Baik, Bu. Bu Sulis yang semangat ya. Sebaiknya ibu lebih bijak dalam menghadapi hal ini, jangan terburu mengambil kepuasan agar Bu Sulis tidak menyesal pada akhirnya," ujar Mang Udin. Sulis melirik ke arah Mang Udin yang berusia sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Mang, mang! Kamu tidak tahu rasa nya dikhianati. Andai kan saja istri kamu yang berkhianat setelah kalian menikah sekian tahun bahkan sampai mempunyai anak dengan lelaki lain, apa

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 45

    Herman perlahan mendekat ke arah supir pribadi Sulis. "Heh, ngapain kamu dekat-dekat kami? Kamu mau minta ganti rugi? Ck, gimana minta ganti rugi, yang salah itu kamu! Kamu kan yang menyeberang jalan sembarangan dan nggak pakai noleh kanan dan kiri? Masa mau minta ganti rugi pada saya?" tanya sopir pribadi Sulis dengan nada tak terima. Herman menatap ke arah Sulis, membuat Sulis jengah. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah sang supir. "Sudah lah, Mang. Biar saja saya bayar semua kerugian ini. Satu juta, dua juta tidak menjadi masalah untuk saya yang penting semuanya berakhir dengan damai," ujar Sulis lalu membuka tas tangan nya yang mungil dan cantik. "Ah, ibu terlalu baik sama tukang bakso ini. Wong saya tahu dengan pasti bahwa dia duluan yang menyeberang jalan tanpa melihat-lihat kanan dan kiri. Kalau ibu bertanggung jawab atas kesalahan tukang bakso ini bukan tidak mungkin kalau tukang bakso ini akan mengulangi perbuatannya lagi. Sengaja menabraknya kan dagangan nya yan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 44

    "Astaga! Itu kan Dita? Kurang ajar, Dita harus mengembalikan perhiasan mami!' gumam Herman seraya mendekati Dita dengan mempersiapkan tinjunya. "Dita! Sini kamu!" Dita yang hendak memasuki warung Padang mendadak berhenti dan tahu-tahu Herman sudah mencekal tangan Dita. Dita terkejut dan melongo saat melihat Herman sudah mendelik dengan wajah menahan marah di samping nya membuat Dita tidak bisa kabur lagi. Dita menggerak-gerakkan tangannya yang sedang dipegangi tangan Herman sekuat-kuatnya. "Lepaskan, aku! Atau aku akan berteriak kalau kamu adalah orang yang akan mencopet ku. Dan kamu akan dipukuli orang!"Herman melotot dan tertawa. "Kamu pikir aku bodoh? Aku bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang-orang di sini kalau kamu itu istriku dan kamu telah mencuri uang dari lemari mami!" ujar Herman balik mengancam Dita. Dita tersenyum meledek untuk menutupi hatinya yang takut. "Hei Mas, mereka tidak akan percaya karena tampang gembel kayak kamu mana mungkin suamiku?" "Mereka akan

  • OM SERING KE RUMAH KALAU MALAM    bab 43

    "Jadi kamu memang benar-benar anakku?"Dita menatap ke arah lelaki yang berumur hampir dari lima puluh tahun di hadapannya."Benar. Tentu saja. Ibuku adalah mantan pacar bapak. Dan karena cintanya pada bapak, ibuku tidak menggugurkan ku dalam kandungan. Ibu juga rela diusir oleh keluarga nya karena hamil di luar nikah."Sesaat wajah Santosa tampak gusar. Dia menatap Dita dengan ekspresi yang campur aduk. "Dita." Santosa menghela napas dan menatap ke arah anak gadisnya yang sudah disia-siakan nya selama ini. "Ya, Pak?""Jangan menganggu keluarga Bapak!"Wajah Dita berbinar karena mendengar bapaknya mengakui keberadaan dirinya. Tapi juga menjadi sedih karena seperti nya dia belum bisa menjadi bagian dari keluarga bapaknya. "Baiklah. Aku tidak akan mengganggu keluarga bapak. Tapi dengan satu syarat...""Katakan berapa yang kamu inginkan?"Dita tersembunyi mendengar kata-kata dari bapaknya yang memotong pembicaraan nya. "Syukurlah bapak sudah paham dengan permintaanku. Karena itu aku

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status